Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Cedara kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan
intersisial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak.

Trauma serebral adalah suatu bentuk trauma yang dpat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan.

2.2 Etiologi

Menurut penyebabnya cidera kepala dibagi atas:

A. Trauma Tumpul
Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat ringannya
cidera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi –diselerasi, kekuatan benturan
dan kekuatan rotasi internal.rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan cairan
dan perdarahan petekie karena pada saat otak bergeser akan terjadi pergesekan antara
permukaan otak dengan tonjolan – tonjolan yang terdapat dipermukaan dalam
tengkorak laserasi jaringan otak sehingga mengubah integritas vaskuler otak.
B. Trauma Tajam
Disebabkan oleh piasu atau peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang
tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity) benda tajam
tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakan terjadi hanya pada area dimana
benda tersebut merobek otak (lokal).
Objek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak yang
luas. Adanya luka terbuka menyebabkan resiko infeksi.
C. Coup dan Contracoup
Pada cidera coup kerusakan terjadi segera pada benturan sedangkan pada cidera
intracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan cidera coup.

Menurut berat dan ringannya trauma, hudak dkk (1996) membagi cidera kepala sebagai
berikut.
1. Cidera Kepala Ringan
 nilai GCS 13-15
 amnesia kurang dari 30 menit
 trauma sekunder dan trauma neorologis tidak ada
 kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari
2. Cidera Kepala Sedang
 Nilai GCS 9-12
 Penurunan kesadaran 30 menit – 24 jam
 Terdapat trauma sekunder
 Trauma neorologis sedang
3. Cidera Kepala Berat
 Niali GCS 3-8
 Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari-hari
 Terdapat cidera sekunder : kontusio, fraktur tengkorak, perdarahan dan atau
hematoma intrakranial

2.3 Klasifikasi
A. Scalp wounds (trauma kulit kepala)
Kulit kepala harus diperiksa adakah bukti luka atau perdarahan akibat fraktur tengkorak.
Adanya objek yang berpenetrasi atau benda asing harus diangkat atau ditutupi dengan kain
steril, perawatan untuk tidak menekan area luka. Laserasi pada kulit kepala cenderung
menyebabkan perdarahan hebat dan harus ditangani dengan pengaplikasian penekanan
langsung. Kegagalan mengontrol peradrahan dapat menyebabkan syok. Semenjak beberapa
laserasi tidak dapat dideteksi dengan mudah, periksa kulit kepala dengan sarung tangan,
sisikan rambut untukmemfasilitasi inspeksi. Palpasi tengkorak dan catat adanya fragmen
tulang. Jangan memberikan tekanan pada tulang tengkorak atau jaringan otak yang tidak
stabil jika fraktur ditemukan, sejak jaringan otak dan area sekitarnya dikelilingi oleh
pembuluh darah dapat menyebabkan cidera lebih lanjut.
Rambut disekitar laserasi kulit kepala harus dicukur dan luka dibersihkan, didebridemen, dan
inspeksi keseluruhan area sebelum ditutup.

B. Fraktur Tengkorak
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka (tidak ada hubungan otak dengan
dunia luar) tidak memerlukan perhatian segera yang lebih penting adalag keadaan
intrakranialnya. Fraktur tengkorak tidak memerlukan tindakan pengobatan istimewa apabila
ada fraktur inpresi tulang maka oprasi untuk mengembalikan posisi.
Pada fraktur basis kranium dapat berbahaya tertuma karena perdarahan yang ditimbulkan
sehingga menimbulkan ancaman jalan nafas. Pada fraktur ini, aliran cairan serebro spinal
berhenti dalam 5-6 hari dan teradapat hematom kacamata yaitu hematom sekitar orbita.

C. Komosio serebri (gagar otak)

Kehilangan kesadaran sementara (kurang dari 15 menit). Sesudah itu klien mungkin
mengalami disorientasi dan bingung hanya dalam waktu yang relatif singkat. Gejala lain
meliputi : sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi, gangguan memory sementara,
pusing dan peka. Nbeberapa klien mengalami amnesia retrograd. Kebannyakan klien sembuh
sempurna dan cepat, tetapi beberapa penderita lainnya berkembang kearah sindrom pasca
gagar dan mengalami gejala lanjut selama beberapa bulan. Penderita tetap dibawa ke rumah
sakit, karena kemungkinan cidera yang lain.

D. kontosio serebri

Kehilangan kesadaran lebih lama . dikenal juga dengan diffuse axonal injury (DAI), yang
mempunyai prognosis lebih buruk.

E. perdarahan intrakranial

Dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau perdarahan intrakranial.


Terutama perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut akan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang semakin berat

2.4 Patofisiologi

Cedera kepala dapat diakibatkan oleh trauma tumpul seperti terjatuh, kecelakaan, atau
dipukul. Selain trauma tumpul cedera kepala juga diakibatkan oleh trauma tajam seperti
terkena peluru atau pisau. Kejadian tersebut dapat mengakibatkan traumatik yang memicu
terjadinya cedera kepala. Cedera kepala itu sendiri diklasifikasikan menjadi CKR : GCS 13-
15, CKS : GCS 9-12, CKB : GCS ≤ 8. Cedera kepala dapat terjadi di daerah ekstrakranial
(kulit), tulang kepala, intrakranial (jaringan otak). Cedera kepala yang terjadi di ekstrakranial
(kulit) dapat menyebabkan laserasi kulit kepala, laserasi pembuluh darah, hematoma
eksternal, sehingga menyebabkan kuman-kuman di luar tubuh mudah masuk ke area luka dan
menyebabkan nyeri sekaligus meningkatkan resiko infeksi. Selain menyebabkan kumah
mudah masuk, laserasi kulit kepala juga menyebabkan pendarahan, hematoma, anemia yang
memicu terjadinya hipoksia. Cedera kepala yang terjadi di tulang kepala dapat menyebabkan
fraktur, kontusioserebri, komosioserebri (gagar otak). Dari tiga kejadian tersebut dapat
menyebabkan perdarahan epidural, subdural, dan hematoma. Perdarahan epidural dapat
berbahaya karena perdarahan berlanjut akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
yang semakin berat. Peningkatan tekanan intracranial dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, muntah, dan nyeri kepala (vertigo). Penurunan kesadaran memicu terjadinya
penurunan kemampuan menelan sedangkan muntah dapat menyebabkan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan dan gangguan persepsi sensori. Nyeri kepala (vertigo) dapat
menyebabkan gangguan rasa nyaman dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Cedera kepala yang terjadi didaerah intracranial ( jaringan otak ) dapat menyebabkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan otak. Kerusakan otak dapat menyebabkan disfungsi batang otak
yang dapat menyebabkan mati batang otak. Selain menyebabkan mati batang otak juga dapat
menyebabkan kerusakan saraf motoric. Kerusakan saraf motoric dapa memicu terjadinya
spesifikasi kontraktur yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas fisik.

2.5 Manifestasi Klinis

A. Peningkatan TIK, dengan manifestasi sebagai berikut.

1. Trias TIK: Penurunan tingkat kesadaran, gelisah/iritable, papil edema, muntah


pryektil.

2. penurunan fungsi neurologis, seperti:perubahan bicara, perubahan reaksi pupil,


sensori motorik berubah.

3. sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia).

B. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi sebagai berikut:

1. CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung.

2. perdarahan dibelakang membran timpani.

3. Periorbital ekhimosis.

4. battle’s sign (memar didaerah mastoid).


C. kerusakan saraf kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan terjadi atau
kemudian dengan manifestasi sebagai berikut:

1. perubahan penglihatan berkurang akibat kerusakan nervus optikus.

2. perdengaran berkurang akibat kerusakan nervus auditory.

3. hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius.

4. pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat kerusakan nervus okulomotor

5. vertigo akibat kerusakan otolith di telinga tengah.

6. nistagmus karena kerusakan sistem vestibular.

D. Komosio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut:

1. sakit kepala-pusing.

2. retrograde amnesia.

3. tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit.

E. Kontusio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut:

Terjadi pada injury berat, termasuk fraktur servikalis:

1. Peningkatan TIK
2. Tanda dan gejala herniasi otak.
 Kortusio serebri
Manifestasi tergantung area hemisfer otak yang kena. Kontusio pada lobus
temporal: agitasi, confuse. Kontusio frontal: hemiparese, klien sadar. Kontusio
frontotemporal: aphasia.
 Kontusio batang otak
 Respon segera menghilang dan pasien koma.
 Penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari – hari, bila kerusakan
berat.
 Pada sistem riticular terjadi comatuse permanen.
 Pada perubahan tingkat kesadaran:
- Respirasi: dapat normal/periodik/cepat.
- Pupil : simetris konstriksi dan reaktif.
- Kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal.
- Gerakan bola mata : tidak ada.

2.6 Terapi Farmakologi


Prinsip dasar penangan cedera kepala adalah proteksi otak secara holistik
(menyeluruh), dengan cara memonitor tekanan intrakranial, meninggikan kepala 30°,
pemberian obat – obatan untuk mengatasi pembengkakan otak, operasi dekompresi dan
mencegah terjadinya kejang. Semua hal ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi umum
tubuh dan mencegah/meminimalkan terjadinya cedera kepala lanjutan (sekunder).
Pada cedera kepala ringan, dokter akan memberikan cairan intravena, mengatasi
dehidrasi dan menghindari pemakaian cairan hipotonis atau glukosa. Terapi lain yang dapat
diberikan adalah terapi hipolosmoler (manitol)., koma barbiturat, cairan garam hipertonis
(misalnya NaCl fisiologis). Terapi suportif lainnya meliputi pemasangan kateter, pemasangan
selang makanan, koreksi gangguan elektrolit, pengendalian gula darah dengan ketat,
pengaturan suhu.
Penatalaksanaan cedera kepala sedang terutama ditujukan mengatasi gejala, strategi
kompensasi, dan modifikasi lingkungan (berupa terapi wicara-okupasi) untuk disfungsi
kognitif dan psikoedukasi.
Terapi dini untuk kasus cedera kepala berat pada anak adalah penurunan suhu
(hipotermi), magnesium sulfat untuk melindungi sel –sel saraf setelah terjadi cedera kepala,
menurunkan tekanan intrakranial, dan menaikkan aliran darah ke otak. Pada cedera kepala
berat, dilakukan survei primer (stabilisasi jantung dan paru – paru) dan survei sekunder (
mengatasi cidera sistemik, pemeriksaan mini-neurologi, tentukan apakah perlu pembedahan
atau dirawat di ICU). Metode oprasi kraniotomi dekompresio bermanfaat pada penderita usia
muda dengan cedera kepala berat.

Anda mungkin juga menyukai