Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK


PADA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII C SMP NEGERI 28
SURABAYA

Depy Irawan
Mahasiswa PPG Unesa
depyirawan08@gmail.com

Abstrak
Berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang menekankan
kepada evaluasi dari informasi yang didapatkan, menggunakan
informasi yang dimiliki pada masa lampau dan digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Berdasarkan hasil observasi,
kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VIII C SMP Negeri 28
Surabaya dikatakan rendah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model


pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis Peserta didik pada mata pelajaran Matematika kelas VIII C
SMP Negeri 28 Surabaya dengan subjek berjumlah 38 peserta didik.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
dua siklus dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger.
Model pembelajaran yang menekankan kepada berpikir kritis dan
kreatif

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pembelajaran matematika


dengan model Treffinger dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis peserta didik kelas VIII-C SMP Negeri 28 Surabaya. Hal
tersebut ditunjukkan dengan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir
kritis pada siklus I dan II berturut-turut adalah 65.32 dan 74.87.
Persentase ketuntasan peserta didik pada siklus I dan II berturut-turut
adalah 34,21% dan 63,15%. Rata-rata nilai dan persentase
ketuntasan peserta didik tes kemampuan berpikir kritis peserta didik
mengalami peningkatan. Kesimpulannya, kemampuan berpikir kritis
dan ketuntasan peserta didik pada tes mengalami peningkatan yang
signifikan.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Treffinger, Berpikir Kritis


.
PENDAHULUAN
Kecenderungan pembelajaran matematika disekolah saat ini berorientasi pada
keaktifan peserta didik dalam pemerolehan konsep. Namun kenyataan di lapangan

1
menunjukkan bahwa aktivitas guru masih terlihat dominan dari pada aktivitas
peserta didik dalam pembelajaran di kelas. Hal ini berpengaruh dalam pencapaian
standar minimal hasil belajar yang diharapkan. Pembelajaran yang berorientasi
kepada peserta didik diyakini menumbuhkan cara bernalar peserta didik dalam
menemukan konsep dengan sendiri.
Pemecahan masalah dalam matematika menuntut peserta didik untuk bernalar.
Berpikir dan bernalar merupakan kegiatan utama dalam belajar Matematika.
Menurut (Krulick and Rudnick, 2010) penalaran mencakup berpikir dasar (basic
thinking), berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative thinking).
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir yang penting dalam
belajar matematika. (Moon,2007) berpikir kritis adalah menganalisis fakta-fakta
dan bukti untuk membuat sebuah kesimpulan
Berpikir kritis adalah kegiatan mengolah ide-ide yang didapatkan
mengevaluasi berdasarkan perspektif yang berbeda dengan memunculkan
pertanyaan untuk menemukan solusi dari masalah yang dipecahkan. Selanjutnya
seseorang yang berpikir kritis akan melihat permasalahan lebih objektif, analitik
dan melihat masalah dalam sudut pandang yang berbeda (Moon,2007). Berpikir
kritis menekankan kepada evaluasi dari informasi yang didapatkan. Menggunakan
informasi yang dimiliki pada masa lampau dan digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi
Berdasarakan pengalaman mengajar pada siklus PPL 1 dan observasi,
Kemampuan berpikir kritis peserta didik bisa dikatakan rendah. Salah satu
indikator yang dapat diketahui dari kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah Matematika. Peserta didik merasa kesulitan dalam
menyelesaikan masalah Matematika. Mereka hanya terpaku dengan algoritma
rutin yang mereka miliki. Hal tersebut menjadi batu sandungan guru dalam
mengajarkan peserta didik untuk berpikir kritis dalam belajar matematika,
Berdasarkan observasi dengan peserta didik. Peserta didik jarang menghadapi
masalah Matematika (soal-soal yang menantang bagi siswa).. Peserta didik lebih
menyukai soal yang bersifat hitung menghitung. Sehingga dapat dikatakan bahwa
peserta didik lemah dalam menghadapi masalah matematika dan kemampuan
berpikir kritis peserta didik rendah.
Berdasarkan anggapan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah
saling berkaitan sebagai suatu proses dan hasil dalam pembelajaran matematika.
Maka guru harus memilih dan memilah model pembelajaran yang sesuai untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pembelajaran yang
berorientasi pada transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik tidaklah sesuai
untuk mengembangkan kemampuan berpkir kritis peserta didik. Pembelajaran
inovatif yang berorientasi pada aktivitas peserta didik dapat dijadikan alternatif
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Berpikir kritis memiliki hubungan erat dengan berpikir kreatif,
(Siswono,2011) mengatakan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu gabungan
antara berpikir lateral dan vertical yang melengkapi. Pengertian ini secara tidak
langsung dalam berpikir kreatif melibatkan berpikir kritis (logis dan analitis)
sekaligus intuitif. Teori pendukung tentang hubungan antara bepikir kritis dan
berpikir kreatif ditunjukkan oleh Krulick & Rudnick (1995), membuat
perjenjangan penalaran yang digambarkan dengan piramida, dalam penalaran
dikategorikan dalam pengingatan, berpikir dasar, berpikir kritis dan berpikir
kreatif. Jadi apabila mengukur kemampuan berpikir kreatif tentunya harus
mengukur kemampuan bepikir kritis terlebih dahulu serta pengingatan dan
berpikir dasar. Dan berlaku pada bepikir kritis.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan agar peserta didik aktif
dalam pembelajaran yaitu model Treffinger. Model ini dapat mendukung
pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan kritis matematika peserta didik.
Model Treffinger ini terdiri dari tiga langkah inti atau tiga tingkatan, yaitu: 1)
Understanding the Challenge 2). Generating ideas 3). Preparing for Action.
Model pembelajaran treffinger adalah model pembelajaran yang melibatkan
proses aktif peserta didik dalam membangun pemahaman dari pengalaman yang
telah dimiliki sebelumnya dengan pengalaman baru. Peserta didik membangun
keterampilan berpikir pada tingkatan pertama dan kemudian digunakan pada
tingkatan selanjutnya (Nisa, 2011). Model pembelajaran treffinger menekankan
pada proses penemuan informasi atau penemuan konsep, sehingga konsep yang
diperoleh dapat tersimpan lebih lama diingat peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakuksn penelitian yang
berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Pelajaran Matematika Kelas
VIII SMP Negeri 28 Surabaya.”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model
pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis Peserta
Didik Pada Pelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 28 Surabaya.

METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negei 28 Surabaya yang
berjumlah 38 siswa, tersiri dari 18 laki-laki dan 20 perempuan. Subjek penelitian
ini heterogen dari kemampuan berpikirnya yaitu ada yang tinggi, sedang dan
rendah. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan secara dua siklus pada tanggal 9
Oktober- 2 November 2017. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Arikunto (2010: 16) mengemukakan bahwa
terdapat empat tahapan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, yaitu (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan dan (4) refleksi.

3
Instrument Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Instrument tes kemampuan berpikir kritis siswa disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan. Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui
hasil kemampuan berpikir kritis yang dicapai peserta didik pada setiap siklus
setelah pembelajaran treffinger. Soal tes kemampuan berpikir kritis peserta didik
berbentuk uraian atau essay. Selanjutnya hasil tes kemampuan berpikir kritis
peserta didik diberi skor sesuai dengan skor penskoran. skor rubrik yang
dimodifikasi dari Peter A. Facione dan Noreen C. Facione (1994) seperti disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Indikator Berpikir Kritis

No Kemampuan Indikator Respon Siswa terhadap Soal Skor


Berpikir Kritis Berpikir Kritis
1 Focus Memfokuskan Dapat merumuskan pertanyaan 1
pertanyaan namun kurang tepat
Dapat merumuskan pertanyaan 2
dengan benar
Dapat merumuskan pertanyaan
dengan benar dan bisa 3
mengidentifikasi kriteria kriteria
untuk mempertimbangkan jawaban
yang mungkin namun kriteria
tersebut kurang tepat
Dapat merumuskan pertanyaan 4
dengan benar dan bisa
mengidentifikasi kriteria-kriteria
untuk mempertimbangkan jawaban
yang mungkin dengan benar
2 Reason Memberikan Dapat memberikan alasan tetapi
(memberikan alasan tidak sesuai dengan jawaban yang 1
alasan) dikemukakan
Dapat menemukan informasi dari
soal yang diberikan dan bisa memilih 2
informasi yang penting dan
memberikan alasan sesuai jawaban
yang dikemukakan namun penjelasan
yang diberikan kurang akurat.
Dapat menemukan innformasi dari
soal yang diberikan, bisa memilih
informasi yang penting, bisa memilih 3
strategi yang benar dalam
menyelesaikannya dan alasan yang
No Kemampuan Indikator Respon Siswa terhadap Soal Skor
Berpikir Kritis Berpikir Kritis
diberikan sudah tepat namun
penyediaan bukti masih kurang
Dapat menemukan informasi dari
soal yang diberikan, bisa memilih 4
informasi yang penting, bisa memilih
strategi yang benar dalam
menyelesaikannya dan alasan yang
akurat berdasarkan bukti-bukti yang
diperoleh.
3 Inference Membuat Dapat menemukan hal-hal yang
(menyimpulkan) kesimpulan. penting untuk membuat kesimpulan 1
Membuat
alternatif atau Dapat menemukan hal-hal yang
cara lain dalam penting untuk membuat kesimpulan 2
menyelesaikan tetapi kesimpulan yang dibuat
masalah kurang tepat
Dapat menemukan hal-hal yang
penting untuk membuat kesimpulan 3
dan kesimpulan yang dibuat benar
namun kurang lengkap.
Dapat menemukan hal-hal yang
penting untuk membuat kesimpulan 4
dan kesimpulan tersebut benar dan
lengkap.
4 Situation Membuat Dapat menemukan informasi dalam
langkah- soal tetapi kurang tepat dalam 1
langkah mengkomunikasikannya
penyelesaian Dapat menentukan masalah,
masalah menyeleksi informasi yang
digunakan serta membuat langkah- 2
langkah penyelesaian masalah tetapi
langkah-langkah tersebut kurang
tepat.
Dapat menentukan masalah,
menyeleksi informasi yang
digunakan serta membuat langkah- 3
langkah penyelesaian masalah tetapi
langkah-langkah tersebut kurang
lengkap
Dapat menentukan masalah,
menyeleksi informasi yang
digunakan serta bisa membuat 4
langkah-langkah penyelesaian
masalah dengan benar dan

5
No Kemampuan Indikator Respon Siswa terhadap Soal Skor
Berpikir Kritis Berpikir Kritis
melakukan perhitungan dengan tepat
hingga menemukan solusi dari
masalah tersebut

Teknik Analisis Data


Analisis data kemampuan berpikir kritis peserta didik diperoleh dari data hasil
tes kemampuan berpikir kritis peserta yang disesuaikan dengan skor masing-
masing tiap indikator berpikir kritis. Data hasil tes kemampuan berpikir kritis
dianalisis kemudian ditentukan persentasenya dan kemudian dapat diketahui
seberapa besar peningkatan yang diperoleh dalam pembelajaran. Perhitungan
persentase menggunakan rumus seperti berikut ini;

Dengan adalah persentase nilai. Data hasil tes kemampuan berpikir kritis
peserta didik kemudian ditentukan rata-ratanya dan dilihat perbedaan rata-ratanya
dan dilihat kemampuan berpikir kritis. Jika terjadi peningkatan dari siklus I, siklus
II dan siklus III. Maka model penerapan Treffinger dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk menyatakan persentase banyaknya siswa
yang tuntas dihitung dengan cara :

Berdasarkan ketentuan dari sekolah yang diteliti (SMP Negeri 28 Surabaya),


satu kelas dikatakan tuntas belajar jika minimal 85% siswa tuntas. Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan pihak sekolah sebesar 75.

Indikator Keberhasilan Peningkatan Berpikir Kritis Peserta Didik


Indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian ini adalah secara klasikal
terdapat 75% peserta didik telah menguasai indikator kemampuan berpikir kritis,
yaitu mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu 75. Kemampuan
berpikir kritis dikatakan meningkat pada penerapan model pembelajaran
Traffinger apabila terdapat peningkatan rata-rata 10% sampai 15 % antar siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis yang dihasilkan pada
setiap siklus, dibuat tabel sebagai berikut.

Tabel 2 Rata-rata Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kritis


Peserta Didik

No Siklus Rata-rata Nilai


Tes Kemampuan Berpikir Kritis
1 I 65,32
2 II 74,87

Dari tabel 2, dapat dikatakan bahwa rata-rata nilai tes kemampuan berpikir
kritis peserta didik mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Selanjutnya
jika dilihat dari banyak pesertadidik yang tuntas dalam pengerjaan tes kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam setiap siklus dan persentasenya maka dapat
dibuat tabel sebagai berikut.
Tabel 3 Persentase Ketuntasan Siswa pada
Tes Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

No Siklus Banyak Siswa Banyak Persentase


yang Hadir Siswa (%)
Tuntas
1 I 38 13 34,21
2 II 38 24 63,15

Berdasarkan Tabel 3 pada siklus I, 13 dari 38 peserta didik tuntas dalam


pengerjaan tes kemampuan berpikir kritis dengan persentase ketuntasan kelas
adalah 34,21%, berikutnya pada siklus II, sebanyak 24 dari 38 peserta didik telah
tuntas dalam pengerjaan tes kemampuan berpikir kritis dengan ketuntasan
63,15%. Dengan demikian persentase ketuntasan tes kemampuan berpikir kritis
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Pada indikator kemampuan berpikir kritis peserta didik pemberian skor
menggunakan Holistic Scoring Rubrics dimana diberi poin 0,1,2,3, dan 4
bergantung kualitas jawaban. Disesuaikan dengan indikator yang telah
ditentukannoleh penulis. Berikut data hasil hasil rata-rata skor indikator
kemampuan berpikir kritis pada tiap butir petanyaan yang diberikab pada saat tes
kemampuan berpikir kritis peserta didik pada setiap siklus.

7
Tabel 4 Rata-rata Skor Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Skor pada Indikator
No Siklus Focus Reason Inference Situation
1 I 3.34 2.68 1.76 2.65
2 II 3.63 2.84 2.5 3.08

Dari tabel 4, dibuat grafik batang untuk membandingkan rata-rata skor indikator
kemampuan berpikir kritis dengan mudah, apakah meningkat atau menurun,
semakin tinggi batang, maka semakin tinggi rata-rata skor indikator kemampuan
berpikir kritis peserta didik.

Grafik 1 Rata-rata Skor Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Berdasarkan grafik 1 dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis


peserta didik tiap indikator mengalami peningkatan dari siklus I ke Siklus II.
Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator inference . yaitu kemampuan dalam
menyimpulkan berdasarkan fakta-fakta yang ditemui. Peningkatan terkecil terjadi
pada indikator reason. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa
pembelajaran matematika dengan model Treffinger dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis.

Pembahasan
Sebagaimana diuraikan dalam analisis data, rata-rata nilai tes kemampuan
berpikir kritis peserta didik mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Dalam hal tersebut, tes kemampuan berpikir kritis peserta didik pada siklus I
adalah mengenai materi relasi dan fungsi, tes pada siklus II tentang persamaan
garis lurus. Berdasarkan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis peserta didik
siklus I dan II yang ditunjukkan tabel 2 dapat dibuat grafik garis sebagai berikut.
Grafik 2 Rata-rata Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarkan grafik 2, rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis pada siklus
I dan II dapat dikatakan “Cukup”. namun mengalami kenaikan yang cukup
signifikan dari siklus I ke II. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, dapat
dikatakan bahwa rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam
pembelajaran Treffinger mengalami kenaikan yang signifikan. Selanjutnya
berdasarkan persentase ketuntasan peserta didik pada tes kemampuan berpikir
kritis pada siklus I dan II ditunjukkan pada tabel 3, dapat dibuat grafik batang
sebagai berikut.

Grafik 3 Persentase Ketuntasan Peserta Didik pada Tes


Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarakan Grafik 3 persentase ketuntasan peserta didik pada tes
kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan pada siklus I ke siklus II. Pada
siklus pertama persentase ketuntasan mencapai 34,21% dan pada siklus kedua
persentase mencapai 65,79%. Selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipaparkan
dapat dikatakan bahwa pembelajaran treffinger dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik kelas VIII-C SMP Negeri 28 Surabaya.

9
Adapun hasil yang penelitian yang relevan yang dirujuk peneliti relevan
dengan hasil penelitian (Pomalato,2006) yaitu adanya peningkatan kemampuan
berpikir kritis dan nilai ketuntasan belajar peserta didik tercapai. Dalam
penelitian pamalato membahas tentang penerapan pembelajaran Treffinger yang
dapat meningkatkan kreativitas peserta didik. Hal ini berkaitan antara penelitian
pomalato dan penelitian yang dilakukan peneliti. Perbedaanya yaitu dalam
penelitian ini peneliti membahas tentang berpikir kritis. Sehingga dapat dari apa
yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran treffinger
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas VIII C SMP
Negeri 28 Surabaya.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis data pembahasan dapat disimpulkan pembelajaran
matematika dengan model Treffinger dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa kelas VIII C SMP Negeri 28 Surabaya. Hal tersebut ditunjukkan
dengan rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I dan II
berturut-turut adalah 65.32 dan 74.87 Persentase ketuntasan siswa pada tes
kemampuan berpikir kritis pada siklus I dan II berturut-turut adalah 34,21% dan
65,79%. Rata-rata nilai dan persentase dari ketuntasan siswa dari tes kemampuan
berpikir kritis siswa mengalami kenaikan.
Saran
Saran yang dikemukakan peneliti adalah 1) Pembentukan kelompok menjadi
hal penting yang perlu diperhatikan agar pembelajaran matematika dengan model
Treffinger berlangsung lancar. Dengan demikian, guru hendaknya lebih cermat lagi
dalam membentuk kelompok yang kemampuannya merata antara kelompok yang
satu dengan yang lainnya. 2) Pemberian masalah yang dekat dengan siswa dapat
menambah kemudahan siswa memahami konteks yang ada pada materi yang akan
mereka laksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard. 2012. Learning to Teach. New York : Mc Graw


Hill.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineke Cipta.
Ennis, Robert. 1991. Critical Thinking: A Streamlined Conception. Teaching
Philoshopy, 14:1
Fisher, Alec.2001. Critical Thinking An Introduction. Cambridge University
Press
Krulik, Stephen & Rudnick, Jesse, 1995. The New Sourcebook for Teaching
Reasoningand Problem Solving in Elementary School. Nedham Heights:
Allyn & Bacon.
Nisa, Titin Farida. 2011. Pembelajaran Matematika Dengan Setting Model
Treffinger Untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa. Pedagogia: Vol. 1,
No. 1, Desember 2011: 35-50
Pomalato, Sarson W. 2006. Mengembangkan Kreativitas Matematik Siswa dalam
Pembelajaran Pendekatan Model Treffinger . Mimbar Pendidikan. Vol
No. 1/XXV/2006.
Presseisen, Barbara. 1986. Critical Thinking and Thinking Skill: State of the art
definition and practice Schoolin Public School. Reasearch for Bettel
School: Philadelphia.
Treffinger, Donald J &Isaken, Scott . 2005. Creative Problem Solving The
History, Development, and Implication for Gifted Education and Telent
Development. Gifted Child Quartedly. Vol49 no 4.
Siswono, Tatag Y E. 2011. Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif sebagai Fokus
Pembelajaran . Universitas Negeri Surabaya

11

Anda mungkin juga menyukai