Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEGAWAT DARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

Dosen Pengampu
Mardeyanti, SST, M.Kes

Mengenai
“Melaksanakan Penanganan Penyelamatan dan Bantuan Hidup Dasar”
Disusun Oleh
Kelompok 1
Annisa Suci Suryaningsih P3.73.24.2.19.005
Fahni Yustari Marttika P3.73.24.2.19.011
Gaby Stephanie Renata P3.73.24.2.19.012
Heksa Agnesya Maulana P3.73.24.2.19.014
Nakita Indira Elfariani P3.73.24.2.19.022
Putri Tarisa Salsabila P3.73.24.2.19.027
Saffanah Khairurrahmah P3.73.24.2.19.031
Sheila Novarinta P3.73.24.2.19.035
Vania Ledy Zain P3.73.24.2.19.037
Kelas 3A

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
TAHUN AKADEMIK 2020-2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat karunia dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kemudian kami
sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung kelancaran kami dalam
menyelesaikan makalah ini, yaitu :
1. Dosen pengampu mata kuliah GAWAT DARURAT MATERNAL DAN NEONATAL,
yang telah memberikan kami motivasi dan bimbingan untuk
menyelesaikanmakalah ini.
2. Anggota kelompok penyusun makalah ini yang telah saling mendukung
danbekerjasama dengan maksimal sehingga terwujud makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempunaan, untuk itukami sangat
mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca sekalian agar pada akhirnya makalah ini dapat
menjadi acuan pembaca yang berbobot. Demikian yang dapat kami sampaikan, jika ada
kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca sekalian, kami mohon maaf dan kami
sampaikan terima kasih atas kritik dan saran pembaca yang membangun makalah ini.

Bekasi, 02 Agustus 2021

Tim Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
A. Definisi Bantuan Hidup Dasar.........................................................................................................4
B. Tujuan Bantuan Hidup Dasar...........................................................................................................4
C. Prinsip Bantuan Hidup Dasar...........................................................................................................5
D. Pencegahan Infeksi Sesuai Standar..................................................................................................6
E. Langkah-Langkah Bantuan Hidup Dasar.......................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................18
PENUTUP.................................................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit henti jantung mendadak merupakan pembunuh terbesar nomor satu di
dunia.Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung
koroner dan gagal jantung.Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner
berkisar 7,4 juta pada tahun 2012.1 Di Amerika Serikat, henti jantung mendadak
merupakan salah satu penyebab kematian mendadak tersering. Sedangkan prevalensi
jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%,
dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.

Tujuh puluh persen dari out-of-hospital cardiac arrest (OHCA)/kejadian henti


jantung di luar rumah sakit terjadi di rumah, dan sekitar lima puluh persen tidak
diketahui. Hasilnya pun biasanya buruk, hanya sekitar 10,8% pasien dewasa OHCA yang
telah menerima upaya resusitasi oleh penyedia layanan darurat medis atau Emergency
Medical Services (EMS) yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Sebagai perbandingan, in-hospital cardiac arrest (IHCA) atau kejadian henti jantung di
rumah sakit, memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% - 25,5% pasien dewasa yang
bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Henti jantung mendadak adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara
tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung.Henti
jantung mendadak terjadi ketika malfungi sistem listrik jantung dan kematian terjadi
ketika jantung tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar.Hal ini mungkin disebabkan oleh
tidak normal, atau tidak teraturnya irama jantung (aritmia).

Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti napas, atau
obstruksi jalan napas. BHD meliputi beberapa keterampilan yang dapat diajarkan kepada
siapa saja, yaitu mengenali kejadian henti jantung mendadak, aktivasi sistem tanggapan
darurat, melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP)
1
awal, dan cara menggunakan automated external defibrilator (AED). Idealnya di dunia,
semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan
teratur untuk memastikan pengetahuan tetap berjalan.

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan 17,5 juta orang


meninggal akibat penyakit kardiovaskular dan 7,4 juta diantaranya diperkirakan karena
PJK dan 6,7 juta adalah karena stroke. Berdasarkan data insidensi AHA (American Heart
Association) pada tahun 2013, menyatakan bahwa lebih dari 2.200 warga Amerika
meninggal karena PJK setiap harinyadari rata-rata 1 orang setiap 40 detik. Dan sekitar
155.000 orang warga Amerika yang meninggal karena PJK berusia kurang dari 65 tahun.

Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung ini juga harus tetap diperhatikan karena
menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, penyebab kematian
tertinggi di Indonesia berubah dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular.
Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
sebanyak 12,9% dari 41.590 kematian di Indonesia selama tahun 2014 Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah menempati urutan kedua setelah stroke.Kondisi kegawatdaruratan
dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi tugas dari petugas kesehatan
untuk menangani masalah tersebut.Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan
kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi pada daerah yang sulit untuk membantu korban
sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan menjadi sangat penting (Sudiharto & Sartono,
2011).Kondisi kegawatdaruratan diantaranya adalah serangan jantung.Kematian terjadi
biasanya karena ketidakmampuan petugas kesehatan 3 untuk menangani penderita pada
fase gawat darurat (golden period). Frame (2003) menyatakan bahwa bantuan hidup dasar
(BHD) dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki
keterampilan BHD, bahkan anak-anak juga dapat diajarkan sesuai dengan
kapasitasnya.Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup
dasar (Resusitacion Council, 2010).

Dalam hal ini tindakan pemberian BHD pada korban henti jantung dan sikap
kesadaran masyarakat 5 yang tepat dan cepat dalam menolong korban henti jantung
menjadi faktor yang paling penting.Ketergantungan masyarakat terhadap tenaga medis
menjadi penyebab tingginya mortalitas akibat henti jantung.Penting bagi masyarakat

2
untuk menyikapi tentang pemberian Bantuan Hidup Dasar bagi penderitahenti
jantung.Pemberian tindakan yang tepat dan cepat dapat mengurangi angka kematian dan
meningkatkan angka harapan hidup bagi penderita sehingga angka mortalitas akibat
penyakit jantung dapat ditekan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijabarkan maka kami memiliki rumusan masalah sebagai
berikut
1. Bagaimana definisi dari Bantuan Hidup Dasar?
2. Bagaimana tujuan dari Bantuan Hidup Dasar?
3. Bagaimana prinsip dari Bantuan Hidup Dasar?
4. Bagaimana cara Pencegahan Infeksi yang Sesuai ?
5. Apa saja Langkah – langkah Bantuan Hidup Dasar?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang sudah dijabarkan kami memiliki tujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui definisi dari Bantuan Hidup Dasar.
2. Untuk mengetahui tujuan dari Bantuan Hidup Dasar.
3. Untuk memahami prinsip dari Bantuan Hidup Dasar
4. Untuk memahami cara Pencegahan Infeksi yang sesuai dengan standar
5. Untuk mengetahui langkah – langkah dari Bantuan Hidup Dasar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bantuan Hidup Dasar


Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika
terjadi henti jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi pengenalan langsung terhadap henti
jantung mendadak dan aktivasi system tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation
(CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator
eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon
terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari BHD. Resusitasi
jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk
mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan
kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.

B. Tujuan Bantuan Hidup Dasar


Tujuan Bantuan Hidup Dasar ini adalah memberikan bantuan dengan cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil
menunggu pengobatan lanjutan. Selain itu, ini merupakan usaha pemberian bantuan
sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal
sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan
peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung
lanjutan. Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat
gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada
nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah
bantuan hidup dasar (BHD).
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu
mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut
adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan
bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting

4
dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya
sel otak.
Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting
guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus
menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.

C. Prinsip Bantuan Hidup Dasar


Resusitasi Jantung Paru (RJP) / Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah
suatu usaha bantuan hidup dasar melalui tindakan kompresi dada dan pemberian nafas
buatan, dengan tujuan mengalirkan kembali darah yang beroksigen ke otak. Sebelum
melakukan RJP pada korban perlu dilakukan D-R singkatan dari:
1. Danger, yaitu Penolong harus memastikan keadaan dan kondisi disekitar korban,
korban harus dievakuasi ketempat yang jauh dari sumber bahaya.
2. Response, yaitu Memeriksa kesadaran korban dengan menepuk bahu korban atau
mengguncangkan korban secara lembut, memanggil korban, atau penekanan pada
bagian tengah (pertemuan) tulan dada (bila tidak ada cidera tulang dada) atau cubitan
yang kuat.

Setelah D-R dilakukan kemudian lakukan RJP/ CPR. Prinsip RJP/ CPR sama
dengan panduan BHD/ BLS dari AHA diatas dikenal dengan C-A-B yang merupakan
akronim dari tindakan sebagai berikut:
1. Circulation / Chest Compresion (Kompresi Dada), Menggambarkan pemberian
sirkulasi darah yang mencukupi ke jaringan melalui pelaksanaan kompresi dada.
Bila korban tidak ada respond an nati tidak teraba, maka penolong harus memanggil
bantuan. Kemudian segera berikan Chest Compresion 30 kali.Chest Compresion
merupakan hal penting untuk memastikan sirkulasi darah ke Jantung dan
Otak.Tindakan Chest Compresion dilakukan di awal tindakan RJP karena diharapkan
darah kaya oksigen yang masih ada dijantung dapat segera dialirkan ke otak dan
organ tubuh penting lainnya.
2. Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas), Memastikan jalan nafas penderita
dalam kondisi bebas dari benda yang menyumbat mulut.

5
Setelah Chest Compresion, maka dilakukan penilaian jalan nafas dan memastikannya
tetap terbuka. Teknik membuka jalan nafas korban yang dilakukan adalah dengan
teknik “angkat dagu – tekan dahi”.Teknik ini digunakan pada korban tanpa cidera
spinal.
3. Breathing Support (Bantuan Pernafasan), Pemberian bantuan nafas melalui mulut
untuk menjamin ketersediaan udara/ oksigen di paru-paru penderita.
Setelah memastikan jalan nafas terbuka, maka penolong harus segera memberi
bantuan pernafasan.Beberapa teknik untuk memeberikan bantuan pernafasan.
a. Menggunakan alat bantu: Kantung masker berkatup / Bag valve mask.
b. Tanpa alat bantu: Penolong dapat memeberikan bantuan pernafasan melalui mulut
ke hidung, mulut ke mulut atau ke masker RJP

D. Pencegahan Infeksi Sesuai Standar


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
a. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien,
petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang
selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika
masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam
rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada
petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.

6
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas
(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated
Infections/HAIs).Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan
diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated
Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal
dari rumah sakit, tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak
terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan
pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan
kesehatan. Untuk memastikan adanya infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-
Associated Infections/HAIs) serta menyusun strategi pencegahan dan pengendalian
infeksi dibutuhkan pengertian infeksi, infeksi terkait pelayanan kesehatan (Healthcare-
Associated Infections/HAIs), rantai penularan infeksi, jenis HAIs dan faktor risikonya.
1. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care
Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang
terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian
infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi.Kejadian infeksi di
fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan,
apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat
dicegah atau dihentikan.

7
Enam komponen rantai penularan infeksi, yaitu:
a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi.
Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada
tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu:
patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui
agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi,
semakin cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa
dilaksanakan.
b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia.
Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik
lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir
mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan reservoir.
c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi
(mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran
cerna, saluran kemih serta transplasenta.
d) Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme
dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan.
Ada beberapa metode penularan yaitu:
(1) kontak: langsung dan tidak langsung,
(2) droplet,
(3) airborne,
(4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan
(5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu
yang rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan
kelamin atau melalui kulit yang tidak utuh.

8
f) Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh
menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan
dengan imunosupresan. Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin,
ras atau etnis tertentu, status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.

Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk


diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau
kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di
diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien
didiagnosis.Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD,
pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar terinfeksi.Oleh sebab itu penting
sekali pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut untuk juga menerapkan
Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi. Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC
merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri
(APD),dekontaminasi peralatan perawatan pasien,kesehatan lingkungan,
pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas,
penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik
yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman. Kesebelas kewaspadaan standar
tersebut yang harus di terapkandi semua fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai
berikut:

1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas
harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai

9
perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan
air mengalir, dilakukan pada saat:
i. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun
telah memakai sarung tangan.
ii. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang
bersih, walaupun pada pasien yang sama. Indikasi kebersihan tangan:
1. Sebelum kontak pasien;
2. Sebelum tindakan aseptik;
3. Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
4. Setelah kontak pasien;
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien Kriteria memilih
antiseptik: - Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negative,virus
lipofilik,bacillus dan tuberkulosis,fungiserta endospore)
6. Efektifitas
7. Kecepatan efektifitas awal
8. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan - Tidak menyebabkan iritasi kulit
9. Tidak menyebabkan alergi Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan
tangan adalah mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien
dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk lingkungan
kerja petugas.

2. Alat Pelindung Diri (Apd)


a. Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
b. APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).

10
c. Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari
resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
d. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau
cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
e. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
f. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien


Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi
infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan
digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas
lainnya) sewaktu merawat pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a) Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah
sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi.Kegagalan manajemen
sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b) Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang
berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.Pengelola perlu
mengetahui dan memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif,
pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan
bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
c) Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh
yang merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk
pada bahan dan peralatan non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya
dengan manfaat yang terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan
untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan sampah).

11
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan
peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan
tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur
Operasional (SPO) sebagai berikut:
a) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi
terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip
pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat
yang dipakai berulang, jika akan dibuang.
d) Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
e) Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan
alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan
peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi.
f) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat didekontaminasi
permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

E. Langkah-Langkah Bantuan Hidup Dasar


1. Pada saat tiba di lokasi kejadian
Tahap ini merupakan tahapan umum pada saat tiba di suatu lokasi kejadian, baik
pada kasus trauma ataupun kasus medis.Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan
pelajari segala situasi dan potensi bahaya yang ada.Sebelum melakukan pertolongan,
pastikan keadaan aman bagi si penolong.
a) Amankan keadaan
Perhatikan dahulu segala yang berpotensi menimbulkan bahaya sebelum
menolong pasien, seperti lalu lintas kendaraan, jalur listrik, asap, cuaca ekstrim,
atau emosi dari orang di sekitar lokasi kejadian. Lalu menggunakan alat
perlindungan diri (APD) yang sesuai.

12
b) Evaluasi ancaman bahaya
Bila tidak ada ancaman bahaya jangan memindahkan korban, misalnya api atau
gas beracun. Jika penolong harus memindahkan korban, maka harus dilakukan
secepat mungkin dan seaman mungkin dengan sumber daya yang tersedia.
c) Evaluasi penyebab cedera atau mekanisme cedera
Evaluasi petunjuk yang mungkin menjadi pertanda penyebab terjadinya
kegawatan dan bagaimana korban mendapatkan cederanya, misalnya terjatuh
dari tangga, tabrakan antar kendaraan, atau adanya tumpahan obat dari botolnya.
Gali informasi melalui saksi mata apa yang terjadi dan menggunakan informasi
tersebut untuk menilai apa yang terjadi. Penolong juga harus memikirkan
kemungkinan korban telah dipindahkan dari tempat kejadian, baik oleh orang di
sekitar lokasi atau oleh si korban sendiri.
d) Jumlah korban
Evaluasi pula keadaan sekitar bilamana terdapat korban lain. Jangan sekali-kali
berpikir hanya ada satu korban, oleh sebab itu sangat penting untuk segera
mengamati keadaan sekitar kejadian.
e) Meminta pertolongan
Minta bantuan ke orang sekitar tempat kejadian. Hal ini sangat penting karena
akan sangat sulit menolong pasien seorang diri, apabila ada lebih dari satu
penolong maka akan lebih efektif menangani korban, seperti pengaktivan EMS
dan mengamankan lokasi.
f) Evaluasi kesan awal Anda
Evaluasi gejala dan tanda yang mengindikasikan kedaruratan yang mengancam
nyawa korban, seperti adanya sumbatan jalan nafas, perdarahan dan sebagainya.

2. Penilaian awal pada korban tidak sadarkan diri


a) Level of Conciousness (Tingkat kesadaran)
Pedoman berikut digunakan secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran si
korban:
 A - Alert/Awas: Kondisi dimana korban sadar, meskipun mungkin masih
dalam keadaan bingung terhadap apa yang terjadi.

13
 V - Verbal/Suara: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang
suara yang diberikan. Oleh karena itu, si penolong harus memberikan
rangsang suara yang nyaring ketika melakukan penilaian pada tahap ini.
 P - Pain/Nyeri: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang nyeri
yang diberikan oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan melalui
penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan
menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang sternum/tulang
dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah tersebut
sebelum melakukannya.
 U - Unresponsive/tidak respon: Kondisi dimana korban tidak merespon
semua tahapan yang ada di atas.

b) Airway – Breathing – Circulations (Jalan napas - Pernapasan - Sirkulasi)

Apabila korban dalam keadaan tidak respon, segera evaluasi keadaan jalan
napas korban.Pastikan bahwa korban dalam posisi telentang.Jika korban
tertelungkup, penolong harus menelentangkannya dengan hati-hati dan jangan
sampai membuat atau memperparah cidera korban. Pada korban yang tidak
sadarkan diri dengan mulut yang menutup terdapat metode untuk membuka jalan
napas, yaitu Head-tilt/chin-lift technique (Teknik tekan dahi/angkat dagu)
dengan menekan dahi sambil menarik dagu hingga melewati posisi netral tetapi
jangan sampai menyebabkan hiperekstensi leher dan Jaw-thrust maneuver
(manuver dorongan rahang) yang dilakukan bila dicurigai terjadi cedera pada
kepala, leher atau tulang belakang pada korban. Lalu membuka mulut
korban.Metode ini yang biasa dikenal dengan Triple Airway Manuever.Pipi
udara yang dihembuskan oleh korban.Lakukan pengecekan nadi dengan meraba

14
arteri karotis yang ada di leher dengan meletakkan 2 jari di bawah sudut rahang
yang ada di sisi penolong.

3. Hasil pemeriksaan awal


Dari penilaian awal ini, dapat diperoleh informasi tentang korban apakah si korban
hanya mengalami pingsan, henti napas atau bahkan henti jantung.
a) Henti napas
Jika korban tidak bernapas tetapi didapati nadi yang adekuat, maka pasien
dapat dikatakan mengalami henti napas.Maka langkah awal yang harus
dilakukan adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat, kemudian penolong
dapat memberikan bantuan napas. Pastikan jalan napas bersih dari sumbatan,
berikan 1 kali bantuan napas setiap 5-6 detik, dengan durasi sekitar 1 detik
untuk tiap pemberian napas. Terdapat 3 cara memberikan ventilasi yaitu
dengan mouth-tomouth ventilation, pocket mask ventilation dan bag valve
mask resuscitation.
Pastikan dada korban mengembang pada setiap pemberian napas.Periksa nadi

setiap 2 menit.Pemberian napas harus dilanjutkan hingga korban mulai


bernapas dengan spontan, penolong terlatih tiba, nadi korban menghilang
dimana pada kasus ini penolong harus memulai RJP dan pasangkan AED bila
tersedia serta apabila keadaan lingkungan menjadi tidak aman.

15
b) Henti Jantung
Jika korban tidak bernapas, nadi tidak ada dan tidak ada respon, maka
pasien dapat dikatakan mengalami henti jantung.Pada keadaan ini, langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat
dan menghubungi pusat layanan kesehatan darurat terdekat. Kemudian segera
melakukan RJP yang benar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Letakkan korban pada permukaan datar dan keras untuk memastikan
bahwa korban mendapat penekanan yang adekuat.
- Pastikan bagian dada korban terbuka untuk meyakinkan penempatan
tangan yang benar dan untuk melihat rekoil dada.
- Letakkan tangan di tengah dada korban, tupukan salah satu pangkal
tangan pada daerah separuh bawah tulang dada dan tangan yang lain di
atas tangan yang bertumpu tersebut.
- Lengan harus lurus 90 derajat terhadap dada korban, dengan bahu
penolong sebagai tumpuan atas.
- Tekan dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit, dengan kedalaman
minimal 5 cm tetapi tidak boleh lebih dari 6 cm.
- Selama melakukan penekanan, pastikan bahwa dinding dada diberikan
kesempatan untuk mengembang kembali ke bentuknya semula (rekoil
penuh).
- Berikan 2 kali bantuan napas setiap selesai melakukan 30 kali penekanan
dada, dengan durasi selama 1 detik untuk tiap pemberian napas. Pastikan
dada mengembang untuk tiap pemberian bantuan napas.
- Untuk penolong yang tidak terlatih dalam melakukan RJP, disarankan
untuk melakukan penekanan dada saja secara terus-menerus.

16
Apabila perangkat automated external defibrilator (AED) telah tersedia,
maka segera dipasangkan. AED adalah alat elektronik portabel yang secara
otomatis dapat menganalisis ritme jantung pasien dan dapat melakukan
defibrilasi.AED dapat mengindikasikan pemberikan defibrilasi pada dua
keadaan disritmia jantung, yaitu ventricular fibrilasi (VF) dan ventricular
tachycardi (VT).Cara menggunakan AED dijelaskan sebagai berikut.
- Nyalakan alat AED.
- Pastikan dada pasien terbuka dan kering.
- Letakkan pad pada dada korban. Gunakan pad dewasa untuk korban
dewasa dan anak dengan usia di atas 8 tahun atau dengan berat di atas 55
pound (di atas 25 kg). Tempatkan satu pad di dada kanan atas di bawah
tulang selangka kanan, dan tempatkan pad yang lain di dada kiri pada garis
tengah ketiak, beberapa inci di bawah ketiak kiri. - Hubungkan konektor,
dan tekan tombol analyze.
- Beritahukan pada semua orang dengan menyebutkan "clear" sebagai tanda
untuk tidak menyentuh korban selama AED menganalisis. Hal ini
dilakukan agar analisis yang didapatkan akurat. - Ketika "clear"
disebutkan, penolong yang bertugas untuk melakukan RJP harus
menghentikan penekanan dada dan mengangkat tangannya beberapa inci
di atas dada, tapi masih berada pada posisi untuk bersiap melanjutkan
penekanan dada segera setelah kejut listrik diberikan atau AED
menyarankan bahwa kejut listrik tidak diindikasikan.
- Amati analisis AED dan siapkan untuk pemberian kejut listrik bila
diperlukan. Pastikan tidak ada seorangpun yang kontak dengan pasien.
Siapkan penolang pada posisi untuk siap melanjutkan penekanan dada
segera setelah kejut listrik diberikan.
- Berikan kejut listrik dengan menekan tombol "shock" bila ada indikasi.
- Setelah kejut listrik diberikan, segera lanjutkan penekanan dada dan
lakukan selama 2 menit (sekitar 5 siklus) hingga AED menyarankan untuk
melakukan analisis ulang, adanya tanda kembalinya sirkulasi spontan, atau
Anda diperintahkan oleh ketua tim atau anggota terlatih untuk berhenti.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika
terjadi henti jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi pengenalan langsung terhadap henti
jantung mendadak dan aktivasi system tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation
(CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator
eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon
terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari BHD.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) / Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah
suatu usaha bantuan hidup dasar melalui tindakan kompresi dada dan pemberian nafas
buatan, dengan tujuan mengalirkan kembali darah yang beroksigen ke otak. BHD
meliputi beberapa keterampilan yang dapat diajarkan kepada siapa saja, yaitu mengenali
kejadian henti jantung mendadak, aktivasi sistem tanggapan darurat, melakukan
cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan cara
menggunakan automated external defibrilator (AED).
Tujuan Bantuan Hidup Dasar ini adalah memberikan bantuan dengan cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil
menunggu pengobatan lanjutan.Selain itu, ini merupakan usaha pemberian bantuan
sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal
sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan
peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung
lanjutan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik cet.15.Jakarta:


Rineka Cipta

Erawati, S. (2015).Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Di


Kota Administrasi Jakarta Selatan. Skripsi, Universitas Islam Negeri Sarif Hidayatullah ,
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Jakarta.

Hardisman.(2014). Gawat Darurat Medis Praktik. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

19

Anda mungkin juga menyukai