PEMBAHASAN
A. Pengertian
Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau avian
influenza (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe
H5N1 yang biasanya menyerang unggas tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus
ini termasuk family Orthomyxoviridae dan memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus
avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan system saraf pada
unggas.
Secara normal, virus tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam,
kalkun dan itik, akan tetapi tidak jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain
unggas misalnya baabi, kuda, haarimau, macan tutul dan kucing. Walaupun hampir
semua jenis unggas dapat terinfeksi virus yang terkenal sangat ganas ini, tetapi
diketahui yang lebih rentan adalah jenis unggas yang diternakkan secara massal.
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas baik
berupa burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi. Data lain
menunjukkan penyakit ini dapat juga mengena pada puyuh dan burung unta. Penyakit
flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas
dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja,
Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi
burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Pada Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus
kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh
karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian
disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati
akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu
3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi
Jawa Barat (1.541.427 ekor). Kehebohan itu bertambah ketika wabah tersebut
menyebabkan sejumlah manusia juga meninggal. Pada tanggal 19 Januari 2004, pejabat
WHO mengkonfirmasikan lima warga Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu
di negara Thailand sudah enam orang tewas akibat terserang flu burung, seorang remaja
berusia 6 tahun dipastikan menjadi orang Thailand pertama yang dikonfirmasi tewas
akibat wabah tersebut. Seorang Epidemiologis dari Pusat Pengawasan Penyakit Dr.
Danuta Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung menyerang anak-anak
dan remaja. Tingkat kematian akibat flu burung sangat tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian atas 10 orang yang terinfeksi virus flu burung di Vietnam, WHO menemukan
bahwa dari 10 orang yang terinfeksi 8 orang yang meninggal, seorang sembuh dan
seorang lagi dalam kondisi kritis.
Bila kita bandingkan dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
Penyakit flu burung ini lebih sedikit kasusnya hanya 25 kasus di seluruh dunia dan
yang meninggal mencapai 19 orang (CFR=76%). Sedangkan pada penyakit SARS dari
8098 kasus yang meninggal hanya 774 orang (CFR = 9,6%).
Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas
lain atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut :
1. Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka
2. Melalui lendir yang berasal dari hidung dan mata
3. Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung
4. Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian yang terkontaminasi dengan
virus.
5. Melalui pakan, air, dan peralatan kandang yang terkontaminasi.
6. Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam satu
kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar kandang.
7. Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai sumber (reservoir) virus
dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.
Virus yang masuk ke dalam tubuh manusia akan berinkubasi terlebih dahulu
selama 3-7 hari sebelum menimbulkan gejala.
E. Pengobatan
Pengobatan flu burung pada ternak virus flu burung yang dapat menyerang
pada hewan saat ini belum diketahui obat maupun vaksin yang tepat untuk
mengobatinya. Pemberian obat maupun vaksin dilakukan lebih ke arah pencegahan
supaya tidak menular kepada hewan lain maupun manusia di sekitarnya. Beberapa
langkah yang dapat ditempuh dalam penanggulangan pengobatan flu burung antara
lain sebagai berikut:
1. Biosekuriti
Disebut juga keamanan hayati, yaitu perlakuan yang ditujukan untuk
menjaga keamanan hayati demi pemeliharaan kesehatan dan
memperkecil ancaman terhadap individu yang dilindungi. Usaha ini
antara lain:
a. Membatasi secara ketat lalu lintas unggas atau ternak, produk
unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang.
b. Membatasi lalu lintas pekerja atau orang dan kendaraan keluar
masuk peternakan.
c. Peternak dan orang yang hendak masuk peternakan harus memakai
pakaian pelindung seperti masker, kaca mata plastik, kaos tangan,
dan sepatu.
d. Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar.
2. Depopulasi
Depopulasi adalah tindakan pemusnahan unggas secara selektif di
peternakan yang tertular virus flu burung. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah penyebaran penyakit lebih luas. Cara pemusnahan unggas
yang terinfeksi virus flu burung adalah menyembelih semua unggas yang
sakit dan yang sehat dalam satu kandang (peternakan). Selain itu, dapat
juga dilakukan dengan cara disposal, yaitu membakar dan mengubur
unggas mati, sekam dan pakan yang tercemar, serta bahan dan peralatan
yang terkontaminasi.
3. Vaksinasi
Dilakukan pada semua jenis unggas yang sehat di daerah yang telah
diketahui ada virus flu burung. Vaksin yang digunakan adalah vaksin
inaktif (killed vaccine) yang resmi dari pemerintah.
Pengobatan flu burung pada manusia Flu burung pada manusia belum ada
obatnya. Meskipun tidak semua penderita mengalami kematian, flu burung tetap harus
diwaspadai karena dikhawatirkan virus ini akan mengalami mutasi menjadi lebih
ganas.
F. Pencegahan
1. Pada Unggas:
a. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
b. Vaksinasi pada unggas yang sehat
2. Pada Manusia:
Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang):
a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
f. Imunisasi.
3. Masyarakat umum:
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat
cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu : Pilih unggas yang sehat
(tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
c. Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800 °C selama 1 menit dan pada
telur sampai dengan suhu ± 640 °C selama 4,5 menit.
d. Basuh tangan sesering mungkin, penjamah sebaiknya juga melakukan
disinfeksi tangan (dapat dengan alcohol 70%, atau larutan pemutih/khlorin
0,5%untuk alat2/instrumen)
e. Lakukan pengamatan pasif terhadap kesehatan mereka yang terpajan dan
keluarganya. Perhatikan keluhan-keluhan seperti Flu, radang mata, keluhan
pernafasan.
G. Hubungan Flu Burung dengan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
Interaksi berbagai komponen lingkungan baik fisik, kimia, dan biologi telah
menjadi penyebab timbulnya penyakit flu burung. Lingkungan biologis adalah semua
mahluk hidup yang berada disekitar manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia
(Budiarto dan Anggraeni 2003). Komponen lingkungan biologi dan kimia yang
berperan langsung terhadap timbulnya penyakit flu burung adalah golongan virus
influenza tipe A yang terdiri atas Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Penularan
dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia telah menghirup udara yang
mengandung virus flu burung atau kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi.
Lingkungan air merupakan tempat hidup virus H5N1 juga bahkan dapat bertahan di
air sampai 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30 hari pada 0º C (Depkes 2004).
Isu utama perubahan iklim disebabkan fluktuasi secara alami dan banyak
menunjukkan fluktuasi kesehatan secara musiman dan tahunan. Hal tersebut hanya
menegaskan bahwa penyakit memiliki kebergantungan pada musim dan perubahan
iklim (IPCC, 2001). Pada musim dingin, burung liar bermigrasi ke arah selatan
melintasi Indonesia. Migrasi burung liar yang merupakan reservoir virus pada hewan
domestik yang ada di jalur perjalanan mereka. Para ilmuwan menyakini bahwa
burung liar/burung air yang bermigrasi membawa virus H5N1 dalam bentuk HPAIV
(High Pathogenic Avian Influenza Virus). Hal ini terbukti dengan KLB flu burung
pada hewan di Asia Tenggara yang terjadi pada musim dingin 2003-2004. Saat itu,
kepadatan burung-burung liar di Asia Tenggara berada pada puncaknya. Semakin
banyak hewan peliharaan yang terinfeksi maka risiko penularan pada manusia
semakin besar (Endarti dan Juwita, 2006).
Faktor Lingkungan
Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi ialah semua mahluk hidup yang berada disekitar manusia
yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya wilayah dengan flora yang berbeda
akan mempunyai pola penyakit berbeda. Faktor lingkungan biologi ini selain bakteri
dan virus patogen, ulah manusia juga mempunyai peranan penting dalam terjadinya
penyakit. Bahkan dapat dikatakan penyakit timbul karena ulah manusia. Lingkungan
biologi yang berhubungan dengan penyakit flu burung akan diuraikan secara rinci
berikut ini.
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus inflenza tipe A dapatberubah-rubah bentuk (drifshift).
Berdasarkan sub tipe virusterdiri atas hemaglutinin (H) dan neuramidase(N). Kedua
huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode sub tipe flu burung yang banyak
jenisnya. Penjamu Alami Burung-burung air yang liar, terutama yang termasuk dalam
ordo Anserformis (bebek dan angsa) dan Charadiformis (burung camar dan burung-
burung pantai), adalah pembawa (carier) semua varietas subtipedari virus influenza A.
Oleh karenanya, sangat mungkin merupakan penampung (reservoir) alami untuk
semua spesies burung dianggap sebagai rentan terinfeksi, beberapa spesies unggas
domestik-ayam, kalkun, balam. Puyuh dan merak diketahui terutama rentan terhadap
sekuele (lanjutan) dari infeksi virus influenza.
Virus