Full

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 160

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERBEDAAN PERSEPSI EKSPRESI WAJAH

PADA ETNIK JAWA DAN ETNIK TIONGHOA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Laurensia Aniella Hosea

NIM: 149114056

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN MOTTO

“Be Strong and courageous.

Do not be frightened and do not be dismayed

for the Lord your God is with you wherever you go”

-Joshua 1:9 -

“Jangan pernah sia-siakan waktu,

karena waktu tidak pernah menunggu kita.

Jadi selalu lakukan yang terbaik”

-Kevin Sanjaya S.-

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang pintu rumah-Nya selalu terbuka

Bunda Maria yang selalu menjadi Ibu dan perantara doa-doa

Mama, Papa, dan adik untuk segala cintanya

Semua sahabat yang telah mendukung penulis

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERBEDAAN PERSEPSI EKSPRESI WAJAH


PADA ETNIK JAWA DAN ETNIK TIONGHOA

Laurensia Aniella Hosea

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejelasan persepsi terhadap ekspresi
wajah pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan
kejelasan persepsi pada stimuli emosi ekspresi wajah pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa. Etnik
Tionghoa lebih mampu untuk menangkap emosi sedih, marah, dan takut dengan jelas. Subjek
penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 22 orang etnik Jawa dan 18 orang etnik Tionghoa,
yang berada pada usia 19-30 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah angket identitas
etnik, slide stimuli emosi serta lembar jawab stimuli emosi. Alat stimuli emosi yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari 24 foto ekspresi wajah dengan model yang berasal dari berbagai
latar belakang budaya di Indonesia. Alat ini diciptakan oleh Prawitasari pada tahun 1990 dengan
reliabilitas 0,702 hingga 0,885. Analisis data menggunakan uji Indipendent sample t-test dan analisis
deskriptif.. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kejelasan persepsi emosi senang (t = 1,114; p= 0,272), emosi marah (t = 0,693; p =
0,492), emosi sedih (t = 0,281;p=0,780), serta emosi takut (t = 0,145; p = 0,885) pada etnik Jawa
dan etnik Tionghoa. Hasil uji analisis deskriptif menunjukkan bahwa etnik Jawa dan etnik Tionghoa
mampu untuk mempersepsikan emosi senang, marah, dan sedih yang ada pada ekspresi wajah;
namun kesulitan dalam mempersepsikan ekspresi wajah yang mengungkapkan emosi takut.

Kata kunci: persepsi, ekspresi wajah, identitas etnik

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

THE DIFFERENCE OF FACIAL EXPRESSION PERCEPTION


BETWEEN JAVANESE AND CHINESE

Laurensia Aniella Hosea

ABSTRACT

This research aimed to know the clarity difference about perception of facial expression
between Javanese and Chinese. This study proposed there was a significant differences in the
perception of facial expression clarity between Javanese and Chinese. The hypothesis assumed
Chinese could perceive sadness, anger, and fear more clearance than Javanese. Subject in this
study was 40 people which are 22 Javanese and 18 Chinese with age range about 19 -30 years old.
The tools in this study were ethnic identity questionnaire, slides of emotion stimulus, and the answer
sheet of emotion stimulus. The slides of emotion stimulus were consist of 24 facial expression
photograph with several Indonesian cultures. This tool was developed by Prawitasari in 1990 and
has reliability between 0,702 to 0,885. The analysis in this study used independent sample t-test and
descriptive analysis. The independent sample t-test showed there was no significant differences in
the perception of facial expression between Javanese and Chinese. Furthermore based on the
descriptive analysis, Javanese and Chinese can perceive happiness, sadness, and anger which was
shown in facial expression, but both groups had misperception to perceive fear.

Keywords: perception, facial expression, ethnic identity

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa untuk segala

berkat dan rahmat kasihnya sehingga saya mampu untuk menyelesaikan karya

tulis ini. Saya juga ingin menghaturkan terima kasih kepada semua yang telah

memberikan dukungan kepada:

1. Dr. Titik Kristiyani, M. Psi., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma

2. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., MA selaku dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih untuk segala waktu, tenaga, dukungan dan bimbingan yang

telah diberikan kepada penulis serta terima kasih pula telah menjadi sosok

ibu yang mendampingi serta selalu berusaha untuk memahami penulis.

Terbaik!

3. Prof. Johana Endang Prawitasari, yang telah bersedia untuk berdiskusi

dengan penulis untuk memberikan masukan serta saran penelitian baik

secara tatap muka maupun melalui e-mail. Terima kasih pula telah

memberikan ijin kepada peneliti untuk menggunakan alat stimuli emosi

dalam penelitian skripsi ini.

4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih

atas ilmunya, terutama kepada Ibu Monica E. M., Ph.D.; Dr. Y.B. Cahya

W.,Ph. D; Emannuel Satyo Yuwono, S.Psi., M.Hum., Edward Theodorus,

M.App.Psy.; C. Siswa Widyatmoko, M.Psi, Diana Permata S., S.Psi.,

M.Sc, dan Dr. A. Priyono Marwan, S.J. yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk berdiskusi dengan penulis mengenai skripsi ini.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Kepala Pusat Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi (P2TKP)

Universitas Sanata Dharma, Bapak Timotius Maria Raditya Hernawa,

M.Psi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menggunakan

sarana dan prasarana P2TKP dalam pelaksanaan penelitian.

6. Kepada keluarga saya, Papa, Mama, Lia dan seluruh keluarga besar yang

telah memberikan cinta dan doanya untuk mendukung penulis dalam

penyelesaian skripsi.

7. Sahabat-sahabat penulis Regina Fatma Lucky, Ivena Karin, Ni Nyoman

Trisna Umeda, Ant. Oktasadewa P.S., Karunia Setia, Elizabeth Widiasri,

Agata Mega, Tiffany Gunawan, dan Stefany Margareth yang tak kenal

lelah selalu menjadi sahabat dan penyemangat bagi penulis selama proses

pengerjaan skripsi. Terima kasih telah menjadi pendengar dan pundak bagi

penulis untuk bersandar ketika sedang mengalami kesulitan. Big hug and

thanks!

8. AJCU-SLP 2017, terima kasih karena pengalaman 3 minggu tersebut telah

memberikan inspirasi bagi penulis dalam memilih topik penelitian ini.

Terima kasih pula kepada teman-teman AJCU SLP 2017 dari Indonesia,

Filipina, Jepang, dan Korea yang telah membuka wawasan dan

memberikan ilmu bagi penulis melalui sharing dan diskusi. Terima kasih

pula untuk kehangatan yang telah kalian berikan. Maraming Salamat po!

*Holy Necklace*

9. Koko Edwin, Kak KI, Kak Panca, dan Kak Dimas, yang telah bersedia

meluangkan waktu dan tenaganya untuk senantiasa menjadi teman diskusi

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peneliti selama proses pengerjaan skripsi. Kehadiran kalian sungguh

sangat berarti bagi penulis.

10. Seluruh anggota DPMF 2016, terutama Komisi C yang telah

memperkenalkan penulis tentang organisasi serta membentuk penulis

menjadi pribadi yang lebih baik. Terima kasih untuk seluruh

pengalamannya.

11. Seluruh anggota BEMU 2017, terutama jajaran sekjen, untuk Ibu Agnes,

Ko Rudy, Kevin, dan Keket yang telah mengajarkan penulis untuk selalu

berjuang dalam berbagai macam situasi yang ada.

12. Teman-teman P2TKP, mbak otik, mbak thia, dan mbak erlita. Terima

kasih untuk ilmu, pengalaman, sharing, semangat dan dukungannya yang

luar biasa untuk penulis.

13. Seluruh teman angkatan 2014, terutama teman-teman kelas A 2014, terima

kasih telah mewarnai 6 semesterku dengan warna kalian masing-masing.

Serta tidak lupa terima kasih kepada teman-teman satu pondokan skripsi

untuk seluruh canda tawa dan sharing-nya terutama pada saat-saat

mengantri bimbingan.

14. Seluruh orang yang terlibat dalam proses pengerjaan skripsi, untuk teman-

teman yang telah membantu dalam penyebaran angket untuk mencari

partisipan penelitian serta seluruh orang yang telah bersedia berpartisipasi

dalam penelitian ini. Tanpa kalian tentunya skripsi ini tidak akan selesai.

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 10
C. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................... 10
D. MANFAAT PENELITIAN ....................................................................... 10
1. Manfaat Teoritis ................................................................................... 10
2. Manfaat Praktis ..................................................................................... 11
BAB II. DASAR TEORI ...................................................................................... 12
A. EMOSI PADA EKSPRESI WAJAH ........................................................ 12
1. Emosi .................................................................................................... 12
2. Ekspresi Wajah ..................................................................................... 13
3. Jenis-Jenis Emosi dalam Ekspresi Wajah ............................................. 16
4. Stimuli Emosi ……………………………………………………….. 20
B. PERSEPSI ................................................................................................. 21

1. Pengertian Persepsi ............................................................................... 21

2. Proses Persepsi ..................................................................................... 22


xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ....................................... 24


C. IDENTITAS ETNIK ................................................................................. 28
1. Definisi Identitas Etnik ......................................................................... 28
2. Aspek-aspek Identitas Etnik ................................................................. 31
3. Pengaruh Identitas Etnik ....................................................................... 33
4. Perkembangan Identitas Etnik .............................................................. 34
5. Etnik Jawa ............................................................................................ 35
6. Etnik Tionghoa ..................................................................................... 37
D. DINAMIKA PERBEDAAN PERSEPSI EKSPRESI WAJAH PADA
ETNIK JAWA DAN ETNIK TIONGHOA .............................................. 41
E. SKEMA PENELITIAN ............................................................................. 46
F. HIPOTESIS ............................................................................................... 47
BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 48
A. JENIS PENELITIAN ................................................................................ 48
B. VARIABEL PENELITIAN ...................................................................... 48
C. DEFINISI OPERASIONAL ..................................................................... 49
1. Kejelasan Persepsi Pada Etnik Jawa dan Etnik Tionghoa .................... 49
2. Ekspresi Wajah ..................................................................................... 49
D. SUBJEK PENELITIAN ............................................................................ 50
E. ALAT PENGUMPUL DATA ................................................................... 51
a. Angket Identitas Etnik .......................................................................... 51
b. Slide Stimuli Emosi .............................................................................. 52
c. Lembar Jawab Stimuli Emosi ............................................................... 53
F. PROSEDUR EKSPERIMEN .................................................................... 53
G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ........................................................ 56
1. Validitas Internal .................................................................................. 56
2. Validitas Eksternal ................................................................................ 57
3. Validitas Alat Eksperimen .................................................................... 59
4. Reliabilitas Alat Eksperimen ................................................................ 59
H. METODE ANALISIS DATA ................................................................... 60
1. Uji Asumsi ............................................................................................ 60
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

a. Uji Normalitas.................................................................................. 60
b. Uji Homogenitas .............................................................................. 60
2. Uji Hipotesis ......................................................................................... 61
3. Analisis Deskriptif ................................................................................ 61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………...62
A. PERSIAPAN PENELITIAN ..................................................................... 62
1. Penyebaran angket identitas etnik ........................................................ 62
2. Pilot study ............................................................................................. 63
B. PELAKSANAAN PENELITIAN ............................................................. 65
C. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN ....................................................... 66
D. DESKRIPSI DATA PENELITIAN .......................................................... 68
E. HASIL PENELITIAN ............................................................................... 72
1. Uji Normalitas ...................................................................................... 72
2. Uji Homogenitas ................................................................................... 73
3. Uji Hipotesis ......................................................................................... 74
4. Analisis Deskriptif ................................................................................ 75
5. Analisis Tambahan ............................................................................... 88
F. PEMBAHASAN ....................................................................................... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………...96
A. Kesimpulan................................................................................................ 96
B. Saran .......................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 98
LAMPIRAN ........................................................................................................ 102

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi Subjek Pilot Study .................................................................. 63

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian Etnik Jawa ................................................. 66

Tabel 3. Deskripsi Subjek Penelitian Etnik Tionghoa .......................................... 67

Tabel 4. Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah dan Takut pada Seluruh
Subjek ..................................................................................................... 69

Tabel 5. Perbandingan Mean Empirik dengan Mean Teoritis Emosi Senang,


Sedih, Marah, dan Takut pada Seluruh Subjek ...................................... 69

Tabel 6. Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah dan Takut pada Etnik
Jawa......................................................................................................... 70

Tabel 7. Perbandingan Mean Empirik dengan Mean Teoritis Emosi Senang,


Sedih, Marah, dan Takut pada Etnik Jawa ............................................. 70

Tabel 8. Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah dan Takut pada Etnik
Tionghoa ................................................................................................. 71

Tabel 9. Perbandingan Mean Empirik dengan Mean Teoritis Emosi Senang,


Sedih, Marah, dan Takut pada Etnik Tionghoa ..................................... 71

Tabel 10. Uji Normalitas ....................................................................................... 73

Tabel 11. Uji Homogenitas ................................................................................... 74

Tabel 12. Independent Sample T-test.................................................................... 75

Tabel 13. Hasil Persepsi Jenis Emosi pada Ekspresi Wajah oleh Seluruh
Subjek ..................................................................................................... 76

Tabel 14. Hasil Persepsi Jenis Emosi pada Ekspresi Wajah oleh Etnik
Tionghoa ................................................................................................. 80

Tabel 15. Hasil Persepsi Jenis Emosi pada Ekspresi Wajah oleh Etnik Jawa ...... 84

Tabel 16. Uji Normalitas Data Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 88

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 17. Independent Sample T-test Emosi Marah dan Emosi Takut pada Laki-
laki dan Perempuan ................................................................................. 89

Tabel 18. Mann-Whitney U Test Emosi Senang dan Emosi Sedih pada Laki-laki
dan perempuan ........................................................................................ 90

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Survei Etnik........................................................................... 104

Lampiran 2. Angket Identitas Etnik .................................................................... 110

Lampiran 3. Hasil Uji T Mean Teoritik dan Mean Empirik ............................... 117

Lampiran 4. Hasil Uji Asumsi ........................................................................... 120

Lampiran 5. Hasil Uji Hipotesis ......................................................................... 123

Lampiran 6. Hasil Uji Deskriptif ........................................................................ 125

Lampiran 7. Hasil Analisis Tambahan ................................................................ 142

xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Komunikasi merupakan salah satu hal yang penting dan tidak dapat

dipisahkan dalam kehidupan manusia. Komunikasi berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan manusia, menyampaikan perasaan, menyampaikan tujuan,

membangun hubungan dengan orang lain, hingga mempengaruhi orang lain

(Barker & Gaut, 1941). Hybels dan Waaver (2004) mendefinisikan komunikasi

sebagai semua proses untuk membagikan informasi, ide dan perasaan yang

dimiliki oleh seseorang kepada orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut,

maka komunikasi yang efektif menjadi hal yang sangat penting supaya pesan

yang dikirimkan oleh pengirim dapat dipersepsikan dengan arti yang sama pula

oleh penerima pesan.

Persepsi memiliki peran yang penting dalam komunikasi. Persepsi

mengandung arti sebagai sekumpulan tindakan mental yang mengatur

dorongan-dorongan sensoris dalam memaknai suatu pola (Wade, Travis,

Garry, 2016). Ratner (2002) mengatakan bahwa seluruh proses tindakan mental

merupakan sebuah produk budaya yang kemudian membentuk memori

seseorang untuk menambahkan atau menghilangkan beberapa hal sehingga

informasi yang ditangkap lebih mudah untuk diterima atau lebih familiar.

Sejalan dengan pengertian tersebut, Hinton (2016) mengatakan bahwa persepsi

adalah proses pemberian makna pada sensasi yang ada. Sensasi tersebut

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

didapatkan melalui aktivitas indera tubuh, seperti mata yang melihat, hidung

yang mencium aroma, ataupun lidah yang merasakan (Hinton, 2016).

Hinton (2016) mengatakan bahwa persepsi merupakan sebuah proses

yang kompleks karena merupakan kombinasi informasi-informasi sensasi

dengan pengetahuan, dan pengalaman. Hal tersebut tidak jarang menimbulkan

perbedaan persepsi dalam melakukan komunikasi. Salah satu kasusnya ialah

kasus seorang remaja bernama Wendy, yang menikam temannya sendiri

bernama Hendi Leonardo hingga tewas. Kejadian ini terjadi pada tanggal 8 Mei

2017. Hal ini berawal ketika Wendy bertemu dengan Hendi yang sedang

bersama dengan teman-temannya. Ketika bertemu, Hendi berkata kepada

Wendy "Ngape ngelik-ngelik, nak belage ape", dalam bahasa Indonesia

artinya ialah kenapa lihat-lihat, mau ngajak berkelahi apa. Kemudian karena

merasa takut, Wendy pergi dan mengambil sebuah pisau. Selanjutnya, mereka

bertemu kembali di lapangan voli dan kemudian berkelahi. Merasa dalam

posisi yang tidak aman, Wendy menusukkan pisau ke bagian dada korban dan

kemudian melarikan diri (Wedya, 2017). Dalam kejadian tersebut, kata ngelik-

ngelik atau lihat-lihat menunjukkan bahwa ungkapan verbal tersebut terjadi

setelah munculnya sebuah ekspresi wajah tertentu; dan kemudian dilanjutkan

dengan munculnya persepsi “nak belage ape” atau “mau mengajak berkelahi

apa”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penyebab munculnya masalah

dapat dikarenakan oleh perbedaan persepsi dalam mengartikan komunikasi

nonverbal, secara khusus ekspresi wajah, yang menyebabkan tewasnya

seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk lebih mengkaji relevansi permasalahan terkait perbedaan

persepsi pada komunikasi nonverbal dalam kehidupan sehari-hari, peneliti

melakukan survey dengan membagikan kuesioner secara online kepada 17

responden. Hasilnya ialah 88,24% atau 15 orang responden pernah mengalami

perbedaan persepsi atau salah paham dalam menggunakan komunikasi

nonverbal. Selanjutnya, sebanyak 80% dari 15 responden tersebut memiliki

pengalaman salah paham dalam mempersepsikan ekspresi wajah. Hasil survey

tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 66,67% dari pengalaman salah

paham mempersepsikan ekspresi wajah ialah kesalahpahaman mengartikan

emosi. Sebanyak 87,5% responden tersebut salah dalam mempersepsikan

emosi marah serta sebaliknya. Data tersebut membuktikan bahwa perbedaan

persepsi dalam menggunakan komunikasi nonverbal, terutama

mempersepsikan emosi melalui ekspresi wajah merupakan masalah yang

sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, persepsi emosi

merupakan sinyal komunikasi yang adaptif, yang memiliki banyak pengaruh

dalam kehidupan sehari-hari, seperti informasi yang menunjukkan bagaimana

seseorang harus bersikap terhadap orang lain apakah lebih baik untuk didekati

atau menghindar, dan memberikan informasi mengenai kepribadian seseorang

(Tracy, Randles, & Steckler, 2015)

Matsumoto dan Hwang (2012) menjelaskan emosi sebagai reaksi

biopsikososial yang bersifat sementara terhadap suatu kejadian yang

mengandung konsekuensi terhadap kesejahteraan seseorang dan berpotensi

membutuhkan respon yang segera. Denzin menambahkan bahwa emosi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bergantung pada hubungan sosial yang meliputi komponen-komponen

perasaan, intepretasi, kosa kata, serta sejarah sosial yang dimiliki (1984 dalam

Strongman, 2003). Salah satu kunci dalam memahami emosi adalah dengan

ekspresi wajah. (Russell & Fernandez-Dols, 2002). Hal tersebut menyebabkan

pentingnya ekspresi wajah memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-

hari.

Ekspresi wajah merupakan salah satu jenis dari komunikasi nonverbal.

Komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan

penggunaan kata-kata. Mehrabian, (1980, dalam Hybels & Waaver II, 2004),

mengatakan bahwa dalam komunikasi, 93% jenis komunikasi yang digunakan

adalah komunikasi nonverbal. Data tersebut menunjukkan peranan komunikasi

nonverbal yang sangat sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari.

Selanjutnya Brody, (1992, dalam Hybels & Waaver II, 2004), mengatakan

bahwa 55% dari komunikasi nonverbal menggunakan ekspresi wajah, postur,

serta gerakan tubuh; dan 38 % menggunakan nada yang digunakan dalam

suara. Hal ini menunjukkan bahwa ekspresi wajah, postur, dan gerakan tubuh,

merupakan jenis komunikasi nonverbal yang sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari.

Ekpresi wajah sendiri memiliki dua pengertian. Pertama, ekpresi wajah

diartikan sebagai ekspresi yang dimunculkan oleh seseorang. Pengertian

tersebut sejalan dengan pendapat Ekman (dalam Prawitasari, 2006) yang

mengatakan bahwa emosi yang ditunjukkan pada ekspresi wajah merupakan

hasil gerakan otot saraf, sehingga bersifat universal. Kedua, ekspresi wajah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat diartikan sebagai reaksi dari orang yang mempersepsikan suatu ekspresi

wajah (Russell & Fernandez-Dols, 2002).

Ekspresi wajah sebagai salah satu jenis dari komunikasi nonverbal

merupakan hasil bentukan dari budaya yang dimiliki oleh seseorang (Hybels &

Waaver II, 2004). Budaya merupakan sebuah sistem yang terdiri dari pola

berpikir dan perilaku yang menetap yang dibentuk, diadopsi, dan disebarkan

oleh beberapa individu yang bergabung di dalamnya (Ratner, 2002). Budaya

memberikan pengaruh dengan cara membentuk cara berpikir yang berbeda

dengan membentuk stereotip yang mengarahkan seseorang untuk meyadari

atau mengabaikan hal-hal tertentu (Wade, Travis, & Garry, 2016). Budaya juga

memainkan peran yang penting untuk mempersepsikan ekspresi wajah tersebut

(Wade, Tavris, & Garry, 2016).

Salah satu hasil budaya ialah adanya culutural display rules dan

cultural decoding rules pada ekspresi wajah (Elfenbein, 2017). Ekman (1972,

dalam Elfenbein, 2017) mendefinisikan cultural display rules sebagai aturan-

aturan budaya yang mengarahkan cara menunjukkan ekspresi emosi yang tepat

(Ekman & Friesen, 1971, dalam Hess & Hareli, 2017). Sejalan dengan cultural

display rules, Matsumoto (1989, dalam Elfenbein, Emotional Dialect in the

Language of Emotion, 2017) memunculkan istilah decoding rules. Decoding

rules merupakan aturan-aturan dalam mempersepsikan emosi yang ada pada

ekspresi wajah orang lain yang dianggap benar oleh suatu budaya (Elfenbein,

2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dialect theory mengatakan bahwa perbedaan budaya yang dimiliki oleh

seseorang akan timbul ketika mencoba mempersepsikan emosi orang lain

dengan akurat (Elfenbein, 2017). Dialect theory mengatakan bahwa terdapat

hubungan langsung antara ekspresi emosi dan persepsi emosi yang

dimunculkan oleh karena perbedaan budaya (Elfenbein & Ambady, 2003).

Buck (1984, dalam Hess & Hareli, 2017) dan Hess (2001, dalam Hess & Hareli,

2017) menambahkan bahwa seseorang akan memepersepsikan emosi dengan

kurang akurat pada ekspresi-ekspresi emosi yang pada budaya tertentu

dilarang.

Sebuah penelitian yang dilakukan di luar Indonesia, membandingkan

antara budaya Anglo (Australia, Inggris, Afrika Selatan (White South Africa),

Selandia Baru, Kanada, Irlandia dan Amerika Serikat) dengan budaya Timur

atau Konfusian (China, Taiwan, Singapura, Hongkong, Korea Selatan, dan

Jepang), menemukan bahwa terdapat kesalahan dalam membaca emosi antara

pelanggan dengan service provider yang berasal dari budaya yang berbeda

(Tombs, Bennett, & Ashkanasy, 2014). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan

penjelasan bahwa persepsi emosi secara terus menerus dipengaruhi oleh

konteks yang ada (Barrett, Lisa Feldman; Mesquita, Batja; Gendron, Maria;,

2011; Gendron, Roberson, Marietta, & Barret, 2014).

Meski demikian, adapula beberapa penemuan yang mengatakan bahwa

emosi merupakan hal yang universal dan tidak dipelajari melalui budaya-

budaya tertentu (Ekman, 1972, dalam Gendron, Roberson, Marietta, & Barret,

2014). Ekman (2003) menemukan bahwa orang yang memiliki latar belakang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

budaya yang berbeda akan mempersepsikan emosi yang sama yang muncul

pada ekspresi wajah tertentu.

Di Indonesia, pada penelitian tahun 1989 (Prawitasari, 2006),

Prawitasari mengembangkan sebuah alat yang berisikan foto-foto ekspresi

wajah yang mengacu pada Facial Action Coding System (FACS) yang

dilakukan oleh Ekman dan Friesen pada 1978 untuk menjawab pertanyaan

apakah komunikasi nonverbal bersifat universal atau mengandung bias budaya.

Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa orang Amerika dan orang

Indonesia mampu mengenali ekspresi wajah yang diberikan namun dengan

intensitas yang berbeda (Prawitasari, 2006). Penelitian selanjutnya, Prawitasari

dan Martani (1993) meneliti tentang kepekaan terhadap komunikasi nonverbal

di antara masyarakat berbeda budaya. Sampel budaya yang diambil ialah

Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut

menemukan bahwa terdapat kesamaan dan perbedaan dalam mengartikan

komunikasi non verbal pada masyarakat dengan latar belakang budaya yang

berbeda (Prawitasari & Martani, 1993). Perbedaan dalam mengartikan emosi

banyak terjadi pada emosi marah, takut, dan sedih.

Etnik sebagai bagian dari budaya (Barth, 1969) juga mendapatkan

perhatian dalam mempengaruhi emosi. Etnik dapat diartikan sebagai sebuah

komunitas yang memiliki kesamaan adat, kepercayaan mengenai asal-usul

yang sama dan hidup bersama-sama (Zaini, 2014; Weber, 1968 dalam

Varkuyten, 2005). Matsumoto (1993) meneliti mengenai perbedaan etnik

dengan emosi pada sampel orang Amerika. Penelitian tersebut menemukan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahwa terdapat perbedaan pada penilaian emosi, display rules, dan ekspresi

emosi pada laporan diri (Matsumoto, 1993). Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Matsumoto (1993) tersebut menimbulkan pertanyaan bagi peneliti, apakah

identitas etnik yang ada dimasyarakat Indonesia juga menimbulkan perbedaan

dalam mengenali emosi pada ekspresi wajah sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Prawitasari dan Martani (1993) atau justru sebaliknya.

Di Indonesia terdapat beragam etnik seperti etnik Jawa, etnik Tionghoa,

etnik Batak, etnik Sunda, dan lain-lain (Na'im & Syaputra, 2011). Menurut data

survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (Na'im & Syaputra, 2011),

etnik Jawa merupakan etnik terbesar yang ada di Indonesia dengan persentase

sebesar 40,22% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Susetyo (2010)

mengatakan bahwa etnik Jawa merupakan etnik yang keberadaannya menyebar

di wilayah Indonesia. Dilansir oleh bbc.com (2017), Charles Coppel, seorang

associate professor di Universitas Melbourne, melakukan analisis dari hasil

survei penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan mengatakan

bahwa dari banyak etnik yang ada, bahkan dari dua etnik terbesar yakni etnik

Jawa dan etnik Sunda, etnik Tionghoa merupakan etnik yang keberadaannya

menyebar di seluruh Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Susetyo (2010)

juga mengatakan bahwa etnik Tionghoa merupakan etnik yang keberadaannya

menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data tersebut

maka peneliti memilih kedua etnik, yaitu etnik Jawa dan etnik Tionghoa untuk

dijadikan sebagai sampel etnik dalam penelitian ini.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Selain itu, alasan lain untuk pemilihan kedua etnik tersebut dikarenakan

oleh adanya perbedaan yang kontras pada nilai-nilai budaya dalam menjalin

hubungan sosial. Pada etnik Jawa, mereka cenderung untuk menjalin hubungan

yang baik dalam taraf permukaan, sehingga tidak menyangkut sebuah sikap

batin atau keadaan jiwa yang ada pada diri seseorang (Susetyo, 2010). Selain

itu, mereka juga memiliki pandangan bahwa mengungkapkan diri dengan cara

yang spontan merupakan tindakan yang tidak etis karena mampu memicu

pertikaian di lingkungan sosial (Hariyono, 1994). Sedangkan, pada etnik

Tionghoa mereka menjaga kerukunan dengan cara memberikan sebuah reaksi

yang jelas. Hal ini memunculkan sikap untuk berbicara secara ‘vulgar’ pada

orang etnik Tionghoa (Hariyono, 1994).

Penelitian ini akan meneliti mengenai kejelasan persepsi ekspresi wajah

pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa. Adapun cara pengukuran persepsi yang

dilakukan ialah kejelasan persepsi terhadap ekspresi wajah yang

mengungkapkan emosi senang, sedih, marah dan takut. Kejelasan persepsi

dalam penelitian ini diukur dengan cara melihat apakah seseorang mampu

menangkap dengan benar emosi yang ditampilkan oleh model serta mengukur

tingkat kejelasan emosi yang ada tersebut.

Subjek dalam penelitian ini ialah individu yang berada dalam tahap

dewasa awal. Menurut Erickson, rentang usia pada masa dewasa awal ialah 19

tahun hingga 30 tahun (Feist & Feist, 2014). Individu pada masa dewasa awal

dipilih karena dianggap telah mampu melewati tahapan perkembangan

identitas yang terjadi pada masa remaja (Feist & Feist, 2014) serta telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

melakukan eksplorasi dalam etnik yang dimilikinya sehingga berada dalam

tahap achieve ethnic identity, yakni memiliki pemahaman yang jelas mengenai

etniknya (French, Seidman, Allen, & Aber, 2006). Selain itu, Santrock (2010)

mengatakan bahwa pada orang dengan usia 20 tahun, karakteristiknya akan

cenderung stabil hingga usia 30 tahun.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan masalah yang dipaparkan tersebut, rumusan masalah dalam

penelitian ini ialah: Apakah terdapat perbedaan persepsi terhadap ekspresi

wajah pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui perbedaan persepsi terhadap

ekspresi wajah pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu

pengetahuan, secara khusus ilmu psikologi mengenai persepsi terhadap

ekspresi wajah pada etnik Jawa dan Tionghoa. Selain itu, hasil penelitian ini

juga dapat dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti

persepsi terhadap ekspresi wajah dalam konteks budaya Indonesia yang

lebih luas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi masyarakat

Indonesia, secara khusus etnik Jawa dan etnik Tionghoa, dalam

mempersepsikan emsoi yang didapatkan melalui ekspresi wajah.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

DASAR TEORI

A. EMOSI PADA EKSPRESI WAJAH

1. Emosi

Bentley (1928, dalam Frijda, 2000) mengatakan bahwa emosi

mengandung arti sebagai sebuah bentuk aktivitas atau perilaku eksternal

tubuh; atau juga sebagai sebuah reaksi menyenangkan atau tidak

menyenangkan terhadap suatu kejadian atau kondisi mental tertentu. Secara

lebih lanjut, Watson (1929, dalam Strongman 2003) mengatakan bahwa

emosi merupakan pola reaksi berkelanjutan yang melibatkan perubahan

sangat besar pada mekanisme tubuh secara keseluruhan, terutama pada bagian

viseral dan sistem kelenjar.

Frijda (1986, dalam Fridja 2000) menjelaskan bahwa emosi dapat

dilihat sebagai sebuah proses yang melibatkan kontrol dari tindakan yang

tidak disadari dan tidak biasa dilakukan. Hammond (1970, dalam Strongman,

2003) menjelaskan lebih lanjut bahwa emosi merupakan keadaan sentral dari

makhluk hidup yang didapatkan melalui stimulus yang dipelajari dan tidak

dipelajari yang kemudian terjadi melalui proses classical conditioning.

Berbeda dengan tokoh sebelumnya, Denzin (1984, dalam Strongman,

2003) mengatakan bahwa emosi merupakan self-feeling atau perasaan diri. Ia

menjelaskan bahwa emosi merupakan perasaan diri dalam keadaan tertentu

yang muncul dari hal-hal emosional dan aktivitas kognitif sosial yang terarah

12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

pada diri sendiri atau orang lain. Denzin (1984 dalam Strongman, 2003) juga

menjelaskan bahwa emosi bergantung pada hubungan sosial yang meliputi

komponen-komponen perasaan, intepretasi, kosa kata, serta sejarah sosial

yang dimiliki.

Seluruh penjelasan tokoh tersebut dapat terangkum dalam penjelasan

yang diberikan oleh Izard (1977,1991, dalam Russell & Fernandez-Dols,

2002) bahwa emosi meliputi neurofisiologis, perilaku, serta komponen-

komponen subjektif. Matsumoto dan Hwang (2012) memberikan suatu

definisi emosi yang mampu memberikan rangkuman definisi tokoh-tokoh

yang ada. Mereka mendefinisikan emosi sebagai reaksi biopsikososial yang

bersifat sementara terhadap suatu kejadian yang mengandung konsekuensi

terhadap kesejahteraan seseorang dan berpotensi membutuhkan respon yang

segera.

2. Ekspresi Wajah

Penggunaan ekspresi wajah untuk menunjukkan kondisi emosi

seseorang sudah diteliti sejak pertengahan tahun 1800-an (Gendron & Barett,

2017). Sekitar tahun 1980, psikologi menemukan bahwa wajah menjadi salah

satu kunci untuk memahami emosi, dan emosi menjadi kunci untuk

memahami wajah (Russell & Fernandez-Dols, 2002). Izard mengatakan

bahwa emosi pada suatu tingkat analisis merupakan aktivitas neuromuscular

wajah (Russell & Fernandez-Dols, 2002).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Russell dan Fernandez-Dols (2002) dalam tulisannya mengatakan

bahwa ekspresi wajah memiliki dua pengertian yang berlawanan. Pertama,

ekspresi wajah dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan orang

yang mengekspresikan dan perilaku yang muncul pada wajah. Pada

pengertian yang pertama tersebut, ekspresi wajah menjadi variabel yang

dependen karena mendapatkan pengaruh internal dan eksternal dari orang

yang mengekspresikan, seperti: kondisi yang dialami, motivasi, serta aturan-

aturan budaya yang telah diinternalisasi. Kedua, ekspresi wajah dapat

diartikan sebagai bagaimana reaksi orang yang melihat terhadap eskpresi

wajah yang muncul. Pada pengertian yang kedua ini, ekspresi wajah menjadi

variabel independen karena ekspresi wajah bergantung pada orang yang

melihat ekspresi tersebut.

Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam meneliti kaitan antara

gerakan wajah dengan kondisi emosi, yakni classical view of emotion dan

constructionist view of emotion (Gendron & Barett, 2017). Pendekatan

classical view of emotion mengatakan bahwa suatu konfigurasi ekspresi

wajah digunakan untuk menunjukkan sebuah emosi dengan suatu tampilan

yang spesifik dan konsisten. Classical view of emotion memandang emosi

sebagai hal yang independen dari perceiver karena emosi akan tetap ada, baik

ada atau tidak ada orang yang menangkap emosi tersebut. Sedangkan,

pendekatan constructionist view of emotion memandang emosi sebagai

variabel tergantung dari perceiver. Menurut constructionist view of emotion,

ekspresi emosional dan persepsi emosi disusun oleh bagaimana perceiver


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

membentuk makna dari emosi yang ditampilkan. Berdasarkan pendekatan ini

maka ketika ekspresi wajah yang menjadi target dan perceiver memiliki

konsep yang sama, wajah menjadi mampu membantu perceiver

menyimpulkan kondisi internal yang ada pada target dengan benar.

Sebaliknya, apabila perceiver memiliki konsep yang tidak sesuai dengan

target maka kesimpulan yang dimiliki tidak sesuai dengan kondisi internal

target dan terjadi kesalahpahaman.

Paul Ekman (dalam Prawitasari, 2006), dalam penelitiannya mengenai

ekspresi wajah untuk menunjukkan emosi dasar manusia, menyatakan bahwa

emosi yang terlihat dalam di wajah bersifat universal karena merupakan

gerakan otot saraf. Prawitasari (2006) memberikan contoh bahwa ketika

seseorang marah maka mukanya akan memerah karena darah mengalir lebih

cepat dan otot akan menengang. Selanjutnya, Prawitasari (2006) juga

mengemukakan bahwa ketika takut maka pupil akan membesar dan keringat

dingin keluar. Selain reaksi tersebut, reaksi tubuh yang muncul hampir sama

dengan ketika marah.

Berdasarkan pejelasan tersebut maka ekspresi wajah merupakan

aktivitas wajah yang membentuk sebuah tampilan tertentu bersifat universal

yang mencerminkan suatu emosi yang dimiliki oleh orang yang

mengekspresikanya serta sebagai sebuah makna yang diberikan oleh

perceiver terhadap ekspresi wajah yang menjadi target.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

3. Jenis-Jenis Emosi dalam Ekspresi Wajah

Ekman (2003) mengatakan bahwa emosi terdiri dari sedih, marah,

terkejut, takut, jijik (contempt dan disgust), serta bahagia. Ekman (2003)

mengatakan bahwa masing-masing emosi memiliki intensitas yang berbeda

yang secara jelas mampu terlihat pada wajah.

Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari pada

tahun 1991 (Prawitasari, 1995) mengungkapkan bahwa pada orang Indonesia

emosi marah, sedih, senang, dan takut lebih sering digunakan. Penggunaan

emosi dalam kehidupan sehari-hari dapat terlihat dengan banyaknya kata-kata

sifat dibandingkan dengan emosi lainnya, seperti jijik, malu, dan terkejut.

a. Senang

Emosi senang merupakan jenis emosi positif. Positif emosi

merupakan emosi yang lebih dapat dinikmati daripada untuk ditahan.

Averill (1993 dalam Strongman, 2003) mengatakan bahwa senang

sebagai suatu kondisi yang diikuti oleh berbagai pengalaman daripada

sebagai hasil dari suatu aksi. Oatley dan Johnson-Laird mengatakan

bahwa emosi senang terjadi ketika seseorang mampu mencapai suatu

tujuan dan memberikan peluang untuk melanjutkan rencana berikutnya

(Strongman, 2003).

Ekman (2003) menjelaskan bahwa emosi senang seringkali

diasosiasikan dengan munculnya senyum pada wajah. Meski demikian,

ia menjelaskan bahwa senyuman yang ada di wajah mampu dibagi

menjadi dua jenis, yakni senyum yang mengandung unsur senang dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

senyum yang tidak mengandung unsur senang, seperti senyum untuk

menunjukkan kesopanan, atau ketika seorang pendengar setuju dengan

pendapat yang ada. Hal yang paling membedakan dari kedua senyum

tersebut ialah senyuman yang lebar menyebabkan alis dan mata yang

tertutup oleh lipatan kulit (diantara kelopak mata dengan alis) tertarik

turun oleh otot yang mengitari mata, serta berdampak pada perubahan

pada bagian pipi.

b. Marah

Ekman (2003) mengatakan bahwa emosi marah merupakan emosi

yang muncul ketika terdapat sebuah hal yang menganggu atau

menghalangi pekerjaan yang sedang atau ingin dilakukan oleh seseorang.

Selain itu, Ekman (2003) juga menjelaskan bahwa marah juga

merupakan respon emosi yang muncul ketika seseorang berusaha untuk

melukai secara psikologis, menghina, serta merendahkan penampilan

atau performansi. Selain itu, penolakan yang dilakukan oleh seseorang

yang dicintai juga mampu memunculkan emosi marah. Lemerise dan

Dodge (1993, dalam Strongman, 2003) mengatakan bahwa emosi marah

berfungsi untuk mengatur dan melakukan regulasi pada hal-hal serta

proses psikologis yang berkaitan dengan pembelaan diri serta

penguasaan. Selain proses psikologis, emosi marah juga befungsi sebagai

regulasi dari perilaku sosial dan interpersonal. Emosi marah dalam sosio-

budaya seringkali digunakan untuk menegakkan standar-standar tingkah

laku yang sesuai.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Ekman (2003) menjelaskan bahwa marah memberikan sensasi

perasaan tertekan, tegang, serta panas. Emosi marah menaikan detak

jantung, pernapasan, tekanan darah, serta menjadikan muka merah.

Emosi marah merupakan emosi yang berbahaya karena mampu

mengeluarkan perilaku marah dan siklusnya berlangsung sangat cepat.

Selain itu, emosi marah yang dimiliki seseorang mampu menyebabkan

munculnya emosi marah pada orang lain.

Ekman (2003) menjelaskan perubahan ekspresi wajah terhadap

emosi marah. Ketika seseorang baru saja mengalami emosi marah, ia

akan menekan bersamaan dengan tekanan yang ringan pada bagian

bawah kelopak mata. Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga kunci

kombinasi yang memastikan bahwa seseorang marah, yakni menurunkan

alis, memberikan tekanan pada bagian bawah kelopak mata, serta

menaikkan bagian atas kelopak mata.

c. Takut

Takut merupakan suatu emosi yang tidak mengenakkan serta

tidak dapat terkatakan mengenai suatu hal yang menunjukkan tanda

tertentu yang bercampur dengan perubahan-perubahan pada tubuh baik

yang termanifestasi dalam bentuk somatisasi maupun autonomisasi

(Lader & Marks, 1973 dalam Ohman, 2000). Emosi takut berbeda

dengan kecemasan. Takut akan muncul ketika seseorang mengetahui

adanya stimulus-stimulus dalam bentuk nyata yang mampu mengancam.

Berbeda dengan takut, cemas muncul apabila stimulus-stimulus yang ada


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

tidak dalam bentuk nyata dan hanya sebagai bentuk antisipasi seseorang

mengenai hal yang akan terjadi.

Ekman (2003) menjelaskan bahwa ketika seseorang mengalami

takut, maka darah akan mengalir kepada otot-otot besar pada bagian kaki,

dan menyiapkan seseorang untuk melarikan diri. Apabila emosi takut

tersebut tidak menyebabkan seseorang untuk freeze atau melarikan diri,

maka akan memunculkan reaksi marah pada hal yang mengancam

tersebut. Apabila hal yang mengancam tersebut lebih kuat, maka

seseorang akan cenderung untuk takut dibandingkan marah; meskipun

setelah berada dalam posisi aman emosi tersebut dapat berubah menjadi

marah, baik marah pada hal yang mengancam tersebut ataupun marah

pada diri sendiri karena menjadi takut daripada menghadapi situasi

menakutkan yang ada.

Ekman (2003) menjelaskan perubahan wajah yang terjadi ketika

seseorang takut. Kunci bawah seseorang takut terletak pada bagian

bawah kelopak mata. Ketika tekanan pada kelopak mata bagian bawah

disertai dengan naiknya kelopak mata bagian atas dan bagian wajah

lainnya menjadi kosong. Pada orang takut, bibir akan direntangkan ke

belakang mengarah ke mata.

d. Sedih

Ekman (2003) menjelaskan bahwa sedih merupakan emosi yang

mengandung unsur pasrah dan tidak memiliki harapan dan bersifat pasif.

Sedih juga merupakan salah satu emosi yang dapat bertahan cukup lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Sedih biasanya diawali dengan adanya sebuah perasaan tidak terima yang

berusaha untuk memperbaiki kehilangan yang terjadi hingga seseorang

tersebut benar-benar merasa tidak berdaya. Sejalan dengan Ekman,

Stearns (1993, dalam Strongman, 2003) mengatakan bahwa emosi sedih

menjadi suatu indikasi bahwa seseorang memerlukan pertolongan.

Stearns (1993, dalam Strongman, 2003) mengatakan bahwa sedih

sering kali terjadi apabila seseorang tidak mampu mengubah kondisi

yang ada. Ekman (2003) juga menjelaskan bahwa sedih dapat muncul

ketika seseorang mengalami kehilangan, seperti ditolak oleh teman atau

kekasihnya, kehilangan kepercayaan diri karena gagal dalam mencapai

target dalam pekerjaan, kehilangan pujian dari atasan, sakit, kehilangan

beberapa bagian tubuh atau fungsi tubuh dikarenakan oleh sakit atau

suatu kecelakaan, maupun kehilangan benda yang berharga.

Ekman (2003) mengemukakan bahwa emosi sedih akan sangat

jelas terlihat pada kombinasi kelopak mata yang tampak berat serta sudut

bagian dalam alis yang dinaikan. Ekman mengatakan bahwa alis menjadi

hal yang paling penting dan memiliki reliabilitas yang tinggi dalam

menunjukkan emosi sedih. Selanjutnya, pada bagian mulut orang yang

sedih sudut-sudut bibir akan ditarik ke bawah.

4. Stimuli Emosi

Penelitian ini menggunakan alat stimuli emosi yang diciptakan oleh

Prawitasari pada tahun 1993. Teori dasar yang digunakan dalam pembuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

alat ini ialah teori ekspresi wajah yang dikemukakan oleh Ekman. Adapun

dalam pembuatannya alat stimuli emosi mengacu pada alat FACS (Facial

Action Coding System) yang diciptakan oleh Ekman dan Friesen. Stimuli emosi

yang digunakan berupa slide foto ekspresi wajah dengan model yang berasal

dari Manado, Ujung Pandang, dan Yogyakarta. Pada awalnya jumlah slide foto

berjumlah 37 foto, namun ternyata hanya terdapat 24 foto yang valid untuk

mengungkapkan emosi. Slide stimuli emosi yang ada mengungkapkan empat

jenis emosi, yakni emosi takut, emosi marah, emosi sedih, dan emosi senang.

Model yang digunakan dalam foto stimuli emosi ini ialah dua model laki-laki

dan dua model perempuan dari ketiga lokasi penelitian tersebut. Pada tahun

1995, Prawitasari telah melakukan pembakuan instruksi dalam menggunakan

alat stimuli emosi.

B. PERSEPSI

1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan sekumpulan tindakan mental yang mengatur

dorongan-dorongan sensoris menjadi suatu pola yang bermakna (Wade, Tavris,

& Garry, 2016). Hinton (2016) mengemukakan pendapat serupa bahwa

persepsi ialah proses pemberian makna pada sensasi yang didapatkan melalui

aktivitas-aktivitas indra manusia. Meski demikian, Hinton (2016)

menambahkan bahwa persepsi juga merupakan proses kategorisasi, yakni

mengidentifikasi atau mengenali sensasi yang didapatkan dengan pengetahuan

dan ingatan yang ada menjadi sebuah kesimpulan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Wundt (1874, dalam Hinton, 2016) menyatakan bahwa pengalaman yang

dimiliki oleh manusia bukanlah pengalaman tentang serangkaian sensasi,

melainkan bagaimana individu mempersepsikan serangkaian sensasi tersebut

menjadi satu membentuk sebuah representasi. Sejalan dengan Wilhelm Wundt,

Helmholtz mengatakan bahwa persepsi melibatkan proses pembuatan

kesimpulan yang berasal dari alam bawah sadar (Hinton, 2016). Ratner (2002)

menjelaskan bahwa seluruh proses mental manusia merupakan bentuk produk-

produk budaya. Hal ini dikarenakan sejak bayi perkembangan psikologis

seseorang telah dikembangkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

sosial, menggunakan artefak serta belajar mengenai konsep-konsep budaya

hingga akhirnya membentuk fenomena-fenomena psikologis seperti emosi,

persepsi, memori, dan penalaran (Tomasello, 1999 dalam Ratner, 2002).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka persepsi merupakan proses

pemberian makna pada sensasi-sensasi yang didapatkan oleh indera yang

diidentifikasi sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dmiliki oleh

seseorang diatur oleh tindakan mental dan melibatkan alam bawah sadar.

2. Proses Persepsi

DeVito (2011) menjelaskan mengenai proses persepsi. Pada tahap

pertama, indera manusia akan mendapatkan rangsangan atau stimulus dari luar.

Pada tahap ini, indra akan menerima berbagai stimulus namun tidak semua

stimulus akan digunakan. Individu akan cenderung untuk menangkap stimulus-

stimulus yang dianggap bermakna daripada yang dianggap tidak bermakna.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Selanjutnya pada tahap kedua, stimulus yang diterima oleh indra akan

diolah dengan beberapa prinsip. Diantaranya ialah prinsip kemiripan atau

proximity dan kelengkapan atau closure. Prinsip kemiripan menjelaskan bahwa

seseorang cenderung mempersepsikan pesan yang secara fisik mirip dengan

satu yang lain sebagai suatu kesatuan. Sedangkan, prinsip kelengkapan

mengatakan bahwa seseorang cenderung untuk mempersepsikan suatu gambar

yang tidak lengkap menjadi suatu gambar yang lengkap. Penelitian Bartlett

(1932 dalam Ratner, 2002) menemukan bahwa memori meringkas bahan yang

ada, menyatukan beberapa hal, serta menambahkan dan menghilangkan

beberapa hal untuk membuat suatu hal terlihat familiar dan lebih mudah untuk

dipahami. Memori tersebut digerakkan oleh adanya pengalaman-pengalaman

sosial (Ratner, 2002).

Tahapan yang ketiga ialah penafsiran-evaluasi. Tahap ini merupakan

proses subjektif yang melibatkan evaluasi dari pihak penerima. Proses yang

terjadi dalam tahapan ini sangatlah berkaitan dengan masa lalu, kebutuhan,

sistem nilai, keyakinan, keadaan fisik serta emosi pada saat itu. Pada proses ini

pula, budaya memiliki peranan dalam membentuk persepsi. Ratner (2002)

menjelaskan bahwa dalam sebuah budaya seseorang sejak anak-anak diminta

untuk berpartisipasi dalam mengikuti acara-acara sosial serta menyesuaikan

diri dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam budayanya sesuai peran yang

dimiliki dalam budayanya. Peran sosial seseorang dalam budayanya

membentuk bagaimana seseorang berpikir dan cara pandangnya mengenai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

suatu hal. Hal tersebut mempengaruhi proses subjektif seseorang dalam

menafsirkan atau mempersepsikan suatu hal.

Teori Model Emotion Expression in Context atau MEEC (Hess &Hareli,

2017) menjelaskan bahwa ekspresi diterima dalam suatu konteks situasi yang

ada di dunia nyata dan kemudian diintepretasikan dalam suatu konteks sesuai

dengan dunia orang yang mempersepsikannya. Informasi dari dunia nyata

yang berupa ekspresi tersebut akan diberikan suatu makna mengenai emosi

yang disampaikan, dan proses ini akan dipengaruhi oleh sudut pandang

penerima informasi sebagi suatu proses yang berkaitan dengan konteks garis

besar yang sebelumnya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Secara umum, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi,

yakni (1) kebutuhan, (2) kepercayaan, (3) Emosi, dan (4) Ekspektasi (Wade,

Tavris, & Garry, 2016). Kebutuhan atau ketertarikan terhadap suatu hal

menjadikan seseorang lebih mudah untuk mempersepsikan sesuatu sesuai

kebutuhannya. Kepercayaan yang dimiliki seseorang seringkali mepengaruhi

intepretasi seseorang terhadap sesuatu. Dalam beberapa hal, individu

mempersepsikan atau mengintepretasikan suatu hal sesuai dengan kepercayaan

yang dimiliki. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi persepsi ialah emosi.

Emosi seseorang mempengaruhi bagaimana ia memaknai stimulus yang

didapatkan. Terakhir yakni ekspektasi. Kecenderungan seseorang untuk

mempersepsikan sesuatu sesuai dengan harapan yang dimilikinya dikenal


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

dengan istilah set persepsi. Set persepsi membantu seseorang untuk

mempersepsikan suatu hal secara keseluruhan. Namun, set persepsi juga

mampu untuk membentuk kesalahan dalam melakukan persepsi.

Seluruh faktor tersebut dipengaruhi oleh budaya yang dimiliki

seseorang (Wade, Tavris, & Garry, 2016). Budaya yang berbeda membentuk

cara berpikir yang berbeda. Selain itu, budaya yang berbeda juga dapat

mempengaruhi persepsi melalui pembentukan stereotip yang mengarahkan

perhatian seseorang pada hal yang dianggap penting untuk disadari dan

diabaikan (Wade, Tavris, & Garry, 2016).

Secara khusus dalam mempersepsikan emosi, konteks menjadi hal yang

sangat penting, baik konteks ketika mengungkapkan emosi dengan konteks

orang yang akan mempersepsikan emosi. Brunswick memodifikasi model cara

pandang mengenai persepsi orang, yang telah diterapkan pada komunikasi

emosi oleh Scherer (1978, dalam Hess & Hareli, 2017) yakni konteks budaya,

hubungan sosial, dan konteks situasi. Dari seluruh jenis konteks yang ada,

teradapat dua sumber informasi yang dapat berpengaruh, yakni informasi yang

berkaitan dengan situasi yang memunculkan emosi, serta tambahan informasi

yang dimiliki oleh penerima yang memiliki atau mengaplikasikan pada situasi.

Hal ini menunjukkan bahwa penerima atau orang yang mempersepsikan

memiliki peran aktif dalam proses persepsi (Kiouac & Hess, 1999 dalam Hess

& Hareli, 2017)

Konteks penerima atau orang yang mempersepsikan emosi terdiri dari

berbagai hal, yakni (1) ekspektasi stereotipe dan norma sosial, (2) tujuan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

kebutuhan serta kondisi emosional orang yang mempersepsikan emosi, dan (3)

cultural display rule. Norma sosial berbeda dengan stereotipe. Stereotipe

dalam konteks ini seirng kali tersirat dalam sebuah norma perilaku. Norma-

norma yang ada di masyarakat mampu mempengaruhi identifikasi terhadap

sinyal-sinyal emosi yang sudah berasosiasi dengan orang tertentu (Hess &

Hareli, 2017).

Hal kedua ialah adanya tujuan, kebutuhan, dan kondisi emosional dari

orang yang mempersepsikan emosi tersebut. Seseorang yang tertarik dengan

hal tertentu akan cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih pada hal-

hal yang ada. Thibault et al (2006, dalam Hess & Hareli, 2017) menemukan

bahwa orang yang mengidentifikasikan dengan keanggotaan suatu grup secara

kuat, lebih baik dalam menangkap ekspresi emosi pada anggota grup tersebut.

Hal ketiga ialah adanya cultural display rules. Cultural display rules

merupakan aturan-aturan sosio-budaya yang mengarahkan cara menunjukkan

ekspresi emosi yang tepat (Ekman & Friesen, 1971, dalam Hess & Hareli,

2017). Elfenbein dan Ambady (2003) menjelaskan bahwa display rules

memiliki kontrol dan memegang kendali dalam mengoperasikan ekspresi

wajah yang universal. Cultural Display Rules akan berbeda pada masing-

masing budaya. Hal itu disebabkan karena cultural display rules merupakan

norma yang mengatur untuk menaikan, mengurangi, menetralisir atau

menutupi emosi yang dimunculkan dan akan muncul secara otomatis

(Elfenbein & Ambady, Universals and Cultural Differences in Recognizing

Emotions, 2003). Matsumoto (1989 dalam Elfenbein & Ambady, 2003)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

mengatakan bahwa semua orang dari berbagai latar belakang budaya akan

mengekspresikannya dengan cara yang sama, namun norma-norma sepesifik

yang dimiliki oleh budaya, seperti decoding rules, menimbulkan perbedaan

mengenai hal mana yang penting dan tidak penting untuk diketahui seseorang

dalam memahami sesuatu.

Decoding rules merupakan persepsi terkait emosi orang lain yang

dipengaruhi oleh aturan-aturan yang dipelajari mengenai bagaimana cara

seseorang harus menguraikan emosi yang diberikan oleh orang lain (Buck,

1984 dalam (Elfenbein & Ambady, 2003). Matsumoto dan Ekman (1989 dalam

Matsumoto, Anguas-Wong, & Martinez, 2008) menyebutkan bahwa aturan-

aturan tersebut merupakan aturan-aturan yang spesifik, oleh karena itu aturan

ini disebut sebagai Cultural Decoding Rules. Cultural decoding rules mampu

memberikan dampak pada munculnya perbedaan pemaknaan emosi.

Dialect theory mengatakan bahwa perbedaan budaya dalam melakukan

rekognisi akan tetap muncul ketika seseorang berusaha untuk mempersepsikan

emosi orang lain seakurat mungkin (Elfenbein, 2017). Hal tersebut disebabkan

oleh karena adanya proses belajar sosial. Elfenbein dan Ambady (2003)

mengemukakan bahwa menurut dialect theory terdapat hubungan secara

langsung antara perbedaan budaya yang muncul pada ekspresi emosi dan

persepsi emosi. Seseorang akan cenderung untuk mengintepretasikan perilaku

orang lain sesuai dengan apa yang ingin mereka sampaikan melalui ekspresi

perilaku tersebut (Elfenbein & Ambady, Universals and Cultural Differences

in Recognizing Emotions, 2003). Hal ini sejalan dengan penjelasan Buck


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

(1984, dalam Hess & Hareli, 2017) dan Hess (2001, dalam Hess & Hareli,

2017) bahwa cultural display rules mampu membuat orang yang

mempersepsikan sesuatu dengan kurang akurat pada ekspresi yang dilarang

dalam budaya tertentu dan berdampak pula pada persepsi terhadap emosi.

Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Prawitasari pada tahun

1997 (Prawitasari, 2006) menunjukkan bahwa yang membedakan persepsi

ialah daerah geografis bukan jenis kelamin dari orang tersebut. Selain daerah,

status pekerjaan juga mempunyai peran kecil dalam memberikan perbedaan

persepsi mengenai ungkapan emosi. Prawitasari (1995) juga menemukan

bahwa kelompok profesional lebih mampu mengartikan emosi dibandingkan

dengan kaum nonprofesional.

C. IDENTITAS ETNIK

1. Definisi Identitas Etnik

Trimble and Dickson (2010, dalam Zaini, 2014) menjelaskan bahwa

identitas berasal dari bahasa Latin yakni Identitas, yang berakar dari kata

idem. Kata idem sendiri memiliki arti “sama”. Zaini (2014) mengemukakan

bahwa identitas dapat diartikan sebagai bentuk kesamaan seorang individu

atau sesuatu dalam segala macam situasi yang menjadikan seseorang atau

sesuatu tidak menjadi bagian dari kelompok lain.

Selanjutnya, Trimble and Dickson (2010, dalam Zaini, 2014) juga

menjelaskan bahwa etnik merupakan Bahasa Yunani yang berasal dari kata

ethnicuslethinikas. Ethnicuslethinikas berasal dari kata ethos yang berarti


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

adat. Sedangkan kata ethnicuslethinikas sendiri diartikan sebagai bangsa.

Oleh karena itu, etnik didefinisikan sebagai sekelompok bangsa yang

memiliki kesamaan adat yang dimiliki secara bersama-sama dan hidup

bersama (Zaini, 2014). Penjelasan bahwa etnik sebagai sekelompok manusia

tersebut, sejalan dengan pengertian mengenai kelompok etnik yang

dikemukakan oleh Weber (1968, dalam Varkuyten, 2005). Namun, ia

menambahkan bahwa suatu kelompok etnik juga meyakini kepercayaan

mengenai asal-usul bersama sebagai dasar dalam membentuk sebuah

komunitas.

Identitas etnik mengandung arti sebagai identifikasi diri sebagai

anggota dari suatu kelompok etnik yang diikuti dengan adanya sikap,

perilaku, pengetahuan sebagai anggota dari kelompok etnik tersebut (Phinney

J. S., 1991; Tampubolon, 2016). Penjelasan tersebut sejalan dengan

penjelasan yang dikemukakan oleh Kunstadter (Hudayana, 1998) bahwa

identitas etnik merupakan proses dimana seseorang menandai dirinya sebagai

bagian dari suatu etnik atau etnik yang lain. Kedua definisi tersebut sejalan

dengan penjelasan Barth (1994, dalam Varkuyten, 2005) bahwa identitas

etnik bukanlah suatu hal yang tetap, melainkan transaksional dan fleksibel

bergantung pada situasi. Identitas etnik dinilai sebagai aspek pragmatis dari

kumpulan interaksi sosial sehari-hari.

Berbeda dengan penjelasan sebelumnya, Phinney (1990, 1996, dalam

Ramdani, 2015) mengatakan bahwa identitas etnik merupakan sebuah

konstruk kompleks yang mengandung sebuah rasa memiliki (sense of


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

belonging) pada kelompok etnik, serta adanya evaluasi positif pada kelompok

etnik. Kemudian, Phinney (2007 dalam Ramdani, 2015) menambahkan

penjelasannya bahwa identitas etnik juga merupakan perasaan seseorang

dimana dirinya sebagai bagian dari anggota kelompok. Secara lebih lanjut,

Phinney (2007 dalam Ramdani, 2015) menjelaskan bahwa identitas etnik

berkembang dari waktu ke waktu melalui proses aktif penyelidikan, belajar,

dan komitmen.

Di sisi lain, Chandra (Zaini, 2014) memiliki pengertian lain dalam

mendefinisikan identitas etnik. Ia mendefinisikan identitas etnik sebagai

suatu konsep objektif serta konsep tunggal yang bersifat askriptif (turun

temurun) yang didasarkan pada kesamaan yang dimiliki secara objektif.

Dalam masyarakat multi-etnik, seseorang sangat mungkin untuk memiliki

lebih dari satu identitas etnik atau disebut dengan multi-etnik. Hal ini dapat

terjadi apabila orangtua memiliki etnik yang berbeda (Isajiw, 1993). Dalam

hal seperti ini, beberapa bukti empiris mengatakan bahwa individu yang

memiliki lebih dari satu identitas cenderung memilih salah satu etnik yang

berasal dari identitas sang ayah (Breton, et al., 1990, dalam Isajiw, 1993).

Di Indonesia, menurut buku kewarganegaraan, suku bangsa, agama,

dan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan

Pusat Statistik (Na'im & Syaputra, 2011) menjelaskan bahwa kelompok etnik

di Indonesia merupakan suatu hal yang diturunkan. Dalam buku tersebut

(Na'im & Syaputra, 2011) juga dijelaskan bahwa identitas suku bangsa atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

kelompok etnik melekat pada masing-masing Individu sesuai dengan

kelompok etnik yang dimiliki oleh kedua orangtuanya.

Berdasarkan seluruh pengertian tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa identitas etnik merupakan proses identifikasi diri atau proses menandai

diri pada suatu kelompok etnik tertentu yang bersifat askriptif atau turun

menurun, melalui adanya proses evaluasi positif pada suatu kelompok etnik

yang diikuti dengan adanya sikap, perilaku, pengetahuan sebagai anggota

serta adanya perasaan memiliki pada suatu kelompok etnik.

2. Aspek-aspek Identitas Etnik

Isajiw (1993) menjelaskan bahwa terdapat dua aspek mengenai

identitas etnik, yakni aspek internal dan aspek eksternal. Aspek-aspek

eksternal meliputi perilaku-perilaku yang dapat diamati, baik sosial maupun

budaya. Aspek-aspek eksternal ini berupa (1) kemampuan berbicara dengan

menggunakan bahasa etnik dan mempraktikan tradisi-tradisi etnik, (2)

berpartisipasi dalam jaringan-jaringan etnik seperti keluarga dan pertemanan,

(3) berpartisipasi dalam organisasi-organiasi etnik, seperti sekolah, media, (4)

berpartisipasi dalam kelompok-kelompok etnik seperti perkumpulan orang

muda, perkumpulan masyarakat etnik, serta (5) berpartisipasi pada acara

sosial yang diadakan oleh kelompok etnik seperti piknik, pertunjukan, dan

lain-lain.

Aspek-aspek internal dari identitas etnik membahas mengenai

gambaran (images), gagasan-gagasan (ideas), sikap (attitudes), dan perasaan

(feelings). Aspek-aspek internal tersebut berhubungan dengan perilaku-


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

perilaku eksternal, namun masing-masing aspek berdiri sendiri-sendiri.

Aspek internal dari identitas dapat dibedakan menjadi tiga dimensi, yakni

kognitif, moral, dan perasaan.

Dimensi kognitif menggambarkan mengenai pengetahuan mengenai

nilai-nilai dari suatu kelompok etnik. Secera lebih rinci, dimensi kognitif

meliputi self-images serta gambaran grup yang dimiliki oleh seseorang yang

mampu membentuk stereotipe mengenai seseorang maupun kelompok.

Dimensi kognitif juga meliputi pengetahuan mengenai warisan dan sejarah

dari suatu etnik.

Selanjutnya, dimensi moral dari identitas meliputi perasaan-perasaan

mengenai kewajiban-kewajiban kelompok. Secara umum, perasaan mengenai

kewajiban kelompok yang harus dilakukan oleh seseorang melekatkan

seseorang dengan kelompoknya serta menjadi suatu bentuk implikasi dari

kelompok yang diperlihatkan melalui perilaku. Perasaan untuk menjalankan

kewajiban kelompok dilandasi oleh komitmen seseorang kepada

kelompoknya serta sebagai bentuk solidaritas.

Terakhir yakni dimensi perasaan (feelings). Dimensi ini mengarah

pada perasaan mengenai kelekatan pada kelompok. Dimensi perasaan dapat

dibagi menjadi dua jenis. Jenis yang pertama ialah perasaan aman dengan

simpati serta perwujudan dengan anggota-anggota kelompok sebagai

kesatuan untuk melawan anggota-anggota dari kelompok lain. Selanjutnya,

jenis dimensi perasaan yang kedua ialah perasaan aman dan nyaman dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

pola-pola suatu budaya sebagai perlawanan pola-pola budaya dari kelompok

lain atau masyarakat.

3. Pengaruh Identitas Etnik

Konsekuensi dari identitas etnik ialah munculnya sikap etnosentrisme.

Etnosentrime merupakan suatu paham yang menganggap bahwa kebudayaan

pada kelompok yang dimiliki lebih baik daripada kebudayaan kelompok lain.

(Ali, Indrawari, & Masyukur, 2010).

Liliweri (2005 dalam Ali, Indrawari, & Masyukur, 2010)

mengemukakan bahwa prasangka ialah sikap negatif yang diberikan kepada

seseorang berdasarkan pada perbandingan dengan kelompok yang dimiliki

seseorang. Salah satu jenis dari prasangka ialah prasangka etnik. Prasangka

etnik dapat didefinisikan sebagai sikap negatif dari suatu kelompok etnik

tertentu terhadap kelompok etnik lainnya yang berfokus pada ciri-ciri negatif

sehingga menghambat hubungan antara etnik.

Zastrow (Ali, Indrawari, & Masyukur, 2010) mengemukakan bahwa

prasangka salah satunya disebabkan oleh karena adanya proyeksi atau sebagai

suatu bentuk upaya dalam mempertahankan ciri kelompok setnik atau ras

secara berlebihan. Gundykunst menambahkan bahwa prasangka dapat

muncul karena adanya kesadaran akan sasaran prasangka, yakni ras atau etnik

lain. Kesadaran-kesadaran tersebut meliputi kesadaran bahwa sasaran

prasangka merupakan kelompok lain yang memiliki latar belakang dengan

kebudayaan dan mental yang berbeda, tidak mampu untuk beradaptasi, selalu

terlibat dalam tindakan-tindakan negatif, serta kesadaran bahwa kehadiran


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

kelompok etnik lain tersebut mampu mengancam stabilitas sosial dan

ekonomi.

Selain itu, prasangka yang ada juga dapat memunculkan stereotip.

Stereotip merupakan suatu proses generalisasi yang dilakukan secara tidak

akurat tentang sifat ataupun perilaku yang dimiliki oleh individu yang

menjadi bagian sebagai anggota dari suatu kelompok sosial tertentu (Susetyo,

2010). Stereotip tersebut membentuk keyakinan individu tentang sifat atau

perilaku dari individu-individu anggota kelompok tertentu (Susetyo, 2010).

Susetyo (2010) juga mengatakan bahwa stereotip merupakan hasil dari proses

persepsi antar kelompok, yang dipengaruhi oleh kondisi sosial yang dialami

dan dihayati secara subjektif oleh individu sebagai bagian dari anggota

kelompok yang dimiliki.

4. Perkembangan Identitas Etnik

Phinney (1989, dalam French, et al, 2006) menjelaskan bahwa

perkembangan identitas etnik pada individu terjadi melalui tiga tahapan,

yakni unexamined ethnic identity, ethnic identity exploration, dan achieve

ethnic identity. Unexamined identity merupakan sebuah tahapan dimana

seseorang belum memberikan sebuah pandangan secara negatif atau positif

terhadap suatu kelompok. Selanjutnya, pada tahap ethnic identity exploration

individu mulai mencari arti sebagai bagian dari suatu kelompok; dan pada

tahap achieved ethnic identity, individu akan melakukan eksplorasi terhadap

keanggotaan suatu kelompok serta memiliki pemahaman yang jelas mengenai

etnik dalam hidupnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Phinney (1989 dalam French et al, 2006) mengatakan bahwa

perkembangan identitas etnik merupakan bagian dari tahap remaja. Pendapat

ini didukung oleh teori psikososial Erickson yang mengatakan bahwa pada

masa remaja tahap perkembangan yang harus dilalui ialah identitas (Feist &

Feist, 2014). Masa remaja menjadi masa yang penting untuk melihat

perubahan identitas karena adanya pertumbuhan kemampuan penelaran

abstrak serta kebutuhan untuk mengeksplorasi beberapa aspek dari sebuah

identitas (French, Seidman, Allen, & Aber, 2006). Setelah melewati masa

remaja, seseorang harus memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas

orang lain dan individualitas yang dimiliki oleh seseorang (Feist & Feist,

2014).

Dalam penelitian ini subjek yang dipilih ialah subjek yang berada pada

tahap dewasa awal. Hal ini didasari oleh karena pada masa remaja, seorang

individu cenderung untuk mengeksplorasi identitas etnik yang dimilikinya.

Santrock (2010) mengatakan bahwa seseorang yang dinilai karakteristiknya

pada usia 20 tahun, karakteristiknya akan cenderung stabil hingga usia 30

tahun. Menurut Erickson, masa dewasa awal berkisar antara usia 19 hingga

30 tahun (Feist & Feist, 2014).

5. Etnik Jawa

Daerah asal etnik Jawa, yang selanjutnya akan disebut juga sebagai

orang Jawa, adalah Pulau Jawa. Mayoritas mendiami bagian tengah dan timur

dari seluruh Pulau Jawa. Suseno (1996, dalam Susetyo, 2010) mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

bahwa orang Jawa ialah orang yang menggunakan Bahasa Jawa dalam arti

sebenarnya sebagai bahasa ibunya. Hal ini sering terlihat pada orang Jawa

yang tinggal didaerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara budaya, identitas

orang Jawa dapat terwakilkan dengan sosok Semar, yang berarti Samar

(Noorsena, 2010). Hal ini menyebabkan orang akan sulit untuk membedakan

apakah orang tersebut sedang tersenyum atau menangis (Noorsena, 2010).

Dalam menjalin relasi sosial, orang Jawa cenderung memiliki

kesadaran yang tinggi akan keberadaan orang lain (Mudler, 1994 dalam

Susetyo, 2010). Dalam bukunya, Susetyo mengatakan bahwa orang Jawa

identik dengan budayanya yang sopan. Ia juga menjelaskan bahwa sikap

sopan, seperti memberikan salam dengan cara menunduk, menjadi tuntutan

dalam situasi sosial. Sikap sopan ini juga berlaku terhadap orang yang belum

begitu dikenal, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan yang

lain.

Suseno (1996, dalam Susetyo, 2010) mengatakan bahwa orang Jawa

memiliki dua prinsip, yakni prinsip kerukunan dan kehormatan:

a. Prinsip kerukunan

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat

agar berada dalam keadaan harmonis. Dalam pandangan orang Jawa,

kerukunan ditekankan untuk menghindari pecahnya konflik-konflik.

Dalam hal ini, orang Jawa bukan menekankan bagaimana menciptakan

keselarasan sosial, melainkan untuk tidak menggangu keselarasan sosial

yang ada. Selain itu, prinsip kerukunan yang ditekankan pada etnik Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

tidak menyangkut suatu sikap batin atau keadaan jiwa. Prinsip kerukunan

yang ada lebih cenderung untuk mengatur permukaan hubungan-hubungan

sosial yang terlihat. Hariyono (1994) menambahkan bahwa spontanitas

dalam memberikan reaksi dengan mengungkapkan diri dan mengambil

posisi tertentu dianggap tidak etis dalam budaya karena mampu memicu

munculnya konflik atau ketegangan antar pribadi. Ia juga menambahkan

bahwa keadaan rukun bagi orang Jawa merupakan suatu hal yang

memuaskan bagi orang Jawa, meskipun hanya sebagai suatu kesan yang

tidak mencerminkan hakikatnya. Meski demikian, hal ini dianggap sebagai

sesuatu yang baik dan menarik oleh orang Jawa.

b. Prinsip hormat

Prinsip hormat mengambarkan bahwa setiap orang dalam berbicara atau

membawa diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain

dengan menekankan pada tingkatan derajat dan kedudukan orang secara

hierarkis. Haryonno (1994) menambahkan bahwa kehormatan merupakan

hal yang penting bagi masyarakat Jawa. Ia menjelaskan bahwa orang Jawa

seringkali memendam perbuatan aib atau juga melihat perkara tersebut

dari sisi positifnya atau mencari jalan tengah untuk mengembalikan

kehormatan yang dimiliki. Prinsip hormat ini menjadi suatu upaya untuk

menjaga kelestarian serta kebesaran komunitasnya (Hariyono, 1994).

6. Etnik Tionghoa

Etnik Tionghoa merupakan salah satu etnik minoritas yang ada di

Indonesia yang heterogen. Di Indonesia, etnik Tionghoa dapat dibedakan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

menjadi dua macam yakni Etnik Tionghoa yang sudah lama menetap di

Indonesia dan pada umumnya sudah membaur, dikenal dengan Peranakan,

serta Etnik Tionghoa yang merupakan pendatang baru (satu atau dua

generasi) serta masih menggunakan bahasa asli, dikenal dengan Totok

(Susetyo, 2010).

Haryono (1994, dalam Susetyo. 2010) menjelaskan bahwa dalam

menjalin relasi sosial, orang Tionghoa cenderung mempertimbangkan nilai

kerukunan dan nilai kesopanan, sebagai berikut:

a. Nilai kerukunan

Ajaran konfusius tentang Te mengajarkan untuk menolak kekerasan

fisik, sikap saling percaya, serta menunjukkan nilai yang menjauhkan

diri dari konflik. Hal ini juga ditambah dengan ajaran Jen yang

mengajarkan mengenai kebaikan, serta Chun-Tzu yang mengajarkan

tentang melayani atau meonolong orang lain dan berjiwa besar.

b. Nilai kesopanan

Ajaran Konfusius mengenai Li memngajarkan untuk memberikan

penghormatan tertinggi terhadap keluarga dan usia. Bagi orang

Tionghoa, keluarga menjadi bangunan dasar dari suatu masyarakat

yang harus selalu dijaga dan dijunjung tinggi martabatnya. Selain itu,

penghormatan terhadap usia juga menjadi hal yang penting. Hal ini

dikarenakan usia memberikan nilai, martabat, dan keutamaan pada

semua hal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Dibalik nilai-nilai yang dianut oleh orang Tionghoa tersebut,

terdapat berberapa stereotip yang melekat pada orang Tionghoa. Hariyono

(1994) menjelaskan mengenai beberapa stereotip yang dimiliki oleh orang

Tionghoa, yakni:

a. Sikap dan perilaku yang vulgar mengungkapkan opini.

Sikap ini muncul karena adanya pengaruh ajaran konfusius yang

memberikan pemikiran bahwa perlunya ada batasan-batasan yang jelas

dalam mengungkapkan suatu hal. Tanpa batasan yang jelas maka suatu

opini tidak dapat dicerna. Bagi orang lain hal ini seringkali kurang enak

didengar.

b. Sikap praktis-fungsional

Sikap ini menjadikan orang Tionghoa cenderung melihat dan

mengutamakan nilai dari suatu peran, tanpa memperhatikan apakah

nilai tersebut mengandung nilai lain. Selain itu, sikap ini juga

mengakibatkan orang Tionghoa kurang menyukai formalitas.

Formalitas dianggap tidak efisen atau lebih bersifat birokratis dan tidak

memiliki pengaruh langsung pada substansinya.

c. Sistem kepercayaan yang kuat

Dalam menjalin relasi, orang Tionghoa memiliki sistem kepercayaan

yang kuat menumbuhkan rasa kolektivitas yang tinggi yang

memberikan kesan tertutup. Hal ini menyebabkan orang Tionghoa

memberikan perhatian pada kredibilitas seseorang. Apabila kredibilitas

tersebut diragukan, maka orang Tionghoa akan memutuskan relasi yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

dimiliki. Hal ini dimaksudkan supaya orang tersebut tidak berkutik atau

melakukan hal yang sama di tempat lain. Namun, apabila kredibilitas

diragukan dan relasi harus terjadi maka mereka baru memperhatikan

formalitas. Dalam hal ini, formalitas menjadi alat untuk menumbuhkan

kepercayaan.

d. Sikap kurang peduli pada masalah kehidupan

Sikap kurang peduli pada masalah kehidupan ini muncul karena

pemikiran fungsional orang Tionghoa yang menganggap bahwa

penderitaan, rasa sakit, petaka, maut, dan kematian merupakan salah

satu kemungkinan yang bersifat rasional dalam ritme kehidupan.

Pemikiran ini memunculkan pemikiran bahwa hal-hal tersebut tidak

perlu dikhawatirkan.

e. Ulet, keras, angkuh, atau superior

Sifat ulet, keras, angkuh atau superior yang dimiliki oleh orang

Tionghoa merupakan bentuk dari adanya optimisme dan keyakinan diri.

Optimisme tersebut disebabkan oleh adanya cara berpikir orang

Tionghoa yang menggunakan logika secara runtut. Logika tersebut

menjadi motivasi untuk memecahkan suatu masalah. Optimisme inilah

yang menjadi modal untuk melakukan perencanaan dan pembuatan

target dalam hidup.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

D. DINAMIKA PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP EKSPRESI WAJAH

PADA ETNIK JAWA DAN ETNIK TIONGHOA

Ekspresi wajah merupakan ekspresi dan perilaku yang muncul pada

wajah berkaitan dengan orang yang mengekspresikannya dan mempersepsikan

ekspresi pada wajah (Russel & Fernandez-Dols, 2002). Ekspresi wajah dianggap

sebagai kunci dalam memahami emosi (Russel & Fernandez-Dols (2002).

Ekman (dalam prawitasari, 2006) mengatakan bahwa emosi yang terlihat pada

ekspresi wajah bersifat universal karena merupakan hasil dari gerakan otot saraf.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari (1991, dalam

Prawitasari, 1995), emosi yang lebih banyak digunakan pada orang Indonesia

dalam kehidupan sehari-hari ialah emosi senang, marah, sedih, dan takut.

Emosi senang sering kali dilihat melalui senyum di wajah (Ekman,

2003). Selain senyum, hal lain yang nampak pada wajah ketika seseorang merasa

senang ialah senyuman tersebut memunculkan adanya lipatan kulit diantara

kelopak mata dengan alis yang seolah-olah ditarik kebawah oleh otot yang

mengitari mata (Ekman, 2003). Selain itu, perubahan juga dapat dilihat pada

bagian pipi orang tersebut. Senyum yang lebar mempengaruhi bentuk pipi orang

tersebut menjadi berubah (Ekman, 2003).

Emosi marah memberikan sensasi perasaan, tertekan, tegang, serta panas

(Ekman, 2003). Emosi marah juga mempengaruhi kondisi fisik seperti

perubahan denyut jantung dan pernapasan yang semakin cepat, tekanan darah,

serta perubahan warna pada wajah yang biasanya menjadi berwarna merah. Pada

wajah, emosi marah ini ditunjukkan pada area mata. Orang yang marah maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

akan cenderung untuk menurunkan alisnya. Selain itu, orang marah juga akan

memberikan tekanan pada bagian bawah kelopak mata, serta menaikkan bagian

atas kelopak mata.

Emosi takut seringkali menjadi tanda bahwa terdapat suatu hal yang tidak

mengenakkan serta sebagai tanda adanya respon-respon fisik tubuh. Emosi takut

mempengaruhi tubuh pada aliran darah terutama pada otot-otot darah bagian

kaki yang berfungsi untuk bersiap-siap melarikan diri. Secara khusus pada

wajah, ekspresi takut terlihat melalui adanya perubahan tekanan pada kelopak

mata bagian bawah serta kelopak bagian atas yang naik. Selain mata orang takut

juga dapat terlihat pada bibir. Bibir orang takut akan cenderung dilebarkan ke

belakang ke arah mata.

Emosi sedih pada ekspresi wajah akan nampak melalui kelopak mata dan

alis. Pada orang dengan emosi sedih, kelopak mata akan tampak berat. Selain

itu, sudut bagian dalam alis juga dinaikan. Kemudian, ekspresi wajah orang yang

sedih juga didukung dengan sudut-sudut bibir yang ditarik ke bawah.

Meskipun emosi yang muncul dalam ekspresi wajah bersifat universal,

Budaya memiliki aturan-aturan sosio-budaya mengenai cara yang tepat dalam

menunjukkan dan menilai atau mempersepsikan suatu ekspresi emosi tertentu

yang dikenal dengan cultural display rules dan decoding rules (Ekman &

Friesen, 1971, dalam Hess dan Hareli, 2017; Elfenbein, 2017). Cultural display

rule menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

mempersepsikan emosi, secara khusus dalam proses decoding atau

menerjemahkan pesan. Ekspresi emosi yang dilarang pada budaya tertentu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

dipersepsikan dengan kurang akurat (Buck, 1984; Hess, 2001 dalam Hess &

Hareli, 2017).

Persepsi mengandung arti sebagai sekumpulan tindakan mental yang

dilakukan untuk memberikan makna pada sensasi yang didapatkan oleh aktivitas

indera (Wade, Tavris, & Garry, 2016; Hinton, 2016). Helmholtz mengatakan

bahwa ketika seseorang mempersepsikan suatu hal maka proses alam bawah

sadar orang tersebut akan terlibat dalam pembuatan kesimpulan (Hinton, 2016).

Wundt menjelaskan bahwa pengalaman yang dimiliki manusia bukanlah terkait

sensasi yang dialami, melainkan representasi yang dihasilkan oleh proses

persepsi (Hinton, 2016). Sejalan dengan pendapat Wundt tersebut, Teori Model

Emotion Expression in Context atau MEEC secara lebih khusus terkait dengan

cara orang untuk mempersepsikan emosi yang ada pada ekpresi wajah,

mengemukakan bahwa ketika seseorang menerima informasi berupa ekspresi

wajah yang ada di dunia nyata, maka ia akan menyesuaikan ekspresi wajah

tersebut dengan informasi yang ia miliki pada dunianya (Hess & Hareli, 2017).

Dialect theory juga mengatakan bahwa ketika seseorang berusaha untuk

mempersepsikan suatu aturan secara akurat, budaya yang berbeda akan

mempengaruhi keakuratan hal tersebut (Elfenbein, 2017).

Etnik sebagai bagian dari budaya memiliki peranan dalam

mempengaruhi emosi (Barth, 1969). Identitas etnik merupakan proses

identifikasi diri seseorang terhadap suatu kelompok etnik yang diperoleh secara

askriptif (Chandra dalam Zaini, 2014). Selain itu, identitas etnik juga melibatkan

adanya sikap, perilaku serta pengetahuan yang dimiliki seseorang sebagai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

anggota dari kelompok etnik tersebut (Phinney J. S., 1991; Tampubolon, 2016)

serta memiliki perasaan kepemilikan terhadap kelompok etniknya (Phinney

1990; Phinney 1996, dalam Ramdani, 2015). Dalam penelitian ini kelompok

etnik yang dipilih ialah etnik Jawa dan etnik Tionghoa. Kedua etnik tersebut

memiliki nilai-nilai yang kontras terkait bagaimana aturan sosio budaya yang

ada pada etnik masing-masing untuk menunjukkan emosi.

Dalam menjalin hubungan sosial, etnik jawa memiliki prinsip kerukunan

untuk menjaga kondisi yang harmonis dalam masyarakat (Susetyo, 2010).

Prinsip kerukunan tersebut menekankan orang Jawa untuk tidak memudarkan

keharmonisan yang ada pada masyarakat. Pada orang Jawa, prinsip kerukunan

tersebut berada pada taraf permukaan hubungan sosial yang ada sehingga prinsip

ini tidak menyangkut sebuah sikap batin atau keadaan jiwa yang ada pada diri

seseorang. Pada orang Jawa, memberikan reaksi yang spontan untuk

mengungkapkan diri merupakan suatu tindakan yang tidak etis dalam budayanya

karena mampu memicu adanya konflik yang menganggu keharmonisan sosial

yang ada.

Etnik Tionghoa sama dengan etnik Jawa yang memiliki prinsip

kerukunan. Prinsip kerukunan ini berasal dari ajaran Konfusius yang

mengajarkan etnik Tionghoa menjauhkan diri dari konflik (Susetyo, 2010).

Meski demikian, terdapat perbedaan dalam cara menjaga kerukunan antara etnik

Tionghoa dan etnik Jawa. Ajaran konfusius yang ada pada etnik Tionghoa

menekankan seseorang untuk memberikan batasan yang jelas dalam

mengungkapkan sesuatu (Hariyono,1994). Menurut ajaran konfusius tersebut,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

suatu hal akan sulit dipahami tanpa adanya batasan yang jelas. Hal ini

mempengaruhi sikap orang Tionghoa untuk cenderung “vulgar” atau berterus

terang dalam mengungkapkan segala emosi yang dirasakannya ketika menjalin

hubungan sosial (Hariyono, 1994).

Pada etnik Jawa, mereka memiliki prinsip kerukunan yang dijaga dengan

tidak mengekspresikan sesuatu yang mampu menganggu keharmonisan dalam

menjalin hubungan. Selain itu, mereka juga cenderung untuk bersikap tidak

spontan dalam bereaksi karena hal tersebut dianggap tidak etis. Berdasarkan nilai

yang dimiliki oleh etnik Jawa tersebut maka mereka akan cenderung untuk

mengekspresikan emosi positif yang tidak menimbulkan konflik dan

meminimalisir munculnya emosi yang berpotensi memunculkan konflik, yakni

emosi marah, takut, dan sedih. Menurut cultural display rule, maka etnik Jawa

akan mampu mempersepsikan emosi senang yang ada pada slide stimuli emosi

dengan jelas, namun akan kurang jelas dalam mempersepsikan emosi marah,

takut dan sedih yang ada pada slide stimuli emosi.

Sedangkan, etnik Tionghoa memiliki ajaran untuk mengungkapkan

sesuatu dengan memberikan batasan yang jelas sehingga hal tersebut dapat

dipahami. Ajaran ini mempengaruhi orang Tionghoa untuk mengungkapkan

segala sesuatu secara ‘vulgar’ atau berterus terang. Hal tersebut menyebabkan

orang Tionghoa tidak memiliki batasan dalam mengungkapkan emosi yang

dimiliki. Berdasarkan penjelasan cultural display rule tersebut maka etnik

Tionghoa akan mampu untuk secara jelas mengenali emosi senang, marah,

sedih, dan takut yang ada pada slide stimuli emosi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

E. SKEMA PENELITIAN
Stimuli Emosi
Ekspresi Wajah

Identitas Etnik Identitas Etnik


Jawa Tionghoa

Cultural Display Rule: Cultural Display Rule:


 Menjaga kerukunan yang  Mengungkapkan
ada pada taraf permukaan segala sesuatu secara
dalam menjalin ‘vulgar’ atau berterus
hubungan sosial sehingga terang.
emosi sulit utuk ditebak
serta tidak etis apabila
memberikan reaksi
secara spontan

 Pengalaman bahwa
 Pengalaman bahwa
emosi yang
emosi yang
sesungguhnya
sesungguhnya tidak
dimunculkan secara
dimunculkan dalam
langsung dalam
menjalin relasi
menjalin relasi

 Mampu menangkap
emosi positif yang ada
pada stimuli emosi  Mampu menangkap
secara jelas seluruh jenis emosi yang
ada pada stimuli emosi
 Tidak mampu
ekspresi wajah secara
menangkap emosi sedih,
jelas
takut, dan marah pada
stimuli emosi secara
jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

F. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat perbedaan kejelasan

persepsi pada stimuli emosi ekspresi wajah pada etnik Jawa dan etnik

Tionghoa. Etnik Tionghoa akan lebih mampu menangkap emosi sedih, marah,

dan takut yang ada pada stimuli emosi ekspresi wajah secara jelas

dibandingkan dengan etnik Jawa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah

eksperimental-kuasi. Eksperimental-kuasi merupakan suatu bentuk penelitian

yang digunakan untuk meneliti hubungan sebab-akibat, bersifat prospektif atau

mampu menciptakan sesuatu yang terjadi di masa mendatang, namun dapat

tidak melibatkan adanya kontrol, manipulasi, dan randomisasi (Senianti,

Yulianto, & Setiadi, 2015; Baker, 1999). Jenis penelitian ini dirasa tepat karena

variansi dalam penelitian ini ialah etnik yang dibawa oleh subjek penelitian.

Adapun jenis eksperimen yang dipilih ialah desain between-subject. Desain

between subject merupakan desain penelitian eksperimen dimana terdapat dua

kelompok atau lebih (Keppel & Wickens, 2003 dalam Creswell, 2016;

Rosenthal & Rosnow, 1991 dalam Creswell, 2016).

B. VARIABEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ialah satu variabel

independen dan satu variabel dependen.

1. Variabel Dependen: Kejelasan Persepsi pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa

2. Variabel Independen: Ekspresi wajah

48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kejelasan Persepsi Pada Etnik Jawa dan Etnik Tionghoa

Persepsi merupakan proses pemberian arti atau makna terhadap

sensasi yang diterima oleh indera yang melibatkan alam bawah sadar

dengan melibatkan proses kognitif, yakni mengenali sensasi tersebut sesuai

dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Dalam penelitian ini,

persepsi diukur dengan melihat jawaban subjek terkait kejelasan emosi yang

mereka lihat pada slide stimuli emosi. Prawitasari (2006) menyatakan

bahwa penelitian perilaku yang menggunakan laporan diri ataupun laporan

orang lain, bukan dengan menggunakan frekuensi dan durasi perilaku

teramati, merupakan penelitian persepsi. Laporan diri dalam penelitian ini

berupa skala yang bergerak dari angka 1 hingga angka 4, semakin tinggi

skor yang diberikan maka semakin jelas pula emosi yang terlihat pada slide

stimuli emosi. Dalam penelitian ini, nilai kejelasan persepsi emosi akan

diukur apabila subjek mampu untuk memberikan jawaban sesuai dengan

jenis emosi yang ingin diungkap oleh model dalam slide stimuli emosi.

Sedangkan, apabila subjek memberikan jawaban jenis emosi yang berbeda

dengan jenis emosi yang ingin diungkapkan oleh model dalam slide stimuli

emosi, maka nilai kejelasan yang dimiliki subjek pada item tersebut adalah

0.

2. Ekspresi Wajah

Ekspresi wajah merupakan sebuah tampilan wajah yang

mencerminkan emosi seseorang bersifat universal yang merupakan hasil


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

dari adanya aktivitas wajah serta pemaknaan yang dimiliki oleh perceiver

terhadap ekspresi wajah yang ada. Dalam penelitian ini, ekspresi wajah yang

diteliti ialah ekspresi wajah yang mengandung emosi senang, sedih, marah,

dan takut. Ekspresi wajah akan disajikan dalam bentuk slide stimuli emosi.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah etnik Tionghoa dan etnik Jawa.

Etnik yang dijadikan sampel dalam penelitian ini ialah Etnik Jawa dan

Tionghoa yang berada di Yogyakarta. Menurut data yang dilansir oleh

thecolourofindonesia.com tahun 2015, jumlah penduduk Jawa yang di

Yogyakarta berjumlah 3.020.157. Sedangkan, jumlah penduduk etnik

Tionghoa di Yogyakarta ialah 9.942. Adapun subjek penelitian yang sudah

berada dalam usia dewasa awal yakni 19-30 (Feist & Feist, 2014).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan

sempel non-acak atau convenience. Pemilihan secara non-acak tersebut

dilakukan karena peneliti menggunakan sukarelawan yang bersedia sebagai

subjek (Creswell, 2016). Partisipan dalam penelitian ini dipilih melalui hasil

angket identitas etnik yang telah disebar secara online sebelum eksperimen

dilakukan.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak membagi secara rata subjek

berdasarkan jenis kelaminnya. Keputusan ini diambil didasarkan pada hasil

penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari (2006) bahwa jenis kelamin tidak

banyak berpengaruh terhadap pengertian ekspresi wajah. Adapun peneliti


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

memilih subjek yang berasal bukan dari jurusan psikologi maupun bimbingan

konseling. Hal tersebut dilakukan karena hasil penelitian yang dilakukan oleh

Prawitasari (2006) menemukan bahwa kalangan professional memiliki

kepekaan yang lebih dalam mengartikan ekspresi wajah.

E. ALAT PENGUMPUL DATA

Dalam penelitian ini, alat yang digunakan ialah angket identitas etnik,

slide stimuli emosi, dan lembar jawab stimuli emosi.

a. Angket Identitas Etnik

Angket identitas etnik merupakan sebuah angket yang menjadi

landasan bagi peneliti untuk mempertimbangkan apakah subjek tersebut

dapat berpartisipasi dalam penelitian ini atau tidak. Pembuatan angket ini

diawali dengan pelaksanaan survei untuk mengetahui kesesuaian aspek-

aspek identitas etnik dengan kondisi lapangan pada etnik Jawa dan etnik

Tionghoa. Pelaksanaan survei tersebut dilaksanakan secara online

dengan jumlah responden sebanyak 120 orang, yang terdiri dari 43,3%

etnik Jawa, 25,8 % etnik Tionghoa dan 30,9% etnik lainnya. Beberapa

poin yang ditanyakan dalam survei ini ialah bahasa etnik, tradisi-tradisi

etnik, organisasi-organisasi etnik, acara sosial etnik, pertunjukkan etnik,

warisan dan nilai etnik, kewajiban-kewajiban etnik, gambaran diri serta

ciri khas yang mencerminkan etnik.

Selanjutnya, hasil survei tersebut dipaparkan dalam angket

identitas etnik sebagai contoh-contoh konkrit untuk masing-masing


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

etnik. Adapun angket Identitas Etnik ini menggunakan skala pilihan.

Skala pilihan merupakan suatu jenis skala dimana subjek diminta untuk

memberikan jawaban secara langsung terhadap pertanyaan yang ada

dengan cara memilih salah satu dari beberapa pilihan jawaban yang ada

(Supratiknya, 2014). Pertanyaan yang disediakan pada angket ini adalah

identitas etnik yang dimiliki oleh subjek, kedua orang tua subjek,

pengetahuan, afeksi, moral serta keterlibatan subjek dengan etniknya

dalam kehidupannya.

b. Slide Stimuli Emosi

Stimuli emosi yang diberikan berupa slide foto ekspresi wajah

yang telah dibuat oleh Prawitasari tahun 1991. Slide foto tersebut

berisikan foto ekspresi wajah orang Indonesia yang berasal dari beberapa

wilayah yang berbeda di Indonesia berwarna hitam putih yang berjumlah

24 foto. Pembuatan alat stimuli emosi yang berisikan foto ekspresi wajah

didasarkan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Ekman

mengenai ekspresi wajah dan budaya. Slide foto stimuli emosi akan

disajikan secara random sesuai dengan pedoman dalam menggunakan

alat tersebut. Masing-masing slide foto akan ditayangkan dengan waktu

setengah menit yang akan dihitung dengan menggunakan stopwatch.

Alat stimuli emosi dipilih oleh peneliti sebagai instrumen penelitian

karena alat ini sesuai dengan tujuan yang ada dalam penelitian ini. Selain

itu, alat stimuli emosi ini juga memiliki reliabilitas yang baik bergerak

dari 0,702 hingga 0,885. Adapun alat stimulasi ini sudah divalidasi oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

beberapa dosen senior dan junior Universitas Gadjah Mada serta oleh

Paul Ekman.

c. Lembar Jawab Stimuli Emosi

Lembar jawab stimuli emosi merupakan satu rangkaian dengan

stimuli emosi yang dibuat oleh Johana E. Prawitasari tahun 1990.

Masing-masing partisipan akan diberikan sebuah lembar jawab stimuli

emosi. Pada lembar jawab tersebut, terdiri dari empat pilihan emosi

yakni emosi senang, sedih, marah, takut dan satu kotak kosong apabila

partisipan menemukan adanya emosi yang berbeda dari empat pilihan

emosi yang disediakan. Setelah partisipan memilih satu jenis emosi

yang muncul dari gambar tersebut, partisipan diminta kembali untuk

menilai kejelasan emosi yang ada pada slide stimuli emosi. Kejelasan

tersebut bergerak dari angka 1 hingga 4. Semakin tinggi nilai yang

diberikan pada lembar jawab stimuli emosi maka semakin jelas emosi

yang terlihat pada slide stimuli emosi.

F. PROSEDUR EKSPERIMEN

Langkah-langkah dalam melakukan eksperimen adalah sebagai berikut:

1. Peneliti akan menyebarkan angket online mengenai identitas etnik kepada

calon subjek eksperimen untuk mendapatkan subjek yang sesuai dengan

karakteristik eksperimen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

2. Subjek yang berdasarkan hasil angket sesuai dengan karakteristik

eksperimen akan dihubungi oleh peneliti untuk mengikuti eksperimen

pada waktu dan tempat yang ditentukan.

3. Sebelum pelaksanaan eksperimen, peneliti melakukan pilot study kepada

6 subjek yang terdiri dari 3 subjek etnik Jawa dan 3 subjek etnik Tionghoa

4. Pada pilot study subjek dikumpulkan dalam satu ruangan. Setelah seluruh

subjek berkumpul, peneliti memperkenalkan diri serta memperkenalkan

asisten peneliti. Asisten peneliti menjelaskan instruksi yang ada pada

lembar jawab / slide serta memberikan dua contoh cara pengerjaan yang

ada pada slide. Setelah seluruh peserta memahami cara pengerjaan, asisten

peneliti menayangkan slide dengan masing-masing slide selama 30 detik.

Setelah selesai asisten peneliti menanyakan apakah seluruh subjek sudah

selesai mengerjakan atau belum, jika sudah maka asisten peneliti akan

lanjut menayangkan slide berikutnya. Setelah seluruh slide selesai

ditayangkan, asisten peneliti memanggil peneliti ke dalam ruangan. Subjek

diminta untuk memberikan evaluasi terkait proses eksperimen. Setelah

mendapatkan evaluasi dari sebjek, peneliti menjelaskan mengenai

penelitian yang sebenarnya. Peneliti meminta subjek untuk memberikan

evaluasi kembali setelah mengetahui proses eksperimen.

5. Pada hari pelaksanaan penelitian, subjek diminta untuk berkumpul di suatu

ruangan dan proses eksperimen akan dilaksanakan secara bersama-sama.

6. Setelah semua subjek berkumpul, peneliti memperkenalkan diri dan

memperkenalkan asisten penelitian yang akan memberikan instruksi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

7. Satu orang asisten peneliti membagikan lembar informed consent untuk

diisi oleh subjek.

8. Subjek yang telah menyetujui untuk mengikuti eksperimen maka akan

dibagikan satu ballpoint dan lembar jawab stimuli emosi.

9. Subjek dipersilahkan untuk menuliskan identitas secara lengkap pada

lembar jawab.

10. Asisten peneliti membacakan mengenai cara pengerjaan yang ada di

lembar jawab atau slide stimuli emosi.

11. Asisten peneliti menerangkan cara pengerjaan contoh 1 dan 2 yang ada

pada slide stimuli emosi untuk memperjelas cara pengerjaan.

12. Setelah seluruh subjek memahami cara pengerjaan (di lihat dari

pemahaman subjek saat menjawab contoh soal), maka slide stimuli emosi

akan mulai ditayangkan.

13. Masing-masing slide stimuli emosi akan ditayangkan salama 30 detik

dengan dihitung menggunakan stopwatch.

14. Apabila peserta telah selesai mengerjakan satu item, maka asisten peneliti

akan membuka slide stimuli emosi selanjutnya.

15. Selama eksperimen berlangsung, peneliti akan menunggu di luar ruangan

eksperimen.

16. Apabila terdapat pertanyaan dari subjek yang tidak dapat dijawab oleh

asisten peneliti maka asisten penelitian dapat menghubungi peneliti.

17. Setelah eksperimen selesai maka asisten peneliti akan memberitahu

peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

18. Peneliti masuk ke dalam ruangan dan mengucapkan terima kasih serta

menjelaskan mengenai penelitian kepada subjek.

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Validitas Internal

Validitas internal merupakan validitas dalam menjaga hubungan

sebab-akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung dalam

eksperimen (Senianti, Yulianto, & Setiadi, 2015). Validitas internal akan

dilakukan dengan cara melalui kontrol dalam pelaksanaan eksperimen.

Adapun beberapa kontrol yang dilakukan dalam penelitian ini, yakni:

a. Maturation

Dalam penelitian ini, kontrol maturation dilakukan dengan cara

menggunakan partisipan penelitian yang berusia 19-30 tahun

b. Experimental Mortality

Dalam penelitian ini, kontrol experimental mortality dilakukan dengan

cara menambah 4 orang subjek untuk berjaga apabila terdapat partisipan

yang tidak datang pada hari pelaksanaan eksperimen.

c. Instrumentation Effect

Kontrol terhadap instrumentation effect dilakukan dengan cara meminta

asisten peneliti untuk hanya membacakan instruksi yang telah dibakukan

sebagai perintah yang ada baik dalam buku soal maupun lembar jawab

yang disediakan. Selain itu, untuk mengurangi kesalahan pengerjaan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

yang dilakukan oleh partisipan diberikan dua contoh stimuli emosi

sebelum tes yangs sesungguhnya dilaksanakan.

d. Experimenter Effect

Dalam pelaksanaannya, proses eksperimen akan dilaksanakan oleh satu

orang asisten peneliti yang telah diberikan prosedur untuk menjalankan

eksperimen. Asisten peneliti tesebut merupakan orang yang tidak

memiliki identitas etnik yang diujikan serta tidak mengetahui jawaban

yang benar dari stimulasi emosi yang diberikan. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindari adanya experimenter bias.

e. Participant Sophistication

Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari dan

Martani (1993) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam

mempersepsikan emosi pada kalangan professional dan non-

profesional maka dalam penelitian ini, subjek yang dipilih bukanlah

subjek yang berasal dari jurusan psikologi maupun bimbingan

konseling. Menurut peneliti, mereka dianggap lebih peka terhadap

emosi dibandingkan dengan masyarakat luas.

2. Validitas Eksternal

Validitas eksternal merupakan validitas yang berkaitan dengan

seberapa mampu hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada subjek,

situasi, dan waktu yang berbeda (Senianti, Yulianto, & Setiadi, 2015).

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengontrol validitas

populasi dan validitas ekologis.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Validitas populasi merupakan sejauhmana sampel yang digunakan

dalam penelitian mampu mewakili populasi yang diteliti (Senianti,

Yulianto, & Setiadi, 2015). Validitas populasi dalam penelitian ini

dilakukan dengan membagikan angket kepada subjek sebelum penelitian

dilaksanakan. Hal ini bertujuan untuk mencari subjek yang sesuai dengan

karakteristik yang sama dengan populasi untuk menghindari adanya bias

seleksi. Bias seleksi yakni kesalahan dalam mengambil sampel yang tidak

sesuai dengan karakteristik subjek penelitian (Senianti, Yulianto, &

Setiadi, 2015).

Validitas ekologis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

meminimalisir adanya Hawthorne Effect dan Experimenter effect.

Hawthorne Effect merupakan efek yang ditimbulkan karena subjek

menyadari bahwa dirinya sedang dalam penelitian sehingga

mempengaruhi respon yang diberikan oleh subjek (Senianti, Yulianto, &

Setiadi, 2015). Dalam penelitian ini, Howthorne Effect diminimalisir

dengan cara meniadakan identitas nama atau inisial subjek pada lembar

jawab tes, sehingga subjek lebih bebas dalam memberikan respon selama

proses penelitian. Subjek baru diminta untuk menuliskan nomor pada

lembar jawab sesuai dengan nomor pada lembar presensi setelah penelitian

selesai dilakukan. Selain Howthorne Effect, dalam penelitian ini peneliti

juga meminimalisir adanya experimenter effect. Experimenter effect

merupakan efek yang ditimbulkan karena adanya interaksi dengan atribut

ataupun harapan dari experimenter. Hal ini diminimalisir dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

menggunakan asisten peneliti yang bukan merupakan etnik Tionghoa

maupun etnik Jawa serta belum mengetahui tujuan dalam penelitian ini.

3. Validitas Alat Eksperimen

Menurut Supratiknya (2014), validitas merupakan taraf sejauh mana

bukti empiris maupun bukti-bukti teoritis mendukung untuk membenarkan

dalam menafsirkan skor yang diberikan alat ukur dalam mengukur atribut

psikologis yang menjadi objek pengukuran. Foto-foto ekspresi wajah yang

ada pada stimuli emosi yang digunakan mengandung emosi marah, sedih,

senang, dan takut. Prawitasari menuliskan bahwa awalnya ia membuat 37

foto ekspresi wajah, namun hanya 24 foto yang valid untuk

mengungkapkan emosi-emosi tersebut (Prawitasari 1993, 1995). Pada

diskusi yang dilakukan secara langsung dengan Prawitasari pada tanggal

30 Maret 2018, beliau mengungkapkan bahwa alat stimuli emosi yang

dibuatnya sudah pernah diperlihatkan kepada Ekman sebagai

pertimbangan dalam validitas alat.

4. Reliabilitas Alat Eksperimen

Reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran apabila

pengukuran tersebut diberikan lebih dari satu kali dengan prosedur yang

benar terhadap suatu populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014). Alat

yang digunakan dalam penelitian ini memiliki koefisien reliabilitas alat

bergerak antara 0,702 hingga 0,885 (Prawitasari, 1995).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

H. METODE ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang

digunakan dalam penelitian terdistribusi secara normal atau tidak

(Santoso, 2015). Uji normalitas akan dilakukan dengan menggunakan

program SPSS versi 22 dengan alat uji saphiro-wilk. Pada uji

normalitas, data dapat dikatakan terdistribusi secara normal apabila

memiliki nilai signifikansi >0,05 (Santoso, 2015). Sedangkan, apabila

data yang didapatkan memiliki nilai signifikansi <0,05 (Santoso, 2015)

maka data yang didapatkan tidak terdistribusi secara normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

didapatkan oleh peneliti bersifat homogen atau tidak (Santoso, 2015).

Uji homogenitas akan dilakukan dengan menggunakan uji levene’s test.

Apabila nilai signifikansi pada levene’s test <0,05 maka data-data yang

didapatkan berasal dari populasi dengan varians yang berbeda (Santoso,

2015). Namun, apabila nilai signifikansi pada levene’s test >0,05, maka

data yang ada dapat diasumsikan berasal dari varians populasi yang

sama (Santoso, 2015). Uji homogenitas akan dilakukan dengan

menggunakan program SPSS versi 22.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

2. Uji Hipotesis

Adapun uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik

komparatif parametrik dengan menggunakan Independent sample t-test.

Uji statistik ini digunakan untuk melihat perbandingan dua kelompok

sampel yang independen (Suparno, 2016).

3. Analisis Deskriptif

Peneliti juga akan melakukan analisis deskriptif dengan melihat distribusi

frekuensi. Distibusi frekuensi dilakukan sebagai salah satu bentuk

penyajian data, sehingga data yang didapatkan menjadi lebih mudah

dimengerti (Suparno, 2016).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN PENELITIAN

1. Penyebaran angket identitas etnik

Penyebaran angket identitas etnik dilakukan pada Kamis, 17 Mei

2018 hingga Rabu, 23 Mei 2018. Penyebaran angket identitas etnik

dilakukan secara online dengan menggunakan googleform. Penyebaran

angket identitas etnik dilakukan dengan tujuan untuk mencari subjek-subjek

yang memenuhi kriteria untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Adapun kriteria yang diharapkan adalah subjek masih memiliki aspek-aspek

identitas etnik yang terlihat dari banyaknya jawaban “ya” pada respon di

angket.

Peneliti berhasil mengumpulkan 296 respon yang terdiri dari

34,80% atau 103 orang etnik Tionghoa, 42,23% atau 125 orang etnik Jawa,

dan 22,97%atau 68 orang etnik lainnya. Berdasarkan data tersebut peneliti

menghubungi seluruh responden yang masuk dalam kriteria penelitian.

Peneliti berhasil mendapatkan sejumlah 25 orang untuk masing-masing

kelompok yang bersedia hadir mengikuti kegiatan eksperimen. Adapun 3

orang dari masing-masing kelompok digunakan sebagai subjek untuk pilot

study.

62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

2. Pilot study

Pilot study dilakukan pada hari Minggu, 19 Mei 2018 di Ruang Tes

P2TKP pada pukul 16.00 WIB hingga 17.00 WIB. Kegiatan pilot study

dilakukan untuk menguji prosedur penelitian, manipulasi variabel bebas dan

pengukuran variabel terikat sehingga mampu penelitian dapat berjalan

dengan baik serta mampu meminimalisir kesalahan yang terjadi pada hari

penelitian (Senianti, Yulianto, & Setiadi, 2015). Subjek dalam pilot study

berjumlah 3 orang etnik Jawa dan 3 orang etnik Tionghoa dimana 2 dari 3

orang tersebut sesuai dengan kriteria subjek penelitian.

Tabel 1
Deskripsi Subjek Pilot Study
Subjek Usia Jenis Pendidikan Kota Asal
Kelamin
T1 23 Laki-laki S1 Pend. Bahasa Inggris Purworejo
T2 19 Perempuan S1 Sastra Inggris Pekalongan
T3 22 Laki-laki S1 Teknik Mesin Purwokerto
J1 21 Perempuan S1 Sosiatri Pekalongan
J2 21 Laki-laki D3 Pariwisata Yogyakarta
J3 20 Perempuan S1 Manajemen Yogyakarta

Dalam pelaksanaan pilot study, peneliti dibantu oleh seorang asisten

peneliti yang juga akan menjadi administrator pada hari penelitian. Seluruh

ruangan dikondisikan sesuai dengan rancangan untuk pelaksanaan

eksperimen. Adapun beberapa hal yang mendapatkan perhatian lebih dalam

pilot study ini, yakni memastikan jarak proyektor dengan dinding saat

penyajian stimuli, pengaturan tempat duduk, jumlah subjek per penyajian,

pencahayaan ruangan, serta durasi penyajian stimuli.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Pada hari pelaksanaan pilot study, subjek diminta untuk duduk

menyebar. Setelah seluruh subjek memasuki ruangan, peneliti

memperkenalkan diri serta asisten peneliti kepada subjek. Selanjutnya,

peneliti meninggalkan ruangan dan mengamati dari luar ruangan. Setelah

seluruh stimuli disajikan, asisten peneliti memanggil peneliti untuk masuk

ruangan. Setelah itu, peneliti meminta evaluasi dari subjek yang mengikuti

pilot study.

Berdasarkan hasil pilot study, subjek mengatakan bahwa stimuli

dapat terlihat jelas oleh partisipan yang duduk di belakang dan pencahayaan

ruangan sudah cukup. Subjek juga mengaku bahwa durasi penyajian stimuli

juga sudah tepat, tidak terlalu lama ataupun terlalu cepat. Kondisi ruang

eksperimen juga mendukung kegiatan. Selain itu, subjek mengatakan bahwa

asisten peneliti sudah mampu memberikan instruksi mengenai cara

pengerjaan tes dengan jelas.

Kendati demikian, subjek mengatakan bahwa akan lebih baik jika

diberikan informasi terlebih dahulu mengenai durasi waktu kegiatan

sebelum eksperimen dimulai karena waktu terasa sangat cepat. Subjek juga

mengusulkan untuk menyatukan kotak untuk 1 nomor pada lembar jawab

karena cukup membingungkan serta mengubah huruf slaid yang ada pada

lembar jawab menjadi slide.

Adapun beberapa evaluasi yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan

pilot study. Peneliti menemukan bahwa sebagian besar subjek yang bukan

berasal dari Universitas Sanata Dharma Paingan sulit untuk menemukan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

ruang tes P2TKP. Berdasarkan evaluasi ini, maka peneliti membuat sebuah

denah lokasi ruang tes P2TKP yang dikirimkan kepada subjek satu hari

sebelum pelaksanaan eksperimen. Evaluasi lainnya ialah kurangnya

identitas nama atau etnik subjek dalam lembar jawab sehingga menyulitkan

peneliti untuk mengetahui etnik pemilik lembar jawab. Berdasarkan

evaluasi ini maka peneliti menambahkan etnik pada kolom identitas serta

meminta subjek untuk menuliskan nomor sesuai dengan presensi setelah

penelitian selesai.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian berlangsung pada hari Kamis, 24 Mei 2018 WIB dan Jumat,

25 Mei 2018 pukul 17.00 WIB bertempat di ruang tes P2TKP, Universitas

Sanata Dharma. Pada hari Kamis, 24 Mei 2018 penelitian berjalan dengan

lancar. Kendati demikian, terdapat 1 orang subjek etnik Tionghoa yang

mengundurkan diri untuk mengikuti eksperimen pada hari pelaksanaan, 1 orang

subjek etnik Tionghoa yang tidak datang, serta 1 etnik Jawa yang pada hari

pelaksanaan berhalangan sehingga memilih untuk mengikuti di hari Jumat, 25

Mei 2018. Pada hari kedua eksperimen, Jumat, 25 Mei 2018. Penelitian kurang

berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan hujan deras yang terjadi merata di

daerah Yogyakarta. Hal ini menyebabkan 12 subjek eksperimen baru datang

setelah pukul 17.20 WIB menunggu hujan reda. Seniati, Yulianto, dan Setiadi

(2015) menjelaskan bahwa apabila kondisi pelaksanaan penelitian tidak sesuai

dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka peneliti perlu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

untuk menjaga supaya tidak menyimpang jauh. Hal ini menyebabkan kegiatan

eksperimen pada hari itu dilaksanakan 2 sesi. Pada hari kedua ini terdapat 3

orang yang tidak hadir, yakni 2 orang etnik Tionghoa serta 1 orang etnik Jawa.

C. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan 40 orang subjek. Subjek

tersebut terdiri dari 22 orang etnik Jawa dan 18 orang etnik Tionghoa. Sebagian

besar subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini ialah mahasiswa dari

berbagai jurusan yang berkuliah di Yogyakarta. Subjek-subjek tersebut berasal

dari beberapa universitas di Yogyakarta, yakni Universitas Gadjah Mada,

Universitas Atmajaya Yogyakarta, dan Universitas Sanata Dharma.

Subjek etnik Jawa yang berpartisipasi dalam penelitian ini terdiri dari 13

perempuan dan 9 laki-laki. Rentang usia subjek etnik Jawa ialah 19 hingga 28

tahun. Terdapat 1 subjek berusia 19 tahun, 3 subjek yang berusia 20 tahun, 6

subjek berusia 21 tahun, 8 subjek yang berusia 22 tahun, 1 subjek berusia 23

tahun, 1 subjek berusia 24 tahun, 1 subjek berusia 25 tahun, dan 1 subjek berusia

28 tahun. Adapun 20 orang subjek etnik Jawa berasal dari pulau Jawa.

Sedangkan, 2 subjek lainnya berasal dari pulau sumatra, yakni lampung.

Tabel 2
Deskripsi Subjek Penelitian Etnik Jawa
Nomor Usia Jenis Pendidikan Kota Asal
Subjek Kelamin
1 19 Perempuan S1 Pend. Matematika Bantul
2 22 Laki-laki S1 Sastra Indonesia Yogyakarta
8 23 Laki-laki S1 Teknik Mesin Purworejo
9 20 Laki-laki S1 Teknik Mesin Jakarta
10 22 Perempuan S1 Pend. Matematika Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

11 22 Laki-laki S1 Teknik Sipil Karanganyar


12 22 Laki-laki S1 Teknik Arsitektur Yogyakarta
17 24 Perempuan S1 Politik dan Pemerintahan Yogyakarta
18 25 Perempuan S1 Manajemen Yogyakarta
19 21 Laki-laki S1 Sastra Inggris Purworejo
20 20 Perempuan S1 Farmasi Wonosobo
23 22 Perempuan S1 Teknik Informatika Yogyakarta
25 20 Laki-laki S1 Manajemen Magelang
26 21 Laki-laki S1 Pend. Bahasa Inggris Bantul
27 21 Perempuan S1 Pend. Bahasa Inggris Klaten
29 22 Perempuan S1 Ilmu Komunikasi Pekalongan
34 22 Laki-laki S1 Sastra Indonesia Yogyakarta
35 21 Perempuan S1 Pend. Bahasa Inggris Ambarawa
36 21 Perempuan S1 Sosiologi Jakarta
37 21 Perempuan S1 Sastra Inggris Yogyakarta
38 28 Perempuan S1 Farmasi Lampung
39 22 Perempuan S1 Akuntansi Lampung

Pada etnik Tionghoa terdapat 18 orang subjek yang bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini terdiri dari 9 perempuan dan 9 laki-laki.

Subjek etnik Tionghoa memiliki rentang usia antara 19 tahun hingga 23 tahun.

Gambaran usia subjek tersebut yakni 2 subjek berusia 19 tahun, 4 subjek yang

berusia 20 tahun, 7 subjek berusia 21 tahun, 4 subjek yang berusia 22 tahun, dan

1 subjek berusia 23 tahun. Sebagian besar subjek etnik Tionghoa berasal dari

berbagai kota yang ada di Pulau Jawa. Hanya terdapat 3 orang subjek yang

berasal dari luar pulau Jawa, yakni Riau, Palembang, dan Medan.

Tabel 3
Deskripsi Subjek Penelitian Etnik Tionghoa
Nomor Usia Jenis Pendidikan Kota Asal
Subjek Kelamin
3 21 Perempuan S1 Farmasi Tegal
4 23 Perempuan D3 Bahasa Mandarin Yogyakarta
5 21 Laki-laki S1 Teknik Arsitektur Tasikmalaya
6 20 Perempuan S1 Arsitektur Mojokerto
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

7 21 Perempuan S1 Arsitektur Palembang


13 20 Perempuan S1 Teknik Industri Tegal
14 22 Laki-laki S1 Akuntansi Wonogiri
15 22 Laki-laki S1 Manajemen Solo
16 21 Perempuan S1 Sastra Inggris Tangerang
21 20 Perempuan S1 Farmasi Riau
22 20 Perempuan S1 Farmasi Bandung
24 19 Laki-laki S1 Farmasi Medan
28 22 Laki-laki S1 Manajemen Pekalongan
30 22 Laki-laki S1 Farmasi Solo
31 21 Perempuan S1 Farmasi Pati
32 21 Laki-laki S1 Teknologi Pangan Jakarta
33 21 Laki-laki S1 Manajemen Solo
40 19 Laki-laki S1 Ilmu Komputer Jakarta

D. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan antara mean teoritik dengan

mean empiris. Hal ini untuk melihat gambaran data penelitian yang didapatkan.

Mean teoritik didapatkan dari hasil perhitungan manual dengan rumus sebagai

berikut:

(𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚)𝑥 (𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙) + (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑡𝑒𝑚)𝑥 (𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟)


𝑀𝑇 =
2

Berbeda dengan mean teoritik, mean empiris merupakan rerata skor dari

respon yang diberikan oleh subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan one sample t-test menggunakan bantuan SPSS versi 22 untuk

menguji perbedaan antara mean teoritik dan mean empiris.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Tabel 4
Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah, dan Takut pada seluruh
subjek

Tabel 5
Perbandingan Mean Empirik dengan Mean Teoritis Emosi Senang, Sedih,
Marah, dan Takut pada seluruh subjek

Pada tabel data empirik emosi senang, sedih, marah, dan takut pada seluruh

subjek (tabel 4) dapat diketahui bahwa emosi senang memiliki mean empirik

sebesar 19,075. Emosi marah memiliki mean empirik sebesar 14,75. Emosi sedih

memiliki mean empirik sebesar 11,65 dan emosi takut memiliki mean empirik

sebesar 5,95. Setelah dilakukan uji beda mean dengan menggunakan one sample

test (tabel 5), ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean

teoritik dengan mean empirik pada emosi senang (t = 11,458; p = 0,000), marah

(t=3,321; p=0,002), dan takut (t = -9,316; p = 0,000). Hal tersebut menunjukkan

bahwa subjek dalam penelitian ini mempersepsikan emosi senang dan marah

dengan kejelasan yang tinggi. Sebaliknya, pada emosi takut subjek

mempersepsikannya dengan kejelasan yang rendah. Berbeda dari ketiga emosi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

sebelumnya, hasil one sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara mean empirik dan mean teoritik pada emosi

sedih (t = -0,600; p=0,552). Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian

ini mempersepsikan kejelasan emosi sedih sesuai dengan rata-rata skor yang ada.

Tabel 6
Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah, dan Takut pada etnik Jawa

Tabel 7
Perbandingan Mean Empirik dengan Mean Teoritis Emosi Senang, Sedih,
Marah, dan Takut pada etnik Jawa

Pada penelitian ini, peneliti juga membandingkan mean teoritik dan mean

empirik pada masing-masing kelompok etnik. Pada tabel data empirik emosi

senang, sedih, marah, dan takut etnik Jawa (tabel 6) dapat diketahui bahwa emosi

senang memiliki mean empirik sebesar 18,4545; emosi sedih sebesar 11,5000;

emosi takut sebesar 5,8636; dan emosi marah sebesar 14,2273. Selanjutnya,

peneliti melakukan uji beda mean empirik dan teoritik pada etnik Jawa dengan

menggunakan one sample test (tabel 7), ditemukan bahwa terdapat perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

yang signifikan antara mean teoritik dengan mean empirik pada emosi senang (t

= 7,277; p = 0,000) , marah (t = 1,988; p = 0,060), dan takut (t = -6,965; p =

0,000). Hal ini menunjukkan bahwa subjek etnik Jawa dalam penelitian ini

mempersepsikan emosi senang dan marah dengan kejelasan yang tinggi.

Sedangkan, pada emosi takut subjek etnik Jawa mempersepsikannya dengan

kejelasan yang rendah. Kemudian, pada emosi sedih tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara mean empirik dan mean teoritik pada emosi sedih (t = -

0,657; p = 0,518).

Tabel 8
Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah, dan Takut pada etnik
Tionghoa

Tabel 9
Perbandingan Mean Empirik dengan Mean Teoritis Emosi Senang, Sedih,
Marah, dan Takut pada etnik Tionghoa

Pada tabel Data Empirik Emosi Senang, Sedih, Marah, dan Takut pada etnik

Tionghoa (tabel 8) dapat diketahui bahwa mean empirik pada emosi sedih

sebesar 11,8333; emosi senang sebesar 19,8333; emosi marah sebesar 15,3889;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

dan emosi takut sebesar 6,0556. Berdasarkan mean empirik dan mean teoritik

yang ada pada etnik Tionghoa, peneliti melakukan uji beda mean dengan

menggunakan one sample test (tabel 9), ditemukan bahwa pada subjek etnik

Tionghoa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dengan mean

empirik pada emosi marah (t = 2,716; p = 0,015), senang (t = 9,400; p = 0,000),

dan takut (t = -6,014; p = 0,000). Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek etnik

Tionghoa mempersepsikan emosi senang dan emosi marah dengan kejelasan

yang tinggi. Sebaliknya, etnik Tionghoa mempersepsikan emosi takut dengan

kejelasan yang rendah. Selain itu, pada etnik Tionghoa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara mean empirik dan mean teoritik pada emosi sedih (t = -

0,180; p = 0,859).

E. HASIL PENELITIAN

Sebelum uji hipotesis dilakukan, terdapat dua asumsi dasar yang perlu

diujikan yakni uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data yang didapatkan

terdistribusi secara normal atau tidak (Santoso, 2015). Pengambilan

keputusan dalam uji normalitas dilihat berdasarkan nilai signifikansi. Apabila

nilai sig. < 0,05 maka data yang didapatkan tidak terdistribusi secara normal.

Sedangkan, apabila nilai sig > 0,05 maka data yang didapatkan terdistribusi

secara normal (Santoso, 2015).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Tabel 10
Uji Normalitas

Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan shapiro-wilk, ditemukan

bahwa data-data hasil penelitian pada emosi senang (Sig. etnik Tionghoa = 0,070;

Sig. etnik Jawa = 0,233), emosi marah (Sig. etnik Tionghoa = 0,539; Sig. etnik Jawa =

0,816), emosi sedih (Sig. etnik Tionghoa = 0,198; Sig. etnik Jawa = 0,879) dan emosi

Takut (Sig. etnik Tionghoa = 0,524; Sig. etnik Jawa = 0,102) terdistribusi secara

normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah data yang didapatkan

memiliki varians yang sama antara kedua sampel penelitian (Santoso, 2015).

Pada uji homogenitas, apabila nilai sig. <0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

data yang didapatkan dalam penelitian merupakan populasi-populasi dengan

varians yang tidak sama. Sedangkan, apabila nilai sig > 0,05 maka data-data

yang didapatkan diasumsikan berasal dari populasi-populasi dengan varians

yang sama (Santoso, 2015).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Tabel 11
Uji Homogenitas

Berdasarkan uji homogenitas dengan menggunakan levene’s test,

ditemukan bahwa data pada emosi senang (p = 0,393), emosi marah

(p=0,986), emosi sedih (p = 0,753) dan emosi Takut (p= 0,846) merupakan

data-data yang homogen. Artinya ialah data-data tersebut dapat diasumsikan

berasal dari populasi-populasi dengan varians yang sama.

3. Uji Hipotesis

Perbedaan persepsi ekspresi wajah antara etnik Jawa dan etnik Tionghoa akan

dihitung dengan menguji perbedaan mean kejelasan masing-masing emosi

dengan menggunakan uji independent sample t-test.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Tabel 12
Independent Sample T-test

Uji independent sample t-test untuk menguji signifikansi perbedaan antara

mean masing-masing kelompok etnik. Perbedaan yang signifikan

ditunjukkan apabila nilai p < 0,05 (Santoso, 2015). Berdasarkan hasil uji

tersebut ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

persepsi ekspresi wajah yang memuat emosi senang (t = 1,114; p= 0,272),

emosi marah (t = 0,693; p = 0,492), emosi sedih (t = 0,281; p = 0,780), serta

emosi takut (t = 0,145; p = 0,885) pada etnik Jawa dan etnik Tionghoa. Maka

hipotesis bahwa terdapat perbedaan persepsi ekspresi wajah pada etnik Jawa

dan etnik Tionghoa dalam penelitian ini tidak terbukti.

4. Analisis Deskriptif

Peneliti melakukan analisis deskriptif pada masing-masing item stimuli

emosi. Peneliti ingin mengetahui terkait bagaimana kesesuaian persepsi

jawaban subjek dengan emosi yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh

ekspresi wajah pada masing-masing item.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Tabel 13
Hasil Persepsi Jenis Emosi pada Ekspresi Wajah oleh Seluruh Subjek
No. Emosi pada Jumlah Jumlah Variansi
Slide ekspresi wajah Jawaban Benar Jawaban Salah Jawaban Salah
1 Senang 37 3 Marah (1)
Takut (1)
Lain-lain (1)
2 Sedih 27 13 Lain-lain (7)
Takut (6)
3 Takut 16 24 Lain-lain (12)
Marah (11)
Senang (1)
4 Marah 35 5 Lain-lain (3)
Sedih (1)
Takut (1)
5 Sedih 32 8 Lain-lain (6)
Marah (1)
Takut (1)
6 Takut 7 33 Lain-lain (31)
Marah (1)
Sedih (1)
7 Sedih 30 10 Marah (3)
Takut (3)
Lain-lain (3)
Senang (1)
8 Senang 39 1 Marah (1)
9 Marah 36 4 Takut (2)
Lain-lain (2)
10 Takut 17 23 Lain-lain (12)
Sedih (8)
Marah (2)
Senang (1)
11 Senang 36 4 Lain-lain (2)
Sedih (1)
Takut (1)
12 Sedih 38 2 Takut (1)
Lain-lain (1)
13 Marah 34 6 Takut (3)
Lain-lain (3)
14 Takut 6 34 Lain-lain (20)
Senang (13)
Sedih (1)
15 Sedih 21 19 Takut (10)
Lain-lain (6)
Marah (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Senang (1)
16 Senang 40 - -
17 Takut 20 20 Lain-lain (14)
Sedih (3)
Marah (2)
Senang (1)
18 Marah 27 13 Lain-lain (7)
Takut (4)
Sedih (2)
19 Takut 23 17 Lain-lain (10)
Sedih (5)
Marah (2)
20 Marah 31 9 Senang (5)
Lain-lain (4)
21 Senang 38 2 Sedih (1)
Lain-lain (1)
22 Sedih 22 18 Marah (9)
Lain-lain (8)
Takut (1)
23 Marah 31 9 Lain-lain (4)
Sedih (2)
Takut (2)
Senang (1)
24 Senang 37 3 Takut (2)
Sedih (1)

Berdasarkan jawaban subjek yang dipaparkan dalam tabel 13,

ditemukan bahwa secara keseluruhan, sebagian besar subjek mampu untuk

menangkap emosi senang, sedih, dan marah yang ingin disampaikan melalui

ekspresi wajah dengan baik. Hal tersebut telihat dari kesesuaian jawaban

subjek dengan emosi yang ada pada ekspresi wajah.

Pada emosi senang, dapat terlihat bahwa pada slide stimuli emosi

nomor 16, seluruh subjek mampu untuk menangkap emosi yang hendak

disampaikan pada ekspresi wajah. Kemudian, pada slide stimuli emosi nomor

8, hanya terdapat seorang subjek yang salah mempersepsikan emosi senang

tersebut menjadi emosi marah. Pada slide nomor 21, terdapat 2 subjek yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

salah mempersepsikan emosi tersebut menjadi emosi sedih dan lain-lain.

Selanjutnya, pada slide nomor 1 dan 24 terdapat 3 orang subjek yang salah

mempersepsikan emosi tersebut. Tiga subjek tersebut mengartikan ekspresi

wajah menjadi emosi takut, sedih, marah, serta lain-lain. Adapun pada slide

stimuli emosi nomor 11, terdapat 4 subjek yang salah mengartikan emosi

yang hendak diungkap oleh ekspresi wajah. Dari keempat subjek tersebut,

seorang subjek mengartikannya sebagai ungkapan emosi sedih, seorang

lainnya mengartikan sebagai ungkapan emosi marah, dan 2 orang lainnya

mengartikan emosi tersebut sebagai lainnya, bukan emosi sedih, takut,

ataupun marah.

Selain emosi senang, subjek juga mampu menangkap ungkapan emosi

marah yang ada pada ekspresi wajah. Hal tersebut ditunjukkan dengan

jawaban subjek pada slide stimuli emosi nomor 4, 9, 13, 18, 20, dan 23. Dari

keenam slide tersebut, subjek yang paling banyak salah megartikan emosi

marah pada ekspresi wajah berada pada slide nomor 18. Sebanyak 13 orang

subjek salah mengartikan emosi tersebut sebagai emosi takut, sedih, dan lain-

lain. Selanjutnya, pada slide nomor 20 dan 23 terdapat 9 orang subjek

mengartikannya dengan kurang tepat, yakni sebagai emosi senang, sedih,

takut, dan lain-lain. Sedangkan, pada slide nomor 9 merupakan slide dengan

jumlah subjek yang paling sedikit dalam mengartikan emosi marah, yakni

sebanyak 4 orang subjek.

Sejalan dengan emosi senang dan marah, sebagian besar subjek juga

mampu untuk menangkap emosi sedih yang diungkap melalui ekspresi wajah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Hal ini terlihat dari jumlah subjek yang menjawab jenis emosi dengan tepat

pada slide stimuli emosi nomor 2, 5, 7, 12, 15, dan 22 lebih dari 50%. Pada

slide stimuli emosi nomor 12, terlihat bahwa 38 subjek mampu menangkap

emosi dengan tepat dan hanya terdapat 2 orang subjek yang mengartikan

ekspresi wajah tersebut sebagai ungkapan emosi takut dan lainnya. Selain itu,

pada slide stimuli emosi nomor 5, mayoritas subjek mampu menangkap

adanya emosi sedih pada ekspresi wajah. Dari seluruh subjek yang

berpartisipasi hanya terdapat 8 subjek yang mengartikan emosi sedih pada

ekspresi wajah tersebut menjadi emosi marah, takut, dan lainnya. Meski lebih

dari setengah jumlah subjek yang berpartisipasi mampu menangkap emosi

sedih pada ekspresi wajah, pada slide nomor 15 dan 22, hampir sebagian besar

subjek tidak mampu menangkap emosi sedih yang ada pada ekspresi wajah.

Pada slide nomor 15, sebanyak 10 subjek justru mengartikan ekspresi wajah

tersebut sebagai ungkapan emosi takut. Sedangkan, pada slide nomor 22,

sebanyak 9 subjek mengartikan ekspresi wajah tersebut sebagai ungkapan

emosi marah.

Berbeda dari ketiga emosi sebelumnya, emosi takut menjadi emosi

yang oleh sebagian besar subjek diartikan dengan tidak tepat. Pada slide

stimuli emosi nomor 3, 6, 10 dan 14, terlihat bahwa jumlah subjek yang

mengartikan emosi takut dengan tidak tepat lebih banyak daripada jumlah

subjek yang mampu mengartikan ekspresi wajah tersebut sebagai ungkapan

emosi takut. Kemudian pada slide nomor 17, jumlah subjek yang mampu

mengartikan emosi pada ekspresi wajah secara tepat dan tidak tepat berjumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

sama, yakni 20 subjek. Selanjutnya, hanya pada slide nomor 19 jumlah subjek

yang mampu mengartikan ekpresi wajah sebagai ungkapan emosi takut lebih

banyak dari pada jumlah subjek yang mengartikannya dengan tidak tepat.

Berdasarkan jawab subjek, mayoritas subjek tidak mengartikan emosi takut

menjadi emosi sedih, marah, ataupun senang. Sebagian besar subjek memilih

untuk menjawab emosi tersebut sebagai emosi selain empat pilihan emosi

yang telah disediakan.

Dalam penelitian ini, peneliti juga akan melakukan pemaparan hasil

jawaban subjek dalam mempersepsikan jenis emosi yang ada pada ekspresi

wajah berdasarkan masing-masing kelompok etnik.

Tabel 14
Hasil Persepsi Jenis Emosi pada Ekspresi Wajah oleh Etnik Tionghoa
No. Emosi pada Jumlah Jumlah Variansi
Slide ekspresi Jawaban Jawaban Jawaban
wajah Benar Salah Salah
1 Senang 17 1 Takut (1)
2 Sedih 10 8 Lain-lain (6)
Takut (2)
3 Takut 8 10 Lain-lain (5)
Marah (4)
Senang (1)
4 Marah 15 3 Sedih (1)
Takut (1)
Lain-lain (1)
5 Sedih 16 2 Takut (1)
Lain-lain (1)
6 Takut 2 16 Lain-lain (15)
Sedih (1)
7 Sedih 14 4 Marah (2)
Senang (1)
Lain-lain (1)
8 Senang 17 1 Marah (1)
9 Marah 16 2 Takut (2)
10 Takut 8 10 Lain-lain (5)
Sedih (3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Marah (1)
Senang (1)
11 Senang 16 2 Sedih (1)
Takut (1)
12 Sedih 17 1 Lain-lain (1)
13 Marah 16 2 Takut (2)
14 Takut 4 14 Lain-lain (7)
Senang (6)
Sedih (1)
15 Sedih 9 9 Lain-lain (5)
Takut (3)
Marah (1)
16 Senang 18 0 -
17 Takut 8 10 Lain-lain (7)
Sedih (2)
Marah (1)
18 Marah 10 8 Lain-lain (4)
Takut (3)
Sedih (1)
19 Takut 8 10 Lain-lain (6)
Sedih (3)
Marah (1)
20 Marah 15 3 Lain-lain (2)
Senang (1)
21 Senang 17 1 Sedih (1)
22 Sedih 9 9 Lain-lain (6)
Marah (2)
Takut (1)
23 Marah 16 2 Sedih (1)
Senang (1)
24 Senang 16 2 Takut (2)

Berdasarkan hasil jawaban etnik Tionghoa pada tabel 14, dapat terlihat

bahwa etnik Tionghoa mampu untuk mempersepsikan emosi senang. Hal ini

dapat dilihat pada jumlah subjek yang mampu untuk memberikan jawaban

dengan benar pada slide nomor 1, 8. 11, 16, 21, dan 24. Pada slide nomor 16,

seluruh subjek etnik Tionghoa mampu menangkap adanya emosi senang pada

ekspresi wajah. Kemudian, pada slide nomor 1, 8, dan 21 terdapat seorang subjek

yang salah mengartikan emosi senang tersebut menjadi emosi takut, marah, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

sedih. Selanjutnya, pada slide nomor 11 dan 24, terdapat 2 orang subjek yang

salah mengartikan emosi senang pada ekspresi wajah menjadi emosi takut dan

sedih.

Subjek etnik Tionghoa juga mampu untuk mempersepsikan emosi marah

yang ada pada ekspresi wajah. Pada slide stimuli emosi nomor 9, 13 dan 23,

terdapat 16 orang subjek yang mampu menangkap adanya emosi marah pada

ekspresi wajah dan 2 orang subjek yang tidak mampu menangkap emosi tersebut

pada ekspresi wajah. Dua orang subjek tersebut mempersepsikannya sebagai

emosi takut, marah, dan senang. Kemudian pada slide stimuli emosi nomor 4

dan 20, terdapat 15 subjek yang mampu menangkap emosi marah pada ekspresi

wajah dengan tepat. Sedangkan, 3 subjek lainnya mengartikan emosi marah

tersebut sebagai emosi senang, sedih, takut, dan lain-lain. Ekspresi wajah yang

mengungkapkan emosi marah paling sulit dipersepsikan oleh etnik Tionghoa

pada slide nomor 18. Pada slide ini meskipun lebih banyak subjek yang mampu

mempersepsikan adanya emosi marah pada ekspresi wajah, namun selisih

diantara keduanya hanyalah 2 subjek. Oleh karena itu, pada slide ini dapat

disimpulkan bahwa subjek yang mengartikan emosi marah dengan tidak tepat

juga cukup banyak. Subjek-subjek tersebut mengartikan emosi marah ini sebagai

emosi sedih, takut, marah, dan lain-lain.

Selain, senang dan marah, sebagian besar subjek etnik Tionghoa juga

mampu untuk mempersepsikan emosi sedih pada ekspresi wajah. Pada slide

nomor 12, hampir seluruh subjek etnik Tionghoa mampu untuk mempersepsikan

ekspresi wajah sebagai ungkapan emosi sedih. Pada slide tersebut hanya terdapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

satu orang subjek yang tidak mampu mempersepsikan ekspresi wajah tersebut

dengan tepat, yakni sebagai emosi lain-lain. Kemudian pada slide nomor 5,

terdapat 16 subjek etnik Tionghoa mampu untuk mempersepsikan emosi marah

dan hanya tedapat 2 subjek yang salah mempersespikan emosi pada ekspresi

wajah tersebut. Dua subjek tersebut mengartikan ekspresi wajah sebagai

ungkapan emosi takut dan lain-lain. Selanjutnya pada slide nomor 7, 14 subjek

etnik Tionghoa mampu untuk menangkap dengan benar emosi sedih pada

ekspresi wajah. Pada slide tersebut, empat orang lainnya mengartikannya

sebagai emosi marah, senang, dan lain-lain. Kemudian pada slide nomor 2,

terdapat 10 orang yang mampu untuk menangkap adanya emosi sedih pada

ekspresi wajah. Meski sebagain besar subjek etnik Tionghoa mampu

mempersepsikan emosi sedih, 8 subjek lainnya mengartikan ekspresi wajah

tersebut sebagai ungkapan emosi takut dan lain-lain. Sedangkan, pada slide

nomor 15 dan 22, jumlah subjek yang mampu dan tidak mampu untuk

mempersepsikan jenis emosi pada ekspresi wajah dengan benar sama, yakni 9

orang subjek. Subjek yang tidak menjawab dengan tepat, mengartikan ekspresi

wajah sebagai ungkapan emosi takut, marah, dan lain-lain. Tiga slide terakhir

tersebut menunjukkan bahwa cukup banyak subjek etnik Tionghoa yang

mengartikan ekspresi wajah tidak sesuai dengan emosi yang hendak diungkap

oleh model.

Kesalahan terbanyak dalam mempersepsikan jenis emosi pada ekspresi

wajah banyak terjadi pada emosi takut. Pada emosi takut, hanya sedikit subjek

etnik Tionghoa yang mampu mempersepsikan emosi tersebut pada ekspresi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

wajah, yakni tidak lebih dari 8 orang. Slide yang paling banyak dipersepsikan

dengan benar ialah slide nomor 3, 10, 17, dan 19. Emosi takut oleh sebagian

besar subjek etnik Tionghoa dipersespikan sebagai emosi lain-lain, yakni bukan

emosi senang, sedih, maupun marah. Pada slide nomor 14, jumlah subjek etnik

Tionghoa yang mampu mempersepsikan emosi takut hanya sebanyak 4 orang.

Kemudian, pada slide nomor 6 hanya terdapat 2 subjek etnik Tionghoa yang

mampu menangkap emosi takut pada ekspresi wajah. Hasil yang sama dengan

slide nomor 3, 10, 17, dan 19, sebagian besar subjek mengartikan ekspresi wajah

tersebut sebagai emosi lain-lain.

Tabel 15
Hasil Persepsi Jenis Emosi pada Ekspresi Wajah oleh Etnik Jawa

No. Emosi pada Jumlah Jumlah Variansi


Slide ekspresi Jawaban Jawaban Jawaban
wajah Benar Salah Salah
1 Senang 20 2 Marah (1)
Lain-lain (1)
2 Sedih 17 5 Takut (4)
Lain-lain (1)
3 Takut 8 14 Marah (7)
Lain-lain (7)
4 Marah 20 2 Lain-lain (2)
5 Sedih 16 6 Lain-lain (5)
Marah (1)
6 Takut 5 17 Lain-lain (16)
Marah (1)
7 Sedih 16 6 Takut (3)
Lain-lain (2)
Marah (1)
8 Senang 22 - -
9 Marah 20 2 Lain-lain (2)
10 Takut 9 13 Lain-lain (7)
Sedih (5)
Marah (1)
11 Senang 20 2 Lain-lain (2)
12 Sedih 21 1 Takut (1)
13 Marah 18 4 Lain-lain (3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Takut (1)
14 Takut 2 20 Lain-lain (13)
Senang (7)
15 Sedih 12 10 Takut (7)
Marah (1)
Senang (1)
Lain-lain (1)
16 Senang 22 - -
17 Takut 12 10 Lain-lain (7)
Marah (1)
Sedih (1)
Senang (1)
18 Marah 17 5 Lain-lain (3)
Sedih (1)
Takut (1)
19 Takut 15 7 Lain-lain (4)
Sedih (2)
Marah (1)
20 Marah 16 6 Senang (4)
Lain-lain (2)
21 Senang 21 1 Lain-lain (1)
22 Sedih 13 9 Marah (7)
Lain-lain (2)
23 Marah 15 7 Lain-lain (4)
Takut (2)
Sedih (1)
24 Senang 21 1 Sedih (1)

Pada tabel 15, dapat dilihat bahwa emosi senang merupakan emosi yang

paling mudah dipersepsikan dengan tepat oleh etnik Jawa. Hal ini terlihat dari

jumlah subjek yang sebagian besar mampu menjawab dengan tepat. Pada slide

nomor 8 dan 16, seluruh subjek etnik Jawa mampu mempersepsikan emosi

senang yang diungkapkan pada ekspresi wajah. Kemudian, pada slide nomor 21

dan 24, hanya terdapat seorang subjek yang mempersepsikan emosi senang pada

ekspresi wajah menjadi emosi sedih dan lain-lain. Selain itu, pada slide nomor 1

dan 11 sebanyak 20 orang mampu menangkap emosi senang yang ada pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

ekspresi wajah. Dua orang lainnya pada slide tersebut mengartikan emosi senang

pada ekspresi wajah sebagai emosi marah dan lain-lain.

Emosi kedua yang dapat dipersepsikan dengan mudah oleh etnik Jawa

ialah emosi marah. Pada slide stimuli emosi nomor 4 dan 9, hanya terdapat 2

orang subjek yang mengartikannya sebagai emosi lain-lain. Kemudian, pada

slide stimuli emosi nomor 13, sebanyak 18 orang mampu untuk menangkap

emosi marah yang ada pada ekspresi wajah, sementara 4 orang lainnya

mempersepsikan ekspresi wajah tersebut sebagai ungkapan emosi takut dan lain-

lain. Pada slide nomor 18, terdapat 17 orang subjek etnik Jawa yang mampu

mempersepsikan emosi dengan tepat. Lima orang subjek yang memberikan

jawaban dengan tidak tepat cenderung mempersepikan ekspresi wajah tersebut

sebagai emosi sedih, takut, dan lain-lain. Selanjutnya, pada slide nomor 20

terdapat 16 orang subjek yang menangkap emosi marah pada ekspresi wajah,

sedangkan 6 orang lainnya mengartikan ekspresi wajah tersebut sebagai

ungkapan emosi senang dan lainnya. Pada slide nomor 23, hanya terdapat 15

orang yang mampu menangkap adanya emosi marah pada model. Tujuh orang

lainnya mempersepsikan emosi marah tersebut sebagai emosi sedih, takut, dan

lainnya.

Etnik Jawa juga mampu untuk mempersepsikan adanya emosi sedih. Hal

ini terlihat dari jawaban subjek pada slide nomor 2,5,7,12, 15, dan 22. Jumlah

subjek etnik Jawa paling banyak menjawab benar pada slide nomor 12. Pada

slide tersebut hanya terdapat seorang subjek yang salah mengartikan emosi sedih

pada ekspresi wajah sebagai emosi Takut. Selanjutnya, slide nomor 2 menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

slide kedua degan jumlah subjek etnik Jawa paling banyak menjawab benar.

Pada slide ini terdapat 17 orang subjek yang berhasil menangkap emosi sedih

pada ekspresi wajah, sedangkan 5 orang subjek lainnya mempersepsikan emosi

sedih sebagai emosi takut dan lain-lain. Pada slide 5 dan 7, jumlah subjek yang

menjawab dengan benar berjumlah 16. Enam orang lainnya mempersepsikan

emosi sedih pada ekspresi wajah sebagai emosi marah, takut, dan lainnya.

Kemudian, pada slide nomor 22, terdapat 13 orang yang mempersepsikan emosi

sedih yang diungkap pada ekspresi wajah secara tepat. Sedangkan, 9 orang

lainnya cenderung mempersepsikan emosi sedih sebagai emosi marah dan

lainnya. Slide dengan jumlah subjek etnik Jawa yang menjawab paling sedikit

adalah slide nomor 15. Pada slide ini jumlah subjek yang menjawab benar

terdapat 12 orang dan 10 orang lainnya mempersepsikan emosi sedih yang ada

menjadi emosi takut, marah, senang, dan lain-lain.

Emosi yang paling sulit ditangkap oleh etnik Jawa ialah emosi takut.

Hal ini terlihat dari jawaban subjek pada slide nomor 14. Pada slide tersebut

hanya 2 orang subjek etnik Jawa yang mampu mempersepsikan ekspresi wajah

sebagai ungkapan emosi takut. Sedangkan, 20 subjek lainnya mempersepsikan

emosi tersebut sebagai emosi senang dan lain-lain. Pada slide nomor 6 juga

terlihat bahwa hanya 5 orang subjek yang mampu menangkap emosi takut

dengan tepat, sedangkan 17 orang lainnya mempersepsikan emosi sedih

sebagai emosi marah dan lain-lain. Kesulitan dalam menangkap emosi takut

juga terlihat pada slide stimuli emosi nomor 3 dan 10. Pada slide nomor 3 hanya

terdapat 8 orang yang mampu menangkap adanya emosi takut pada ekspresi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

waah, sedangkan 14 orang lainnya mempersepsikan ekspresi wajah tersebut

sebagai marah dan lain-lain. Kemudian, pada slide nomor 10, banyak orang

yang mampu menjawab dengan tepat juga tidak mencapai setengah jumlah

kelompok, yakni hanya 9 orang subjek. Sebagian besar subjek mempersepsikan

emosi takut yang ada pada ekspresi wajah menjadi emosi marah, sedih, dan

lain-lain. Namun, pada slide nomor 17 dan 19, jumlah subjek yang menjawab

dengan tepat lebih dari setengah jumlah subjek dalam kelompok. Pada slide

nomor 17, terdapat 12 orang yang menjawab dengan benar, sedangkan 10

orang lainnya mempersepsikan ekspresi wajah tersebut sebagai ungkapan

emosi marah, sedih, senang dan lain-lain. Pada slide nomor 19, terdapat 15

orang yang mempu menangkap adanya emosi takut pada ekspresi wajah model.

Sedangkan, 7 orang lainnya mempersepsikan ekspresi wajah tersebut sebagai

emosi marah, sedih, dan lain-lain.

5. Analisis Tambahan

Dalam penelitian ini, peneliti juga menguji perbedaan persepsi ekspresi

wajah antara etnik Jawa dan etnik Tionghoa.

Tabel 16.
Uji Normalitas Data Berdasarkan Jenis Kelamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan shapiro-wilk

ditemukan bahwa data-data hasil penelitian antara laki-laki dan perempuan

pada emosi marah (Sig. perempuan = 0,522; Sig. laki-laki = 0,367) dan emosi takut

(Sig. perempuan = 0,072; Sig. laki-laki = 0,447) terdistribusi secara normal.

Sedangkan, data-data hasil penelitian pada emosi senang (Sig. perempuan =

0,008; Sig. laki-laki = 0,237) dan emosi sedih (Sig. perempuan = 0,036; Sig. laki-laki

= 0,574) tidak terdistribusi secara normal. Berdasarkan hasil uji normalitas

tersebut maka pada perhitungan pada emosi marah dan takut akan

menggunakan uji Independent Sample t-test, sedangkan pada emosi senang

dan sedih akan dihitung dengan menggunakan uji MannWhitney-U.

Tabel 17
Independent Sample T-test Emosi Marah dan Emosi Takut pada Laki-
laki dan Perempuan

Berdasarkan uji levene’s test ditemukan bahwa data-data pada emosi

marah (Sig. = 0,190) dan emosi takut (Sig. = 0,191) merupakan data yang

homogen. Selanjutnya, berdasarkan uji Independent Sample T-test pada

emosi marah (Sig. = 0,743) dan emosi takut (Sig. = 0,643) ditemukan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kejelasan persepsi ekspresi

wajah antara laki-laki dan perempuan pada emosi marah dan emosi takut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Tabel 18
Mann-Whitney U Test Emosi Senang dan Emosi Sedih pada Laki-laki
dan Perempuan

Berdasarkan uji Mann-Whitney U Test ditemukan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada emosi senang

(Sig. = 0,240) dan emosi sedih (Sig. = 0,657).

F. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang

signifikan pada persepsi ekspresi wajah etnik Jawa dan etnik Tionghoa. Hasil

penelitian menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara

kedua kelompok tersebut. Oleh karena hasil tersebut, maka hipotesis bahwa

etnik Tionghoa lebih mampu menangkap emosi sedih, marah, dan takut yang

ada pada stimuli emosi ekspresi wajah secara lebih jelas dibandingkan dengan

etnik Jawa tidak terbukti. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Prawitasari pada tahun 1993. Dalam

penelitiannya tersebut, ditemukan bahwa masyarakat dengan budaya berbeda


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

memiliki perbedaan yang berbeda dalam kejelasan mempersepsikan emosi

pada ekspresi wajah.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara persepsi ekspresi wajah dan etnik Tionghoa dapat dipengaruhi

oleh konteks pada saat penelitian. Menurut teori Model Emotion Expression in

Context atau MEEC (Hess & Hareli, 2016) sebuah ekspresi emosi akan

diterima dalam konteks yang ada di dunia nyata namun dalam

mempersepsikannya seseorang akan memberikan makna pada ekspresi emosi

tersebut melalui intepretasi berdasarkan sudut pandang orang yang

mempersepsikan. Teori tersebut juga menyebutkan bahwa sudut pandang

penerima informasi berkaitan dengan konteks garis besar yang sebelumnya

terjadi.

Penelitian ini menggunakan setting penelitian laboratorium. Hal ini

menyebabkan konteks ekspresi emosi menjadi hilang, meskipun subjek tetap

mempersepsikan ekspresi wajah tersebut dengan sudut pandang yang dimiliki.

Hilangnya konteks tersebut memungkinkan subjek untuk menjawab

berdasarkan jawaban umum terhadap ekspresi wajah tertentu. Hal ini dapat

menjadi salah satu penyebab hasil dalam penelitian ini menemukan bahwa

tidak ada perbedaan diantara kedua etnik tersebut.

Hal lain yang mampu menjadi penyebab tidak munculnya perbedaan

ialah etnik Tionghoa yang menjadi partisipan sebagian besar berasal dari pulau

Jawa. Hinton (2016) mengatakan bahwa persepsi adalah sebuah proses

kategorisasi untuk menyimpulkan sensasi-sensasi yang didapatkan dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

melibatkan pengalaman serta pengetahuan. Etnik Tionghoa yang sebagian

besar berasal dari pulau Jawa sangat memungkinkan untuk memiliki

pengalaman dan pengetahuan yang sama dengan orang-orang etnik Jawa;

meskipun dalam penelitian ini etnik Tionghoa yang menjadi subjek adalah

orang yang masih memiliki pengetahuan akan etniknya, menjalankan tradisi

dan kewajiban etniknya, serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan etnik.

Pada hasil analisis deskriptif, dapat diketahui bahwa etnik Jawa dan

etnik Tionghoa mampu untuk mempersepsikan emosi senang, marah, dan

sedih. Hasil dalam analisis deskriptif sejalan dengan hasil penelitian

Prawitasari pada tahun 1993 yang menemukan bahwa masyarakat dengan latar

belakang budaya yang berbeda mampu mempersepsikan komunikasi

nonverbal dengan baik. Hasil tersebut juga sesuai dengan dugaan bahwa etnik

Tionghoa akan mampu mengenali emosi senang, marah, dan sedih. Sedangkan

pada etnik Jawa, hasil yang ada berbeda dengan dugaan yang ada diawal bahwa

etnik Jawa mampu untuk mempersepsikan emosi sedih dan marah. Hal tersebut

dapat disebabkan oleh adanya nilai-nilai lain yang dimiliki oleh etnik Jawa.

Etnik Jawa memiliki aturan etis bahwa ketika seseorang bersikap spontan

dalam memberikan reaksi terhadap sesuatu hal tersebut dianggap sebagai

tindakan yang tidak etis (Hariyono, 1994). Pada satu sisi hal ini mampu

mempengaruhi etnik Jawa untuk cenderung mengeluarkan emosi positif yang

tidak menimbulkan konflik dalam menjalin suatu hubungan. Namun pada sisi

lain, nilai ini juga mungkin menjadikan etnik Jawa menjadi lebih berhati-hati

dalam menerima sebuah informasi, termasuk emosi yang ada pada ekspresi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

wajah. Nilai tersebut dapat menjadi sebuah alasan mengapa etnik Jawa mampu

untuk menangkap emosi sedih dan marah, meskipun emosi tersebut merupakan

emosi yang jarang mereka gunakan dalam budayanya.

Berbeda dengan emosi senang, sedih, dan marah seperti yang telah

dipaparkan sebelumnya, pada emosi takut hampir seluruh subjek, baik etnik

Tionghoa maupun etnik Jawa, melakukan kesalahan dalam mengartikan emosi

yang ada pada ekspresi wajah. Hasil ini menunjukkan bahwa pada dua

kelompok yang ada menjadi sulit untuk memahami adanya emosi takut.

Kesulitan dalam memahami emosi takut ini sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Prawitasari pada tahun 1995. Dalam laporan penelitiannya,

prawitasari (1995) mengatakan bahwa pada ekspresi takut cenderung

tercampur dengan emosi lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari

pada tahun 1995 dengan menggunakan alat yang sama juga menemukan bahwa

ekspresi wajah yang mengungkapkan emosi takut pada slide nomor

3,6,10,14,17, dan 19 juga banyak dipersepsikan sebagai emosi marah, senang,

sedih dan lainnya oleh responden yang berada di Yogyakarta. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan bahwa jawaban subjek yang tidak

tepat mengenai persepsi emosi takut pada ekspresi wajah dapat disebabkan

oleh stimuli yang ada, sehingga item-item tersebut perlu untuk dikaji kembali.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan beberapa pertanyaan

kepada empat subjek, yang terdiri dari dua subjek etnik Jawa dan dua subjek

etnik Tionghoa, untuk mengetahui bagian wajah yang menimbulkan kesan

takut ataupun tidak takut pada slide stimuli emosi yang mengungkapkan emosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

takut. Pada slide nomor 3, sebagian besar subjek mengatakan bahwa mulut

yang terbuka tidak beraturan dan leher yang tegang menyebabkan ekspresi

wajah lebih mengarah pada terkejut. Namun, mereka mengatakan bahwa

apabila dilihat dari alis dan mata saja, mereka mampu untuk menangkap emosi

takut pada ekspresi wajah. Selanjutnya, pada slide nomor 6, sebagian besar

subjek mengatakan bahwa otot leher yang tegang, serta bagian mulut

menyebabkan ekspresi wajah tersebut lebih mengarah pada terkejut. Sebagian

besar subjek mengatakan bahwa ekspresi wajah tersebut tidak mampu

menunjukkan emosi takut. Kemudian, pada slide 10, sebagian besar subjek

mengatakan bahwa mereka mampu menangkap adanya emosi takut dengan

adanya kerutan pada dahi serta mulut yang tidak terbuka lebar. Pada slide 14,

sebagian besar subjek menjawab bahwa mulut yang terbuka serta alis yang naik

membuat ekspresi wajah tersebut terlihat mengungkapkan emosi terkejut. Pada

slide 17, sebagian besar subjek mengaku bahwa mereka mampu untuk melihat

emosi takut pada ekspresi wajah. Bagian alis dan mata membuat emosi takut

dapat terlihat pada slide tersebut. Pada slide nomor 19, sebagian besar subjek

mengaku bahwa emosi takut dapat terlihat dengan adanya kerutan dahi dan

daerah mata. Selain itu, bentuk mulut yang terlihat tegang juga mendukung

ekspresi wajah tersebut untuk menunjukkan emosi takut.

Menurut Teori MEEC (Model Emotion Expression in Context), sebuah

ekspresi bersifat kontekstual (Hess & Hareli, 2017). Informasi tersebut

dipengaruhi oleh sudut pandang penerima informasi serta konteks yang telah

ada sebelumnya (Hess & Hareli, 2017). Hasil dalam penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

menunjukkan tidak adanya perbedaan antara persepsi ekspresi wajah. Menurut

teori tersebut, tidak adanya perbedaan disebabkan oleh karena tidak adanya

konteks sebelumnya antara subjek dalam eksperimen dengan model yang ada

dalam slide stimuli emosi. Hal ini menimbulkan subjek etnik Jawa dan etnik

Tionghoa memiliki persepsi yang sama mengenai ekspresi wajah yang

mengungkapkan emosi senang, marah, sedih dan takut.

Berdasarkan hasil analisis tambahan yang dilakukan dalam penelitian

ini menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada persepsi

ekspresi wajah antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari (2006) yang menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan persepsi antara laki-laki dan perempuan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara etnik Jawa dan etnik Tionghoa dalam mempersepsikan

ekspresi wajah yang mengungkapkan emosi senang (t = 1.074; p = 0,289),

marah (t = 0,800; p = 0,846), sedih (t = 0,301; p = 0,765), serta takut (t= 0.251;

p = 0,803). Oleh karena itu, dugaan bahwa etnik Tionghoa lebih mampu

mempersepsikan ekspresi wajah secara lebih jelas daripada etnik Jawa juga

tidak terbukti. Pada analisis deskriptif diketahui bahwa pada subjek mampu

mempersepsikan dengan baik emosi senang, sedih dan marah yang ada pada

ekspresi wajah. Sedangkan, sebagian besar subjek baik etnik Jawa dan etnik

Tionghoa salah dalam mengartikan emosi takut. Selain itu, penelitian ini juga

menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki

dan perempuan dalam mempersepsikan ekspresi wajah.

B. Saran

1. Bagi masyarakat Indonesia

Bagi masyarakat luas, secara khusus di Indonesia, komunikasi

nonverbal yang dilakukan antar etnik, akan lebih baik dilakukan secara

objektif. Hal tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk meminimalisir

munculnya kesalahpahaman dalam mempersepsikan ekspresi wajah.

96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

2. Bagi penelitian selanjutnya

Pada penelitian selanjutnya akan lebih baik jika mampu

meminimalisir akan adanya faktor pengetahuan dan pengalaman yang

sama antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal tersebut dapat

diantisipasi dengan cara memilih subjek yang berasal dari daerah yang

berbeda, seperti etnik Tionghoa yang berasal dari luar pulau Jawa.

Kemudian, bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan alat stimuli

emosi perlu dikaji kembali slide stimuli emosi nomor 3, 6, 10, 14, 17, dan

19 yang mengungkap emosi takut pada ekspresi wajah.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

DAFTAR PUSTAKA

Ali, R., Indrawati, E. S., & Masykur, A. M. (2010, April). Hubungan Antara
Identitas Etnik dengan Prasangka terhadap Etnik Tolaki pada Mahasiswa
Muna di Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal
Psikologi Undip, 7 (1), 18-26.
Baker, T. (1999). Doing Social Research (ed. ke-3). Singapore: McGraw-Hill
College.
Barker, L. L., & Gaut, D. R. (1941). Communication (ed. ke-8). Boston: Allyn and
Bacon.
Barrett, Lisa Feldman; Mesquita, Batja; Gendron, Maria;. (2011). Context in
Emotion Perception. Association for Psychological Science, 20 (5), 286-
290. doi:10.1177/09637214114225522
Barth, F. (1969). Introduction. Dalam F. Barth (Ed.), Ethnic Groups and
Boundaries: The Social Organization of Culture Difference (pp. 9-38).
Boston: Little, Brown and Company.
bbc.com. (2017, Oktober 26). Dipungut 08 Mei, 2018, dari News: Indonesia:
http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41736620
Creswell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif, dan Campuran (ed. ke-4). (A. Fawaid, & R. K. Pancasari,
Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Damasio, A. R. (2000). The Feeling of What Happens: Body and Emotions in the
Making of Consciousness. New York: Harcourt Brace & Company.
Demografi Yogyakarta. (2015, Oktober 05). Dipungut 10 Juli 2018, dari www.
thecolourofindonesia.com/2015/10/demografi-yogyakarta.html
DeVito, J. (2011). Komunikasi Antar Manusia (ed. ke-5). (L. Saputra, Y. I. Wahyu,
Y. Prihantini, Eds., & A. Maulana, Trans.) Pamulang: Karisma Publishing
Group.
Ekman, P. (2003). Emotion Revealed: Recognizing Faces and Feelings to Improve
Communication and Emotional Life. New York: Times Books.
Ekman, P., & Rosenberg, E. (2005). What The Face Reveals: Basic and Applied
Studies of Spontaneous Expression Using The Facial Action Coding System
(FACS) (2nd ed.). New York: Oxford University Press.
Elfenbein, H. A. (2017). Emotional Dialect in the Language of Emotion. In J.-M.
Fernandez-Dols, & J. A. Russell, The Science of Facial Expression (pp. 479
-496). New York: Oxford University Press.
Elfenbein, H. A., & Ambady, N. (2003). Universals and Cultural Differences in
Recognizing Emotions. American Psychological Society, 159-164.
Feist, J., & Feist, G. J. (2014). Teori Kepribadian (ed. ke-7). (Handriatno, Penerj.)
Jakarta: McGraw-Hill Education (Asia) & Salemba Humanika.
French, S. E., Seidman, E., Allen, L., & Aber, J. L. (2006). The Development of
Ethnic Identity During Adolescence. Developmental Psychology, 42 (1), 1-
10. doi:10.1037/0012-1649.42.1.1.
Frijda, Nico H. (2000). The Psychologists' Point of View. dalam M. Lewis, & J. M.
Haviland-Jones, Handbook of Emotions (ed. ke-2, pp. 573-593). New York:
The Guilford Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Gendron, M., & Barret, L. F. (2017). Facing the Past: A History of the Face in
Psychological Research on Emotion Perception. Dalam D. Fernandez, M.
Jose, & J. A. Russell, The Science of Facial Expression (pp. 15 - 36). New
York: Oxford University Pressed.
Gendron, M., Roberson, D., Marietta, J., & Barret, L. F. (2014). Perceptions of
Emotion From Facial Expressions Are Not Culturally Universal: Evidance
From a Remote Culture. American Psychological Association, 14 (2), 251-
262. doi:10.1037/a0036052
Hariyono, P. (1994). Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi
Kultural. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hess, U., & Hareli, S. (2017). The Social Signal Value of Emotions: The Role of
Contextual Factors in SOcial Inferences Drawn From Emotion Displays. In
J. M. Fernandez-Dols, & J. A. Russell, The Science of Facial Expression
(pp. 375 - 393). New York: Oxford University Press.
Hinton, P. R. (2016). The Perception of People: Integrating cognition and culture.
New York: Routledge.
Hudayana, B. (1998, November - Desember). Pembauran Identitas Etnik di
Kalangan Mahasiswa Universitas Gajah Mada. Humaniora, 9, 101 - 111.
Hybels, S., & Waaver II, R. (2004). Communicating Effectively. New York:
McGraw-Hill.
Indrawan, A. (2016, Agustus 01). nasional. Dipungut 4 Mei, 2018 dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/16/08/0
1/ob7kef365-bima-arya-komunikasi-kunci-kerukunan-etnis-di-kota-bogor
Isajiw, W. W. (1993). Definition and Dimensions of Ethnicity: A Theoritical
Framework. Challanges of Measuring an Ethnic World: Science, politics
and reality: Proceedings of the Joint Canada-United Stated Conference on
the Measurement of Ethnicity (pp. 407-427). Washington, D.C.:
Government Printing Office.
Macions, J. J. (2007). Sociology (ed. ke 11). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Marsh, A. A., Elfenbein, H. A., & Ambady, N. (2003). Nonverbal "Accents":
Cultural Differences in Facial Expression of Emotion. Harvard University,
Department of Psychology. St. Cambridge: American Psychological
Society.
Matsumoto, D. (1993). Ethnic Differences in Affect Intensity, Emotion Judgments,
Display Rule Attitudes, and Self Reported Emotional Expression in an
American Sample. Motivation and Emotion, 17(2), 107-123.
Matsumoto, D. (2001). The Handbook of Culture and Psychology. New York:
Oxford University Press
Matsumoto, D., & Hwang , H. S. (2012). Culture and Emotion: The Integration of
Biological and Cultural Contributions. Journal of Cross-Cultural
Psychology, 43 (1), 91-118.
Matsumoto, D., Anguas-Wong, A. M., & Martinez, E. (2008, Mei). Priming Effects
of Language on Emotion in Spanish-English Bilinguals. Journal of Cross-
Cultural Psychology, 39 (3), 335-342.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Naab, P. J., & Russell, J. A. (2007). Judgments of Emotion From Spontaneous


Facial Expression of New Guineans. Emotion, 7 (4), 736-744.
doi:10.1037/1528-3542.7.4.736
Na'im, A., & Syaputra, H. (2011). Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan
Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Noorsena, B. (2010). Nilai-nilai Budaya dan Spiritualitas Jawa. Dalam
Pudjaprijatnma, J. Folbert, P. Dirdjosanjoto, N. Kana, J. Slob, B. Lazarusli,
A. Waskitoadi (Eds.), Pijar-Pijar Berteologi Lokal: Berteologi Lokal dari
Perspektif Sejarah dan Budaya (pp. 12-20). Salatiga: Pustaka Percik.
Ohman, A. (2000). Fear and Anxiety: Evolutionary, Cognitive, and Clinical
Perspective. dalam M. Lewis, & J. M. Haviland-Jones, Handbook of
Emotions (ed. ke-2, pp. 573-593). New York: The Guilford Press.
Phinney, J. (1990). Ethnic Identity in Adolescents and Adults: Review of Research.
Psychlogy Bulletin, 108 (3), 499-514.
Phinney, J. S. (1991, Mei). Ethnic Identity and Self-Esteem: A Review and
Integration. Hispanic Journal of Behavioral Sciences, 13 (2), 193-208.
Prawitasari, J. E. (1995). Mengenal Emosi Melalui Komunikasi Nonverbal. Bulletin
Psikologi, Tahun III, Nomor 1, 27-43.
Prawitasari, J. E. (2006). Emosi atau Persepsi tentang Emosi? Anima, Indonesian
Psychologial Journal, 22 (1), 1-16.
Prawitasari, J. E., & Martani, W. (1993). Kepekaan Terhadap Komunikasi
Nonverbal di Antara Masyarakat yang Berbeda Budaya. Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Prawitasari, J. E., Martani, Wisjnu, & Adiyanti, Maria Goretti. (1995). Konsep
Emosi Orang Indonesia: Pengungkapan dan Pengartian Emosi melalui
Komunikasi Nonverbal di Masyarakat yang Berbeda Latar Budaya.
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Pikologi UGM
Ramdani, R. &. (2015). Kebanggaan Atas Identitas Etnik Pada Mahasiswa
Perantauan Kelompok Etnik Minang dan Batak di Bandung. Prosiding
Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Social dan Humaniora) (pp. 455-
459). Bandung: Universitas Islam Bandung.
Ratner, Carl. (2002). Cultural Psychology: Theory and Method. New York:
Springer Science + Business Media, LLC
Russell, J. A., & Fernandez-Dols, J. M. (2002). What does a facial expression
mean? In J. A. Russell, & J. M. Fernandez-Dols, The Psychology of Facial
Expression (pp. 3-30). Paris: Maison des Sciences de I'Homme &
Cambridge University Press.
Santoso, S. (2015). Menguasai SPSS22: From Basic To Expert Skills. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Santrock, John W. (2010). Life-Span Development (ed. ke-13). New York:
McGraw-Hill
Sedarmayanti, & Hidayat, S. (2011). Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar
Maju.
Senianti, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2015). Psikologi Eksperimen. Jakarta:
Pt. Indeks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Strongman, K. T. (2003). The Psychology of Emoiton (ed. ke-5). London: John


Wiley & Sons Ltd.
Suparno, P. (2011). Pengantar Statistika untuk Pendidikan dan Psikologi (Buku
Mahasiswa). Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Sanata Dharma
University Press.
Susetyo, D. P. (2010). Stereotip dan Relasi Antarkelompok (ed. ke-1). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tampubolon, S. H. (2016). Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antar Budaya
pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan. Jurnal Ilmu
Komunikasi Flow, 3 (1), 1-9.
Tombs, A. G., Bennett, R. R., & Ashkanasy, N. M. (2014). Recognising Emotional
Expressions of Complaining Customers: A cross-cultural study. European
Journal of Marketing, 48 (7/8), 1354-1374. doi:10.1108/EJM-02-2011-
0090
Tracy, J. L., Randles, D., & Steckler, C. M. (2015, Januari 15). The Nonverbal
Communication of emotions. (M. J. Crockett, & A. Cuddy, Peny.)
Behavioral Science, 3(Social Behavior), 5-30. Dipungut dari
http://dx.doi.org/10/1016/j.cobeha.2015.01.0012352-1546
Varkuyten, M. (2005). The Social Psychology of Ethnic Identity. New York:
Psychology Press.
Wade, C., Tavris, C., & Garry, M. (2016). Psikologi (ed. ke-11). (O. M. Dwiasri,
A. Maulana, Cokro, Eds., B. Widyasinta, I. D. Juwono, & N. V. Santika,
Penerj.) Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wedya, E. N. (2017, Mei 9). Okezone: News: Nusantara. Dipungut 06 September
2017, dari Okezone.com: https://news.okezone.com/read/2017/05/09/
340/1686539/hanya-gara-gara-salah-paham-remaja-ini-tikam-temannya-
hingga-tewas
Zaini, M. R. (2014, Januari). Perjalanan Menjadi Cina Benteng: Studi Identitas
Etnis di Desa Situgadung. Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, 19 (1), 93-117.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

LAMPIRAN 1

HASIL SURVEI ETNIK


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

A. HASIL SURVEI ETNIK TIONGHOA

Hokkian 14 Tio ciu 3


Indonesia 14 Inggris 3
1. Bahasa yang
Mandarin 13 daerah asal 1
digunakan oleh
Kek 7 Hainan 1
etnik Tionghoa
Jawa 6 Hakka 1
Cantonese 4 Thongboy 1

Imlek 30 bakcang 1
Cap go meh 11 makan-makan 1
Ceng beng 11 ngebong 1
2. Tradisi-tradisi
sangjit 3 ngeciat 1
yang dimiliki
perayaan ronde 3 pekcun 1
oleh etnik
teapai 2 pemakaman 1
Tionghoa
Maesong / sungseng 2 pernikahan 1
bulan setan 1 tjong ju pia 1
Chit ngiat pan 1 ulang tahun 1

Tidak tahu 14
INTI 3
PSMTI 3
Hakka 2
Aspertina Jakarta 1
Barongsai Purwokerto 1
3. Nama-nama
Fu Qing 1
organisasi yang
JCACC 1
dimiliki oleh
Klenteng 1
etnik Tionghoa
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 1
Perkumpulan orang hokkian Indonesia 1
Perkumpulan orang muda tionghoa 1
persatuan dagang 1
PMS (Solo) 1
PPIT 1

Barongsai / Liong 26 Lampion 1


4. Acara sosial Wayang Po Tai
5 Sam pek eng tai 1
(pertunjukkan- Hie
pertunjukkan etnik) Pekan Budaya
2 Tai chi 1
yang diadakan oleh Tionghoa
kelompok etnik Akrobat 1 Tarian tradisional 1
Tionghoa Da pe kong 1 Tatung 1
Wushu
Kya-kya 1 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

Hormat 7 Karikatur 1
Kerja keras 6 Kebajikan 1
Hemat 4 Kebaya encim 1
Feng shui 2 Kebijakan 1
Kuliner 2 Komitmen 1
Kebersamaan 2 Musik Tradisional 1
5. Warisan dan
Integritas 2 Pantang menyerah 1
nilai yang
Bahasa daerah 1 Prinsip 1
dimiliki oleh
Barongsai 1 Sampokong 1
etnik Tionghoa
Bisnis 1 Setia 1
Chinatown 1 Sosial 1
Cinta kasih 1 Tegas 1
Disiplin 1 Tempat Ibadah 1
Tidak mudah percaya
Imlek 1 1
dengan orang

Kerja Keras 9 keras kepala 1


Perhitungan 7 mata sipit 1
Hemat 4 melihat materi 1
usaha toko /
4 mencari perluang 1
6. Gambaran diri dagang
yang menikah dengan orang
Rajin 3 1
mencerminkan sesama etnik
sebagai bagian teliti 3 pantang menyerah 1
dari etnik hormat dengan
2 Pelit 1
Tionghoa orang tua
(sikap, sifat, Kaku 2 percaya mitos 1
perilaku, dll) menabung 2 Perfeksionis 1
Pintar 2 Rasis 1
berkulit putih 1 Serius 1
disiplin 1 Sopan 1
integritas 1

Memaklumi diri
Imlek 9 1
sebagai minoritas
Mewariskan Tradisi 4 Membayar pajak 1
Maesong / Sungseng 2 Meneruskan usaha 1
7. Kewajiban- Ceng Beng 1 Menghormati 1
kewajiban yang Menikah dengan
1 Berintegritas 1
dimiliki sebagai orang satu etnik
Etnik Tionghoa Ceng li (Maklum) 1 Menjaga nama keluarga 1
Berdoa 1 Pandai hitungan 1
Hormat pada orang Tidak arogan meski
1 1
tua minoritas
Kerja Keras 1 Berdagang 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

B. HASIL SURVEI ETNIK JAWA


Jawa 51
1. Bahasa yang digunakan Indonesia 14
oleh etnik Jawa Inggris 1
Surabaya 1

Pernikahan (Midodareni,
Siraman, Sungkeman, 26 Bedol desa 1
Ngunduh mantu, Tirakatan)
Kelahiran (Weton, Aqiqah,
Mitoni, Selapanan, Tedhak 22 Ngaben 1
Siten)
Pesta Selamatan
(Tumpengan, Kenduren, 20 Mendak 1
Bancaan, Selametan)
Nyekar 9 Mutih 1
2.Tradisi- Sekaten 6 Srawung 1
tradisi yang Unggah-ungguh/tata krama 6 Ruwah 1
dimiliki Penanggalan (Sepasaran,
4 Bebersih pusaka 1
oleh etnik Malam suro, Selikuran)
Jawa Wayang 3 Klenik 1
Gunungan 3 Megengan 1
Ruwatan 2 Tari 1
Larung sesaji 2 Gamelan 1
40 harian 2 Reog ponorogo 1
1000 hari 2 Sinden 1
7 hari 2 Gotong Royong 1
Sedekah Bumi 2 Menyapu 1
Rewang 1 Makan 1
3 hari 1 Menyisakan 1
1
7 bulan 1 makanan terakhir

Perkumpulan tari
Tidak tau 24 1
universitas
Karang taruna 4 Persatuan suku jawa 1
Paguyuban kejawen 4 Priyagung 1
3. Nama-nama
Pujakesuma (Putra
organisasi
Jawa kelahiran 2 Nandan 1
yang
Sumatera)
dimiliki oleh
Perkumpulan orang
etnik Jawa 2 Gereja Kristen Jawa 1
jawa
Abdi dalem 2 Merpati Putih 1
Jong Java 2 Sekar jagad 1
Gendingan 2 Jemparingan 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

Muhamadiyah 1 Guyup 1
Tembayatan 1 Leodrok 1
Keraton Dalem 1

Wayangan 31 Pernikahan 1
Jatilan 8 Pawai 1
Tari tradisional
7 Kumpul trah 1
4. Acara sosial (srimpi, ramayana)
(pertunjukkan- Sekaten 7 Kisah legenda 1
pertunjukkan Reog 4 Jumenengan dalem 1
etnik) yang Kuda lumping 4 Gotong royong 1
diadakan oleh Festival Kesenian
Ketoprak 4 1
kelompok Malioboro
etnik Jawa Gamelan 4 Ebleg 1
Ludruk 2 Dagelan 1
Karawitan 2 Bantengan 1
Upacara kraton 1

Alon-alon waton
Kesopanan 24 1
kelakon
Lemah lembut 19 Nuwun sewu 1
Pekewuh 12 Keraton 1
ramah 11 Gamelan 1
5. Warisan dan Bahasa Jawa 8 Reog 1
nilai yang halus 7 Welas asih 1
dimiliki oleh Keris 6 Blangkon 1
etnik Jawa Wayang 5 Sikap 1
Mangan ora mangan
Batik 3 1
kumpul
Gotong royong 3 Suba sito 1
Tidak tahu 3 Basa-basi 1
Rendah hati 2 Kepercayaan 1

Sabar 9 Budi pekerti 1


mengambil jalan
Unggah ungguh 5 1
6. Gambaran tengah
diri yang menggunakan
Logat 3 1
mencerminkan bahasa jawa
sebagai bagian tutur bahasa halus 3 menghindari konflik 1
dari etnik menyimpan masalah
Rendah hati 3 1
Jawa (sikap, dalam hati
sifat, perilaku, menghormati orang
2 murah senyum 1
dll) yang lebih tua
pekerja keras 2 Peka 1
penolong 2 penurut 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

menerima 2 Perilaku 1
bagong 1 pura-pura 1
baik tapi nusuk 1 Rajin 1
berpikir positif 1 Sederhana 1
bijaksana 1 setia dengan sultan 1
diam-diam
1 tau diri 1
menghanyutkan
gotong royong 1 Tegas 1
malu-malu tapi mau 1 tidak to the point 1
membicarakan
1 Wibawa 1
dibelakang

paham unggah-
ungguh/ tata karma/ 21 ketenangan diri 1
sopan santun
Meneruskan budaya 10 mawas diri 1
menghargai yang tanggung jawab
7. Kewajiban- 7 1
lebih tua kepada keluarga
kewajiban
halus 2 Menikah 1
yang dimiliki
menghormati 2 menjaga perasaan 1
sebagai etnik
agama 1 Ramah 1
Jawa
berbahasa jawa 1 Sabra 1
berkata halus 1 srawung 1
gotong royong 1 wajib belajar 9 tahun 1
menjaga martabat
1 Baik 1
etnik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

LAMPIRAN 2

ANGKET IDENTITAS ETNIK


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

ANGKET IDENTITAS DIRI PARTISIPAN PENELITIAN

Salam sejahtera,
Perkenalkan saya Laurensia Aniella, mahasiswi Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian terkait emosi. Saya
memohon bantuan anda untuk berpartisipasi dalam penelitian yang sedang saya
lakukan ini.
Apabila anda bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini, saya mohon anda untuk
mengisikan data diri pada angket online ini sesuai dengan kondisi saat ini. Seluruh
data yang anda isikan dalam angket ini, akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti
dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.
Adapun kriteria partisipan yang diperlukan dalam penelitian ini ialah
- Berada di Yogyakarta
- Berusia: 19-30 tahun
- Jika mahasiswa, bukan berasal dari jurusan psikologi dan bimbingan konseling
Apabila terdapat pertanyaan mengenai angket atau penelitian ini, silahkan
menghubungi peneliti di 081949156172
Besar harapan saya akan kontribusi anda dalam penelitian ini.
Terima Kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

IDENTITAS DIRI
Nama Lengkap :
_________________________________
Usia :
_________________________________
No. Handphone / Whatsapp :
(Mohon untuk memberikan nomor handphone / whatsapp yang aktif sehingga dapat
dihubungi)
_______________________________________
E-mail
_______________________________________
Pekerjaan / Kuliah
Jika kuliah, silahkan cantumkan pula jurusan, semester, serta nama univeristas
________________________________________

ETNIK
Pada bagian ini, silahkan anda pilih etnik yang sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya
Etnik Ayah
o Jawa
o Tionghoa
o _________

Etnik Ibu
o Jawa
o Tionghoa
o _________

Etnik Anda
o Jawa
o Tionghoa
o _________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

ETNIK TIONGHOA
Pada bagian ini, silahkan anda menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini sesuai
dengan diri anda.
1. Apakah anda mengetahui sejarah etnik Tionghoa?
o Ya
o Tidak
2. Apakah keluarga anda masih terdiri dari orang-orang yang berasal dari etnik
Tionghoa?
o Ya
o Tidak
3. Apakah anda merasa bahwa anda memiliki keharusan untuk menjalankan
kewajiban-kewajiban yang ada pada etnik Tionghoa?
(contoh: Imlek, Maesong, Sungseng, Sembayang Ceng Beng, Menikah
dengan orang sesame etnik Tionghoa, dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
4. Apakah anda mengetahui tradisi-tradisi pada etnik Tionghoa?
(contoh: Imlek, Ceng Beng, Cap Go Meh dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
5. Apakah anda masih melakukan tradisi-tradisi etnik Tionghoa?
(contoh: Imlek, Ceng Beng, Cap Go Meh dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
6. Apakah anda mengetahui bahasa-bahasa etnik Tionghoa?
(contoh: Hokkian, Mandarin, Kek, Cantonese dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

7. Apakah anda masih menggunakan bahasa-bahasa etnik Tionghoa dalam


kegiatan sehari-hari?
(contoh: Xie xie, Kamsia, Jiejie, Meimei, Koko dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
8. Apakah anda memiliki teman-teman etnik Tionghoa?
o Ya
o Tidak
9. Apakah ketika anda sekolah, mayoritas murid disekolah tersebut adalah
orang etnik Tionghoa?
o Ya
o Tidak
10. Apakah anda merasa aman ketika bersama-sama dengan orang etnik
Tionghoa?
o Ya
o Tidak
11. Apakah anda berpartisipasi dalam kelompok etnik Tionghoa?
(contoh: INTI, PSMTI, Perkumpulan Hakka, Perkumpulan Hokkian dan
lain-lain)
o Ya
o Tidak
12. Apakah anda berpartisipasi dalam acara-acara etnik Tionghoa baik sebagai
penonton, pemeran, dan sebagainya?
(contoh: pertunjukkan barongsai, wayang Po Tai Hie, Pekan Budaya
Tionghoa, Koko Cici Jogja dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

ETNIK JAWA
Pada bagian ini, silahkan anda menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini sesuai
dengan diri anda.
1. Apakah anda mengetahui sejarah etnik Jawa?
o Ya
o Tidak
2. Apakah keluarga anda masih terdiri dari orang-orang yang berasal dari etnik
Jawa?
o Ya
o Tidak
3. Apakah anda merasa bahwa anda memiliki keharusan untuk menjalankan
kewajiban-kewajiban yang ada pada etnik Jawa?
(contoh: Unggah-ungguh, meneruskan budaya Jawa, menikah dengan orang
sesama etnik dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
4. Apakah anda mengetahui tradisi-tradisi pada etnik Jawa?
(Contoh: Midodareni, Siraman, Sungkeman, Mitoni, Gunungan, Ngunduh
Mantu, Tedhak Sinten, Tumpengan, dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
5. Apakah anda masih melakukan tradisi-tradisi etnik Jawa?
(Contoh: Midodareni, Siraman, Sungkeman, Mitoni, Gunungan, Ngunduh
Mantu, Tedhak Sinten, Tumpengan, dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
6. Apakah anda mengetahui bahasa Jawa?
(contoh: Ngoko, Krama Madya, Krama Alus dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

7. Apakah anda masih menggunakan bahasa Jawa dalam kegiatan sehari-hari?


o Ya
o Tidak
8. Apakah anda memiliki teman-teman etnik Jawa?
o Ya
o Tidak
9. Apakah ketika anda sekolah, mayoritas murid disekolah tersebut adalah
orang etnik Jawa?
o Ya
o Tidak
10. Apakah anda merasa aman ketika bersama-sama dengan orang etnik Jawa?
o Ya
o Tidak
11. Apakah anda berpartisipasi dalam kelompok etnik Jawa?
(contoh: Paguyuban Kejawen, Perkumpulan Orang Jawa, dan lain-lain)
o Ya
o Tidak
12. Apakah anda berpartisipasi dalam acara-acara etnik Jawa baik sebagai
penonton, pemeran, dan sebagainya?
(contoh: Wayangan, Jatilan, Tarian tradisional Jawa, Sekaten, Karawitan,
Kuda Lumping, Ketoprak, Reog, Ludrug, dan lain-lain)
o Ya
o Tidak

TERIMA KASIH
Terima kasih untuk kesediaan anda dalam mengisikan data di atas dan berpartisipasi
dalam penelitian ini. Peneliti akan menghubungi nomor anda untuk
mengkonfirmasi waktu dan pelaksanaan penelitian.
Besar harapan peneliti akan partisipasi anda secara langsung dalam penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

LAMPIRAN 3

HASIL UJI T MEAN TEORITIK DAN MEAN EMPIRIS


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

A. Hasil Uji T Mean Teoritik dan Mean Empiris Seluruh Subjek

B. Hasil Uji T Mean Teoritik dan Mean Empiris Etnik Jawa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

C. Hasil Uji T Mean Teoritik dan Mean Empiris Etnik Tionghoa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

LAMPIRAN 4

HASIL UJI ASUMSI


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

LAMPIRAN HASIL UJI ASUMSI

A. UJI NORMALITAS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

B. UJI HOMOGENITAS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

LAMPIRAN 5

HASIL UJI HIPOTESIS


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

LAMPIRAN HASIL UJI HIPOTESIS


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

LAMPIRAN 6

HASIL UJI DESKRIPTIF


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

HASIL ANALISIS DESKRIPTIF

A. SELURUH SUBJEK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

B. ETNIK JAWA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

C. ETNIK TIONGHOA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

Lampiran 7

Hasil Analisis Tambahan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

A. Hasil Uji Normalitas

B. Hasil Uji Independent Sample T-test

C. Hasil Mann Whitnney-U

Anda mungkin juga menyukai