Pencernaan”
Dibuat oleh:
Kevin (2018-060-10079)
ATMA JAYA
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui kegunaan terapi agen biologis untuk penyakit saluran
pencernaan
2.1 Definisi
2.1.1 Terapi Agen Biologis
Terapi biologis adalah terapi dengan agen biologis untuk secara
spesifik menargetkan sel imun kita untuk pengobatan suatu penyakit. Molekul
yang biasa digunakan untuk pengobatan dengan agen biologis adalah
interleukin dan sitokin yang berperan langsung dalam sistem pertahanan tubuh
kita. Obat-obatan agen biologis ini bekerja untuk mengobati penyakit
inflamasi pada saluran cerna seperti Crohn’s disease, colitis ulserativa, dan
esofagitis.
Sebelum adanya pengobatan agen biologis untuk pengobatan dari
penyakit inflamasi saluran cerna, obat-obatan seperti 5-aminosalicylates,
steroids, azathioprine, dan obat-obatan yang bersifat imunosupresif terlebih
dahulu digunakan. Banyak sitokin proinflamasi yang terlibat dalam penyakit
Crohn’s disease dan colitis ulserativa. Sitokin yang berperan pada penyakit
Crohn’s disease adalah Th1 sitokin yaitu TNF-alpha, interleukin-2, dan
interleukin y. Colitis Ulserativa lebih berhubungan dengan sitokin Th2.
2.1.3.4 Patogenesis
Patogenesis penyakit dari kolitis ulserativa dimulai dengan
peningkatan dari hidrogen sulfida pada saluran pencernaan manusia.
Lapisan mukosa pencernaan manusia dilapisi oleh epitel dan sistem
imun pada lamina propia. N-butyrate membantu oksidasi melalui jalur
beta oksidasi menjadi karbon dioksida dan badan keton. Peningkatan
dari hidrogen sulfida dapat mengganggu jalur beta oksidasi tersebut
sehingga dapat mengganggu metabolisme tersebut.
2.1.3.5 Gejala Klinis
Gejala klinis dari kolitis ulserativa adalah diare kronis yang
bercampur dengan lendir dan darah. Berat badan menurun dan terdapat
darah pada saat dilakukan rectal touche adalah gejala yang lain pada
penyakit kolitis ulserativa. Anemia dan nyeri pada perut juga dapat
terjadi. Gejala dari ekstraintestinal adalah primary sclerosing
cholangitis, autoimmune hemolytic anemia, DVT, emboli paru,
sacroilitis, ankylosing spondilitis, dan uveitis.
2.1.3.6 Diagnosis
Diagnosis dari kolitis ulserativa dapat dilakukan dengan
memeriksa darah rutin untuk menilai apakah ada anemia dan
trombositosis. Elektrolit darah juga bisa dilakukan untuk menilai
kadar natrium dan kalium dalam darah karena pada diare kronis dapat
terjadi penurunan dari elektrolit darah tersebut. Pemeriksaan fungsi
hati juga bisa dilakukan untuk melihat nilai SGPT dan SGOT. Kultur
feces juga bisa dilakukan untuk mengeksklusi infeksi parasit dan
bakteri. Pemeriksaan LED juga bisa dilakukan karena pada penyakit
kolitis ulserativa maka akan didapatkan peningkatan dari LED. C-
reactive protein juga bisa dilakukan karena pada penyakit ini terdapat
peningkatan dari nilai tersebut.
Endoskopi adalah salah satu alat diagnosis yang baik untuk
penyakit kolitis ulserativa. Pada pemeriksaan endoskopi maka akan
didapatkan mukosa usus besar yang kehilangan vaskularnya, tampak
kemerahan (eritema), ulserasi, dan pseudopolyps.
Gambar 2. Endoskopi pada Penyakit Kolitis Ulserativa
2.2.1.1 Infliximab
Infliximab adalah golongan obat antibodi monoklonal yang
secara antibodi cimerik gabungan dari tikus dan manusia. FDA
menyetujui penggunaan Infliximab pada tahun 1998 sebagai obat
pertama TNF inhibitors yang ada. Infliximab selain dapat digunakan
untuk pengobatan Crohn’s disease dan Colitis Ulserativa dapat juga
digunakan untuk pengobatan rheumatoid arthritis, akylosing
spondilitis, psoriatic arthritis, dan psoriasis plak.
Infliximab dengan nama dagang Remicade adalah obat untuk
mengobati penyakit autoimun. Obat ini dapat digunakan untuk
pengobatan Crohn’s disease, kolitis ulserativa, rheumatoid arthritis,
ankylosing spondilitis, psoriasis, psoriatic arthritis, dan Behcet’s
disease. Obat ini diadministrasikan secara lambat dengan intravena,
dengan interval pengobatan 6-8 minggu. Efek samping yang dapat
ditimbulkan dari obat Infliximab adalah reaksi akut infusion dan rasa
nyeri pada perut.
2.2.1.2 Adalimumab
Obat TNF inhibitors bernama Adalimumab disetujui oleh FDA
pada tahun 2002 sebagai antibodi monoclonal manusia yang pertama
kali ada. Adalimumab terlebih dahulu digunakan untuk pengobatan
rheumatoid arthritis tetapi sekarang juga digunakan untuk pengobatan
Crohn’s disease derajat sedang-berat dan colitis ulserativa yang tidak
berespon dengan pengobatan konvensional. Adalimumab kurang
efektif jika dibandingkan dengan infliximab.
Adalimumab dengan nama dagang Humira adalah obat untuk
pengobatan rheumatoid arthritis, psoriatic arthritis, ankylosing
spondilitis, Crohn’s disease, colitis ulserativa, psoriasis, hidradenitis
suppurativa, dan juvenile idiopathic arthritis. Obat ini
diadministrasikan dengan injeksi di bawah kulit secara subkutan.
Efek samping yang dapat ditumbulkan dari obat Adalimumab
adalah infeksi dari traktus saluran pernapasan bagian atas, rasa sakit
pada tempat injeksi, rash, dan rasa nyeri kepala. Efek samping berat
yang dapat juga ditimbulkan adalah infeksi yang berat, kanker, reaksi
anafilatik, reaktivasi dari hepatitis B, multiple sclerosis, gagal jantung,
gagal liver, dan anemia aplastik.
2.2.1.4 Golimumab
Golimumab (Simponi) adalah IgG1 monoclonal antibodi yang
pertama kali disetujui oleh FDA pada tahun 2009 untuk pengobatan
rheumatoid arthritis. Obat ini juga digunakan untuk pengobatan
psoriatic arthritis, ankylosing spondilitis, dan Colitis Ulserativa derajat
sedang-berat.
Obat ini memiliki mekanisme kerja dengan menurunkan dari C-
reactive protein, IL-6, intercelluler adhesion molecules (ICAM-1),
matrix metalloproteinase (MMP-3), dan vascular endothelial growth
factor (VEGF).
2.2.2.1 Natalizumab
Natalizumab (Tysabri) adalah IgG4 antibodi monoklonal yang
menginhibisi alpha integrin 4. Obat ini disetujui oleh FDA pada tahun
2004 untuk pengobatan Crohn’s disease. Obat ini juga dapat digunakan
untuk pengobatan multiple sclerosis tetapi dapat menimbulkan efek
samping yaitu progressive multifocal leukoenchephalopathy.
Mekanisme kerja dari obat Natalzumab adalah dengan
menghalangi interkasi antara α4β7 integrin dengan addressin di lokasi
yang terjadi inflamasi pada penyakit Crohn’s disease.
Efek samping lain yang dapat ditimbulkan dari obat
Natalizumab adalah kelelahan, reaksi alergi dengan risiko yang rendah
untuk anafilaksis, sakit kepala, mual, muntah, dan kekambuhan dari
penyakti Crohn’s disease. Penelitian juga mengatakan Natalizumab
memiliki hubungan dengan penyakit melanoma, infeksi, dan kanker.
2.2.2.2 Vedolizumab
Vedolizumab (Etyvio) hampir sama dengan Natalizumab yaitu
igG antibodi mnoklonal manusia. Vedolizumab secara spesifik
memblok alpha 4 beta 7 integrin yang secara khusus berada di saluran
pencernaan. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan IBD.
Pada penelitian yang dilakukan dapat dikatakan Vedolizumab
dapat mengobati penyakit kolitis ulserativa. Vedolizumab memberikan
efek terapi setelah pengobatan dilakukan lebih dari 6 minggu.
Vedolizumab juga memberikan efek terapi pada penyakit Crohn’s
disease. Vedolizumab dapat menimbulkan efek terapi setelah
pengobatan lebih dari 6 minggu. Terapi maintenance dilakukan selama
52 minggu pengobatan.
Vedolizumab saat ini sedang uji coba pengobatan pada tahap 3
clinical trials. Vedolizumab dapat mengobati colitis ulserativa dan
Crohn’s disease derajat sedang hingga berat.
Efek samping pengobatan yang dapat ditimbulkan dari
Vedolizumab adalah reaksi alergi, gejala dari infeksi seperti demam,
nyeri pada tenggorokan, dan nyeri pada sinus. Sesak napas, pusing,
denyut jantung yang cepat dapat juga ditimbulkan dari efek samping
pengobatan Vedolizumab. Gejala paling parah yang dapat ditimbulkan
adalah progressive multifocal leukoencephalopathy (PML).
Vedolizumab dapat menimbulkan interaksi obat dengan
fluticasone, fexofenadine, ramipril, azathioprine, diphenhydramine,
buspirone, budesonide, infliximab, adalimumab, atropine, amlodipine,
pantoprazole, rifaximin, dan ondansetron sehingga kombinasi dari
pengobatan ini sebisa mungkin tidak dilakukan. Dosis Vadalizumab
adalah 300 mg diberikan secara IV selama 30 menit.
3.1. Kesimpulan
Terapi dengan agen biologis dapat digunakan untuk penyakit saluran pencernaan.
Obat-obatan golongan TNF inhibitors, integrin receptor antagonists, dan interleukin
antagonists dapat digunakan untuk pengobatan dari Crohn’s disease dan kolitis ulserativa.
Secara keseluruhan obat-obatan golongan ini dapat menurunkan inflamasi pada penyakit
tersebut dengan mempengaruhi sistem imun kita sendiri. Efek samping yang dapat terjadi
adalah contohnya seperti meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan kanker karena efeknya
yang immunosuppressive. Dibutuhkan pertimbangan antara risk dan benefit untuk
menggunakan obat-obatan ini.
REFERENSI
1. Pandurangan, A. K., Mohebali, N., Esa, N. M., Looi, C. Y., Ismail, S., & Saadatdoust,
Z. 2015. Gallic acid suppresses inflammation in dextran sodium sulfate-induced
colitis in mice: Possible mechanisms. International immunopharmacology, 28(2),
1034-1043.
2. Ma, C., Fedorak, R. N., Kaplan, G. G., Dieleman, L. A., Devlin, S. M., Stern, N., ... &
Halloran, B. P. 2017. Clinical, endoscopic and radiographic outcomes with
ustekinumab in medically‐refractory Crohn's disease: real world experience from a
multicentre cohort. Alimentary pharmacology & therapeutics, 45(9), 1232-1243.
3. Moss, A. C. 2015. Optimizing the use of biological therapy in patients with
inflammatory bowel disease. Gastroenterology report, 3(1), 63-68.
4. Baddley, J. W., Cantini, F., Goletti, D., Gómez-Reino, J. J., Mylonakis, E., San-Juan,
R., ... & Torre-Cisneros, J. 2018. ESCMID Study Group for Infections in
Compromised Hosts (ESGICH) Consensus Document on the safety of targeted and
biological therapies: an infectious diseases perspective (Soluble immune effector
molecules [I]: anti-tumor necrosis factor-α agents). Clinical Microbiology and
Infection, 24, S10-S20.
5. Hiraoka, S., Takashima, S., Kondo, Y., Inokuchi, T., Sugihara, Y., Takahara, M., ... &
Okada, H. 2018. Efficacy of restarting anti-tumor necrosis factor α agents after
surgery in patients with Crohn's disease. Intestinal research, 16(1), 75.
6. Komaki, Y., Yamada, A., Komaki, F., Micic, D., Ido, A., & Sakuraba, A. 2017.
Systematic review with meta‐analysis: the efficacy and safety of CT‐P13, a biosimilar
of anti‐tumour necrosis factor‐α agent (infliximab), in inflammatory bowel diseases.
Alimentary pharmacology & therapeutics, 45(8), 1043-1057.
7. Dulai, P. S., Singh, S., Jiang, X., Peerani, F., Narula, N., Chaudrey, K., ... & Shmidt,
E. 2016. The real-world effectiveness and safety of vedolizumab for moderate–severe
Crohn’s disease: results from the US VICTORY consortium. The American journal of
gastroenterology, 111(8), 1147.
8. Yokomizo, L., Limketkai, B., & Park, K. T. 2016. Cost-effectiveness of adalimumab,
infliximab or vedolizumab as first-line biological therapy in moderate-to-severe
ulcerative colitis. BMJ open gastroenterology, 3(1), e000093.