Anda di halaman 1dari 39

MANAJEMEN KEBIDANAN PADA RETENSIO PLASENTA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

Dosen Pengampu:
Ika Yudianti, SST., M. Keb

Disusun Oleh :
WIDIA BUNGA SITA
P17311173048

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI BIDAN MALANG
TAHUN 2020
ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahnya sehingga
tugas makalah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
dengan judul “Manajemen Kebidanan Pada Retensio Plasenta” dapat selesai
dengan baik.

Makalah ini ditujukan untuk pemenuhan tugas mata kuliah Asuhan


Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan juga kepada mahasiswa kebidanan
Poltekkes Kemenkes Malang.

Dalam penyelesaian makalah ini, tentu saja banyak pihak yang membantu
penulis. Di antaranya yaitu dosen dan para teman sesama mahasiswi kebidanan
Poltekkes Kemenkes Malang. Maka dari itu kami mengucapkan terima kasih.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, masih banyak


kekurangan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca.

Malang, 1 Maret 2020

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
BAB I TINJAUAN TEORI
A. Definisi Retensio Plasenta ........................................................1
B. Etiologi Retensio Plasenta.........................................................1
C. Predisposisi Retensio Plasenta..................................................3
D. Patofisiologi Retensio Plasenta.................................................4
E. Klasifikasi Retensio Plasenta....................................................4
F. Bentuk Pelepasan Plasenta........................................................5
G. Diagnosis Retensio Plasenta...... ...............................................6
H. Penatalaksanaan Retensio Plasenta...........................................6
I. Komplikasi Retensio Plasenta.................................................14
BAB II TINJAUAN KASUS .......................................................................15
BAB III TELAAH JURNAL .......................................................................30
BAB IV PEMBHASAN ...............................................................................34

Daftar Pustaka...............................................................................................35
Lampiran
1

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2014).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan.
Beberapa ahli klinik mengenali setelah 5 menit. Kebanyakan bidan akan
menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum
menyebutnya tertahan. (Varney’s, 2007)
Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya kelahiran
plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa perdarahan yang
berlebihan. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan dan infeksi. (Permatasari, Handayani, 2017)

B. Etiologi
Plasenta yang sukar dilepas dengan pertolongan aktif kala tiga bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila sebagian
kecil dari plasenta masih tertinggal di dalam uterus disebut rest plasenta dan
dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau lebih sering
sekunder.
Penyebab retensio plasenta yaitu:
1. Fungsional
a. His kurang kuat (penyebab terpenting),
b. Terhalang oleh kandung kemih yang penuh
c. Plasenta sukar terlepas karena
1) Tempatnya (insersi disudut tuba),
2) Bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan
3) Ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
2

Plasenta yang sukar lepas karena penyebab diatas disebut plasenta


adhesive.
2. Patologi Anatomi (Permatasari, Handayani, 2017)
a. Plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
b. Plasenta belum lepas dari dinding uterus, maka tidak terjadi
perdarahan
c. Plasenta sudah lepas, tetapi belum dilahirkan (disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala
III), sehingga plasenta tertangkap dalam rongga rahim dan terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarseratio placenta)
d. Plasenta melekat erat pada dinding uterus karena villi korialis
menembus desidua sampai miometrium hingga di bawah peritoneum
(plasenta akreta-perkreta).

Gejala Separasi/ Plasenta Plasenta Akreta


Akreta Parsial Inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
Uterus
Tinggi Fundus Sepusat 2 jari bawah Sepusat
pusat
Bentuk uterus Diskoid Agak Globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali Pusat Terjulur Terjulur Tidak Terjulur
Sebagian
Ostium Uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas Sebagian Sudah Lepas Melekat
Plasenta Seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang Sekali

Tabel 1. Gambaran Dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta


3

C. Predisposisi
Faktor predisposisi Retensio Plasenta yaitu:
1. Kelahiran prematur
Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau bayi
dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
2. Kontraksi uterus yang lemah
3. Tindakan manajemen aktif Kala III yang tidak benar.

Adapun faktor predisposisi lainnya yaitu:

1. Grandemultipara
Persalinan lebih dari 4 kali.
2. Usia
Usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun
3. Overdistensi rahim, seperti kehamilan kembar, hidramnion, atau bayi
besar.
4. Partus lama
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari
18 jam pada multi.
5. Partus presipitatus
6. Kotiledon tertinggal
7. Riwayat atonia uteri
8. Plasenta akreta, inkreta dan perkreta
9. Manajeman aktif kala III yang tidak benar.
10. Gangguan koagulopati seperti anemia dan hipofibrinogenemi.

Adapun faktor predisposisi lainnya yaitu:

1. Pembedahan uterus sebelumnya


2. Plasenta previa
3. Kebiasaan merokok
4. Multiparitas grande.
4

D. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan
tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu
lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali.
Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan
dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu
sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas
seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses
retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
Pada persalinan kala III, fisiologis plasenta yang normal dan pelaksanaan
manajemen aktif kala III yang benar menjadi penyebab pasti kelahiran
plasenta secara normal. Saat dimana terjadi kesalahan penanganan kala III
dan atau kontraksi uterus ditemukan tidak bekerja dengan baik (antonia uteri)
maupun terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta tidak dapat lahir karena
terhalang oleh cincin rahim, maka didapatkan bahwa plasenta telah lahir
sebagian, dan yang memperparah keadaan ini adalah perdarahan yang banyak
dan terus-menerus jika tidak segera diberi pertolongan. Sementara plasenta
akreta, inkreta, dan perkreta akan menyebabkan plasenta tidak dapat lahir
seluruhnya karena fisiologis plasenta yang tidak normal sehingga
(Prawirohardjo, 2014).

E. Klasifikasi
1. Plasenta Adhesiva, yaitu implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta Akreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
bagian lapisan miometrium.
3. Plasenta Inkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
lapisan miometrium.
4. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5

5. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,


disebabkan oleh kontriksi ostium uteri.

F. Bentuk Pelepasan Plasenta


Terdapat 2 bentuk pelepasan plasenta, yaitu :
1. Schulze
Pelepasan dimulai pada bagian tengah dari plasenta dan disini terjadi
hematoma retro plasentair yang selanjutnya mengangkat plasenta dari
6

dasarnya. Plasenta dengan hematom di atasnya sekarang jatuh ke bawah


dan menarik lepas selaput janin. Bagian plasenta yang nampak pada vulva
ialah permukaan foetal, sedangkan hematoma sekarang terdapat dalam
kantong yang terputar balik.
Maka pada pelepasan plasenta secara Schultze tidak ada perdarahan
sebelu plasenta lahir dan sekurang-kurangnya terlepas seluruhnya. Baru
setelah terlepas seluruhnya atau lahir, darah sekonyong-konyong
mengalir. Pelepasan secara Schulze adalah cara yang paling sering kita
jumpai.
2. Duncan
Pada pelepasan secara Duncan pelepasan plasenta mulai pada
pinggir plasenta. Darah mengalir keluar antara selaput janin dan dinding
rahim, jadi perdarahan sudah ada sejak sebagian dari plasenta terlepas dan
terus berlangsung sampai seluruh plasenta lepas. Plasenta lahir dengan
pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan secara Duncan terutama terjadi
pada plasenta letak rendah.

G. Diagnosis
1. Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan plasenta belum lahir.
2. Data objektif
Pemeriksaan fisik: Palpasi pada abdomen daerah perut didapatkanuterus
tidak teraba bulat dan keras, kontraksi kurang baik, TFU 1 jari diatas
pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol serta terjadi perdarahan
segera setelah anak lahir (postpartum primer).

H. Penatalaksanaan
Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta sebaiknya bidan
harus mengambil beberapa sikap dalam menghadapi kejadian retensio
plasenta yaitu:
1. Sikap Umum Bidan
7

Melakukan pengkajian data secara subjektif dan objektif antara lain:


Keadaan umum penderita, apakah Ibu anemis, bagaimana jumlah
perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus uteri,
mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata, melakukan tes
plasenta lepas dengan metode kustner, metode klein, metode strasman,
metode manuba, memasang infus dan memberikan cairan pengganti.
2. Sikap Khusus Bidan
Pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar dalam 30 menit
bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk
mengeluarkan atau melepas plasenta secara manual (menggunakan
tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar
dari kavum uteri (Depkes, 2008).

Peran bidan dalam penatalaksanaan retensio plasenta antara lain:


1. Melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada semua ibu yang
melahirkan melalui vagina.
2. Bila plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 IU oksitosin
IM dosis kedua.
3. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptic untuk
memasukan cateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
mengosongkan kandung kemih.
4. Ulangi kembali penanganan tali pusat dan tekanan dorso-kranial.
5. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum
lahir dalam waktu 30 menit.
6. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya, jika plasenta tetap tidak
lahir, rujuk segera.
7. Jika plasenta belum lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka
segera lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan
kavum uteri.
8

8. Melakukan prosedur manual plasenta sesuai dengan standar.

Cara Melakukan Gambar


Persiapan : memasang set dan
cairan infus (NaCl 0.9 % atau
RL, tetesan cepat, jarum 16
atau 18), menjelaskan pada Ibu
prosedur dan tujuan tindakan,
lanjutkan anastesia verbal atau
analgesia per rektal, siapkan
dan jelaskan prosedur
pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke Dalam
Kavum Uteri : pastikan
kandung kemih dalam keadaan
kosong; jepit tali pusat dengan
klem pada jarak 5-10 cm dari
vulva, tegangkan dengan satu
tangan sejajar lantai
9

Secara obstetrik masukkan


tangan lainnya (punggung
tangan menghadap ke bawah)
ke dalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali
pusat; setelah mencapai
bukaan serviks, kemudian
minta seorang
asisten/penolong lain untuk
memegangkan klem tali pusat
kemudian pindahkan tangan
luar untuk menahan fundus
uteri

Sambil menahan fundus uteri,


masukkan tangan dalam
hingga ke kavum uteri
sehingga mencapai tempat
implantasi plasenta;
Bentangkan tangan obstetric
menjadi datar seperti memberi
dalam (ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari-jari lain
merapat); tentukan implantasi
plasenta, temukan tepi plasenta
paling bawah. Bila plasenta
berimplantasi di korpus
10

belakang, tali pusat tetap


disebelah atas dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara
plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan
menghadap ke bawah
(posterior ibu)
Bila di korpus depan maka
pindahkan tangan ke sebelah
atas tali pusat dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara
plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan
menghadap ke atas (anterior
ibu); setelah ujung-ujung jari
masuk diantara plasenta dan
dinding uterus maka perluas
pelepasan plasenta dengan
jalan menggeser tangan ke
tangan kiri dan sambil
digeserkan ke atas (crania ibu)
hingga semua perlekatan
plasenta terlepas dari dinding
uterus
Sementara itu, satu tangan
masih di dalam kavum uteri,
lakukan eksplorasi untuk
menilai tidak ada plasenta
yang tertinggal

Pindahkan tangan luar dari


fundus ke supra symphisis
11

(tahan segmen bawah uterus)


kemudian instruksikan
asisten/penolong untuk
menarik tali pusat sambil
tangan dalam membawa
plasenta keluar (hindari adanya
percikan darah)
Lakukan penekanan (dengan
tangan yang menahan
suprasymphisis) uterus kearah
dorso kranial setelah plasenta
dilahirkan dan tempatkan
plasenta di dalam wadah yang
telah disediakan
Lakukan tindakan pencegahan
infeksi dengan cara:
dekontaminasi sarung tangan
(sebelum dilepaskan) dan
peralatan lain yang digunakan,
lepaskan dan rendam sarung
tangan dan peralatan lainnya di
dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit; cuci tangan
dengan sabun dan air bersih
mengalir; keringkan tangan
dengan handuk bersih dan
kering
Lakukan pemantauan pasca
tindakan: periksa kembali
tanda vital ibu, catat kondisi
ibu dan buat laporan tindakan,
tuliskan rencana pengobatan,
tindakan yang masih perlu dan
12

asuhan lanjutan; beritahuakan


pada ibu dan keluarganya
bahwa tindakan telah selesai
tetapi ibu masih memerlukan
pemantauan dan asuhan
lanjutan; lanjutan pemantauan
ibu hingga 2 jam pasca
tindakan sebelum pindah ke
ruang rawat gabung

Catatan :
a. Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang
sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta
manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam
miometrium)
b. Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan
bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual
karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini
sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per
rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan

Penanganan Retensio Plasenta Menurut Tingkatan:

Sebelum melakukan penanganan sebaiknya mengetahui beberapa hal dari


tindakan Retensio Plasenta yaitu : retensio plasenta dengan perdarahan
langsung melakukan manual plasenta; retensio plasenta tanpa perdarahan.

1. Di tempat bidan : setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera


memasang infus dan memberikan cairan; merujuk penderita ke pusat
dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik;
memberikan tranfusi proteksi dengan antibiotika; mempersiapkan
plasenta manual dengan legeartis dalam pengaruh narkosa.
13

2. Tingkat polindes : penanganan Retensio Plasenta dari tingkatan desa


sebelumnya persiapan donor darah yang tersedia dari warga setempat
yang telah dipilih dan dicocokkan dengan donor darah pasien. Diagnosis
yang lakukan stabilisasi dan kemudian lakukan plasenta manual untuk
kasus adhesiva simpleks berikan uterotonika antibiotika serta rujuk untuk
kasus berat
3. Tingkat Puskesmas : diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan
plasenta manual untuk kasus risiko rendah rujuk kasus berat dan berikan
uterotonika antibiotika.
4. Tingkat Rumah Sakit : diagnosis stabilisasi plasenta manual histerektomi
tranfusi uterotonika antibiotika kedaruratan komplikasi.

Skema Tata Laksana Retensio Plasenta

RETENSIO PLASENTA
Plasenta belum lahir setelah 30
menit bayi lahir
Sikap Bidan
a. Evaluasi sebabnya
b. Konsultasi dengan :
puskesmas dan dokter
c. Merujuk ke PKM atau RS
d. Plasenta Manual

Retensio Plasenta Tanpa


Indikasi Plasenta Manual Perdarahan
a. Perdarahan 400 cc a. Perdarahan terlalu
b. Riwayat Retensio banyak
Plasenta berulang b. Keseimbangan bekuan
c. Tindakan dengan narkose darah di tempat plasenta
lepas
d. Sejarah habitualis HPP
(berulang) Jika Perlekatan Erat,
Persiapan merujuk penderita
a. Infus cairan pengganti
b. Petugas untuk
pertolongan darurat
c. Keluarga untuk donor
darah
14

Komplikasi
a. Atonia Uteri
b. Perforasi
c. Perdarahan Uterus Tindakan Di Rumah Sakit
d. Tamponade gagal a. Perbaikan keadaan
Umum Infus-Tranfusi
(segera merujuk penderita ke antibiotic
RS) b. Tindakan plasenta
manual
c. Atau histerektomi

I. Komplikasi
a. Atonia Uteri
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus
dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri
juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah
plasenta lahir (Mulyati, 2018).
b. Perforasi
c. Perdarahan Uterus
d. Tamponade gagal
15

BAB II
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGI


Pada Ny “S” Usia 25 tahun GI P0 Ab0 Hamil 38-39 minggu
Di PMB Suka Wangi, Magelang
KALA I
Tanggal : 14 September 2012
Pukul : 09.30 WIB
Oleh : Bidan

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama : Ny “S” Tn. Rahmat
Umur : 25 tahun 27 tahun
Agama : Islam Islam
Suku : Jawa Jawa
Bangsa : Indonesia Indonesia
16

Pendidikan : SMA SMA


Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : Magelang Magelang
2. Keluhan Utama
Perut Ibu terasa kencang-kencang sejak pukul 06.00 WIB tanggal 14
September 2012, mengeluarkan lendir darah, rasa nyeri di bagian perut
bawah yang menjalar hingga ke punggung.
3. Riwayat Menstruasi
Menarch : 14 tahun Ketertaturan Haid : Haid Teratur
Siklus Haid : 28 hari Flour Albus : Tidak Ada
Lama Haid : 5-7 hari Keluhan Haid : Tidak Ada
HPHT : 14-12-2011 Banyaknya : 2-3 kali ganti
HPL : 21-9-2012 pembalut.
4. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. ANC pertama umur kehamilan 10 minggu
b. Kunjungan ANC
1) Trimester 1
Frekuensi : 2x
Keluhan : Ibu mengeluh mual dan pusing di pagi hari
Komplikasi : Tidak Ada
Terapi : B6, Fe (Setelah tidak mual)
2) Trimester 2
Frekuensi : 3x
Keluhan : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Komplikasi : Tidak Ada
Terapi :-
3) Trimester 3
Frekuensi : 4x
Keluhan : Ibu mengatakan sering kencing dan nyeri
punggung
Komplikasi : Tidak Ada
Terapi : Fe
17

c. Imunisasi
TT 1 : Catin 2010
TT 2 : 2011
TT 3 : 2011
5. Riwayat Kesehatan Penyakit yang Pernah Diderita
Ibu tidak pernah atau sedang menderita Penyakit yang pernah /sedang
menderita penyakit menular (HIV, TBC.PMS) menurun/menahun
(Kanker, asma, DM, hipertensi, jantung, hati, ginjal. Ibu tidak pernah
dirawat di rumah sakit.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Ibu tidak ada yang pernah/sedang menderita penyakitmenular
(HIV, TBC, PMS) menurun/menahun (kanker, asma, DM, hipertensi,
jantung, hati, ginjal
7. Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
Makan : 3-4 kali sehari dengan porsi sedang. Satu porsi berisi nasi,
lauk pauk seperti tahu, tempe, ikan air tawar serta sayur-
sayuran.
Minum : 4-6 gelas setiap harinya (air putih) dan 1-2 gelas teh setiap
harinya
b. Pola Eliminasi
BAK : 10 kali/hari, tidak ada keluhan
BAB : 1 kali/hari, tidak ada keluhan
c. Pola Istirahat
Ibu tidur siang selama kurang lebih 2 jam setiap harinya.
Sedangkan tidur malam 4-5 jam dan sering terbangun karena nyeri
punggung.
d. Pola aktivitas
Ibu dirumah mengerjakan pekerjaan ibu rumah tangga seperti
memasak, mencuci dan menyapu.

B. DATA OBJEKTIF
18

1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 22x/menit
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36,60C
2. Pemeriksaan Fisik
Muka : Tidak pucat dan tidak ada odema
Mata : Konjungtiva merah muda dan sklera tidak ikterus
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada
pembesaran vena jugularis
Payudara : Simetris, hiperpigmentasi pada areola, puting susu
menonjol, tidak ada tumor, tidak ada pembesaran kelenjar
montgomery, dan kolostrum sudah keluar
Abdomen : Tidak ada luka bekas operasi, terdapat linea nigra dan
strie gravidarum
Leopold I : TFU 3 jari dibawah px. Pada fundus teraba
bokong (32 cm Mc Donald)
Leopold II : Teraba punggung di bagian kanan Ibu
Leopold III : Bagian terdahulu yaitu kepala, sudah masuk
PAP
Leopold IV : Sebagian besar sudah masuk PAP (2/5 WHO)
TBJ : (32-11) x 155 gram = 3255 gram
DJJ : Reguler 146x/menit
His : 10’ 3.35”
Genetalia : Tampak lendir darah keluar dari vagina
Ekstremitas : Tidak ada odema pada tangan dan kaki
3. Pemeriksaan Dalam
Tanggal : 14 September 2012
Pukul : 10.00 WIB
Oleh : Bidan
19

V/V : Lendir darah


Ø : 8 cm
Eff : 80%
Ketuban : (+)
Bagian Terdahulu : Kepala, tidak ada bagian kecil maupun
berdenyut di bagian terdahulu
Bagian Terendah : UUK
Moulage :0
Hodge : III

C. INTERPRETASI DATA
1. Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Diagnosa Aktual : Inpartu kala I fase laten
Masalah Aktual :-
Dx : GI P0 Ab0 UK 38 minggu janin T/H/I Inpartu Kala I fase aktif
Ds : Ibu mengatakan adanya rasa mulas pada perut bagian bawah dan
mengeluarkan lendir bercampur darah pada vagina
Do :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 22x/menit
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36,60C
Leopold I : TFU 3 jari dibawah px. Pada fundus teraba bokong
(32 cm Mc Donald)
Leopold II : Teraba punggung di bagian kanan Ibu
Leopold III : Bagian terdahulu yaitu kepala, sudah masuk PAP
Leopold IV : Sebagian besar sudah masuk PAP (2/5 WHO)
TBJ : (32-11) x 155 gram = 3255 gram
DJJ : Reguler 146x/menit
His : 10’ 3.35”
20

Pemeriksaan Dalam
V/V : Lendir darah
Ø : 8 cm
Eff : 80%
Ketuban : (+)
Bagian Terdahulu : Kepala, tidak ada bagian kecil maupun
berdenyut di bagian terdahulu
Bagian Terendah : UUK
Moulage :0
Hodge : III
2. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
-
D. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA
1. Mandiri
-
2. Kolaborasi
-
3. Merujuk
-

E. INTERVENSI
1. Beritahu Ibu hasil pemeriksaan
Rasional : Agar pasien mengetahui hasil dari pemeriksaan yang telah
dilakukan
2. Berikan Ibu nutrisi
Rasional : Agar Ibu memiliki tenaga yang cukup saat proses persalinan
terutama saat meneran
3. Anjurkan Ibu untuk tidur miring ke kiri
Rasional : Untuk mempercepat pembukaan dan penurunan kepala serta
menjaga asupan oksigen ibu dan bayi tetap terpenuhi
4. Ajarkan Ibu teknik relaksasi
21

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri his yang dirasakan ibu


5. Ajarkan Ibu teknik menran saat persalinan
Rasional : Agar saat persalinan Ibu meneran dengan efektif dan
meminimalisir terjadinya kelelahan saat kala II.
6. Observasi kemajuan persalinan
Rasional : Untuk mengetahui kemajuan persalinan kala II

F. IMPLEMENTASI
1. Memberitahu pada ibu hasil pemeriksaan
Tekanan darah 120/80 mmHg, pembukaan 8cm, kondisi ibu dan janin
baik, serta ibu belum diperbolehkan meneran.
2. Memberikan Ibu makan dan minum supaya memiliki tenaga saat
meneran
3. Menganjurkan ibu miring kekiri
4. Mengajarkan ibu tehnik relaksasi, yaitu dengan menarik nafas panjang
lewat hidung dan dihembuskan lewat mulut berulangkali.
5. Mengajarkan Ibu teknik meneran saat persalinan
6. Memberikan support mental pada ibu, dengan cara menemani ibu,
mengajak berdoa, membiarkan suami/keluarga mendampingi ibu
7. Observasi kemajuan persalinan
Memeriksa tekanan darah setiap 4 jam , menghitung nadi setiap 1 jam
sekali, memeriksa suhu setiap 4 jam sekali, memeriksa DJJ setiap 30
menit sekali, memeriksa kontraksi setiap 30 menit sekali.
G. EVALUASI
1. Hasil pemeriksaan telah diberitahukan kepada ibu, ibu mengerti
mengenai hasil pemeriksaan.
2. Ibu bersedia makan dan minum, miring kiri dan bersedia melakukan
teknik relaksasi.
3. Ibu memahami cara meneran yang efektif saat persalinan dan bersedia
melakukannya
4. Hasil Observasi kemajuan persalinan :
Tanggal : 14 September 2012
22

Pukul : 11.30 WIB


Oleh : Bidan
V/V : Lendir darah
Ø : 10 cm
Eff : 100%
Ketuban : (-), pecah pukul 11.00 WIB
Bagian Terdahulu : Kepala, tidak ada bagian kecil maupun
berdenyut di bagian terdahulu
Bagian Terendah : UUK
Moulage :0
Hodge : III+

KALA II
Tanggal : 14 September 2012
Pukul : 11.30 WIB

A. DATA SUBEKJTIF
Ibu ingin meneran

B. DATA OBJEKTIF
a. Tanda Kala II
Adanya tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva membuka
b. Pemeriksaan Dalam
V/V : Lendir darah
Ø : 10 cm
Eff : 100%
Ketuban : (-), pecah pukul 11.00 WIB
Bagian Terdahulu : Kepala, tidak ada bagian kecil maupun
berdenyut di bagian terdahulu
Bagian Terendah : UUK
23

Moulage :0
Hodge : III+
c. Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Suhu : 36,90 C
Pernapasan : 20 x/menit
DJJ : 152 x/menit
His : 10’ 4.40”

C. INTERPRETASI DATA
1. Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Diagnosa Aktual : Inpartu kala II
Masalah Aktual :-
Dx : GI P0 Ab0 UK 38 minggu T/H/I Inpartu kala II
Ds : Ibu mengatakan ingin meneran
Do :
a. Tanda Kala II
Adanya tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva
membuka
b. Pemeriksaan Dalam
V/V : Lendir darah
Ø : 10 cm
Eff : 100%
Ketuban : (-), pecah pukul 11.00 WIB
Bagian Terdahulu: Kepala, tidak ada bagian kecil maupun
berdenyut di bagian terdahulu
Bagian Terendah : UUK
Moulage :0
Hodge : III+
c. Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
24

Nadi : 85 x/menit
Suhu : 36,90 C
Pernapasan : 20 x/menit
DJJ : 152 x/menit
His : 10’ 4.40”
2. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
-
D. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA
1. Mandiri
-
2. Kolaborasi
-
3. Merujuk
-
E. INTERVENSI
Lakukan pertolongan persalinan normal 60 langkah
Rasional : Untuk melahirkan bayi secara normal sesuai dengan APN 60
langkah

F. IMPLEMENTASI
1. Menyiapkan Partus Set (klem tali pusat, gunting perineum, gunting
tali pusat, heating set, koker, duk steril, dll)
2. Memakai APD (clemek, masker, kaca mata, sepatu boot, penutup
rambut),
3. Mencuci tangan dengan sabun dengan teknik 6 langkah d air
mengalir dan dikeringkan dengan handuk pribadi.
4. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap
dankeadaan janin bain, membantu ibu menentukan posisi yang
nyaman dansesuai keinginan ibu serta meminta keluarga membantu
menyiapkan posisimeneran.
25

5. Membimbing ibu meneran pada saat ibu merasa ada dorongan yang
kuatuntuk meneran secara benar dan efektif, setelah kepala janin
nampak divulva dengan diameter 5-6 cm
6. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
7. Melindungi perineum dengan satu tangan yang dlapisi kain bersih.
Tanganlain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantulahirnya kepala. Menganjurkan ibu meneran perlahan atau
bernafas cepatdan dangkal.
8. Memeriksa adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
9. Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar.
10. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang kepala secara
biparietal. Menggerakkan perlahan kepala kearah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul dibawah arcuus pubis dan kemudiam
menggerakkankearah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
11. Setelah kedua bahu lahir, geser atngan kebawah kearah perineuum
ibu untukmenyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atasuntuk menelusuri dan memegang lengan dan
siku sebelah atas.
12. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran lengan atas
berlanjutkepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata
kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing
mata kaki dan jari-jarilainnya)
13. Meakukan penilayan selintas : apakah bayi menangis kuat/ atau
beranafastanpa kesulitan, apakah bayi bergerak dengan aktif1
14. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnyakecuali telapak tangan, mengganti handuk basah dengan
handuk kering dan biarkan bayi diatas perut ibu.
15. Mengecek/ mempalpasi perut ibu untuk memastikan tidak ada janin
ke-2,kemudian segera menyuntikkan oksitosin pada 1/3 paha atas
bagian luarsecara IM.
26

16. Mengklem tali pusat ± 3 cm dr perut bayi, kemudian 2 cm ke klem


berikutnya, Memotong tali pusat, mengklem/menikat tali pusat, dan
segeralakukan IMD (bayi ditelungkupkan pada perut ibu, kontak
kulit, selimuti bayi bersama ibu dan beri topi

G. EVALUASI
1. Bayi jenis kelamin laki-laki lahir spontan tanggal 14/09/2012 jam :
11.45WIB, BB : 3100 gr, PB : 49 cm, menangis kuat, gerak aktif,
warna kulitmerah muda.
2. Tampak tali pusat di vulva, TFU setinggi pusat.
3. KU : Baik
Kesadaran : Composmentis

KALA III
Tanggal : 14 September 2012
Jam : 11.45 WIB

A. DATA SUBJEKTIF
1. Ibu tidak mulas
2. Ibu merasa nyeri pada jalan lahir

B. DATA OBJEKTIF
1. TFU setinggi pusat
2. Kontraksi lemah
3. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
27

C. INTERPRETASI DATA
1. Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Diagnosa Aktual : Inpartu kala III
Masalah Aktual : Kontraksi lemah
Dx : P1001 Ab000 inpartu kala III
Ds : Ibu merasa mulas
Ibu merasa nyeri pada jalan lahir
4. Do : TFU setinggi pusat
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis

2. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial


Potensial terjadi retensio plasenta

D. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA


1. Mandiri
Melakukan manual plasenta
2. Kolaborasi
-
3. Merujuk
Merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.

E. INTERVENSI
1. Lakukan Manajemen Aktif Kala III
Rasional : Untuk melahirkan plasenta
2. Menyiapkan rujukan
Rasional : mengantisipasi adanya penyulit kala III persalinan.

F. IMPLEMENTASI
1. Memindahkan klem tali pusat 5-10 cm dari vulva.
28

2. Meletakkan satu tangan kanan diatas kain pada perut, di tepi atas
simpisis,untuk mendeteksi kontraksi uterus. Tangan yang lain memegang
tali pusat.
3. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat ke arah bawah
sambiltangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso cranial secara
hati-hati(setelah 30-40 detik tidak lahir, hentikan penegangan, dan di
ulangi setelahada kontraksi).
4. Setelah melakukan MAK III selama 15 menit, ternyata tidak
ditemukanadanya tanda-tanda pelepasan plasenta (bertambah panjangnya
tali pusat,semburan darah, perubahan bentuk uterus dari kolumner
menjadi globular).

G. EVALUASI
Pada pukul 12.00 WIB belum ada tanda-tanda pelepasan plasenta, (bertambah
panjangnya tali pusat, semburan darah, perubahan bentuk uterus dari
kolumner menjadi globular) dan tidak ada perdarahan.
Hasil Observasi TTV
KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
CATATAN PERKEMBANGAN
1. Data Subjektif
Ibu tidak merasa mulas
Ibu merasa nyeri pada jalan lahir
2. Data Objektif
a. TFU setinggi pusat
b. Kontraksi lemah
c. Pada pukul 12.00 WIB tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta
(bertambah panjangnya tali pusat, semburan darah, perubahan bentuk
uterus dari kolumner menjadi globular)
3. Analisa
P1001 Ab000 inpartu kala III dengan retensio plasenta
29

4. Penatalaksanaan
a. Menjelaskan pada ibu bahwa ari-arinya belum lahir dalam 15 menit dan
ibu harus diberikan suntikan oksitosin dosis ke-2 pada 1/3 paha atas
bagian luar.
b. Kembali melakukan MAK III, dan setelah 30 menit tetap tidak ada tanda-
tanda pelepasan plasenta

CATATAN PERKEMBANGAN
1. Data Subjektif
Ibu tidak merasa mulas
Ibu merasa nyeri pada jalan lahir
2. Data Objektrif
a. TFU setinggi pusat
b. Kontraksi lemah
c. Pada pukul 12.15 WIB tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta
(bertambah panjangnya tali pusat, semburan darah, perubahan bentuk
uterus dari kolumner menjadi globular)
3. Analisa
P1001 Ab000 inpartu kala III dengan retensio plasenta akreta
4. Penatalaksanaan
a. Mengobservasi TTV ibu
b. Menjelaskan pada keluarga bahwa kondisi Ibu kurang baik karena ari-ari
belum lahir setelah 30 menit, sehingga ibu harus di rujuk.
c. Meminta keluarga/suami untuk menandatangani inform konsen
d. Melakukan persiapan rujukan, memasang infuse RL yang sudah di
tambah 2 IU oksitosin.5.
e. Merujuk Ibu ke RS yang telah di hubungi sebelumnya.
f. Menyempaikan diagnosa pasien dan penatalaksanaan yang telah
dilakukan kepada tenaga kesehatan di faskes rujukan
30

BAB III
TELAAH JURNAL

Dalam jurnal disebutkan bahwa epidemiologi plasenta akreta adalah


definisi kondisi yang heterogen. Hampir setengah dari studi kohort yang
diterbitkan selama tiga dekade terakhir tidak memberikan bukti korelasi antara
tanda-tanda USG prenatal, gejala klinis, dan temuan patologis rinci pada
pengiriman. Selain itu, dimasukkannya baru-baru ini baik bentuk adheren maupun
invasif dari plasentasi akreta ke dalam satu kategori kuno yaitu “tidak patuh”
membuat interpretasi data klinis lebih sulit. Ini dapat menjelaskan variabilitas luas
dalam prevalensi tingkat yang berbeda dari plasenta akreta, dalam akurasi
diagnosis prenatal, dan dalam perbedaan hasil, serta mengapa tingkat deteksi
prenatal tetap rendah dalam penelitian populasi terbaru. diskusi, kami
31

menggunakan gangguan placenta accreta spectrum (PAS) untuk memasukkan


gangguan plasenta yang patuh dan invasif.

Perdarahan obstetrik masif adalah salah satu morbiditas persalinan paling


parah dan salah satu penyebab kematian ibu yang paling penting dan berpotensi
dapat dihindari. Jaringan plasenta yang tersisa dan atonia uterus sekunder tetap
menjadi salah satu penyebab paling umum pendarahan obstetrik masif secara
global, dan perdarahan pascapersalinan secara khusus. Setiap upaya untuk secara
manual menghilangkan gangguan PAS biasanya memicu perdarahan berat dan
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas ibu yang tinggi. Gejala klinis
gangguan PAS - khususnya dalam kasus plasenta yang melekat sebagian - bisa
sangat mirip dengan retensi plasenta, dan beberapa penulis telah menggabungkan
kedua kondisi tersebut bersama-sama. Namun, plasenta yang tertahan, yang hanya
terperangkap dalam uterus setelah melahirkan karena konstriksi serviks, tidak
boleh dimasukkan dalam kategori gangguan PAS; kasus-kasus di mana plasenta
yang tertahan mudah dikeluarkan dalam waktu 30 menit setelah kelahiran. Ini
menunjukkan bahwa prevalensi gangguan PAS dan khususnya plasentasi akreta
invasif cenderung lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh banyak studi klinis
sebelumnya.

Secara teoritis, setiap anomali uterine primer atau kerusakan sekunder


pada struktur dinding rahim dapat menyebabkan gangguan PAS, termasuk bentuk
invasif. Gangguan PAS telah dilaporkan pada wanita primigravida tanpa
gangguan rahim yang jelas. Namun, kasus ini sangat jarang dan riwayat operasi
yang lalu, khususnya mengenai penghentian kehamilan, mungkin tidak selalu
akurat. Peningkatan prevalensi gangguan PAS secara langsung dikaitkan dengan
peningkatan tingkat kelahiran sesar di sebagian besar negara berpenghasilan
menengah dan tinggi, dan didukung oleh data epidemiologi yang kuat. prevalensi
gangguan PAS di negara-negara berpenghasilan rendah.

Gangguan PAS tidak secara eksklusif merupakan konsekuensi dari


kelahiran sesar. Prosedur yang menyebabkan kerusakan bedah kurang pada
integritas lapisan rahim, seperti kuretase rahim, pengiriman manual plasenta,
endometritis postpartum dan, yang lebih baru, operasi histeroskopi, ablasi
32

endometrium, dan embolisasi arteri uterin semuanya telah dikaitkan dengan


gangguan PAS pada kehamilan berikutnya. Perkembangan gangguan PAS juga
telah dilaporkan pada wanita tanpa operasi rahim sebelumnya, tetapi dengan
patologi uterus seperti rahim bicornuate, adenomiosis, fibroid submukosa, dan
distrofi miotonik. Kasus-kasus yang jarang ini menunjukkan bahwa implantasi
jaringan villi intramyometrial tidak selalu sekunder untuk operasi uterus mayor
dan dapat menjelaskan kasus sporadis gangguan PAS yang diamati sebelum abad
ke-20. Prevalensi kondisi uterus ini pada populasi umum, khususnya fibroid dan
adenomiosis, dan kurangnya bukti yang jelas tentang hubungan mereka dengan
plasentasi invasif menunjukkan bahwa mereka mungkin bukan faktor risiko utama
untuk gangguan PAS. Gangguan PAS telah dilaporkan secara luar biasa pada
wanita tanpa kehamilan sebelumnya dan tanpa patologi uterus yang jelas tetapi
etiologi dalam kasus ini tidak mungkin untuk dievaluasi.

Nordic Obstetric Surveillance Study, yang menyelidiki komplikasi


kebidanan parah antara 2014 dan 2012,8 menemukan bahwa usia ibu lebih dari 35
tahun meningkatkan kemungkinan gangguan PAS sebesar 4,5 (risiko absolut: 7,5
per 10.000). Hubungan ini kemungkinan besar disebabkan oleh faktor-faktor
pengganggu seperti multiparitas, risiko previa, dan risiko operasi rahim
sebelumnya daripada usia ibu lanjut itu sendiri. NOSS juga menemukan OR 3,1
untuk gangguan PAS (risiko absolut: 8,2 per 10.000) pada kehamilan yang
dihasilkan dari fertilisasi in-vitro (IVF) . Studi kasus-kontrol nasional Inggris
menggunakan Sistem Obstetri Surveillance Inggris (UKOSS) menemukan OR
yang disesuaikan (aOR) untuk gangguan PAS 32.1 (95% CI 2.0509) untuk
kehamilan IVF.

Evaluasi prenatal dari kedalaman invasi plasenta sangat penting untuk


perencanaan manajemen individu wanita yang didiagnosis dengan gangguan
PAS.52 Terlepas dari kenyataan bahwa sekitar 90% wanita yang didiagnosis
prenatal dengan plasenta previa accreta dalam 30 tahun terakhir telah menjalani
histerektomi sesar elektif atau emergensi , 44 ada data terbatas pada kedalaman
invasi vili dalam kasus ini. Dalam sebuah tinjauan sistematis baru-baru ini dari
1078 kasus gangguan PAS yang didiagnosis sebelum kelahiran, kurang dari 40%
dari penelitian kohort dan kasus ultrasonografi prenatal kontrol memberikan
33

informasi tentang kedalaman invasi vili. Hal ini mungkin karena akses terbatas ke
ahli patologi perinatal terlatih di sebagian besar pusat memberikan wanita dengan
gangguan PAS dan kebingungan di sekitar retensi plasenta sederhana yang
dilaporkan oleh kedua klinisi10 dan patolog53 sebagai bentuk ringan dari
gangguan PAS, dan deskripsi klinis jaringan plasenta yang muncul di bawah
serosa dehiscence bekas luka lama pada persalinan sesar3 sebagai plasenta yang
melekat secara abnormal.

Telah disarankan bahwa teknik bedah yang digunakan untuk memasuki


dan menutup rahim selama persalinan sesar dapat memainkan peran dalam
etiologi gangguan PAS. Sebagai contoh, penutupan uterus lapisan tunggal versus
beberapa jenis penutupan lapisan yang tumpang tindih, atau terkunci versus
terputus penjahitan, atau bahan jahitan yang berbeda dapat mempengaruhi risiko
mengembangkan gangguan PAS pada kehamilan berikutnya. Secara keseluruhan,
penutupan satu lapis dibandingkan dengan penutupan dua lapis insisi uterus
dikaitkan dengan penurunan kehilangan darah rata-rata dan durasi prosedur
operasi. Namun, tinjauan sistematis telah mengindikasikan bahwa satu jahitan
terkunci yang terus menerus dari sayatan sesar mungkin terkait dengan ketebalan
miometrium residual yang lebih tipis seperti yang dievaluasi oleh USG pasca
operasi. Meskipun demikian, data yang didapatkan menunjukkan bahwa jenis
penutupan rahim memiliki sedikit pengaruh pada penyembuhan bekas luka rahim
dan dengan demikian lebih sedikit berdampak pada gangguan PAS dibandingkan
dengan kelahiran sesar pilihan dibandingkan dengan kelahiran sesar pilihan.

Sebuah studi kasus-kontrol dari 98 wanita dengan satu atau lebih kelahiran
sesar sebelumnya dengan plasenta previa termasuk 38 kelainan PAS tidak
menemukan perbedaan dalam penutupan single-layer dan double-layer dalam
kejadian gangguan PAS. Analisis regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa
terus menerus jahitan dikaitkan dengan risiko gangguan PAS yang lebih tinggi
daripada jahitan terputus (aOR 6.0, 95% CI 1.4-25.2). Sebuah studi kasus-kontrol
retrospektif dari 53 kasus dan 157 kontrol juga menemukan bahwa penggunaan
jahitan monofilamen untuk penutupan histerotomi pada persalinan sesar
sebelumnya mengurangi risiko memiliki plasenta previa (AOR 0,26, 95% CI
0,08-0,80) dan dengan demikian gangguan PAS dalam kehamilan masa depan.75
34

Studi multicenter yang lebih prospektif diperlukan untuk mengevaluasi dampak


teknik bedah yang digunakan selama persalinan sesar pada risiko gangguan PAS
pada kehamilan berikutnya. (Jauniaux et al., 2018)

BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus retensio plasenta merupakan kasus kegawatdaruratan maternal. Pada


kasus-kasus kegawatdaruratan bidan tidak sepenuhnya memiliki kewenangan
untuk melakukan penanganan sendiri terhadap kasus tersebut. Bidan memiliki
kewenangan kolaborasi dengan dokter atau merujuknya ke fasilitas kesehatan
yang memadai.
35

Dari teori dan kasus yang telah dipaparkan tidak ada kesenjangan diantara
keduanya. Penatalaksanaan yang dilakukan bidan untuk menangani retensio
plasenta dengan tidak adanya perdarah adalah dengan merujuknya ke fasilitas
kesehatan yang memadai. Lain halnya jika ada perdarahan, berarti sebagian dari
plasenta telah terlepas maka bidan memiliki kewenangan untuk melakukan
manual plasenta untuk melahirkan plasenta seluruhnya.

Setelah ditegakkan diagnosa bahwa pasien mengalami retensio plasenta,


bidan harus menyiapkan rujukan yaitu dengan munghubungi fasilitas kesehatan
sekunder yang dianggap mampu menangani kasus retensio plasenta. Hal yang
paling penting yaitu menjelaskan keadaan pasien kepada keluarga pasien dan
meminta inform consent (persetujuan tindakan) yang akan dilakukan termasuk
merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang memadai agar pasien mendapatkan
penanganan yang terbaik dan segera.

Selain itu, sebelum merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang memadai.


Bidan diharuskan melakukan pertolongan kepada pasien sesuai kewenangannya
sampai pasien tiba di fasilitas kesehatan sekunder. Selain itu bidan juga harus ikut
mengantar pasien yang akan dirujuk untuk mengobservasi keadaan pasien selama
perjalanan. Setelah sampai dirumah sakit bidan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dengan menyampaikan diagnosa pasien dan penatalaksanaan apa
saja yang telah dilakukan baik di PMB maupun saat perjalanan menuju fasilitas
kesehatan rujukan.

Daftar Pustaka

Jauniaux, E., Chantraine, F., Silver, R. M., Langhoff-Roos, J., Duncombe, G.,
Klaritsch, P., Chantraine, F., Kingdom, J., Grønbeck, L., Rull, K., Nigatu, B.,
Tikkanen, M., Sentilhes, L., Asatiani, T., Leung, W. C., AIhaidari, T.,
Brennan, D., Kondoh, E., Yang, J. I., … Cortez, R. (2018). FIGO consensus
guidelines on placenta accreta spectrum disorders: Epidemiology.
International Journal of Gynecology and Obstetrics, 140(3), 265–273.
36

https://doi.org/10.1002/ijgo.12407

Mulyati, S. (2018). Pengaruh Induksi Oksitosin Dengan Kejadian Atonia Uteri


Pada Ibu Bersalin Di RSUD Radden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2016.
Scientia Journal, 7(2), 111–116.

Prawiroharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Permatasari, Handayani, R. (2017). FaktorFaktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Perlengketan Plasenta (Retensio Placenta). ARKESMAS, Volume 2,
Nomor 1, Januari-Juni 2017, 2(1), 102–108.

Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta :
EGC

Yeyeh, Ai dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan. Jakarta
: CV. Trans Info Medika

Anda mungkin juga menyukai