Anda di halaman 1dari 7

Nama : Indah Lestari Puspaningtias

NIM : 1911111220024
Dosen Pembimbing : drg. Sherli Diana, Sp. KG

SASARAN BELAJAR
TUTORIAL SKENARIO 1 BLOK 11

1. Jelaskan penyakit dengan kode B20!


Jawab :
AIDS adalah infeksi virus yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV),
yang menginfeksi sel-sel yang berperan penting dalam imunitas manusia, seperti T-
helper cells (tepatnya CD4+ T cells), makrofag, dan sel dendritik. Infeksi HIV akan
mengubah sistem imun. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksikannya
dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan menurunnya sistem kekebalan dan
daya tahan tubuh. Oleh karna imunitas dan daya tahan tubuh melemah, maka akan sangat
mudah untuk terkena penyakit. Virus ini terdapat dalam darah dan air mani (Fonseca
RRS, et al., 2020; Setiarto, et al.,2021).

2. Jelaskan etilogi dan patofisiologi penyakit HIV!


Jawab :
ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV.
Yang nama ilmiahnya disebut human immunodeficiency virus (HIV) yang berupa agent
viral dan dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang
kuat terhadap limfosit T. HIV tergolong dalam famili lentivirus. Infeksi dari famili
lentivirus ini khas ditandai dengan sifat laten nya yang lama, masa inkubasi yang lama,
replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP).
Virus HIV digolongkan menjadi dua tipe yaitu virus yang menyerang dan menghindari
mekanisme pertahanan tubuh dengan melakukan perlawanan dan melumpuhkannya. Jenis
virus HIV yaitu HIV 1 dan HIV 2 (Setiarto, et al.,2021)

PATOGENESIS
1. Virion HIV berbentuk bulat dengan membran lipid yang dilapisi oleh protein matriks
dan ditempeli oleh tonjolan glikoprotein gpl20 dan gp41
2. Awalnya terjadi perlekatan antara gpl20 dan reseptor sel CD4, yang memicu
perubahan konfigurasi pada gp120 sehingga memungkinkan pengikatan dengan
koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4) setelah itu terjadi penyatuan pori
yang dimediasi oleh gp41
3. Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom RNA oleh
enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini merupakan proses yang
sangat berpotensi mengalami kesalahan. Selanjutnya DNA ini ditransfer ke dalam
nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam genom sel pejamu, virus yang terintegrasi
diketahui sebagai DNA provirus
4. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel yang belum terinfeksi
dan mengulang proses tersebut (Setiarto, et al.,2021).

3. Jelaskan diagnosis dan diagnosis banding kasus skenario diatas berdasarkan gejala klinis
dan hasil pemeriksaan intraoral!
Jawab :
DIAGNOSIS
A. HIV
Diagnosis laboratorium infeksi HIV tergantung pada penemuan antibodi anti HIV dan
deteksi HIV atau salah satu komponennya. Ditemukannya antibodi HIV dengan
pemeriksaan ELISA perlu dikonfirmasikan dengan western blot. Tes HIV Elisa (+)
sebanyak 3 kali dengan reagen yang berlainan merek menunjukkan pasien positif
mengidap HIV. WHO merekomendasikan pemeriksaan dengan rapid test sehingga
hasilnya bisa segera diketahui.
Ada beberapa gejala dan tanda mayor dan minor, antara lain:
a. Gejala dan tanda mayor
- Kehilangan berat badan (BB) > 10%
- Diare kronik > 1 bulan
- Demam > 1 bulan
b. Gejala dan tanda minor
- Batuk menetap > 1 bulan
- Dermatitis pruritis (gatal)
- Herpes zoster berulang
- Kandidiasis orofaring
- Herpes simpleks yang meluas dan berat
- Limfadenopati yang meluas
- Tanda lainnya, seperti sarkoma kaposi yang meluas dan meningitis triptokokal
Selain itu, panduan nasional prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV yang berlaku
saat ini menggunakan strategi 3 kali tes dan didahului dengan konseling pra tes atau
informasi singkat. 3 kali tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau ELISA.
Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus menggunakan tes dengan sensitivitas yang tinggi
(99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan
spesifisitas tinggi (≥99%). Antibody biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2
minggu- 3 bulan setelah terinfeksi HIV, disebut window period. Bila tes HIV yang
dilakukan dalam window period menunjukkan hasil “negative” maka perlu dilakukan tes
ulang terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko (Setiarto, et al.,2021).

B. NUP
Diagnosis NUP didasarkan kepada presentasi klinis dari penyakit tersebut.
Karakteristik dari NUP antara lain, lesi punched out, penampakan seperti kawah pada
interdental (resesi), kehilangan perlekatan, resorbsi tulang, kegoyangan gigi, bau tak
sedap, sakit tak tertahankan, dan pada kasus yang lebih parah, akan terjadi
limfadenopati terlokalisir. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa sebanyak 40% pasien
HIV/AIDS memiliki satu atau lebih manifestasi oral. Oleh karna itu, pemeriksaan
harus dilakukan lebih mendalam (Hasan SA, Ganapathy D, Jain AR., 2018).
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit NUP adalah Necrotizing Ulcerative Gonorrhea dan
Necrotizing Ulcerative Stomatitis. Secara klinis, tiga penyakit ini sama-sama
menunjukkan adanya ulserasi, nekrosis, sakit, perdarahan spontan atau karna tersentuh,
bau tak sedap, rasa logam pada mulut, dan kemungkinan ada demam. Biofilm yang
banyak merupakan penyebab utama, namun beberapa faktor pendukung lain, yaitu
malnutrisi, stress, merokok, trauma lokal, dan pasien dengan immunodeficiency (Freaitas
PGD, 2018).

4. Jelaskan manifestasi penyakit HIV / AIDS lainnya pada jaringan periodontal disertai
gejala klinisnya!
Jawab :
a. NUS (Necrotizing Ulcerative Stomatitis)
Gejala klinis NUS ditandai dengan timbulnya ulser nekrotik pada papillary dan
margin gingival yang ditutupi oleh pseudomembran putih kekuningan atau abu-abu
sisa jaringan nekrotik, punched-out pada puncak papila, ulser yang terasa sangat nyeri
dan disertai pendarahan spontan, yang meluas sampai alveolar ridges serta
menyebabkan destruksi jaringan dalam rongga mulut. Gambaran klinis lain yang
timbul meliputi halitosis, demam, limfadenopati servikal, disfagia, dan pada tahap
lanjut terjadi pembentukan sequestrum. Penyakit ini dapat berkembang dengan cepat
dan menyebabkan kerusakan jaringan yang parah (Munthe EK, Setiadhi R., 2020).
b. ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis)
ANUG adalah penyakit periodontal berupa infeksi dan peradangan jaringan
periodontal. Gejala klinis dari ANUG antara lain, nekrosis pada margin gingiva,
perdarahan gingiva, dan ulserasi pada permukaan gingiva (Kato H, Imamura., 2017).

5. Jelaskan rencana perawatan pasien dengan HIV / AIDS berdasarkan kasus skenario
diatas!
Jawab :
Pasien HIV/AIDS pada skenario mengalami manifestasi oral yaitu NUP
(Necrotizing Ulcerative Periodontitis). Maka dilakukan penanganan berupa terapi NUP
sesuai protokol untuk pasien HIV/AIDS. Perawatan yang paling umum dilakukan adalah
“terapi periodontal dua fase”. Terapi ini dibagi menjadi dua fase, yaitu fase inisiasi dan
fase pemeliharaan. Fase inisiasi berupa menghilangkan agen etiologi dan membersihkan
bagian yang terinfeksi. Setelah fase inisiasi selesai dilakukan, maka dilanjut ke fase
pemeliharaan. Fase pemeliharaan terdiri dari perawatan periodontal non-bedah secara
teliti dan instruksi oral hygine. Namun, penghilangan jaringan nekrosis pada periodontal
secara manual atau non-bedah, terkadang tidak dapat tuntas dalam proses disinfeksi dan
pembersihan bakteri pada poket periodontal yang dalam. Pada salah satu penelitian
disebutkan bahwa perawatan NUP pada pasien HIV/AIDS dapat dilakukan dengan proses
APDT (Antimicrobial Photodynamic Therapy) dan SRP (Scalling and Root Planning).
Secara garis besar, APDT adalah terapi perpaduan antara sifat fisika dan kimiawi yang
bertujuan untuk membunuh bakteri dengan menghasilkan oksigen. Perawatan ini terbukti
dapat mengurangi jumlah bakteri Aa (Aggregatibacter ctinomicetemcomitans), Pg
(Phorphyromonas gingivalis), dan Tf (Tannerella Forsythia) yang merupakan etiologi
dari NUP (Niazi F, et al.,2019).
Pada studi lain, perawatan pertama yang dilakukan adalah pain relief dan rapid
elimination dari penyakit tersebut. Hydrogen peroksida dan zat pelepas oksigen lainnya
dapat digunakan pada terapi penyakit ini perdasarkan efek dari oksigen terhadap bakteri
anaerob. 3% hydrogen peroksida digunakan untuk membersihkan jaringan nekrotik
dalam bentuk obat kumur (1:1 3% hydrogen peroksida dan air panas). Diberikan juga
terapi oksigen (5L oksigen/menit selama 15 menit, 3 kali sehari selama 10 hari) dan
metronidazole 500mg, serta co-amoxiclav. Untuk kontrol plak, dapat diberikan 0,2%
chlorhexidine glukonat 2 kali sehari (Hasan SA, Ganapathy D, Jain AR., 2018).

6. Jelaskan rencana perawatan pasien dengan HIV / AIDS pada kasus lain!
Jawab :
a. NUS (Necrotizing Ulcerative Stomatitis)
Perawatan pasien HIV/AIDS dengan manifestasi NUS dibagi menjadi beberapa tahap
yang berurutan, antara lain:
 Tahap pengobatan akut penyakit (awal): untuk menghentikan proses penyakit
dan kerusakan jaringan, mengontrol rasa nyeri yang mengganggu asupan
nutrisi dan oral hygine pasien
*pasien disarankan menggunakan chlorhexidine gluconate 0,2% mouth wash,
yang tidak hanya berperan pada pembersihan kimiawi tetapi juga memberikan
efek antibakteri yang akan mempercepat penyembuhan klinis yang lebih cepat
dan kerusakan periodontal yang lebih sedikit.
*pasien diberikan metronidazole 500mg, dikombinasikan dengan amoxicillin
500mg. Metronidazol menjadi pilihan pertama karena aktif melawan bakteri
anaerob. Obat-obatan antimikroba lain seperti golongan penisilin, tetrasiklin,
klindamisin, juga efektif terhadap bakteri periodontal.
*pasien juga diberi diet cair tinggi kalori dan tinggi protein untuk
memperbaiki nutrisi.
 Tahap perbaikan kondisi sebelumnya: dilakukan ketika gejala sudah membaik
setelah fase akut awal
*scalling dan root planning + instruksi oral hygine
 Tahap pengendalian faktor sistemik: untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
*instruksi berhenti merokok
*instruksi menjaga tidur yang cukup dan mengelola stress
 Tahap koreksi/pengobatan
*gingivektomi atau flap periodontal dilakukan untuk memperbaiki crater yang
dalam
*perawatan bedah hanya dilakukan apabila terdapat pertimbangan lain dan
oral hygine pasien sudah baik
 Tahap suportif: untuk menjaga kebersihan mulut dan mengendalikan faktor
sistemik
(Munthe EK, Setiadhi R., 2020)

7. Bagaimana pasien bisa merasakan sakit pada gusi?


Jawab :
Pada pasien dengan penyakit NUP, progress kerusakannya dapat dibilang cukup cepat,
termasuk dari segi kehilangan perlekatan dan resorbsi tulang. Selain itu, terdapat lesi
punched out dan resesi gingiva yang dilapisi jaringan nekrotik pseudomembran. Pada
NUP juga terdapat ulserasi. Seluruh manifestasi inilah yang dapat menyebabkan rasa
sakit luar biasa pada gusi pasien hingga pasien mengalami kesulitan makan, minum, dan
berbicara (Hasan SA, Ganapathy D, Jain AR., 2018).

8. Apa saja penyakit gingiva lain yang mungkin muncul pada pasien HIV/AIDS ?
Jawab :
Pada pasien HIV/AIDS bisa muncul beragam penyakit oral sebagai manifestasi klinis.
Penyakit yang dapat muncul pada gingiva pasien HIV/AIDS antara lain, NUG, NUP,
NUS, Kaposi sarcoma, dan oral candidiasis (Indrastiti K, Wardhany II, Soegyanto AI.,
2020).
9. Bagaimana merawat pasien HIV / AIDS pada kondisi patologis periodontal yang lain ?
Jawab :
a. ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative Gingiva)
Perawatan ANUG pada pasien HIV/AIDS dapat berupa pemberian obat-obatan. Pada
salah satu studi disebutkan obat-obatan yang digunakan, antara lain:
- Clindamycin intravena dikombinasikan dengan fluconazole= untuk mengatasi
fusiform spirochetes
- Fentanyl intravena= untuk mengontrol rasa sakit yang parah pada oral pasien
Obat-obatan ini diberikan selama 10 hari (Kato H, Imamura., 2017).
Daftar Pustaka

Fonseca RRS.,et al. 2020. Severe Necrotizing Periodontitis in HIV-Infected Patient: Case
Report and Non-Surgical Treatment. Clinical Advances in Periodontics. 0(0): 1-5.
Freitas PGD, et al. 2018. Main Predictors of Necrotizing Periodontal Diseases: A
Review. Dentistry. 8(3): 1-4.
Hasan SA, Ganapathy D, Jain AR. 2018. Management strategies of necrotizing ulcerative
periodontitis. Drug Invention Today. 10 (3): 3289-3281.
Indrastiti K, Wardhany II, Soegyanto AI. 2020. Oral manifestations of HIV: Can they be
an indicator of disease severity? (A sistematic review). Oral Disease. 26(1): 133-
136.
Kato H, Imamura A. 2017. Unexpected Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis in a
Well-controlled HIV-infected Case. Intern med advance publication. 56(16):
2223-2227.
Munthe EK, Setiadhi R. 2020. Necrotizing ulcerative stomatitis mimicking erythema
multiforme pada pasien dengan HIV seronegatif. Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran. 32(1): 39-48.
Niazi FH, Koppolu P, Tanvir SB, Samran A, Alqerban. 2019. Clinical efficacy of
photodynamic therapy in the treatment of necrotizing ulcerative periodontitis
among HIV seropositive patients: A randomized controlled clinical trial.
Photodiagnosis and Photodynamic Therapy Jurnal. 29: 1-19.
Setiarto HB, et al. 2021. Penanganan Virus HIV/AIDS. Yogyakarta: Deepublish. 1-21.

Anda mungkin juga menyukai