Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu


Praktek D-III KEPERAWATAN

Oleh:
Nama : Khilda Habsyiyyah
NIM : P17220192024

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Masalah Keperawatan
Pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

B. Definisi
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam
system (kimia atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna
dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme
sel. Pemberian O2 Binasal merupakan pemberian oksigen melalui hidung
dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen
(O2) lebih dari 21% pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga dapat diartikan
sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat
khusus. Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk
mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau
sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka
akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan
biasanya pasien akan meninggal. Dalam keadaan biasa manusia
membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan
metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat.
Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil
menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium.
Beberapa metode pemberian oksigen:
a. Low flow oxygen system
Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien.
Pada umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi
pemberiannya bervariasi menurut pola pernafasan pasien.
b. High flow oxygen system
Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen
dilakukan dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi
dengan pola pernafasan pasien.

NILAI-NILAI NORMAL

Parameter Nilai normal

Tidal Volume (TV) 500 cc

Volume Cadangan Inspirasi (VCI) 3000 ml

Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) 1100 ml

Volume Residu 1200 ml

Kapasitas Inspirasi (KI) 3500 ml

Kapasitas Residu Fungsional (KRF) 2300 ml

Kapasitas Vital 4600 ml

Kapasitas Total Paru 5800

C. Proses Fisiologis Respirasi


Udara yang dibutuhkan dari atmosfer agar dapat dimanfaatkan oleh
tubuh membutuhkan proses yang komples, meliputi :
a. Ventilasi
Adalah proses masuknya O2 atmosfer ke dalam alveoli dan
keluarnya CO2 dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat
respirasi (inpirasi dan ekspirasi). Inspirasi adalah gerakan yang
perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru, sedangkan
ekspirasi adalah gerakan perpindahan udara keluar atau
meninggalkan paru-paru.
b. Difusi
Pertukaran gas mencangkup dua proses independen,
pernapasan internal yaitu pertukaran gas antara alveoli dengan
aliran darah dan pernapasan eksternal yaitu pertukaran gas
antara kapiler dalam tubuh (selain dalam paru-paru) dengan sel-
sel tubuh. Jadi difusi adalah pertukaran gas antara O2 dan CO2
di alveoli dengan kapiler paru.
c. Transportasi gas
Transporatsi gas adalah penyaluran O2 dari alveoli ke
seluruh tubuh dan pembuangan CO2 dari seluruh tubuh ke
atmosfer ditentukanoleh aktivitas sistem paru dan
kardiovaskuler (Andarmoyo, 2012).

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru
yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki
dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada
waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang
berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang
dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga
terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.
Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2
yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah
ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga
kedalaman pernapasan yang meningkat.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam
tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu
dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan
dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang
berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.
Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai
efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi
kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena
hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka
anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari
sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan
kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh
karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat
harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang
dapat mempengarhi pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari
sel jaringan.

Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan


obstruksi sebagian jalan napas. Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika
ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai
jaringan. Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit,
dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan
kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat
penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi
hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan
permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah
dan pucat.

7. Perubahan pola nafas


Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan
ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang
sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping
hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung
meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali
pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di
sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah.
Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi
keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat.
Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara
mengorok selama inhalasi (inspirasi).
E. Fisiologi Pernafasan
1. Struktur Sistem Pernafasan
a. Saluran pernafasan atas
Fungsinya adalah menyaring, menghangatkan dan melembabkan
udara yang dihirup. Terdiri dari :hidung, faring, laring, epiglottis
b. Saluran Pernafasan bawah
Fungsi adalah menghangatkan udara, membersihkan mukuosa
cilliary, memproduksi surfactant. Terdiri dari : trachea, bronchus,
paru.
Pernafasan eksternal mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O2
dan CO2 antara lingkungan eksternal, dan sel tubuh. Secara umum,
proses ini berlangsung dalam 3 langkah, yaitu:
a. Ventilasi Pulmoner.
Udara bergantian masuk keluar paru-paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal
dan alveolus.
b. Pertukaran gas alveolar.
Setelah oksigen masuk alveolus, proses pernafasan berikutnya
adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner.
Difusi adalah proses pergerakan molekul dari area berkonsentrasi
atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan
tinggi ke area berkonsentrasi rendah. Proses ini berlangsung di
alveolus dan membrane kapiler.
c. Transpor oksigen dan karbondioksida.
Pada proses ini oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan
karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru-paru.
 Transpor O2.
Normalnya, sebagian oksigen (97%) berikatan lemah dengan
hemoglobin dan diangkut ke seluruh jaringan dalam bentuk
Oksihemoglobin (HbO2), sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini
dipengaruhi oleh Ventilasi (jumlah O2 yang masuk ke paru) dan
perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas dara yang
dibawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma, jumlah
Hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
 Transpor CO2.
Karbondioksida hasil metabolisme terus menerus diankut menuju
paru-paru melalui 3 cara: sebagian besar karbondioksida (70%)
diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk bikarbonat
(HCO3-), sebanyak 23% karbondioksida berikatan dengan
hemoglobin membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2),
Sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma
dalam bentuk asam karbonat.

Pernafasan internal atau pernafasan jaringan mengacu pada proses


metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitrokondria, yang
menggunakan O2 dan menhasilkan CO2 selama proses penyerapan energi
molekul nutrient. Pada proses ini darah yang banyak mengandung oksigen
dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya
terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan.
Seperti dari kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif
mengikuti penurunan gradient tekanan parsial.
F. Gangguan Oksigenasi
1. Hypoxia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas
yang diinspirasi ke jaringan.
Penyebab terjadinya hipoksia :
a. gangguan pernafasan
b. gangguan peredaran darah
c. gangguan sistem metabolism
d. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen
(nekrose).
2. Hyperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi
elveoli, sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh,
yang berarti bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi →
menyebabkan peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.
Tanda dan gejala :
a. pusing
b. nyeri kepala
c. henti jantung
d. koma
e. Ketidakseimbangan elektrolit
3. Hypoventilasi
Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah.
Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli,
obstruksi jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat.
Tanda dan gejala:
a. napas pendek
b. nyeri dada
c. sakit kepala ringan
d. pusing dan penglihatan kabur
4. Cheyne Stokes
Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang
sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal
jantung kongestif, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam
fisiologis maupun pathologis.
Fisiologis :
a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki
b. pada anak-anak yang sedang tidur
c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi
Pathologis :
a. gagal jantung
b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)
5. Kussmaul’s ( hyperventilasi)
Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x
per menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
6. Apneu
Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat

G. Pemeriksaan Diagnosis Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat
memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan
yang lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat
member kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung
trachea dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk
memastikan karsinoma bronkogenik, atau untuk membuang benda
asing. Setelah tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum
selama 2 -3 jam sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien
mungki9n akan mengalami aspirasi ke dalam cabanga
trakeobronkeal.
c. Pemeriksaan Biopsi
Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit
paru yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan
cara lain.
d. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi
berbagai penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan
organisme penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial,
tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada
sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang
baik untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur
karena sekresi abnormal bronkus cenderung berkumpul waktu
tidur.

2. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
a. Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV), yaitu volume udara
yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV),
yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi
maksimal setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900
ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV),
yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru
melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000
ml, P = ± 700 ml.
d. Volume Residu (Residu Volume – RV), yaitu udara yang masih
tersisa dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P =
±1100 ml. Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua
jenis volume atau lebih dalam satu kesatuan.
e. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC), yaitu jumlah udara
yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa
(IC = IRV + TV)
f.  Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity –
FRC), yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC =
ERV + RV)
g. Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC), yaitu volume udara
maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus
pernapasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC =
IRV + TV + ERV)
Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC), yaitu
jumalh udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC = VC
+ RV). L = ± 6000 ml, P = ± 4200 ml.
h. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area disepanjang
saluran napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml).
L = ± 500 ml.
i. Frekuensi napas (f), yaitu jumalh pernapsan yang dilakukan
permenit (±15 x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru
akan menurun bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri.
Menurun karena isi perut menekan ke atas atau ke diafragma,
sedangkan volume udara paru menungkat sehingga ruangan yang
diisi udara berkurang.
j. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs). Sampel
darah yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil).

H. Manifestasi Klinis
1. Bunyi nafas tambahan (misalnya ronki basah halus, ronki basah kasar)
2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk bersuara
6. Penurunan bunyi nafas
7. Ortopnea
8. Sputum
I. PATHWAYS
Faktor lingkungan (udara, bakteri, virus,
jamur) Masuk melalui saluran nafas atas

Terjadi infeksi dan proses


peradangan

Kontraksi otot-otot polos


Hipersekresi kelenjar
saluran pernafasan
mukosa

Akumulasi secret berlebih Penyempitan saluran


pernafasan

Secret mengental di jalan


Keletihan otot pernafasan
napas

Dispnea
J.
Gangguan penerimaan Obstruksi jalan nafas
Gas darah arteri abnormal
o2 dan pegeluaran co2
Hiperkapnia
Hipoksemia
Batuk yang tidak efektif
Ketidakseimbangan Hipoksia
Penurunan bunyi nafas
ventilasi dan perfusi Konfusi
Sputum dalam jumlah
Nafas cuping hidung
yang berlebih
Dispnea Pola pernafasan abnormal
Perubahan pola nafas
Fase ekspirasi memanjang (kecepatan, irama,
Suara nafas tambahan
Ortopnea kedalaman)
(ronchi,wheezing,
Penurunan kapasitas paru sianosis
crackles)
Pola nafas abnormal
Takipnea
Hiperventilasi KETIDAK EFEKTIFAN POLA
KETIDAKEFEKTIFAN
Pernafasan sukar NAFAS
BERSIHAN JALAN NAFAS

GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
J.Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Konsep asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis
berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun
potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan,
mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan
tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan
keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang
dikerjakan (Rohman & Walid, 2016)
2. Langkah-langkah Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi
i. Pengkajian awal
Hal yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan kebutuhan
oksigenasi menurut (Andarmoyo, 2012), yaitu :
1. Identitas
a. Umur
Umur pasien yang mengalami gangguan kebutuhan oksigenasi
banyak menyerang diusia produktif 18-50 tahun dan anak anak
dibawah usia 5 tahun.
b. Alamat
Kondisi permukiman atau tempat tinggal menjadi salah satu hal
yang penting dan perlu ditanya pada pasien dengan gangguan
respirasi. Karena gangguan respirasi sangat rentan dialami oleh
mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan
kumuh, rumah yang lembab akibat kurang pencahayaan
matahari, dan kurang adanya ventilasi.
c. Jenis Kelamin
Penderita gangguan kebutuhan oksigenasi banyak didapatkan
pada jenis kelamin laki-laki, karena pola hidup mereka seperti
merokok.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan dilingkungan industri dan berpolusi beresiko
dapat mengganggu sistem respirasi (Muttaqin, 2012).
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada klien gangguan
kebutuhan oksigenasi adalah sebagai beikut:
a. Batuk
b. Peningkatan produksi sputum
c. Dispnea
d. Hemoptysis
e. Mengi
f. Chest pain
3. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini seperti menanyakan tentang
riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga pasien meminta
pertolongan. Misal sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya
keluhan, dimana keluhan pertama kali timbul, apa yang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat penyakit dahulu memberikan data tentang informasi
kesehatan klien. Kaji klien tentang kondisi kronis manifestasi
pernapasan, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang
penyebab masalah baru. Dapatkan pula informasi tentang sejak
kapan terjadi penyakit, apakah pasien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami penyakit yang
berat, apakah pernah mempunyai keluhan yang sama.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat keluarga pada pasien dengan gangguan
kebutuhan oksigenasi sangat penting untuk mendukung keluhan
dari penderita. Perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan
predisposisi keluhan kepada pasien (Andarmoyo, 2012).
ii. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
a. Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b. Konjungtiva pucat (anemia)
c. Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
2. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
b. Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c. Bernapas dengan mengerutkan
mulut (dikaitkan
dengan penyakit paru kronik)
3. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
4. Jari dan kuku
a. Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer)
b. Clubbing finger ( hipoksemia kronik)
5. Dada dan Thoraks
a. Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada
bisa dikerjakan pada saat bergerak atau pada saat diam. Amati
juga pergerakan pernapasan klien. Sedangkan untuk mengamati
adanya kelainan tulang punggung baik kifosis, skoliosis,
maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat
bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi
(eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat (pernapasan dada,
diafragma, stoke, kussmaul, dan lain-lain).
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan
dada, mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan
kulit, dan mengetahui taktil fermitus. Kaji abnormalitas saat
inspeksi seperti: masa, lesi, dan bengkak. Kaji juga kelembutan
kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus
(getaran pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara).
Pada pasien asma bronkial ditemukan hasil taktil fremitus bisa
meningkat, menurun atau tetap.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengkaji resonasi pulmoner, organ
yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Biasanya pada pasien asma bronkial ditemukan adanya suara
resonan meningkat atau melemah(Andarmoyo, 2012).
d. Auskultasi
Auskultasi menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya
diatas dinding dada. Suara napas tambahan yang sering
terdengar pada auskultasi antara lain :
i. Stridor, merupakan suara yang terdengar
kontinyu, bernada tinggi dan terjadi saat
respirasi maupun ekspirasi. Bunyi ini dapat
ditemukan pada laring atau trakea karena
adanya penyempitan pada saluran
pernapasan tersebut.
ii. Ronchi, merupakan suara napas tambahan
yang bersifat kontinyu, bernada rendah
yang terdengar pada saluran pernapasan
besar seperti trakea bagian bawah dan
bronkus utama yang dapat terdengar saat
inspirasi maupun ekspirasi.
iii. Wheezing, merupakan saura bernada tinggi
dan bersifat musikal karena adanya
penyempitan saluran pernapasan
kecil pada bronkiolus berupa sekresi berlebihan, konstriksi
otot polos, edema mukosa, atau benda asing.
iv. Rales, merupakan bunyi yang diskontinyu
(terputus-putus) yang ditimbulkan karena
cairan di dalam napas dan kolaps saluran
udara bagian distal dan alveoli.
v. Pleura friction rub, merupakan bunyi
gesekan antara permukaan pleura
perietalis dan visceralis yang terjadi karena
kedua permukaan pleura yang kasar,
biasanya karena eksudat fibrin. Bunyi ini
terdengar saat bernapas dalam (Puspasari,
2019).
Pada pasien asma bronkial didapatkan bunyi napas melemah
dan lebih wheezing pada ekspirasi (Andarmoyo, 2012).
iii. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Andarmoyo (2012) ada beberapa jenis pemeriksaan
penunjang untuk klien dengan gangguan respirasi, yaitu :
1. Pemeriksaan X-Ray thoraks
Pemeriksaan sinar-X dada yang terdiri dari radiografi thoraks, yang
memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru
untuk mendektesi adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal lainnya.
2. Pemeriksaan dan pengumpulan sputum
Pemeriksaan sputum diambil untu mengidentifikasi tipe organisme
yang berkembang dalan sputum. Sputum pada pasien dengan asma
bronkial memiliki karakteristik berwarna putih, kental, dan banyak
pada saat pasien dalam kondisi buruk.
3. Bronkoskopi
Brookoskopi adalah pemeriksaan visual pada pohon
trakeobronkeal melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel dan
sempit. Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsy
dan cairan atau sampel sputum dan untuk mengangkat plak lendir
atau benda asing yang menghambat jalan napas.
4. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
pembuluh darah ateri yag digunakan untuk mengetahui konsentrasi
ion hidrogen, tekanan parsial oksigen dan karbondiokasida serta
saturasi hemoglobin. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan
bagaimana difusi gas melalui membrank kapiler alveoli dan
keadekuatan oksigenasi jaringan.
5. Spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk
melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara efisien.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan masker mulut
(mounthpiece) yang dihubungkan dengan spirometer yang
berfungsi untuk mencatat volume paru.
iv. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian krinis mengenai
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminnya baik berlangsuk aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan gangguan
kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (2016), yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Yaitu ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
2. Gangguan penyapihan ventilator
Yaitu, ketidak mamapuan beradaptasi dengan pengurangan
bantuan ventilator mekanik yang dapat menghambat dan
memperlama proses penyapihan
3. Ganggan pertukaran gas
Yaitu, kelebihan atau kekerungan oksigenasi dan / atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler
4. Gangguan ventilasi spontan
Yaitu penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu
tidak mampu bernapas secara adekuat.
5. Pola napas tidak efektif
Yaitu inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
6. Resiko aspirasi
Yaitu beresiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal,
sekresi orofaring, benda cair atau padat ke dalam saluran
trakeobronkial akibat disfungsi mekanisme protektif saluran napas
19

b. Intervensi Keperawatan
Tabel 1. Intervensi Keperawatan yang Berhubungan dengan Kebutuhan Oksigenasi(Tim Pokja DPP PPNI, 2016)(Tim
Pokja DPP PPNI, 2018)(Tim Pokja DPP PPNI, 2018)
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan jalan nafas tidak efektif Tujuan: 1. Latihan batuk efektif
Definisi: Setelah dilakukan intervensi keperawtan maka 2. Manajemen jalan napas
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau bersihan jalan napas meingkat dengan keriteria 3. Pemantauan respirasi
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan hasil: 4. Pemberian obat inhalasi
napas tetap paten. 1. Batuk efektif meningkat 5. Pengaturan posisi
Etiologi: 2. Produksi sputum menurun 6. Terapi oksigen
1.Fisiologis : 3. Mengi menurun
a. Spasme jalan napas 4. Dispnea menurun
b. Hipersekresi jalan napas 5. Sianosisi menurun
c. Disfungsi neuromuskuler 6. Frekuensi napas membaik
d. Benda asing dalam jalan napas 7. Pola napas membaik
e. Adanya jalan napas buatan
f. Sekresi yang tertahan
g. Hiperplasia dinding jalan napas
20

h. Proses infeksi
i. Respon alergi
j. Efek agen farmakologis (misalnya anastesi)
2.Situasional:
a. Merokok aktif dan pasif
b. Terpanjan polutan
Gangguan penyapihan ventilator Tujuan : 1. Penyapihan ventilasi
Definisi: Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka mekanik
Ketidakmampuan beradaptasi dengan pengurangan penyapihan ventilator meningkat dengan keriteria 2. Pemantauan respirasi
bantuan ventilator mekanik yang dapat menghambat hasil : 3. Pemantauan tanda vital
dan memperlama proses penyapihan. 1. Kensinkronan bantuan ventilator meningkat 4. Pemberian obat
Etiologi: 2. Penggunaan otot bantu napas menurun 5. Pemberian obat inhalasi
1. Fisiologis 3. Napas megap-megap (gasping) menurun 6. Pemberian obat intravena
a. Hipersekresi jalan napas 4. Napas dangkal menurun 7. Pemberian obat oral
b. Ketidakcukupan energi 5. Agitasi menurun 8. Pengaturan posisi
c. Hambatan upaya napas (misal nyeri saat 6. Frekuensi napas membaik
bernapas, kelemahan otot pernapasan, efek 7. Nilai gas darah ateri membaik
sedasi)
21

2. Psikologis
a. Kecemasan
b. Perasaan tidak berdaya
c. Kurang terpapar informasi tentang proses
penyapihan
d. Penurunan motivasi
e. Situasional
f. Ketidakadekuatan dukungan sosial
g. Ketidaktepatan kecepatan proses penyapihan
h. Riwayat kegagalan berulang dalam
upayapenyapihan
i. Riwayat ketergantungan ventilator >4 hari
Ganggan pertukaran gas Tujuan: 1. Pemantauan respirasi
Definisi: Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka 2. Terapi oksigen
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau pertukaran gas meningkat dengan criteria hasil : 3. Dukungan berhenti
eliminasi karbondioksida pada membran alveolus- 1) Dispnea menurun merokok
kapiler. 2) Bunyi napas tambahan menurun 4. Pemberian obat
Etiologi: 3) PCO2 membaik 5. Pemberian obat inhalasi
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 4) PO2 membaik 6. Pemberian obat
22

2. Perubahan membrane alveolus-kapiler 5) Takikardia membaik intravena


6) pH ateri membaik 7. Pemberian obat oral
8. Pengaturan posisi
Gangguan ventilasi spontan Tujuan: 1. Dukugan ventilasi
Definisi: Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka 2. Pemantauan respirasi
Penurunan cadangan energi yangmengakibatkan ventilasi spontan meningkat dengan criteria hasil : 3. Pemeberian obat
individu tidak mampu bernapas secara adekuat. 1. Volume tidal menurun 4. Pemberian obat inhalasi
Etiologi: 2. Dispnea menurun 5. Pemberian obat
1.Gangguan metabolisme 3. Penggunaan otot bantu napas menurun intravena
2.Kelelahan otot pernapasan 4. PCO2 membaik 6. Pengaturan posisi
5. PO2 membaik 7. Perawtan tirah baring
Pola napas tidak efektif Tujuan: 1. Manajemen jalan napas
Definisi: Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka 2. Pemantauan respirasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan pola napas membaik dengan criteria hasil : 3. Pemeberian obat
ventilasi adekuat. 1. Dispnea menurun inhalasi
Etiologi: 2. Penggunaan otot bantu napas menurun 4. Pemberian obat
1. Depresi pusat pernapasan 3. Pemajangan ekspresi menurun intravena
2. Hambatan upaya napas (misal nyeri saat bernapas, 4. Frekuensi napas membaik 5. Pemberian obat oral
kelemahan otot pernapasan 5. Kedalaman napas membaik 6. Pengaturan posisi
23

3. Deformitas dinding dada 7. Pemberian analgesik


4. Deformitas tulang dada 8. Terapi realksasi
5. Gangguan neuromuskular
6.Gangguan neurologis (misal elektroensefalogram
[EEG] positif, cedera kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventiasi
12.Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5
ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Resiko aspirasi Tujuan: 1. Manajemen jalan napas
Definisi; Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka 2. Pemantauan aspirasi
Berisiko mengalami masuknya sekresi tingkat aspirasi menurun dengan kroteria hasil : 3. Pemantauan respirasi
gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair atau 1. Dipnea menurun 4. Pemberian obat
24

padat ke dalam saluran trakeobronkhial akibat 2. Kelemahan otot pernapasan menurun 5. Pemberian obat inhalasi
disfungsi mekanisme protektif saluran napas. 3. Akumulasi sekret menurun 6. Pemberian obat
intravena
Etiologi: 7. Pengaturan posisi
1. Penurunan tingkat kesadaran 8. Terapi menelan
2. Penurunan refleks muntah dan/atau batuk
3. Gangguan menelan
4. Disfagia
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Peningkatan residu lambung
7. Peningkatan tekanan intragastrik
8. Penurunan motilitas gastrointestinal
9. Perlambatan pengososongan lambung
10.Ketidakmatangan koordinasi menghisap,
menelan dan bernapas
25

f. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah
diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien
dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang
diharapkan (Tim Pokja DPP PPNI, 2018). (SOP untuk
melakukan implementasi terlampir)
g. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Tahap ini perawat melihat perkembangan pasien berdasarkan
hasil dari tindakan yang diberikan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui sejauh mana tujuan perawat atau kriteria hasil dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawtan yang diberikan (Tarwoto & Wartona, 2015).
26

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. 2007. Jakarta : EGC

International, NANDA.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2013. Jakarta :


EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
27

Anda mungkin juga menyukai