Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Berdasarkan laporan,
penderita penyakit dalam yang dirawat di beberapa rumah sakit sentra pendidikan,
Umumnya penyakit hati menempati urutan ketiga setelah penyakit infeksi dan paru. Bila
ditinjau pola pe nyakit hati yang dirawat tampak umumnya mempunyai urutan sebagai
berikut: hepatitis virus akut, sirosis hati, kanker hati, abses hati. Dari data tersebut ternyata
sirosis hati menem pati urutan kedua Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah
kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi.

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses
penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.

Bentuk hepatitis yang dikenal adalah HAV ( Hepatitis A ) dan HBV (Hepatitis B).
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak hanya di Amerika tetapi
juga diseluruh Dunia.Penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara semua penyakit
menular yang dapat dilaporkan di Amerika Serikat (hanya dibawah penyakit kelamin dan
cacar air dan merupakan penyakit epidemi di kebanyakan negara-negara dunia ketiga.Sekitar
60.000 kasus telah dilaporkan ke Center for Disease Control di Amerika Serikat setiap
tahun, tetapi jumlah yang sebenarnya dari penyakit ini diduga beberapa kali lebih
banyak.Walaupun mortalitas akibat hepatitis virus ini rendah, tetapi penyakit ini sering
dikaitkan dengan angka morbiditas dan kerugian ekonomi yang besar.

Sedangkan Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir
dari penyakit hati kronis. Di Negara maju,hepatitis C kronis dan konsumsi alkohol yang
berlebihan merupakan penyebab paling umum dari sirosis. Secara lengkap sirosis ditandai
dengan fibrosis jaringan dan konversi hati yang normal menjadi nodul struktural yang

1
abnormal. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan
pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal (Pinzani et al., 2011).Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat
akibat alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C.
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel
stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses
degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus,
maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Terapi sirosis ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahanbahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti
bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase
dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang dan
mencegah timbulnya komplikasi (Riley et al., 2009)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan mengambil rumusan masalah sebagai
berikut
1. Apa Definisi Hepatitis dan serosis Hepatis?
2. Apa Etiologi Hepatitis dan serosis Hepatis?
3. Bagaimana Klasifikasi dan Penyebab Hepatitis dan serosis Hepatis ?
4. Bagaimana Manifestasi Klinik Hepatitis dan serosis hepatis?
5. Bagaimana Patofisiologi Hepatitis dan serosis hepatis ?
6. Bagaimana Pathway Hepatitis dan serosis hepatis ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Hepatitis dan serosis hepatis ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Hepatitis dan serosis hepatis ?

1.3 Tujuan penulisan


Untuk menegetahui lebih dalam tentang hepatitis dan serosis hati sehingga bisa menentukan
diagnosa keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
A. Hepatitis
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan
kimia. (Sujono Hadi, 1999).Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai
reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145)
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,
biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001). Hepatitis adalah Suatu peradangan
pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit
infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)

B. Serosis Hepatis
1. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut(Smeltzer& Bare, 2001).
2. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnydengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah
penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari
hati.

3
2.2 Etiologi
A. Hepatitis
Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus.
Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh virus.
1. Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis :
a. Hepatitis A (HAV)
b. Hepatitis B (HBV)
c. Hepatitis C (HCV)
d. Hepatitis D (HDV)
e. Hepatitis E (HEV)
Semua jenis virus tsb merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B yang merupakan
virus DNA.
2. Hepatitis non virus yaitu :
a. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
b. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan
hepatitis akut.
c. Bahan Beracun (Hepatotoksik)
d. Akibat Penyakit lain (Reactive Hepatitis)

B. Sirosis Hepatis
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1.Malnutrisi
2.Alkoholisme
3.Virus hepatitis
4.Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5.Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6.Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7.Zat toksik

4
2.3 Klasifikasi dan Penyebab
A. Hepatitis
Hepatitis A B C D E
MASA INKUBASI 14 – 49 hari 30-180 hari 15-150 35 hari 14-63 hari
(+/- 28 hari) (+/= 75 hari) hari
CARA
PENULARAN
·    FEKAL– ORAL Ya Tidak Tidak Tidak Ya
·    PARENTERAL Ya Ya Ya Tidak
·    LAIN – LAIN Akhir ini Kontak seks, Kontak Kontak “WATER
bisa ? kontak seks seks BORNE”
“WATER serumah Kontak Kontak
BORNE” Transmisi serumah serumah
Vertikal
TIPE PENYAKIT BIASANYA BERVARIASI BERVARI BIASAN Biasanya
AKUT ASI YA akut
AKUT
(FULMIN
AN)
CARRIER KRONIK TIDAK 5-10% 80% 70-80% Tidak
CAH TIDAK 50% YA YA Tidak
SIROSIS 20% 20%
HEPATOMA YA
MORTALITAS 0.1-0.2% 0.5-2% 30% 15-20%
TANPA PADA PADA
KOMPLIKASI PASIEN WANITA
KRONIS HAMIL

B. Sirosis Hepatis
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
1.Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

5
2.Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadisebelumnya.
3.Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

2.4 Manifestasi Klinik


A. Hepatitis
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik
dapat dibedakan berdasarkan stadium.Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium
adalah sebagai berikut :
1. Fase Inkubasi
merupakan waktu diantara saat masuknya virus dan saat timbulnyagejala atau iktrus
2. Fase Prodromal (pra ikterik)
fase diantara timbulnya keluhan-keluhanpertama dan gejala timbulnya icterus
a. Permulaan ditandai dengan : malaise umum, mialgia, atralgia mudah lelah,
gejala saluran nafas dananoreksi.
b. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrikum
3. Fase icterus
Muncul setelah 5-10 hr,tetapi dapatjuga munculbersamaan dengan munculnyagejala.

4. Fase Konvalesen (penyembuhan)


a. Diawali dengan menghilangnya ikterus dankeluhan lain tetapihepatomegali
dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.
b. Ditandai dengan :
1. Munculnya perasaan lebih sehat
2. Kembalinya napsu makan
3. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu
4. Pada 5% - 10% kasus hepatitis B perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit
ditangani hanya < 1% yang menjadi fulminan (menyeluruh)
B. Sirosis Hepatis

6
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1.Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan
baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati(kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi
permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).

2.Obstruksi Portal dan Asites


Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-
organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan
konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness
atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau
dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering
dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3.Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal
dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan
tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen

7
(kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk
varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.Karena fungsinya bukan untuk
menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh
darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian
harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi
dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis
ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.
4.Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air
dan ekskresi kalium.
5.Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut
sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan
defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama
asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia
yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6.Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan
koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada
sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara

2.5 Patofisiologi

8
A. Hepatitis
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan
oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar
dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Sering
dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar
terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan
nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru
yang sehat.Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan
dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu
hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah billirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena
adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran
pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal
konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli,
empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah
mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
B. Sirosis Hepatis
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi

9
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada
sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama
pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum
minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi
alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).Sebagian individu tampaknya lebih
rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah
individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah
menderita malnutrisi.
Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat
kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua
kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun
(Smeltzer & Bare, 2001).Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis
Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel
hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik,
hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).

2.6 Pathway Hepatitis


A. Hepatitis

10
B. Sirosis Hepatis

11
2.7 Penatalaksanaan Medis
A. Hepatitis
1. Penderita yang menunjukkan keluhan berat harus istirahat penuh selama 1-2 bulan.
2. Diet harus mengandung cukup kalori dan mudah dicerna.
3. Pada umumnya tidak perlu diberikan obat-obat, karena sebagian besar obat akan di
metabolisme di hati dan meningkatkan SGPT.
4. Wanita hamil yang menderita hepatitis perlu segera di rujuk ke rumah sakit.
5. Pemeriksaan enzim SGPT dan gamma-GT perlu dilakukan untuk memantau keadaan
penderita. Bila hasil pemeriksaan enzim tetap tinggi maka penderita dirujuk untuk
menentukan apakah perjalanan penyakit mengarah ke hepatitis kronik.

12
6. Hepatitis b dapat dicegah dengan vaksin. Pencegahan ini hanya dianjurkan bagi orang-
orang yang mengandung resiko terinfeksi.
7. Pada saat ini belum ada obat yang dapat memperbaiki kerusakan sel hati.

B. Sirosis Hepatis
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1.Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya.
2.Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a.Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol
akanmengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori
(300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk
menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D
penicilamine dan Cochicine
b.Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi
kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc
selama setahun.
c.Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a.Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b.Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau
melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah

13
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

c.Ensefalopati
1)Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2)Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
3)Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada
varises.
4)Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5)Transplantasi hati.
c. Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim,
amoxicillin, aminoglikosida.
d. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
e. Mengatur keseimbangan cairan dan garam

2.8 Asuhan Keperawatan


A. Hepatitis
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, Usia : bisa terjadi pada semua usia, Alamat, Agama, Pekerjaan,
Pendidikan.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan suhu tubuhnya tinggi dan nyeri perut kanan atas
2. Riwayat penyakit sekarang

14
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam,
nyeri perut kanan atas
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita
sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur
operasi dan perawatan rumah sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya
berkaitan dengan penyakit pencernaan.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Review Of Sistem (ROS)
i. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai
kesakitan, konjungtiva anemis, Suhu badan 38,50 C.
ii. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
iii. Sistem kardiovaskuler : TD 110/70mmHg , tidak ada oedema, tidak ada
pembesaran jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan.
iv. Sistem urogenital : Urine berwarna gelap
v. Sistem muskuloskeletal : kelemahan disebabkan tidak adekuatnya nutrisi
(anoreksia)
vi. Abdomen :
Inspeksi : abdomen ada benjolan
Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan
Palpasi : pada hepar teraba keras
Perkusi : hypertimpani
2. Pengkajian fungsional Gordon
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga
yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

15
b. Pola nutrisi dan metabolic
Makan : Tidak nafsu makan, porsi makan tidak habis, habis 3 sendok
disebabkan Mual muntah .
Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc
c. Pola eliminasi
BAK : urine warna gelap,encer seperti the
BAB : Diare feses warna tanah liat
d. Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena pasien lemah
terkulai di atas tempat tidur, lelah ,malaise dan membutuhkan bantuan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
e. Pola istirahat tidur
Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri pada abdomen,
mialgia, atralgia, sakit kepala dan puritus.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat
g. Pola hubungan dengan orang lain
Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi akibat kondisinya
pasien malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat.
h. Pola reproduksi / seksual
Pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpejan (contoh homoseksual
aktif/biseksual pada wanita).
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti ini lagi
j. Pola mekanisme koping
Pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan
meringis kesakitan
k. Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Pasien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh menganggap ini
merupakan cobaan dari Allah SWT.

16
3. Pemeriksaan Penunjang
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat.Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian
tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang
terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang
rusak, meningkat pada kerusakan sel hati.
2. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim
hati) atau mengakibatkan perdarahan.
3. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
4. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5. Alkali phosfatase
Sedikit meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
6. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
7. Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh
hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
8. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
9. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
10. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
11. Masa Protrombin
Kemungkinan memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau
berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
12. Bilirubin serum

17
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
13. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya
gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
14. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
15. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
16. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin
menimbulkan bilirubinuria.

Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Ds: Pasien mengatakan bahwa nyeri
pada daerah perut kanan atas
Do :
P : Nyeri pada saat ditekan
Pembengkakan Gangguan rasa
1 Q : Seperti ditusuk tusuk
hepar nyaman (Nyeri)
R : Nyeri pada kuadran kanan
atas
S : Skala : 6-8
T: Menetap
2 Do : pasien mengatakan mual Anoreksia Nutrisi kurang dari
tidak nafsu makan kebutuhan
Ds : klientampak lemah dan
lemas, porsi makan tidak habis
hanya habis 3 sendok

18
A : BB turun
B : Hb < 12
C : Konjungtiva anemis
D : Diet makan tinggi serat dan
protein

Ds : Pasien mengatakan bahwa


dia malas untuk beraktivitas
Do : Tonus Otot 4 4
Penurunan
4 4
3 kekuatan / ketahanan Intoleransi Aktivitas
-    Aktivitas sehari hari
tubuh
memerlukan bantuan
-    Pasien nampak terkulai
lemas di atas tempat tidur
Gatal sekunder
Ds : pasien mengatakan bahwa Resiko tinggi
dengan akumulasi
4 tubuhnya gatal -gatal terhadap kerusakan
garam empedu pada
Do : Tanda garukan pada kulit integritas kulit
jaringan
Ds :Pasien mengatakan bahwa
sering muntah
Do :pasien muntah 1x/ lebih
Resiko tinggi
sehari
5 Mual – muntah kekurangan volume
Turgor Kulit kembali > 2 Detik
cairan
Mukosa Bibir Kering
Mata Cowong
Konjungtiva Anemis
infasi agen dalam
Ds : pasien mengatakan
sirkulasi darah
6 tubuhnya panas Hipertermi
sekunder terhadap
Do : suhu tubuh pasien 38,50 C
inflamasi hepar

4. Diagnosa Keperawatan

19
Diagnosa yang dapat muncul pada klien dengan hepatitis menurut Marilynn
E.Doenges adalah sebagai berikut :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan
penurunan kekuatan otot, ketidaknyamanan kerja dan menolak untuk bergerak.
2. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia muntah ditandai dengan kurang nafsu makan / minat makan, nyeri
abdomen, penurunan berat badan.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan yang berlebihan melalui muntah dan diare, gangguan proses
pembekuan ditandai dengan adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
diagnosa aktual.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi
garam empoedu dalam jaringan diagnosa adanya tanda-tanda dan gejala-gejala
membuat diagnosa aktual.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi ditandai dengan tidak akurat mengikuti instruksi meminta informasi.

5. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi


Pada tahap awal ini perawat mulai membuat rencana tindakan, pelaksanaan,
dan penilaian hasil terhadap klien dengan hepatitis sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang muncul yaitu :
Diagnosa keperawatan 1
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan
penurunan kekuatan otot, ketidak nyamanan kerja, menolak untuk bergerak.

Tujuan : Aktivitas tidak terganggu dengan kriteria hasil peningkatan kekuatan otot,
nyaman bekerja dan dapat bergerak.

Intervensi / Implementasi
a. Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan yang tenang.

20
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang
digunakan untuk penyembuhan.
b. Ubah posisi dengan sering dan berikan perawatan kulit yang baik.
Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
Rasional : Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak
sendiri pasif / aktif.
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan, ini dapat terjadi
karena ketebatasan aktivitas yang menganggu periode istrahat.
e. Dorong penggunaan tehnik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif
visualisasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi,memusatkan kembali
perhatian,dan dapat meningkatkan koping.
f. Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembasaran hati.
Rasional : Menunjukkan kurangnya resolusi penyakit, memerlukan istirahat
lanjut, mengganti program terapi.
g. Kolaborasi dengan dokter,berikan anti biotik atau bantu dalam prosedur sesuai
indikasi tergantung pada pemajanan.
Rasional : Membuang agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi
kerusakan jaringan.

Implementasi :
a. Meningkatkan tirah baring / duduk, memberikan lingkungan yang tenang.
b. Mengubah posisi dengan sering dan memberikan perawatan kulit yang baik.
c. Melakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
d. Meningkatkan aktivitas sesuai toleransi,membantu melakukan latihan rentang gerak
sendiri pasif /aktif
e. Mendorong tehnik penggunaan manajemen stres.
f. Mengawasi terulangnya anoraksia daan nyeri tekan pembesaran hati.

21
g. Kolaborasi dengan dokter. Berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indiksi
tergantung pada pemajanan.

Evaluasi :
a. Menyatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu.
b. Menunjukkan tehnik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
c. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.

Diagnosa keperawatan 2
Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, ditandai dengan kurang nafsu makan, nyeri abdomen,
penurunan berat badan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil nafsu makan meningkat,tidak
mual,muntah dan berat badan meningkat.

Intervensi :
a. Awasi pemasukan diet / jumlah kalori,berikan makan sedikit dalam frekuensi sering
dan tawarkan makan pagi paling besar.
Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga
paling buruk selama siang hari, membuat masukan makanan yang sulit
pada sore hari.
b. Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan.
c. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pada
pemasukan.
d. Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari.
Rasional : Merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna / toleran bila
makanan lain tidak.
e. Kolaborasi dengan ahli giji dalam pemberian diet.

22
Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memulai kebutuhan individu.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
g. Berikan tambahan makanan / nutrisi dukungan total bila di perlukan.
Mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan kalori, bila tanda kekurangan terjadi dan
gejala memanjang

Implementasi :
a. Megawasi pemasukan diet / jumlah kalori, memberikan makanan sedikit dalam
frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
b. memberikan perawatan mulut sebelum makan.
c. Menganjurkan makan pada posisi dudk tegak.
d. Memberikan dorongan untuk mengkonsumsi sari jeruk, minuman karbonat dan
permen berat sepanjang hari.
e. Mengkolaborasi dengan ahli giji dalam pemberian diet.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi.
g. Memberikan tambahan makanan / nutrisi dukungan total bila dibutuhkan.

Evaluasi :
a. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan
berat badan yang sesuai.
b. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal dan bebas tanda malnutrisi.

Diagnosa Keperawatan 3
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
yang berlebihan melalui muntah dan diare,gangguan proses pembekuan ditandai dengan
adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.

Tujuan : Volume cairan meningkat dengan kriteria hasil mual,muntah dan diare tidak
ada.

23
Intervensi :
a. Awasi masukan dan keluaran, bandingkan dengan berat badan harian.
Rasional : Memberakan informasi tentang kebutuhan penggantian / efek terapi.
b. Kaji tanda vital, nadi periver, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Indikator volume sirkulasi / perkusi.
c. Periksa asites atau pembentukan odem.
Rasional : Menurunkan kemungkinan pendarahan ke dalam jaringan.
d. Biarkan pasien menggunakan lap katun / spon dan pembersih mulutbuntuk sikat gigi.
Rasional : Menghindari trauma dan pendarahan gusi.
e. Observasi tanda perdarahan, contoh : hematuria / melena ekimosis, pendarahan terus
menerus dari gusi.
Rasional : Menghindari trauma dan pendarahan gisi.
f. Kolaborasi dengan dokter, awasi nilai laboratorium, contoh : Hb / Ht,Na albumin dan
waktu pembekuan.
Rasional : Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium / kadar protein
yang dapat menimbulkan pembentukan odem.
g. Kolaborasi dengan dokter. Berikan cairan IV ( biasanya glukosa ) ,elektrolit, protein
hidrolisat.
Rasional : Memberikan cairan dan panggantian elektrolit.

Implementasi :
a. Mengawasi pemasukan dan pengeluaran, bandingkan dengan berat badan harian.
b. Mengkaji tanda-tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa.
c. Memeriksa adanya asietas atau pembentukan odem.
d. Membiarkan pasien menggunakan lap katunispon dan pembersih mulut untuk sikat
gigi.
e. Mengobservasi tanda-tanda perdarahan, contoh : hematuria dan melena, ekimosis,
pendarahan terus menerus.

24
f. kolaborasi dengan dokter.Mengawasi nilai laboratorium contoh : Hb / Ht,Na albumin
dan waktu pembekuan.
g. Kolaborasi dengandokter. Memberikan cairan IV biasanya glucosa, elektrolit, protein
hidrolisat.

Evaluasi :
a. Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik,
pengisian kapiler.
b. Haluaran individu sesuai.

Diagnosa Keperawatan 4
Resiko tinggi terhadap kerusakan intergrits kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu dalam jaringan ditandai dengan adanya tanda-tanda dan gejala membuat
diagnosa aktual.

Tujuan : Tidak terdapat kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil tidak ada
akumulasi.

Intervensi :
a. Gunakan air mandi dingin dan soda kue atau mandi kanji. Berikan minyak kalamin
sesuai dengan indikasi.
Rasional : Mencegah kulit kering berlebihan dan menghilangkan gatal.
b. Anjurkan menggunakan kuku-kuku jari untuk menggaruk bila tidak terkontrol.
Rasional : Menirunkan potensial cidera kulit.
c. Berikan masase pada waktu tidur.
Rasional : Bermanfaat dalam meningkatkan tidur.
d. Hindari komentar tentang penampilan pasien.
Rasional : Meminimalkan stres psikologis sehubungan dengan perubahan kulit.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi antihistamin :
Metilavin, Difenhidramin.

25
Implementasi :
a. Menggunakan air mandi dingin dan soda kue atau mandi kanji. Memberikan minyak
kalamin sesuai dengan indikasi.
b. Menganjurkan menggunakan kuku-kuku jari untuk menggaruk bila terkontrol.
c. Memberikan masase pada waktu tidur.
d. Menghindari komentar tentang penampilan pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat antihistamin sesuai indikasi :
Metilavin, Difenhidramin.

Evaluasi :
a. Menunjukkan jaringan / kulit utuh.
b. Melaporkan tidak ada penurunan pruritus / lecet.

Diagnosa Keperawatan 5
Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan pengobatan berhubungan dengan
salah interpretasi informasi,tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan tidak
akurat mengikutin instruksi.

Tujuan : Pengetahuan terhadap pengobatan meningkatndengan kriteria hasil dapat


mengenal sumber informasi dan mengikuti instruksi.

Intervensi :
a. Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan prognosis, kemungkinan pilihan
pengobatan.
Rasional : Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan / salah informasi dan
memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai
keperluan.
b. Berikan informasi khusus tentang pencegahan dan penularan penyakit.
Rasional : Kebutuhan rekomendasi akan bervariasi karena hepatits (agen penyebeb)
dan situasi individu.
c. Rencanakan memulai aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat adekuat.

26
Rasional : Ini tak perlu untuk menunggu sampai bilirubin serum kembali normal
untuk melakukan aktivitas.
d. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas pengalih.
Rasional : Aktivitas yang dapat dinikmati akan membantu pasien menhhindari
pemusatan pada penyembuhan panjang.
e. Dorong keseimbangan diet seimbang.
Rasional : Meningkatkan kesehatan umum dan meningkatkan proses penyembuhan.
f. Kaji ulang perlunya menghindari alkohol selama 6-12 bulan, minuman atau lebih
lama sesuai toleransi individu.
Rasional : Meningkatkan iritasi hepatik dan mempengaruhi pemulihan.

Implementasi :
a. Mengkaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan prognosis, kemungkinan
pilahan pengobatan.
b. Memberi informasi khusus tentang pencegahan dan penularan penyakit.
c. Merencanakan memulai aktivitas sesuai tolerasnsi dengan periode istirahat adekuat.
d. Membantu klien mengidentivikasi aktivitas pengalih.
e. Mendorong keseimbangan diet seimbang.
f. Mengakji ulang perlunya menghindari alcohol selama 6-12 bulan, minutan atau lebih
lama sesuai tolerasi individu.

Evaluasi :
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
b. Mengidentivikasi hubungan tanda / gejala penyakit dan hubungan gejala dengan
faktor penyebab.
c. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan. 

B. Sirosis Hepatis
1) Pengkajian

27
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai
berikut:
1.Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2) Riwayat Kesehatan
a.Riwayat hepatitis kronis
b.Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d.Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e.Penyakit autoimun
f.Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3) Pola Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b.Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK)kronis,
perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan
gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.
c.Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
gelap, pekat.
d.Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak
dapat mencerna, mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor
buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan

28
gusi.
e.Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan
kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
f.Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g.Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru
terbatas (asites), hipoksia.
h.Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis,
petekie.
i.Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,
pubis)
4) Pemeriksaan Fisik
a.Tampak lemah
b.Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c.Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d.Distensi vena jugularis dileher
e.Dada :
1.Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2.Penurunan ekspansi paru
3.Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4.Disritmia, gallop
5.Suara abnormal paru (rales)

29
f.Abdomen :
1.Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2. Penurunan bunyi usus
3. Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4.Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital :
1. Atropi testis
2.Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
h.Integumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i.Ekstremitas :Edema, penurunan kekuatan otot
5) Pemeriksaan penunjang
a.Pemeriksaan laboratorium
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1)Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.
Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi
besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3)Albumin serum menurun
4)Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5)Pemanjangan masa protombin
6)Glukosa serum : hipoglikemi
7)Fibrinogen menurun
8)BUN meningkat

b. Pemeriksaan diagnostik
Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1)Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi
portal.

30
2)Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3)USG
4)Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
5)Skan/ biopsi hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan
hati.
6)Partografi transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi
sistem vena portal
6) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges
(2000) antara lain:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, asites.
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat.
3.Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan ascites, edema.
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5.Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu pada kulit.
6.Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
7.Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
8.Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah.

7) Intervensi dan Rasional


Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan

31
diagnosa keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:
1.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a.Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b.Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa terdengarnya
suara pernapasan tambahan.
c.Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan dangkal.
d.Tidak mengalami gejala sianosis.

Intervensi :
1)Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan dengan akumulasi
cairan dalam abdomen.
2)Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma.
3)Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
4)Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mencegah hipoksia.
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi tubuh
terpenuhi.
Kriteria hasil :
a.Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
b.Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

Intervensi :
1)Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2)Berikan makan sedikit tapi sering.

32
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.
3)Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak pada
mulut dimana menambah anoreksia.
4)Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung
status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
5)Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein dan
amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan simpanan
glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3.Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance cairan.
Kriteria hasil :
a.Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran.
b.Berat badan stabil.
c.Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.
Intervensi :
1)Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
2)Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi
tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan
pertukaran gas, dan komplikasi.
3)Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4)Awasi TD dan CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
5)Awasi albumin serum dan elektrolit.

33
Rasional :Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma,
mengakibatkan edema.
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
a.Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.
b.Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
c.Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
Intervensi :
1)Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2)Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3)Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan latihan
dalam batas toleransi klien.
4)Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

5.Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a.Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.
b.Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.
c.Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau
peningkatan
suhu didaerah tonjolan tulang.
Intervensi :
1)Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional :Meminimalkan pembentukan edema.

34
2)Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat
rentan terhadap tekanan serta trauma.
3)Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
4)Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5)Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan
benar.
6.Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil :
a.Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
b.Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa
yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis karena sirosis.
2)Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
3)Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan
kehilangan volume darah
sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
4)Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5)Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder
terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7.Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

35
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a.Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b.Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi
ulang.
Intervensi :
1)Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2)Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3)Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi sekunder.
4)Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder.

8.Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perubahan proses
pikir.
Kriteria hasil :
a.Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b.Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/
meminimalkan perubahan mental.
Intervensi :
1)Observasi perubahan perilaku dan mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma
hepatik.
2)Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental
klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3)Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.

36
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan kebutuhan
metabolik hati.
4)Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN, glukosa dan
darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik, hipoglikemia,
anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma hepatik

37
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses
penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati salah satu penyakit
yang menyerang hati yaitu diantaranya adalah Hepatitis dan sirosis hepatis ,dimana asuhan
keperawatan sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan penyakit-penyakit tersebut.
4.2 Saran
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar
dapat membuat makalah yang baik dan benar.
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa
keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hernia.

38
DAFTAR PUSTAKA

http://shinichiranmouri.blogspot.co.id/2013/10/askep-hepatitis.html
http://ekokedapkedip.blogspot.co.id/2013/11/askep-a-dengan-hepatitis.html
Sylvia Anderson Price dan Lorrine Mccarty Wilson. 1981 “Patofisiologi, Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit”. Edisi 2. Jakarta : EGC
Charlene J. Reeves, Gayle Roux dan Robin Lackhart. 2001 “Keperawatan Medikal Bedah”.
Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia Anderson. 2005 : 485 “Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit”.
Edisi 6, Vol 1. Jakarta : EGC
Lynda Juall Carpenito. 2009 “Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis”. Jakarta :
EGC
Doenges. “Rencana Asuhan Keperawatan” Edisi 3
Dienstag, 1990
Bradley, 1990; Centers for Disease Control, 1990
Bradley,1990; Purcell, 1990
Sujono Hadi, 1999
Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145
Smeltzer, 2001
Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131

39

Anda mungkin juga menyukai