Anda di halaman 1dari 4

Aku Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa Indonesia

(Esai ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Program Beasiswa Unggulan Kategori
Masyarakat Berprestasi Batch 1 tahun 2020 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Apakah Saya Generasi Unggul Kebanggaan Bangsa Indonesia?

Saya sangat jauh sekali, terlebih dibanding dengan teman-teman saya yang mendapatkan
beberapa beasiswa, mewakili Indonesia di kancah Internasional, itu semua terkadang
membuat saya malu. Minder? Sedikit si, terkadang. Tetapi menyerah, semuanya selesai. Saya
putuskan tetap bersyukur, dari jutaan anak Indonesia, saya menjadi salah satu anak Indonesia
yang beruntung bisa mengenyam pendidikan sampai sekarang saya bisa diterima program
Magister Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Akan tetapi, jangan sampai
juga kita baru bisa bersyukur saat melihat orang lain lebih susah dari kita. Sebaiknya kita
menjadi generasi yang bersyukur saat orang lain lebih baik, menjadikannya sebagai motivasi.
Serta menjadi generasi yang ikut merasakan susah saat orang lain kesusahan. Dengan begitu,
kita bisa mulai belajar memimpin diri, memupuk toleransi akan perbedaan pendidikan karena
nasib dan pilihan hidup orang lain.

Menurut saya, kuliah S2 itu hanya bisa dilakukan oleh dua jenis orang. Pertama, orang kaya,
dan yang kedua adalah orang nekat, dan saya termasuk yang kedua. Ya, nekat. Sekalipun
nekat tetap harus dengan perhitungan, perkiraan, rencana, dan plan-plan lain agar belajar di
bangku magister tidak berhenti. Kebetulan, saya adalah orang yang optimis, meskipun
sesekali pesimis, tapi saya ingat orang tua saya, adik-adik saya, nenek kakek saya yang harus
bekerja di masa tuanya, saya kira itu tidak benar. Dan saya harus mengubah nasib dengan
harapan-harapan baru.

Kendala VS Tantangan

Saya lahir dan besar di desa Sukoanyar, Kabupaten Kediri, salah satu kawasan yang terkenal
dengan makanan khasnya yaitu tahu taqwa dan bangunan layaknya di kota Paris, yaitu
Monumen Smpang Lima Gumul. Di daerah saya, mengenyam gelar sarjana adalah suatu
kemewahan tersendiri melihat sebagian besar penduduk rata-rata setingkat SMA. Bahkan,
masih ada masyarakat yang hanya mengenyam sampai SMP. Sebagai anak yang terlahir dari
keluarga pra-sejahtera, pencapaian ini tentu sangatlah besar. Akan tetapi usaha yang lumayan
menguras keringat tentunya menjadi tantangan tersendiri, terlebih, ditambah mahalnya biaya
kuliah di kampus negeri beserta dengan biaya hidupnya. Sehingga saya harus melakukan
banyak hal untuk tambahan biaya kuliah. Selain dari orang tua tentunya saya harus
menambahkan sendiri biaya-biaya lainnya, dengan membuka usaha jasa desain, mengikuti
lomba-lomba, ikut seminar gratis untuk mendapatkan ilmu dan makan siang, ikut penelitian
dosen, dsb.

Proses panjang wajib belajar 9 tahun di daerah saya tergolong bagus, karena Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) tetap berjalan meskipun selalu ada tambahan-tambahan biaya
yang tidak terduga. Sekalipun tidak sudah ada BOS, tetap saja pembayaran tidak terduga
tersebut terkadang tidak mampu saya bayar langsung, seperti LKS, Ekstrakurikuler dll.
Sehingga dari kecil, saya sudah terbiasa membayar di waktu paling mepet, sudah paling
akhir, dan bahkan telat. Namun, hal tersebut tidak menjadi kendala untuk saya tetap belajar.
Perjalanan menyelesaikan program sarjana saya lalui dengan berbagai hambatan, baik
finansial, fisik, maupun mental. Tetapi, itulah yang mendorong saya untuk lebih baik.
Beberapa pengalaman berkesan saya tandai sebagai salah satu pencapaian besar dalam hidup
saya.

Saya adalah anak yang tidak cukup beruntung karena dilahirkan dalam kondisi yang tidak
berkecukupan dan tidak memiliki banyak pilihan. Serta tidak begitu banyak berpretasi semasa
SD-SMA, sehingga saya sangat sulit mendapatkan beasiswa semasa sarjana. Akan tetapi dari
kekurangan itulah, membuat saya merasa harus berjuang lebih banyak daripada mereka yang
kecukupan dan mendapat dorongan dari pemerintah yang memberikan beasiswa, maupun
dorongan dari keluarga yang mapan, dan saya sangat beruntung mendapatkan kesempatan
mencari dan memaknai pencapaian-pencapaian melalui proses yang panjang. Namun, semua
itu menjadi sia-sia jika pada akhirnya tidak memberikan manfaat untuk orang lain.

Prestasi

Ayah saya adalah seorang pekerja keras, beliau tidak pernah membiarkan saya merasa malu
dalam keadaan benar apapun. Sehingga mental saya dari kecil sudah dilatih untuk
‘Menerima’ dan ‘Tetap Usaha’. Sedangkan Ibu saya adalah seorang yang mengajarkan saya
tentang keuletan, seni, sosial, dll sehingga saya mampu bersaing dalam lomba atau pun
prestasi lain di sekolah sampai bangku kuliah dengan optimis. Sekalipun tidak semuanya
menang.

Saya akhirnya merantau dari Kediri ke Kota Malang, disana saya diterima di Program Studi
Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang. Dua tahun saya ditempa dengan tekanan
dengan mahalnya biaya hidup, serta interaksi sosial yang harus saya bangun perlahan-lahan
hingga saya mulai menemukan satu dua topik yang menarik dan mulai bisa membangun
minat saya belajar.

Setelah kuliah semester 2, tahun 2017 saya mulai aktif berkegiatan di Dewan Perwakilan
Mahasiswa Univeristas meskipun hanya sebagai staf, setelah itu menjadi ketua umum di
Komisi Pemilihan Umum Fakultas pada tahun 2017, masuk ke Himpunan Mahasiswa Islam
sampai saya jadi ketua umum dan demisioner pada tahun 2020 ini, lalu aktif diamanahkan
sebagai Kepala Bidang Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas. Lalu
mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kediri sampai sekarang. Berinteraksi dengan
para senior juga semakin mengasah minat saya di organisasi, untuk membangun relasi dan
kehidupan sosial. Beberapa kali saya terlibat lomba mewakili beberapa organisasi yang saya
ikuti maupun mewakili universitas. Saya mulai memupuk diri saya, sampai akhirnya saya
mengikuti pelatihan-pelatihan nasional yang belum pernah saya bayangkan akan menjadi
peserta terbaik pada sebelumnya, mengingat saya kurang begitu berprestasi di masa SMA.

Pencapaian-pencapaian tersebut belum tentu diperoleh mahasiswa lain sehingga mustahil jika
saya tidak menandai hal tersebut sebagai bagian dari kesuksesan terbesar dalam hidup. Dan
pada akhirnya saya mampu menyelesaikan kuliah dalam waktu 4 tahun, hal tersebut
merupakan pencapaian yang sangat besar bagi orang yang lahir di kampung yang sebelumnya
minim prestasi. Melalui bidang ini, saya dapat menemukan benang merah antara minat saya
dengan permasalahan-permasalahan yang relevan dengan wilayah tempat saya tinggal.

Selesai S1, saya berniat untuk langsung melanjutkan studi strata II (S2), saya mencari
beberapa beasiswa, akan tetapi mungkin belum rejekinya. Akhirnya tuntutan finansial
memaksa saya untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun, bahkan yang tidak sesuai dengan
minat dan latar belakang saya. Sehingga sampai akhirnya saya bisa melanjutkan studi strata II
(S2) di Universitas Negeri Malang ini. Meski bukan menjadi lulusan terbaik ketika S1, saya
masih sangat bersyukur masih dikarunia geliat untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.

Di tahun 2016 saya merencanakan untuk membuat usaha pembuatan media pembelajaran di
lingkungan sekolah saya, dikarenakan lingkungan disana masih kurang dengan penggunaan
media pembelajaran berbasis digital, ditambah dengan semakin berkembangnya zaman
menutut pengajar untuk membuat inovasi-inovasi dalam bidang pembelajaran.
Generasi unggul tentu saja adalah tafsir. Kembali lagi, menisbatkan diri sebagai generasi
unggul kebanggaan bangsa Indonesia rasanya cukup berat. Tetapi, saya bisa menegaskan
bahwa saya adalah salah satu pemuda yang sedang menyiapkan diri untuk berkontribusi
sesuai dengan kapasitasnya sebagai akademisi, karena generasi unggul kebanggaan bangsa
Indonesia tidak ada artinya tanpa memberikan manfaat untuk orang lain di sekitarnya, sekecil
apapun itu. Jadi, belajarlah apapun, karena kita tidak pernah tahu kapan ilmu tersebut
mendadak dibutuhkan, dan berfaedah untuk hajat orang banyak. Terlebih lagi saya
mengemban amanah atas nama saya yang memiliki arti “Menambah Ilmu Yang Bermanfaat”
sehingga membuat saya terus termotivasi untuk menambah ilmu dan menjadikannya
bermanfaat sehingga saya mampu mejadi generasi yang unggul dan menjadi rujukan,
setidaknya di lingkungan saya.

Anda mungkin juga menyukai