TINJAUAN PUSTAKA
penurunan angka kematian ibu (AKI) dan telah dicanangkan didalam Making
Pragnancy Safer (MPS) pada tanggal 12 Oktober 2000. Tiga pesan kunci program
MPS adalah (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2)
setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan (3)
seiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Pesan MPS yang ketiga
Terkait dengan pemantapan tiga pesan kunci MPS, pada tahun 2007
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker” yang merupakan salah satu
upaya dalam percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir
persalinan sangat mendukung tujuan pembangunan kesehatan dan hal ini juga
ditunjang dengan banyaknya calon peserta KB baru (ibu hamil dan bersalin) yang
sudah pernah kontak dengan tenaga kesehatan. Seorang ibu yang baru melahirkan
11
12
waktu setelah melahirkan adalah waktu yang paling tepat untuk mengajak seorang
dua kelompok, yaitu MKJP dan non-MKJP. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) merupakan metode kontrasepsi yang dipakai jangka waktu yang panjang,
kelahiran lebih dari tiga tahun atau mengakhiri kehamilan bila sudah tidak ingin
jenis kontrasepsi salah satunya adalah Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
yang aman dan efektif digunakan dalam jangka waktu lebih lama. Pada akhir
tahun 80-an sampai awal tahun 90-an, AKDR merupakan kontrasepsi yang cukup
populer setelah pil dan suntikan. Namun beberapa tahun terakhir ini pola
10,3 % (SDKI 1994), 8,1 % (SDKI 1997), turun menjadi 6,2 % (SDKI 2002-
2003) dan turun lagi menjadi 4,9 % (SDKI 2007). Hasil penelitian yang dilakukan
AKDR, ini menunjukkan ada hubungan antara demand atau alasan menggunakan
ditujukan pada ibu pasca bersalin dengan pemilihan penggunaan AKDR pasca
KB sesuai dengan standar pelayanan dan kode etik yang telah ditetapkan.
Tabel 2.1. Perbandingan Tingkat Ekspulsi pada insersi AKDR berdasarkan Health
Thechnology Assesment (HTA) Indonesia, KB pada periode menyusui
(Hasil kajian HTA pada tahun 2009)
dipasang pada waktu operasai caesar (Kemenkes RI, 2012). Menurut Saifuddin
14
teknik manual dengan jari atau teknik menggunakan kombinasi ring forceps/klem
seperti AKDR yang dipasang sesuai siklus menstruasi. Pada pemasangan AKDR
sperma tidak dapat membuahi sel telur. Cara kerja AKDR yaitu mencegah sperma
dan paritas berapapun, pasca keguguran (non infeksi), masa menyusui (laktasi),
anemia, menderita kanker atau infeksi traktus genitalis, memiliki kavum uterus
yaitu: a) Dapat digunakan oleh semua pasien normal atau sectio sesarea (tanpa
15
kontrasepsi bagi klien yaitu: a) Dapat dipasang langsung saat ostium masih
kualitas dan volume Air Susu Ibu (ASI); d) Dapat membantu mencegah
dalam jangka waktu maksimal 8-10 tahun; f)Tidak ada interaksi dengan obat-
plasenta bagi provider yaitu: a) Pemasangan mudah sesaat setelah plasenta lahir
dimana ostium masih terbuka; b) Klien lebih dapat diajak kerjasama karena
keterbatasan alat kontrasepsi ini yaitu: a) Dapat terjadi perubahan siklus haid, haid
lebih lama dan banyak, perdarahan bercak (spotting) dan nyeri haid, biasanya
16
pada tiga bulan pertama setelah pemasangan dan keluhan akan hilang dengan
terlepas dari uterus tanpa diketahui oleh klien; c) AKDR tidak dapat dilepas sendri
oleh klien, tetapi harus dilakukan oleh tenaga terlatih; d) Tidak mencegah IMS
termasuk HIV/AIDS.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaitheit dan Agarwal (2013), dimana studi
diperoleh hasil kejadian ekspulsi sebesar 10,5 % dari total ibu yang dipasangkan
ekspulsinya yang cukup tinggi tetapi lebih besar manfaat pemakaian kontrasepsi
ini, terlebih lagi ibu yang memiliki akses yang terbatas terhadap pelayanan
kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Grimes,et al., (2003) menyebutkan
oleh WHO, terutama bagi negara berkembang dimana masih rendahnya kontak
antara wanita post partum dengan petugas kesehatan pada kunjungan ulang
dan perdarahan yang terjadi disamarkan oleh lokhea. Selain itu penelitian oleh
Divakar,et al., (2013) menyatakan pemasangan AKDR CUT 380 A pada 10 menit
17
setelah plasenta lahir adalah aman, nyaman, efektif biaya serta tingkatekspulsi
AKDR pasca plasenta menjadi salah satu upaya untuk menekan jumlah kelahiran
dengan menurunkan unmet need dan missed opportunity pada ibu pasca persalinan
dilakukan secara cross sectional terhadap akseptor yang dilayani di RSUD Abdul
menunjukkan bahwa di RSUD Abdul Muluk Lampung dari 207 akseptor IUD
post plasenta yang dilayani setelah 6 bulan pemakaian sebanyak lima orang ( 2,4
203 akseptor AKDR plasenta setelah 6 bulan ekspulsi yang terjadi pada dua orang
(1,0 persen). Kedua Rumah Sakit tersebut menerapkan teknik pelayanan yang
berbeda, dimana RSUD Abdul Muluk Lampung dengan teknik jari, sedangkan
RSUP Karyadi Semarang dengan teknik “Push and Push”, tetapi pada pemakaian
selama 12 bulan di kedua Rumah Sakit tersebut tidak dijumpai adanya ekspulsi
(BKKBN, 2012).
2.4.1 Umur
di RSUP DR. M. Djamil menyebutkan bahwa sebesar 79% ibu pasca salin yang
Winarni (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur semakin tinggi proporsi
wanita yang memakaiAKDR. Hal ini sejalan dengan penelitian Willopo dan
semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal
akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini yang akan
yang digunakan pada pasangan usia subur. Menurut Musdalifah dan Rahma
lebih tinggi yaitu jenis metode kontrasepsi jangka panjang lebih diminati. Sejalan
pada tiap kelompok umur dengan pemakaian MKJP, dimana wanita yang berusia
36-49 tahun memiliki peluang 10 kali lebih besar memakai MKJP dibandingkan
2.4.2 Pendidikan
Sesuai dengan hasil penelitian Utami (2013) dimana 49 % ibu pasca salin
adalah semakin tinggi pendidikan formal seseorang, maka usia kawin akan
dan Curtis, 2003).Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Tatarini Purba
alat kontrasepsi.
terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif atau negatif, senang atau tidak
senang dan sebagainya. Dari adanya persepsi akan terbentuk sikap yang memiliki
meliputi pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai-nilai yang dianut, dan ekspektasi
atau disikapinya. Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat dikatakan
sebagai perilaku kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini sangat
yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas, media massa dan media elektronik
suatu persepsitersendiri pada calon akseptor (BKKBN, 2012). Hal yang membuat
seseorang tertarik kembali ke sesuatu yang dianggap baik dan aman bisa
disebabkan karena pengalaman sebelumnya. Jika pada saat ibu memakai alat
kotrasepsi dimana ibu kurang tertarik dengan alat kontrasepsi yang digunakan,
maka jika ada keluhan yang wajar, maka ibu akan cendrung secara cepat
persepsi akan rasa aman yang kurang dari cara pemasangan AKDR pasca
plasenta, dimana setelah bersalin masih keluar darah yang banyak dan AKDR di
dalam rahim yang telah dipasangkan bisa terlepas bersamaan dengan darah yang
seperti perdarahan, AKDR dapat keluar sendiri, haid lebih lama, lebih banyak dan
nyeri selama haid. Hasil penelitian dari Santosaet al.,2014 pada peserta KB non
adanya perasaan malu terhadap cara pemasangan AKDR dan tidak ada dukungan
penuh dari pihak-pihak terkait termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat.
2.4.4 Paritas
Parias adalah wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang
mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat lahir
kontrasepsiIUD mempunyai paritas lebih dari dua dan bertujuan untuk membatasi
kelahiran. Hal ini sejalan dengan penelitian Willopo dan Pastuti (2007)
bahwa responden yang telah melahirkan tiga sampai empat kali mempunyai
Cina bahwa penggunaan AKDR paling tinggi (57%) pada wanita yang memiliki
22
anak satu dan mengalami penurunan (kurang dari 26%) pada wanita yang
memiliki anak dua orang atau lebih (Wang dan Altmann, 2002).
jumlah anak hidup yang lebih kecil dengan kelompok responden yang memiliki
jumlah anak yang lebih besar. Responden yang memiliki jumlah anak yang lebih
dari dua orang mempunyai kemungkinan 20 kali lebih besar untuk menggunakan
MKJP dibandingkan dengan ibu yang mempunyai anak kurang dari dua orang.
plasenta karena merupakan sebuah konsep yang baru apalagi AKDR dapat
Penelitian ini sejalan penelitian Utami (2013) yang menyatakan adanya hubungan
yang dapat berbentuk uang, barang, waktu, ataupun kesempatan yang hilang
pelayanan KB AKDR. Jika tidak ada biaya yang dikeluarkan (gratis) maka
peluang responden yang ingin membatasi kelahiran sebesar 1,6 kali. Ini sejalan
ketersediaan atau akses dan biaya yang dikeluarkan (Mannan, 2002). Hal yang
et al.,2010).
kontrasepsi lainnya, akan tetapi biayanya akan menurun seiring dengan lamanya
waktu penggunaan (Adioetomo, 1993). Hal ini sejalan dengan analisis biaya
24
pelayanan kontrasepsi AKDR oleh wanita di Amerika Serikat selama lima tahun,
disebutkan bahwa total biaya pelayanan AKDR lebih murah dibandingkan dengan
biaya kontrasepsi suntik dan pil (Chiou et al., 2003). Asuransi kesehatan yang ada
di Bali sekarang ini adalah Jamkesmas, JKBM, dan BPJS sudah menggratiskan
pelayanan AKDR pasca plasenta dan KB pasca salin lainnya, tetapi jika pasien
umum maka pasien akan membayar sesuai dengan kebijakan tempat layanan.
Peran petugas dalam hal ini adalah terkait dengan pemberian informasi
kontrasepsi ini yangpaling dominan adalah dari bidan (Anggarini dan Martini,
amanat persalinan serta penyampaian informasi pada kelas ibu hamil dan
akseptor KB dimana ibu yang mendapatkan informasi cukup, maka semakin besar
keluarga berencana dan meraih perempuan yang baru melahirkan agar terhindar
dari unmet need terhadap alat kontrasepsi (Ross dan Winfrey, 2001).
penggunaan kontrasepsi (Abera et al., 2015). Hal ini konsisten dengan studi
suami tidak menyetujui penggunaan alat kontrasepsi yang akan dipakai oleh
istrinya maka sedikit yang akan memakai alat kontrasepsi tersebut. Menurut
Hartono (2004), metode kontrasepsi tidak dapat dipakai oleh istri tanpa adanya
kerjasama dari suaminya dan saling percaya. Bentuk partisipasi suami dalam
Hasil analisis lanjut SDKI 2007 yang dilakukan oleh Maika dan Kuntohadi
meliputi umur responden, jumlah anak hidup, dan pendidikan juga dapat
plasenta.
memperoleh dukungan atau tidak dari orang-orang terdekatnya, dalam hal ini
adalah dukungan dari suami, sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
Tanpa adanya dukungan dari suami belum tentu ibu dapat berperilaku sehat
antara ketiga faktor tersebut dapat digambar dalam bagan berikut ini :
28
kesehatan jangka panjang dan jangka pendek. Model kepercayaan ini mencakup
menderita penyakit tertentu. Dalam penelitian ini adalah persepsi ibu terhadap
keseriusan jika menderita penyakit tertentu, yang dalam penelitian ini adalah
penelitian ini adalah persepsi ibu akan keuntungan atau manfaat menggunakan
tindakan tertentu, yang dalam penelitian ini adalah persepsi ibu akan
30