Anda di halaman 1dari 29

Referat

PRESBIKUSIS

Oleh:

Reza Ihza Mahendra

1610070100037

Preseptor :

dr. Jenny Tri Yuspita Sari, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

RSUD M. NATSIR SOLOK

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul
“Presbikusis”. Referat ini disusun untuk memenuhi  tugas Kepaniteraan Klinik
Senior pada bagian THT-KL di RSUD M. Natsir.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Jenny Tri Yuspita Sari,
Sp.THT-KL selaku pembimbing, karena telah meluangkan waktu dan ilmu
pengetahuannya kepada penulis. Dalam penyusunan referat ini penulis mengalami
beberapa hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan dan bimbingan yang telah
beliau berikan, maka referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan baik dalam segi penyusunan,


pengolahan, pemilihan kata, dan proses pengetikan karena masih dalam tahap
pembelajaran. Saran dan kritik yang membangun tentu sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga referat
ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya dalam
memahami masalah Presbikusis.

Solok, Mei 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................3
1.2 Tujuan.............................................................................................................4
1.3 Manfaat...........................................................................................................4
1.4 Metode Penulisan............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5
2.1 Anatomi Telinga.............................................................................................5
2.2 Fisiologi Mendengar.......................................................................................9
2.3 Presbikusis......................................................................................................10
2.3.1 Definisi...................................................................................................10
2.3.2 Epidemiologi..........................................................................................10
2.3.3 Etiologi ..................................................................................................10
2.3.4 Faktor Resiko.........................................................................................11
2.3.5 Patofisiologi...........................................................................................14
2.3.6 Klasifikasi..............................................................................................14
2.3.7 Diagnosis................................................................................................17
2.3.8 Penatalaksanaan.....................................................................................22
2.3.9 Komplikasi.............................................................................................26
2.3.10 Prognosis...............................................................................................26
BAB III KESIMPULAN......................................................................................27
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Presbikusis merupakan salah satu masalah gangguan pendengaran yang terjadi


sejalan dengan proses penuaan yang umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, pada
audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai
terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural, tidak ada kelainan yang mendasari
selain proses menua secara umum.1 Presbikusis merupakan penyakit neurodegeneratif
terbanyak dan gangguan komunikasi nomor satu di masyarakat yang mempengaruhi
ratusan juta orang di seluruh dunia.2

Angka insidensi dari gangguan pendengaran akibat prebikusis pada lansia di


Amerika Serikat dilaporkan sebesar 25-30% untuk kelompok umur 65-70 tahun,
sedangkan angka insidensi untuk umur lebih dari 75 tahun sebesar 50%. Menuruthasil
survei, jumlah pemakai alat bantu dengar sampai saat ini di Amerika mencapai 20
juta orang.2

Prevalensi presbiskusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60


tahun. Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65
tahun di diagnosis menderita presbiskusis terutama pria. Di Indonesia sekitar 30-35%
orang berusia 65-75 tahun mengalami presbiskusis.1,2 Presbiskusis dapat terjadi akibat
perubahan degenerasi pada telinga dalam yang mengakibatkan penurunan sel
ganglion nukleus kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari superior kompleks
yang mengakibatkan penurunan fungsi sel. Selain itu juga dapat terjadi akumulasi
produk metabolisme dan penurunan aktifitas enzim yang berperan dalam penurunan
fungsi sel.3,5

Presbikusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang menjadi perhatian


program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT). Tujuan
program tersebut ialah menurunkan angka kejadian presbikusis sebesar 30% pada

3
tahun 2030.3 Diharapkan dengan adanya program tersebut dapat mencegah
peningkatan populasi presbikusis dengan memperhatikan faktor-faktor resikonya.
Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru dan lebih
baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti menghasilkan
efek positif terhadap kualitas hidup.6

Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya untuk meningkatkan


kualitas hidup terutama pada pasien presbikusis. Tujuan utama dari alat bantu dengar
adalah untuk memaksimalkan sisa pendengaran.6

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior dibagian
ilmu penyakit THT-KL RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta bisa menjadi bahan referensi bagi para pembaca khususnya
kalangan medis mengenai presbikusis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
epidemiologi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, serta
penatalaksanaan dari presbikusis.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Sebagai sumber media informasi mengenai presbikusis


2. Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior dibagian ilmu
penyakit THT-KL RSUD M. Natsir.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literature.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau kavum timpani, dan telinga
dalam atau labirin. Telinga luar terdiri atas aurikula dan meatus akustikus eksternus
(MAE)/ liang telinga. Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam os temporal
pars petrosa yang dilapisi membran mukosa, berisi tulang-tulang pendengaran.
Telinga dalam berisi labirin tulang (vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea)
dan labirin membranasea (utrikulus dan sakulus di dalam vestibulum, tiga duktus
semisirkularis di dalam kanalis semisirkularis, dan duktus koklearis di dalam koklea),
sesuai dengan yang ditampilkan pada Gambar 1.7

Gambar 1. Pembagian Telinga Luar, Tengah, dan Dalam

5
2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
1/3 bagian luar, di 1/3 bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada 2/3 bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami
modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang
berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-
coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap
debu dan mencegah infeksi.7
Membran timpani yang berdiameter lebih kurang 1 cm, adalah selembar selaput
yang tipis, jorong, dan setengah tembus pandang, terentang pada ujung medial tuba
auditiva. Selaput ini merupakan sekat antara bagian external telinga terhadap bagian
tengahnya. Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnel), sedangkan bagian bawah parstensa (membrane propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lepas lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sikuler pada bagian dalam.7
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran tympani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah,
yaitu pada pukul 7 untuk membran tympani kiri dan pukul 5 untuk membran tympani
kanan. Refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah ialah cahaya dari luar yang

6
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran tympani terdapat dua macam
serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks
cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila
letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.8

Gambar 2. Membran Timpani

2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah berbatasan dengan telinga luar oleh gendang telinga dan
berbatasan dengan telinga dalam oleh suatu tulang kecil yang memiliki dua jendela
yaitu oval window dan round window. Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang
kecil yang berhubungan satu sama lain secara synovial. Tulang – tulang kecil ini
dinamakan sesuai bentuknya yaitu maleus atau martil, inkus atau landasan, stapes
atau sanggurdi. Tangkai dari maleus melekat pada permukaan dalam dari membran
timpani. Kepala dari maleus melekat pada badan dari inkus. Inkus berhubungan

7
dengan kepala dari stapes. Bagian dasar dari stapes berhubungan dengan oval
window. Tepat di bawah oval window adalah round window yang juga mempunyai
lapisan yang disebut membran timpani kedua. Dinding depan telinga tengah
menyambung ke tuba auditorius, yang biasa disebut saluran eustachius. Saluran ini
merupakan penghubung telinga tengah dengan nasofaring. Dalam keadaan normal
saluran ini tertutup, tetapi dapat membuka oleh gerakan menguap, mengunyah dan
menelan. Pembukaan ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai
tekanan atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara.5

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


• Batas luar : Membran tympani
• Batas depan : Tuba eustachius
• Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
• Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
• Batas atas : Tegmen tympani (meningen/otak)
• Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalissemisirkularis horizontal,
kanalisfasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(roundwindow) dan promontorium.

Gambar 3. Batas-batas Telinga Tengah

8
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin tulang, labirin membran, dan organ spiral
(organ of Corti) yaitu organ pendengaran. Telinga dalam memiliki struktur
menyerupai tulang pada bagian luar yang terdiri dari kanalis semisirkularis ,
vestibularis, dan koklea, serta berisi cairan yang disebut perilimfe. Cairan ini
mengeliling labirin membran, yaitu suatu saluran di dalam labirin tulang yang
merupakan tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan. Labirin membran berisi
cairan yang disebut endolimfe yang memiliki kadar ion potasium (K+) yang tinggi
dan kadar sodium yang rendah, dan sebaliknya pada perilimfe, yang berperan dalam
penyampaian pesan. Pada bagian tengah dari telinga dalam terdapat struktur lonjong
yang disebut vestibule, labirin membran pada daerah ini terdiri dari sakulus dan
utrikulus. Pada bagian superior dan posterior dari vestibule terdapat kanalis
semisirkularis. Bagian anterior dari vestibule adalah koklea, suatu saluran spiral yang
menggulung sebanyak hampir tiga putaran pada bony core yang disebut modiolus,
dan terbagi menjadi tiga saluran yaitu duktus koklearis (skala media), skala timpani,
dan skala vestibuli). Pada membran basilaris terdapat organ korti (organ of corti)
yang memiliki sel penunjang dan sel rambut yang berfungsi sebagai reseptor
pendengaran.5

2.2 Fisiologi Mendengar

2.2.1 Mekanisme Mendengar

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan
mengenai membran tympani, sehingga membran tympani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakan tinggap lonjong (foramen ovale) yang juga
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibule. Getaran ini diteruskan melalui
membrane Reissener yang mendorong endolimfe dan membrane basal ke arah bawah,
perilimfe dalam skala tympani akan bergerak sehingga tingkap (foramen rotundum)
terdorong kearah luar.9

9
Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong
membranebasal, sehingga menjadi cembung ke bawah dan menggerakkan perilimfe
pada skala tympani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan
dengan berubahnya membranebasal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsang fisik
tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik
yang diteruskan ke cabang-cabang N.VII, yang kemudian meneuskan rangsang itu ke
pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus
temporalis.8

2.3 Presbikusis
2.3.1 Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi yang umum terjadi pada
usia lanjut yaitu di atas 65 tahun. Presbikusis diakibat proses degenerasi organ
pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur, dan simetris pada kedua sisi
telinga. Presbikusis dapat dimulai pada frekuensi 1000 Hz atau lebih. Progresifitas
penurunan pendengaran diperngaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih
cepat dibandingkan dengan perempuan7
2.3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat (US), gangguan pendengaran terjadi seiring dengan
pertambahan usia, prevalensi berkisar 25% pada orang berusia 70-74 tahun, dan lebih
dari 50% pada orang berusia 85 tahun atau lebih. Hal yang serupa terjadi di Kanada,
Patterson mencatat orang-orang berusia lebih dari 65 tahun dilaporkan lebih dari 1/3
kelompok tersebut dideteksi mengalami gangguan pendengaran.2
Di Indonesia sekitar 30-35% orang berusia 65- 75 tahun mengalami
presbiakusis.4 Pada penelitian di RS Adam Malik Medan pada periode 2012-2014
mendapatkan hasil dimana pasien presbikusis yang datang terbanyak yaitu kelompok
usia 70 tahun dengan frekuensi terbanyak pada kelompok laki-laki.5
2.3.3 Etiologi
Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.Schucknecht menerangkan
penyebab kurang pendengaran pada presbikusis adalah Degenerasi sel rambut di
koklea, degenerasi fleksibilitas dari membran basiler, berkurangnya neuron pada jalur

10
pendengaran, perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak, degenerasi
jangka pendek dan auditory memory, menurunnya kecepatan proses pada pusat
pendengaran di otak (central auditory cortex ).7
Cepat lambatnya proses degenerasi ini dipengaruhi juga oleh tempat dimana
seseorang tinggal selama hidupnya. Orang kota lebih cepat datangnya presbikusis ini
dibandingkan dengan orang desa. Diduga kejadian presbikusis usia mempunyai
hubungan dengan faktor-faktor herediter, metabolism (DM, hiperkolesterol),
arterosklerosis (Hipertensi,), infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifactor(Merokok, riwayat bising).7
Schucknecht menerangkan penyebab kurang pendengaran pada presbikusis
antara lain :  
1) Degenerasi sel rambut di koklea.
2) Degenerasi fleksibilitas dari membran basiler
3) Berkurangnya neuron pada jalur pendengaran
4) Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak
5) Degenerasi jangka pendek dan auditorymemory
6) Menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak (central
auditorycortex )
Cepat lambatnya proses degenerasi ini dipengaruhi juga oleh tempat dimana
seseorang tinggal selama hidupnya. Orang kota lebih cepat datangnya presbikusis ini
dibandingkan dengan orang desa.7
2.3.4 Faktor Resiko
Diduga kejadian presbikusis usia lanjut mempunyai hubungan dengan faktor-
faktor herediter, metabolisme, arterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Faktor resiko yang dapat memperberat penurunan pendengaran pada
presbikusis antara lain :
a) Usia dan jenis kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun keatas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan.Laki-laki
lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya

11
sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan.
Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-
laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan.2
Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin pada
presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan memiliki
bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan efek
maskingnoise pada frekuensi rendah.3
b) Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas
darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal tersebut
mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehinggaproses transmisi sinyal mengalami
gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensori
neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli,
perdarahan, atau vasospasme.3
c) Diabetes Melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein
dalam proses glikosilasi akan membentuk advancedglicosilationendproduct(AGEP)
yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah
(arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin
menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati.Mikroangiopati pada
organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini
terjadi pada vasanervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann,
degenerasimyelin, dan kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati.2

National Health Survey USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik


menderita presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita
DM menunjukkan bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok
ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM.3

12
d) Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel
saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi
karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin)sehingga hemoglobin
menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara hemoglobin
dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi
gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia.3
Selain itu, efek karbonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah,
kekentalan darah, dan arteriosklerotik. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang
diakibatkanoleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi
tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak
mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur
lain.3
Mizoueetal. meneliti pengaruh merokok dan bising terhadap gangguan
pendengaran melalui data pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada 624 pekerja
pabrik baja di Jepang. Hasilnya memperlihatkan gambaran yang signifikan
terganggunya fungsi pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokok dengan risiko
tiga kali lebih besar.3
e) Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah
(dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dL.Keadaan
tersebut dapat menyebabkan penumpukan plak/atherosklerosis pada tunikaintima.
Patogenesisatherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yangterdapat secara
bersama. Arteroma merupakan regenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding
pembuluh nadipada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning kerasbagian
lipoid dalam tunikaintima arteri sedangkanarteriosklerosis adalah kelainan dinding
arteri atau nadi yangditandai dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/pengerasan
pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapatmenyebabkan gangguan aliran darah dan
transpor oksigen.3

13
Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan terdapat hubungan
antara penderita hiperkolesterolemiadengan penurunan pendengaran.2
f) Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadarikarena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Faktorrisiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian
ialahintensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masakerja dengan
paparan bising, kepekaan individu, umur, danfaktor lain yang dapat berpengaruh.
Berdasarkan hal tersebutdapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yangditerima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.Hal tersebut
dikarenakan paparan terus menerus dapatmerusak sel-sel rambut koklea.3
2.3.5 Patofisiologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan
Nervusvestibulocochlearis ( VIII ). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah
atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi disertai
dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada striavaskularis. Selain itu terdapat pula
perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal
yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.2

2.3.6 Klasifikasi
Banyak penelitian menyelidiki penyebab dari ketulian ini mengidentifikasi 4
lokasi penuaan koklea dan membagi presbikusis menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi
tersebut. Perubahan histologik ini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil
pemeriksaan auditorik. Adapun keempat tipe dari prebikusis adalah sebagai berikut: 4

14
Gambar 4. Letak Lesi Prsebikusis

1. Presbikusis Tipe Sensorik

Tipe ini menunjukkan atrofi dari epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong Organ Corti. Prosesnya berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-
lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan
ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secara histologi,
atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basalkoklea. Proses berjalan
dengan lambat. Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi
dari granul pigmen lipofusin. Ciri khas dari tipe sensory presbyacusis ini adalah
terjadi penurunan pendengaran secara tajam pada frekuensi tinggi (sloping). Jenis
sensori ini adalah tipe noise-induced hearing loss (NIHL) dan banyak didapatkan
pada pria dengan riwayat bising.2

2. Presbikusis Tipe Neural

Keluhan tipe ini adalah sulit mengartikan/mengikuti pembicaraan. Pada


audiometri tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama untuk seluruh

15
frekuensi. Tipe ini memperlihatkan atrofi dari sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf
pusat. Schuknecht memperkirakan adanya 2100 neuron yang hilang setiap dekadenya
( dari totalnya sebanyak 35000 ). Hilangnya neuron ini dimulai pada awal kehidupan
dan mungkin diturunkan secara genetik. Efeknya tidak disadari sampai seseorang
berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya hilang.
Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak
terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tetapi, tidak didapati adanya
penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan
penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan
presbikusisneural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran.2

3. Presbikusis Tipe Metabolik

Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang pendengaranyang
mulai timbul pada dekade ke-6 dan berlangsung perlahan-perlahan. Kondisi ini
diakibatkan atrofi striavaskularis. Striavaskularis normalnya berfungsi menjaga
keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan juga keseimbangan metabolik dari koklea.
Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya pendengaran yang direpresentasikan
melalui kurva pendengaran yang mendatar ( flat ) sebab seluruh koklea terpengaruh.
Diskriminasi kata-kata dijumpai. Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia
30-60 tahun. Berkembang dengan lambat dan mungkin bersifat familial. Penderita
dengan kasus kardiovaskuler dapat mengalami presbikusis tipe ini serta menyerang
semua jenis kelamin namun lebih nyata pada wanita.2

4. Presbikusis Tipe Mekanik ( presbikusis konduktif koklear )

Tipe kekurangan pendengaran ini disebebakan gangguan gerakan mekanis di


membran basalis. Gambaran khasnya adalah audiogram yang menurun dan simetris
(ski-lope).Secara histologi tidak ada perubahan morfologi pada struktur koklea.
Perubahan atas respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar dibagian basal
karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apikal. Kondisi ini disebabkan oleh

16
penebalan dan kekakuan sekunder dari membran basilariskoklea. Terjadi perubahan
gerakan mekanik dari duktuskoklearis dan atrofi dari ligamentumspiralis.
Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat lambat.2,7

Banyaknya penelitian terbaru ditujukan untuk mengetahui penyebab sebenarnya


dari presbikusis. Sebahagian besar menitikberatkan pada abnormalitas genetik yang
mendasarinya, atau memiliki peranan ataupun mencetuskan perkembangan dari
penyakit ini.2,7

Salah satu penemuan yang paling terkenal sebagai penyebab potensial


presbikusis adalah mutasi genetik pada DNA mitokondrial. Penurunan perfusi ke
koklea dihubungkan dengan umum mungkin berperan dalam pembentukan metabolit
oksigen reaktif, yang efek sampingnya mempengaruhi struktur telinga dalam.
Kerusakan DNA mitokondrial dapat menyebabkan berkurangnya posforilasi
oksidatif, yang berujung pada masalah fungsi neuron di telinga dalam.2,7

Nutrisi dan anatomi diduga berperan juga dalam menyebabkan presbikusis.


Terdapat penelitian yang menjumpai adanya hubungan antara defisiensi asam folat
dan vitamin B12 dengan hilangnya pendengaran tetapi hubungannya tidak signifikan
secara statistik. Terdapat pula penelitian yang menemukan hubungan antara level
kolesterol yang tinggi dengan berkurangnya pendengaran.2,7

2.3.7 Diagnosis
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran
tidak ketahui pasti.2 Lama-kelamaan kemampuan untuk menentukan jenis dan arah
suara akan berkurang. Kehilangan sensitivitas dimulai dari frekuensi tinggi, sehingga
menimbulkan kesulitan untuk mengerti percakapan pada lingkungan bising
(cocktailpartydeafness). Kadang-kadang disertai dengan tinitus yaitu persepsi
munculnya suara baik di telinga atau di kepala.3,7

17
Pada pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah pengambilan
serumen yang merupakan masalah pada penderita usia lanjut dan penyebab kurang
pendengaran terbanyak.3
a) Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani suram, dengan
mobilitas yang berkurang.
b) Tes penala

Gambar 5. Tes Penala


 Uji Rinne
Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran
pasien. Rinne positif bila pasien masih mendengar penala melalui hantaran udara,
setelah penala tidak terdengar melalui hantaran tulang (HU>HT). Rinne negatif bila
pasien tidak dapat mendengar melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi
terdengar melalui hantaran tulang (HU<HT). Interpretasi uji rinne.

18
Tabel 1. Hasil Uji Rinne

Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokus


Positif HU ≥ HT Normal atau gangguan Tidak ada atau lokus
sensorineural koklearis-
retrokoklearis
Negatif HU < HT Gangguan Konduktif Telinga luar atau
tengah

Gambar 6. Uji Weber dan Uji Rinne

 Uji Weber

Interpretasi :

- Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli
konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut.
- Jika nada terdengar pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli
sensorineural pada telinga yang terganggu.

19
Gambar 7. Uji Weber
 Uji Schwabach

Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. Cara


kerja: Garputala digetarkan, letakkan garputala pada prosesus mastoideus penderita
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa.
Tabel 2. Hasil Uji Swabach

HasilUjiSchwabach Status Pendengaran Lokus


Normal Normal Tidak ada
Memanjang Tuli Konduktif Telinga luar dan / atau
tengah
Memendek Tuli Sensorineural Koklearis dan / atau
retrokoklearis

Pemeriksaan Penunjang

1. Audiometri murni

Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan audiometri


nada murni. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli
sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pemeriksaan audiometri nada murni
ditemukan perurunan ambang dengar nada murni yang menunjukkan gambaran tuli

20
sensorineural. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah
frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada gangguan pendengaran jenis sensorik
dan neural. Kedua jenis ini paling sering ditemukan.3

Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan.
Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih
rendah.3

Dalam menentukan derajat ketulian yang dihitung hanya ambang dengar


hantaran udaranya (AC) saja.3

Ambang dengar (AD)=


AD 500Hz + AD 1000Hz + AD 2000Hz + AD4000Hz

Derajat ketulian ISO :


0-25 dB : Normal
>25-40 dB : Tuli ringan
>40-55 dB : Tuli sedang
>55-70 dB : Tuli sedang berat
>70-90 dB : Tuli berat
>90 dB : Tuli sangat berat

b. Audiometri tutur

Menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speechdiscriminatin) dan


biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.3

Pada pemeriksaan audiometri tutur pasien diminta untuk mengulang kata yang
didengar melalui kasettaperecorder. Pada tuli perseptikoklea, pasien sulit untuk
membedakan bunyi R, S, C, H, CH, N. Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit
lagi umtuk membedakan kata tersebut.3

21
Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam
pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar. Hasil uji
audiometri suara :

90-100 % normal
75-90% tuli ringan
60-75% tuli sedang
50-60% kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
<50% tuli berat

Gambar 8. Audiometri Presbikusi

2.3.8 Penatalaksanaan
Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada presbikusis adalah
tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya adalah untuk memperbaiki
kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
berfungsi membantu penggunaan sisa pendengaran untuk berkomunikasi. Alat bantu
dengar diperlukan apabila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB. Selain itu dapat
pula digunakan assistivelisteningdevices yang merupakan amplifikasi sederhana yang
mengirimkan signal pada ruangan dengan menggunakan headset.2

22
Pada keadaan dimana tidak dapat diatasi dengan alat bantu dengar, penderita
merasa adanya penolakan dari teman atau saudara yang selanjutnya akan
mengakibatkan hubungan jadi tidak baik sehingga penderita akan menarik diri, terjadi
pengurangan sosialisasi, penurunan fisik, penurunan aktifitas mental sehingga merasa
kesepian, dan akhirnya dapat terjadi depresi. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan
physiologiccounseling dan diberikan penjelasan kepada keluarga mengenai
bagaimana memperlakukan atau menghadapi penderita presbikusis. Selain itu dapat
juga diajarkan untuk membaca gerakan mulut orang yang menjadi lawan bicaranya
(lipreading).2
Penderita yang mengalami perubahan kohlea tetapi ganglia spiralis dan jaras
sentral masih baik maka dapat digunakan kohlearimplan. Rehabilitasi perlu sesegera
mungkin untuk memperbaiki komunikasi. Hal ini akan memberikan kekuatan mental
karena sering orang tua dengan gangguan dengar dianggap menderita senilitas, yaitu
suatu hal yang biasa terjadi pada orang tua dan dianggap tidak perlu diperhatikan.
Rehabilitasi pada penderita presbikusis membutuhkan waktu dan kesabaran serta
dibutuhkan kerjasama dari ahli THT, audiologi, neurologi, dan psikologi.2
Alat bantu dengar ini berfungsi sebagai alat yang membantu penggunaan sisa
pendengaran untuk kepentingan komunikasi dengan lingkungan. Seseorang
dinyatakan perlu untuk menggunakan alat bantu dengar apabila kehilangan
pendengaran lebih dari 40 dB.2
Alar bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier (pengeras
suara), receiver (penerus suara), cetakan telinga atau ear mold (menyumbat liang
telinga dan pengarah suara ke telinga tengah.2

23
Gambar 9. Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar memiliki beberapa jenis, diantaranya:
a. Tipe behindtheear (BTE) adalah jenis alat bantu dengar yang ditempatkan
di belakang telinga.
b. Tipe intheear (ITE) adalah alat bantu dengar yang ditempel menutupi
konkha.
c. Tipe inthecanal (ITC) adalah alat bantu dengar paling kecil dan mahal
yang ditempatkan di meatusacusticuseksternus (lubang telinga).
d. Tipe contralateralrouting of signal (CROS) adalah alat bantu dengar yang
dibuat dan diletakkan pada tangkai kaca mata.

24
Gambar 10. Jenis alat bantu dengar
Berkat kemajuan teknologi, baru-baru ini diperkenalkan teknik pemasangan
implantcochlea. Teknik ini menggunakan tindakan operatif dengan cara
menempatkannya di telinga dalam. Implantcochlea secara elektrik akan menstimulasi
membran tissue dari neural dan saraf kranial VIII.

25
Gambar 11. Implan Koklea

2.3.9 Komplikasi
Komplikasi utama dari presbikusis adalah penurunan pendengaran berlangsung
lama, yang kemudian dapat menyebabkan depresi dan kecemasan dikarenakan
kesulitan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.7

2.3.10 Prognosis
Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineural yang bersifat
progresif dan irreversibel. Oleh karena itu presbikusis memiliki prognosis yang
buruk.7

26
BAB III

KESIMPULAN

1. Presbikusis merupakan salah satu masalah gangguan pendengaran yang terjadi


sejalan dengan proses penuaan yang umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat
proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara berangsur angsur dan
simetris pada kedua sisi telinga.
2. Presbikusis dapat terjadi pada nada tinggi dan pada pemeriksaan audiometri nada
murni terlihat berupa penurunan pendengaran jenis sensorineural yang bilateral
pada kedua telinga dan simetris yang disebabkan oleh perubahan degenerative
telinga bagian dalam.
3. Presbiskusis dapat terjadi akibat perubahan degenerasi pada telinga dalam yang
mengakibatkan penurunan sel ganglion nukleus kohlea ventral, genikulatum
medial, dan olivari superior kompleks yang mengakibatkan penurunan fungsi sel.
4. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor
herediter, metabolisme, arterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor.
5. Faktor resiko yang dapat memperberat penurunan pendengaran pada presbikusis
antara lain : usia, jenis kelamin, hipertensi DM, merokok, hiperkolesterol,
riwayat bising.
6. Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada presbikusis adalah
tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya adalah untuk memperbaiki
kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar yang mana
fungsinya sebagai alat yang membantu penggunaan sisa pendengaran untuk
kepentingan komunikasi dengan lingkungan.
7. Komplikasi utama dari presbikusis adalah penurunan pendengaran yang
berlangsung lama, kemudian dapat menyebabkan depresi dan kecemasan
dikarenakan kesulitan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Frisina, R., Ding, B., Zhu,X,. et al. 2016, “Age-related hearing loss: prevention of
threshold declines, cell loss and apoptosis in spiral ganglion neurons,” Aging,
8(9), hal. 2081–2099. doi: 10.18632/aging.101045.
2. Soepardi, E.A., Nurbaiti, dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FK UI. 43-45
3. Peter, S.L. 2008. InnerEar, Presbycusis.
http://emedicine.medscape.com/article/855989-overview.
4. Fatmawati R, Dewi YA. Karakteristik Penderita Presbiakusis Di Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode
Januari 2012 - Desember 2014. J Sist Kesehat. 2016;1(4):2012-2016.
doi:10.24198/jsk.v1i4.10381
5. Fauziah S. Karakteristik Penderita Presbikusis di SMF THT-KL RSUP H . Adam
Malik Medan Periode Tahun 2015-2016. 2017.
6. National Instituite on DeafnessandOtherCommunicationDisorders National
Institutes of Health. 2007. Prevalence of presbycusis. http
://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/presbycusis.asp
7. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL, FK UI. Dalam : Gangguan pendengaran dan Kelainan Telinga. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. h. 10-38
8. Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. Head&necksurgery – Otolaryngology.
Philadelphia: Lippincot William & Wilkins. 2257-2264
9. Hartanto, Huriawan. 2000. Kamus kedokteran DORLAND. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai