Swastika Adiguna, Prima Sudarsa
Swastika Adiguna, Prima Sudarsa
Pendahuluan
Histamine intolerance merupakan kondisi yang masih tidak umum didengar bahkan di
kalangan medis. Kondisi ini terjadi akibat ketidakseimbangan antara histamin yang
terakumulasi dengan kapasitas degradasi histamin utamanya oleh enzim yang bertugas dalam
metabolisme histamin yaitu diamin oksidase (DAO).1,2 Adanya akumulasi histamin ini akan
menyebabkan gejala dan tanda yang menyerupai reaksi alergi seperti hidung tersumbat, diare,
sakit kepala, serangan asmatoid, hipotensi, aritmia, urtikaria, pruritus dan flushing.1 Secara
epidemiologi, hanya sekitar 1% dari populasi mengalami kondisi ini dan 80% dari
penderitanya berada pada usia pertengahan.3 Beberapa pemicu yang dapat memicu kondisi ini
adalah konsumsi makanan yang tinggi histamin, minum minuman beralkohol atau
mengkonsumsi obat tertentu. Karena gejala yang kurang jelas dan tumpang tindih dengan
kondisi lain, histamine intolerance seringkali tidak terdiagnosis dan cenderung diabaikan.1
Literatur serta studi yang berfokus pada kondisi ini masih sangat minim, sehingga pada
artikel ini mencoba untuk sedikit membuka wawasan mengenai histamine intolerance ini.
Histamin pertama kali ditemukan oleh Sir Henry Dale pada tahun 1910 dan diidentifikasi
dapat memicu triple-response yaitu eritema, urtika, dan rasa gatal serta sebagai mediator
reaksi anafilaksis.4,5 Histamin termasuk dalam golongan amin biogenik dan disintesis dari
asam amino histidin. Histamin ini dihasilkan oleh sel mast, basophil, platelets, neuron
histaminergik, dan sel enterokromafin, yang mana histamin ini disimpan di dalam vesikel
intraseluler dan dilepaskan pada saat terdapat rangsangan. Histamin merupakan mediator
yang poten untuk terjadinya berbagai reaksi biologis. Histamin bekerja dengan cara berikatan
dengan reseptornya. Sejauh ini terdapat 4 subtipe reseptor antihistamin yang sudah dikenali
yaitu Reseptor Histamin 1, 2, 3, dan 4 (H1R, H2R, H3R, H4R) yang terdapat pada berbagai
jaringan target. Ikatan histamin dengan reseptornya akan menyebabkan kontraksi sel otot
polos, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, peningkatan sekresi mukus,
takikardi, perubahan tekanan darah, aritmia, serta menstimulasi sekresi asam lambung.6,7
Histamin dapat dimetabolisme dengan 2 cara yaitu, melalui deaminasi oleh DAO
(atau dulu dikenal dengan histaminase) atau melalui metilasi oleh histamine-N-
methyltransferase (HNMT). Diamin oksidase terdapat dalam membran plasma sel epitel dan
dapat disekresikan ke dalam sirkulasi sehingga diduga bertanggungjawab dalam degradasi
histamin ekstraseluler, sedangkan HNMT terdapat dalam sitosol dan hanya dapat
mendegradasi histamin intraseluler.8
Beberapa mekanisme diduga berperan dalam terjadinya histamine intolerance. Kondisi ini
dapat terjadi akibat peningkatan kadar histamin dan atau penurunan degradasi histamin.
Peningkatan kadar histamin dapat terjadi akibat overproduksi histamin endogen akibat reaksi
alergi, mastositosis, infeksi bakteri, perdarahan gastrointestinal, atau akibat dari peningkatan
kadar histamin eksogen akibat konsumsi makanan tinggi histamin ataupun alkohol.
Histamine intolerance juga dapat disebabkan oleh gangguan degradasi histamin misalnya
akibat penyakit gastrointestinal yang mengganggu enterosit sehingga menyebabkan
penurunan produksi DAO atau akibat inhibisi kompetitif dari DAO oleh biogenik amin
lainnya, alkohol atau obat.1 Gangguan degradasi histamin ini dapat terjadi secara genetik
maupun didapat. Beberapa studi telah mencoba mencari faktor genetik yang dihubungkan
dengan kondisi ini. Saat ini diketahui gen DAO terletak pada kromosom 7q35, dan adanya
mutasi pada gen ini dihubungkan dengan beberapa kondisi seperti alergi makanan, enteropati
berkaitan dengan gluten, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dan adenoma kolon.1,8 Sedangkan,
histamine intolerance yang didapat bersifat transien dan reversibel setelah eliminasi dari
faktor penyebab.9
Berbeda dengan reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE, pada kondisi histamin
intolerance, gejala dan tanda akan memberat seiring dengan peningkatan kadar histamin yang
masuk ke dalam tubuh. Gejala yang muncul seiring peningkatan histamin dalam tubuh dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Efek histamin berdasarkan konsentrasinya dalam plasma (ng/mL)1
Histamin Efek Klinis
0-1 Kadar normal
1-2 Peningkatan sekresi asam lambung
Peningkatan denyut jantung
3 -5 Takikardi, sakit kepala, flushing, urtikaria,
pruritus
6-8 Penurunan tekanan darah
7 - 12 Bronkospasme
~ 100 Cardiac arrest
Manifestasi Klinis
Konsentrasi histamin basal yang dianggap normal dalam tubuh adalah 0,3 – 1 ng/mL.8 Kadar
histamin melebihi batas toleransi individu akan menyebabkan berbagai gejala bahkan dapat
mengancam nyawa seperti hipotensi, bronkospasme dan syok. Syok anafilaksis berulang
telah dilaporkan pada penderita hiperhistaminemia. Penderita histamin intolerance dengan
penurunan aktivitas DAO dapat mengalami keluhan bahkan setelah konsumsi histamin
dengan kadar yang sangat rendah yang umumnya dapat ditoleransi oleh orang normal. Gejala
lain yang dapat muncul antara lain gangguan gastrointestinal, sneezing dan rhinorea, sakit
kepala, aritmia, pruritus, urtikaria, flushing dan asma.1
Histamin dan biogenik amin lainnya terdapat dengan berbagai konsentrasi dalam berbagai
jenis makanan. Pembentukan biogenik amin pada makanan memerlukan adanya asam amino
bebas, mikroorganisme, dan kondisi yang memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh.
Asam amino bebas dapat terbentuk dalam makanan itu sendiri, atau dihasilkan selama proses
produksi atau saat penyimpanan. Karena dipengaruhi oleh aktivitas bakteria, konsentrasi
histamin yang tinggi terutama ditemukan pada makanan yang difermentasi seperti keju,
asinan, minuman anggur, dan daging yang diproses.1
Minuman beralkohol memiliki kadar histamin yang tinggi dan merupakan suatu
inhibitor DAO yang poten. Banyak studi menemukan adanya hubungan antara konsumsi
alkohol, peningkatan histamin plasma dan kejadian sneezing, flushing, sakit kepala, serangan
asma, dan reaksi anafilaktoid lainnya; serta adanya perbaikan setelah diberikan antihistamin.1
Selain makanan yang tinggi dengan histamin, beberapa makanan seperti yang
mengandung ekstrak jeruk diduga memiliki efek merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, walaupun jeruk sendiri tidak mengadung histamin dalam jumlah tinggi. Beberapa
makanan lain yang juga diduga memiliki kemampuan merangsang pelepasan histamin antara
lain nanas, stroberi, kacang-kacangan, tomat, bayam, ikan, putih telur, daging babi, udang-
udangan, bumbu rempah, dan zat tambahan pada makanan.5 Pada studi in vitro didapatkan
bahwa pasien dengan reaksi menyerupai reaksi alergi terhadap makanan menunjukkan sel
mast duodenum yang fragil dan mudah terdegranulasi jika diberikan makanan yang diduga
memicu pelepasan histamin. Sayangnya, belum terdapat studi klinis dengan provokasi oral
untuk mendukung hipotesis di atas.1
Berbeda dengan alergi makanan yang dimediasi oleh reaksi IgE, yang mana paparan
alergen dalam jumlah yang sangat kecil sudah dapat memicu munculnya reaksi, pada
histamine intolerance jumlah kumulatif histamin sangat berpengaruh. Jumlah ini akan sangat
bergantung pada kadar histamin dalam makanan yang berbeda-beda, penyimpanan, keawetan,
jumlah yang dikonsumsi, serta adanya konsumsi Bersama dengan alcohol atau obat yang
dapat menghambat DAO. Secara umum, batas maksimal kadar histamin yang disarankan
adalah 100 mg/kg dalam makanan dan 2 mg/L dalam minuman beralkohol. Namun, batasan
ini mungkin terlalu tinggi karena studi oleh Wohrl, dkk mendapatkan 5 dari 10 wanita tanpa
riwayat histamine intolerance sebelumnya mengalami keluhan terkait histamin setelah
mengkonsumsi 75 mg histamin secara oral.11 Beberapa makanan dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan kondisi ini dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Ikan (beku/diasap/diasinkan/kalengan)
Makarel
Hering
Sarden
Tuna
Keju
Daging
Sosis
Salami
Ham
Sayuran
Kol
Bayam
Terong
Saus tomat
Cuka
Minuman beralkohol
Anggur merah
Anggur putih
Bir
Sampanye
Tabel 3. Obat yang dapat merangsang pelepasan hisatmin atau menghambat DAO1
`Penatalaksanaan
Terapi yang utama pada adalah melakukan diet bebas histamin. Alkohol, produk
fermentasi, serta makanan yang tinggi histamin atau merupakan makanan yang dapat
merangsang pelepasan histamin harus dihindari. Antihistamin H1 dan H2 dapat digunakan
bersamaan dengan diet bebas histamin, walaupun dikatakan diet bebas histamin yang ketat
tidak memerlukan terapi antihistamin. Sebagai tambahan, degradasi histamin dapat
ditingkatkan dengan pemberian Vitamin C dan Vitamin B6 yang dapat merangsang aktivitas
DAO. Pasien dengan kecurigaan histamine intolerance harus diberikan informasi bahkan
kartu petunjuk yang menunjukkan kondisi yang dialami serta obat-obatan atau makanan yang
dapat memicu kondisi ini. Jika pemberian obat yang dapat menyebabkan pelepasan histamin
tidak dapat dihindari, diperlukan premedikasi dengan menggunakan antihistamin.1
Daftar Pustaka