Anda di halaman 1dari 14

Handout

Materi Geostruk Cekungan Sumatra Selatan

I. PENDAHULUAN
 Pengertian
Cekungan sedimen adalah sebuah tempat di kerak Bumi
yang relative lebih cekung dibandingkan tempat sekitarnya dimana sungai-
sungai mengalir/bermuara, danau atau laut berlokasi, tempat sedimen-sedimen
diendapkan. Setelah mengalami proses geologi selama jutaan tahun, maka
cekungan sedimen itu bisa berisi batuan sedimen yang ketebalannya bisa beragam
dari beberapa ratus meter
sampai beberapa puluh ribu meter.

Asal-usul dari suatu cekungan sedimenter berhubungan sedemikian rupa dengan


pergerakan krustal dan proses lempeng tektonik. Beberapa klasifikasi
tektonik untuk pembagian tipe-tipe cekungan telah banyak diajukan
(Dickinson, 1974; Bally dan Snelson, 1980; Kingston, Dishroon, dan
William, 1983; Mitchell dan Reading, 1986; Klein, 1987; Ingersoll, 1988;
Ingersoll dan Busby, 1995). Ingersoll dan Busby (1995) menekankan bahwa
cekungan sedimen dapat terbentuk oleh empat susunan tektonik yaitu divergen,
Intraplate, konvergen. transform dan jug dalam seting hybrid

 Jenis cekungan sedimen


yang berbeda dapat di identifikasi dalam variasi setingan yang didasarkan pada:
1.Jenis kerak dimana cekungan itu berada.
2.Posisi dari cekungan itu terhadap plate margin.
3.Untuk cekungan yang terletak dekat dengan plate margin, jenis interaksi
lempeng yang terjadi selama proses sedimentasi berlangsung (Dickinson,
1974; Miall, 2000).

 KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMEN


 Seting Divergen
 Terestrial rift valley: Rift di dalam kerak benua yang
berasosiasi dengan vulkanisme bimodal. Contoh modern: RioGrand
Rift (New Mexico).
 Proto-ocean rift troughs: Bentuk evolusi awal dari cekungan samudra
yang dialasi oleh lempeng samudra baru dan di diapit di kedua
sisinya oleh rifted continental margin yang masih muda.
Contoh modern: Laut Merah
 Seting Intraplate
 Continental rises dan terraces : Rifted continental margin yang sudah
matur dalam suatu setting intraplat pada pertemuan kontinen samudra.
Contoh modern : Pesisir timus USA.
 Coninental embankment : Progadasi wedge sedimen yang terbentuk di
tepian suatu rifted continental margin. Contoh modern: Pesisir Teluk
Missipi
 Cekungan Intrakratonik : Cekungan kratonik yang dialasi rift fossil pada
zona axialnya. Contoh Modern : Cekungan Chad (Africa)
 Platform Kontinental: Kraton stabil yang dilapisi oleh strata
sedimen tipis dan secara lateral melampar luas. Contoh modern: Laut
Barents (Aisa).
 Cekungan samudra aktif: Cekungan yang dialasi oleh lempeng samudra
yang terbentuk pada batas lempeng divergen, tidak berhubungan
dengan sistem arch-trench (spreading masih aktif). Contoh modern:
Laut Pasifik
 Kepulauan Oseanik, aseismic ridge and plateu: Apron sedimen dan
dataran yang dibentuk pada seting intraoseanik selain tipe busur
magmatic. Contoh modern: gunung bawah laut Emperor-Hawai
 Cekungan samudra dorman: cekungan yang dialasi oleh lempeng
samudra, yang tidak mengalami spreading atau subduksi(tidak
terdapat plate boundaries aktif di dalam atau di bagian cekungan lain
yang berdampingan). Contoh modern: Teluk Meksiko.

 Seting Konvergen
 Trenches: Palung yang sangat dalam, dibentuk oleh roses subduksi
dari litosfer samudra. Contoh modern: Palung Chile.
 Cekungan Trench-Slope: Struktur depresi local yang berkembang
pada kompleks subduksi. Contoh modern: Trench Amerika Tengah.
 Cekungan For-arc: Cekungan yang berada pada gap antara arc dan
trench,Contoh modern: Sumatra
 Cekungan Intra-arc: Cekungan di sepanjang platform arc yang
termasuk gunung api superposed dan overlappin. Contoh modern:
Lago de Nikaragua.
 Cekungan Back-arc: Lempeng samudra di belakang busur
magmatic intraoseanik(termasuk cekungan intra-arc di antara busur aktif
dan remnant), dan cekungan kontinen di belakang busur magmatic
continental-margin tanpa forelanf fold-thrust belts. Contoh modern:
Marianas.
 Cekungan Samudra Remnan: cekungan samudra yang mengecil
akibat terperangkap antara continental margin dan atau sistem arc-
trench yang saling bertabrakan, dan pada akhirnya mengalami subduksi
dan terdeformasi di dalam suatu suture belts. Contoh modern: Pesisir
Bengal.
 Cekungan Peripheral Forelan : Cekungan foreland yang terletak di
atas rifted continental margin yang telah ditarik ke dalam zona subduksi
selama proses tabrakan krustal (tipe utama dari tumbukan yang
berhubungan dengan foreland). Contoh modern: Teluk Persia.
 Cekungan Piggyback: Cekungan yang terbentuk dan terbawa di atas
suatu thrust sheet yang bergerak. Contoh modern: Cekungan Peshawar
(Pakistan).
 Cekungan Foreland Intermontane: Cekungan yang terbentuk di
antara pengangkatan basement-cored di suatu seting foreland. Contoh
modern: Cekungan Sierra Pampeanas (Argentina).

 Seting Transform
 Cekungan Transtensional: Cekungan yang terbentuk oleh proses ektensi di
sepanjang sistem patahan Strike-slip. Contoh modern: Laut Salton
California.
 Cekungan Transpressional: Cekungan yang dibentuk oleh kompresi di
sepanjang sistem patahan strike-slip. Contoh modern: Cekungan Santa
Barbara California(foreland).
 Cekungan Transrotasional: Cekungan yang terbentuk oleh proses rotasi
dari suatu blok krustal pada axis yang mendekati vertikal pada suatu
sistem patahan strike-slip. Contoh modern: fore-arc Western Aleutian.

 Seting Hybrid
 Cekungan Intrakontinental wrench: Bermacam cekungan yang terbentuk di
dalam kerak benua yang dipengaruhi oleh proses collision. Contoh modern:
Cekungan Quaidam(China).
 Aulacogen: Bekas Rifting yang gagal terbentuk pada sudut tinggi terhadap
margin kontinen, yang telah mengalami reaktivasi selama proses
tektonik konvergensi, sehingga berada pada bagian sudut tinggi
terhadap sabuk orogenik. Contoh modern: Teluk Missisipi
 Impactogen: Rift yang terbentuk pada sudut tinggi terhadap sabuk orogeni,
tanpa adanya sejarah preorogeni sebelumnya(kontras dengan aulacogen).
Contoh modern: Rift Baikal bagian distal (Siberia).
 Cekungan Succesor: Cekungan yang terbentuk pada seting intermontane
diikuti oleh proses jeda istirahat kegiatan orogeni local atau aktivitas
taphrogenik. Contoh modern: Barisan punggungan dan cekungan Arizona
Representasi skematik dari beberapa cekungan yangterbentuk secara tektonik.

II. Studi Kasus Cekungan Sumatra Selatan


A. Pendahuluan
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi empat subcekungan yaitu
Subcekungan Jambi, Palembang Tengah,  Palembang Utara, dan Palembang
Selatan. Batuan sedimen klastika dan karbonat telah mengisi Cekungan Sumatera 
Selatan sejak Eosen hingga Kuarter dengan ketebalan seluruh satuan batuan di
setiap subcekungan berkisar 2100 m  hingga 3500 m. Keempat subcekungan ini
telah mengalami sejarah penimbunan yang hampir tidak seragam, yaitu  mencapai
maksimum kedalaman mulai dari 2900 m hingga 5200 m. Dari capaian maksimal
penimbunan kedalaman  lebih dari 2000 m, beberapa singkapan batuan Formasi
Talangakar terbukti telah mengalami kompaksi dan perubahan  mineral maupun
matriks akibat telah mengalami diagenesis. Generasi hidrokarbon yang paling
dangkal pada Formasi  Lahat adalah di kedalaman 1560 m di Subcekungan
Palembang Tengah, sedangkan yang paling dalam pada Formasi  Talangakar
adalah di kedalaman 2700 m di Subcekungan Jambi dan 2800 m di Subcekungan
Palembang Selatan. Waktu  generasi hidrokarbon berlangsung mulai antara 20.6
jtl (Miosen Awal) dan 3.87 jtl (Pliosen Akhir). Dengan mempelajari  secara detil
karakteristik semua batuan sedimen yang mengisi masing-masing subcekungan,
maka waktu generasi  hidrokarbon yang lebih tepat dapat diketahui. 
PETA 4 SUBCEKUNGAN SUMATRA SELATAN

B. Stratigrafi Regional
 Penampang stratigrafi dibuat untuk mengatasi perbedaan penamaan satuan
litostratigrafi yang sering digunakan oleh beberapa perusahaan minyak yang
beroperasi di Cekungan Sumatra Selatan, dalam hal ini stratigrafi regional
Cekungan Sumatra Selatan menurut (Ginger & Fielding, 2005)
 Basement (Pra-Tersier)
Batuan dasar (basement) Cekungan Sumatra Selatan terdiri atas
interkalasi kompleks antara batuan beku, metamorf, dan batuan sedimen,
yang masing-masing memiliki umur dan komposisi yang berbeda-beda.
Batuan dasar yang paling tua diperkirakan merupakan bagian dari lempeng
mikro Malaka, yang membentang di bagian utara dan selatan dari cekungan
ini. Lebih jauh ke bagian selatan terdapat sisa-sisa deformasi lempeng mikro
Mergui. Lempeng mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh kumpulan
Mutus, fragmen terdeformasi yang muncul akibat tumbukan. 

 Formasi Lemat/Lahat (Eosen Akhir sampai Oligosen Tengah) 


Pengendapan di Cekungan Sumatra Selatan dimulai pada Eosen sampai
Oligosen Awal. Data pengeboran menunjukkan adanya sekuen batuan klastik
kasar yang berasal dari granit dan bersifat tufaan (Anggota Kikim) yang
ditumpangi oleh serpih, batulanau, batulempung, batupasir dan batubara yang
diendapkan pada lingkungan lakustrin (Anggota Benakat). Formasi ini
umumnya menipis atau hilang pada batas graben dan tinggian, formasi ini
mencapai ketebalan 1000 m di Sub Cekungan Palembang Tengah dan
Selatan. 

 Formasi Talangakar (Oligosen Akhir sampai Miosen Awal)


Selama evolusi tektonik di Cekungan Sumatra Selatan, diikuti oleh
pengendapan fluviatil dan deltaik di cekungan ini. Meander belt yang
cenderung berubah dari "proximal" sand-rich braided plain menjadi "distal"
sand-poor meander belt terjadi bersamaan dengan sedimentasi yang
dipengaruhi lingkungan laut dan tepi bagian laut. 

  Formasi Baturaja (Miosen Awal)


Transgresi yang terjadi di laut berlangsung dengan diawali pengendapan
serpih laut dalam di atas struktur graben. Sedimentasi berikutnya yang lebih
dominan adalah endapan karbonat (reef dan batugamping bioklastik)
berkembang pada kala ini, pada lingkungan laut dangkal dengan kemiringan
kecil atau platform. Batugamping terumbu di tinggian intra cekungan.
Reservoir karbonat berkualitas tinggi banyak terbentuk di saat ini khususnya
pada bagian selatan cekungan, tetapi jarang terdapat di Subcekungan Jambi ke
arah utara. Porositas sekunder berkembang ke arah Selatan dan Timur. 

 Formasi Gumai (Miosen Awal sampai Miosen Tengah)


Melanjutkan periode transgresi yang menyebabkan terendapkannya serpih
laut, batulanau, dan batupasir dengan pengendapan karbonat yang semakin
berkurang. Selama puncak transgresi, pengendapan serpih laut yang
mengandung glaukonit mendominasi seluruh cekungan yang mampu bertindak
sebagai seal regional. Progradasi sedimen deltaik mulai muncul di cekungan ini
dan diikuti dengan endapan transisi. Sedimen laut dangkal secara bertahap
menggantikan serpih laut. Daerah platform ke arah timur dan timur laut
mendominasi asupan sedimen. Pada saat yang bersamaan sedimen vulkaniklastik
juga diendapkan dari pulau-pulau vulkanik yang terisolasi di bagian barat. 

 Formasi Airbenakat (Miosen Tengah)


Kondisi laut dangkal secara perlahan digantikan oleh lingkungan laut yang
lebih dangkal, sebagai hasil lanjutan asupan sedimen dari tepi cekungan, kecuali
di tengah cekungan. Reservoir batupasir laut dangkal berkualitas tinggi yang
berumur Miosen Tengah menyebar luas di Cekungan Sumatra Selatan. Pada tepi
cekungan terbentuk kondisi laut bagian tepi hingga dataran pantai. Aktivitas
batuan beku di Bukit Barisan ikut berperan, dibuktikan banyak batupasir yang
memiliki kandungan volkaniklastik yang signifikan. Hal ini khususnya sangat
berpengaruh di bagian barat dimana kualitas reservoir menurun drastis. 

  Formasi Muaraenim (Miosen Akhir)


Sedimen Miosen Akhir di Cekungan Sumatra Selatan bersamaan dengan
periode tektonik sehubungan dengan pertumbuhan Bukit Barisan ke arah barat.
Produk kegiatan Gunung Bukit Barisan menjadi sumber sedimen utama
cekungan ini. Pada mayoritas sumur, sedimen fluvial-deltaic dan coastal swamp
membentuk batuan interval Formasi Muaraenim, hal ini dengan bukti tidak
adanya serpih laut sebagai batuan penutup yang menyebar secara regional. 
 Formasi Kasai (Pliosen – Plistosen)
Selama Pliosen, kegiatan magmatisme dari Bukit Barisan menjadi
semakin besar dibuktikan dengan meningkatnya komponen volkaniklastik,
bersamaan dengan itu regresi laut mulai terjadi yang akhirnya menyebabkan
seluruh Sumatra Selatan berubah menjadi daratan. Sedimen yang terbentuk
adalah tuff, batulempung kontinental, dan batupasir vulkaniklastik. Sedimentasi
menjadi tidak beraturan pada Kala Plistosen, pengangkatan dan erosi besar-
besaran terjadi pada bentukan-bentukan inversi bersamaan dengan pengendapan
di antara lipatan, yang membentuk morfologi struktural masa sekarang, 
Umur
C. Geologi Regional
a) Fisiografi Regional
fisiografis cekungan Sumatera Selatan dibatasi  Pegunungan
Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di sebelah selatan, 
Paparan Sunda di bagian timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat. 
Pada Cekungan Sumatera Selatan dimana terdapat bebera daerah
tinggian  dan depresi, diantaranya : 
o Tinggian Palembang, Tinggian Tamiang, TInggian
Palembang  Utara, Tinggian Sembilang; 
o Depresi Lematang (Muara Enim Dalam); 
o Antiklinorium Pendopo-Limau, dan Anti klinorium
Palembang  Bagian Utara 

Menurut Koesoemadinata (1980), unsur-unsur tektonik tersebut


membagi  cekungan Sumatera Selatan menjadi tiga bagian, yakni : 
o Sub-cekungan Jambi, 

o Sub-cekungan Palembang Bagian Tengah, dan  

o Subcekungan Jambi.

Cekungan ini diisi oleh sediemn Tersier yang terletak tidak selaras
di atas  batuan metamorf dan batuan beku Pra-Tersier. 

Fisiografi Batas Cekungan Sumatra Selatan


b) Struktur Geologi Regional Sumatra Selatan
Terbentuknya Cekungan Sumatera Selatan tidak terlepas dari
aktivitas  tektonik, menurut Pulunggono, dkk., (1992), dimana peristiwa
tektonik di  Cekungan Sumatera Selatan menjadi tiga fase utama yang
terjadi  menyebar di daerah Cekungan Sumatera Selatan sehingga banyak
ditemukan  struktur-struktur seperti sesar dengan arah yang sama
(beraturan), adanya tinggian  dan rendahan, munculnya intrusi yang
bertindak sebagai batuan dasar cekungan  (basement). Maka menurut
Pulunggono fase itu dibagi menjadi tiga yakni :

1. Fase Kompresional Jura Akhir - Kapur Awal 


Intrusi granit dan granitoid yang menempati Cekungan Sumatra
Selatan  merupakan hasil deformasi tektonik berupa kompresi.
Bertindak sebagai batuan  dasar pada cekungan, granit dan granitoid
tersebut hadir dengan kelurusan– kelurusan berarah barat barat laut–
timur tenggara hasil subduksi di Pulau  Sumatera selama masa Pra–
Tersier. 

2. Fase Ekstensi Kapur Awal - Eosen Akhir 


Patahan-patahan yang memiliki arah utara–selatan dan barat daya–
timur  laut terbentuk akibat deformasi yang bersifat ekstensional,
sehingga memicu  terbentuknya horst dan graben pada cekungan
tersebut. Depresi pada graben terisi  oleh sedimen berumur Tersier.
Sedimen pada fasa ekstensi diendapkan dalam  kondisi syn–rift, yaitu
Formasi Lahat. 

3. Fase Kompresional Miosen Tengah - Resen 


Rezim kompresional menyebabkan pengangkatan pada Cekungan 
Sumatera Selatan yang berlangsung bersamaan dengan sedimentasi
dari Formasi  Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, dan
Formasi Air Benakat.  Deformasi mencapai puncaknya saat
pembentukan Pegunungan Barisan berumur  Pliosen–Pleistosen
dimana struktur inversi membentuk perlipatan dan sesar.  Seluruh
formasi yang terangkat mengalami erosi, kemudian Formasi Muara
Enim  dan Formasi Kasai Tuf terendapkan pada sinklin yang terbentuk
(Adiwidjaja dan  De Coster, 1973).
D. Sistem Petroleum

Petroleum system merupakan suatu sistem dimana terdapat beberapa  elemen


yang saling mendukung satu sama lain untuk ditemukannya hidrokarbon.  Jika
salah satu elemen dari petroleum system tidak terpenuhi maka tidak aka nada 
hidrokarbon
Petroleum system merupakan suatu sistem yang memungkinkan 
hidrokarbon terkumpul dan terakumulasi. Apabila salah satu elemen dari 
petroleum system tidak ada atau absen maka akumulasi hidrokarbon tidak dapat 
terbentuk. Berikut elemen-elemen petroleum system

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif sebagai


penghasil minyak dan gas. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya rembesan
minyak dan gas yang dihubungkan oleh adanya antiklin. Letak rembesan ini
berada di kaki bukit Gumai dan pegunungan Barisan. Sehingga dengan adanya
peristiwa rembesan tersebut, dapat digunakan sebagai indikasi awal untuk
eksplorasi adanya hidrokarbon yang berada di bawah permukaan berdasarkan
petroleum system (Ariyanto dan Kusdiantoro, 2014). 

a) Batuan Induk (Source Rock)


Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari
batuan induk lakustrin Formasi Benakat dan batuan induk batubara
terrestrial dan serpih batubaraan pada Formasi Talang Akar. Batuan
induk lakustrin diendapkan pada kompleks separo graben, sedangkan
batubara terrestrial dan serpih batubaraan secara luas pada batas separo
graben. Selain itu pada batu gamping Formasi Baturaja dan serpih dari
Formasi Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan
hirdrokarbon pada area lokalnya.

b)  Reservoir
Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa formasi dapat menjadi
reservoir yang efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah
pada batuan dasar, Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi
Baturaja, dan Formasi Gumai. Untuk Formasi Talang Akar secara umum
terdiri dari batupasir kuarsa, batulanau, dan serpih. Sehingga pada
batupasir sangat baik untuk menjadi reservoir. Porositas yang dimiliki
pada Formasi Talang Akar berkisar antara 15-30 % dan permeabilitasnya
sebesar 5 Darcy. Formasi Talang Akar diperkirakan mengandung 75%
produksi minyak dari seluruh Cekungan Sumatera Selatan (Bishop, 2000).
Pada reservoir karbonat Formasi Baturaja, pada bagian atas merupakan
zona yang porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif ketat
(tight). Porositas yang terdapat pada Formasi Baturaja berkisar antara 10-
30% dan permeabilitasnya sekitar 1 Darcy (Ariyanto dan Kusdiantoro,
2014). 
c)  Batuan Penutup (Seal)
Batuan penutup cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa lapisan
serpih cukup tebal yang berada di atas reservoir Formasi Talang Akar dan
Gumai itu sendiri (intraformational seal rock). Seal pada reservoir batu
gamping Formasi Baturaja juga berupa lapisan serpih yang berasal dari
Formasi Gumai. Pada reservoir batupasir Formasi Air Benakat dan Muara
Enim, serpih yang bersifat intraformational juga menjadi batuan penutup yang
baik untuk menjebak hidrokarbon (Ariyanto, dan Kusdiantoro, 2014). 

d) Trap
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh adanya antiklin dari arah
baratlaut ke tenggara dan menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi. Antiklin
ini dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat awal miosen sampai
sekitar pada 2-3 juta tahun yang lalu (Bishop, 2000). Selain itu jebakan
hidrokarbon pada cekungan Sumatra Selatan juga diakibatkan karena struktur.
Tipe jebakan struktur pada cekungan Sumatra Selatan secara umum dikontrol
oleh struktur-struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur tua ini
berkombinasi dengan sesar naik sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan
sturktur tua juga berupa sesar normal regional yang menjebak hidrokarbon.
Sedangkan jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan dengan
pengangkatan akhir Pegunungan Barisan (Pliosen sampai Pleistosen) (Ariyanto
dan Kusdiantoro, 2014). 

e) Migrasi
Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara horisontal dan vertikal dari batuan induk
serpih dan batubara pada Formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi horisontal
terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon dari batuan
induk dalam kepada batuan reservoir dari Formasi Lahat dan Talang Akar sendiri.
Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah sesar turun
utama. Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim dan Air
Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya migrasi vertikal
melalui daerah sesar kala Pliosen sampai Pliestosen (Ariyanto dan Kusdiantoro,
2014). 
Gambar 2.4. Basic Petroleum System 
(Sumber : http://www.smiatmiundip.wordpress.com)

Anda mungkin juga menyukai