Anda di halaman 1dari 22

“GLASS-IONOMER CEMENT”

Dosen Pembimbing : drg. Amalia Aprinda

Disusun Oleh :

Eriel Paldaouny Gandrung 233111130028

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN GIGI

BANJARMASIN

2023
1. Glass-Ionomer Cement
Glass-ionomer cement atau GIC adalah nama yang diberikan untuk
bahan yang berasal dari reaksi antara serbuk kaca dan asam poliakrilat
(Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013). GIC merupakan bahan restorasi yang
berbahan dasar air dan dapat merekat dengan sendirinya pada permukaan gigi
(Sakaguchi, Ferracane, dan Powers, 2019).
GIC pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun
1972, dimana awalnya bahan ini dikembangkan sebagai pengganti dentin
sehingga seringkali disebut sebagai dentin substitute, man-made dentin, dan
artificial dentin. GIC yang pertama kali tersedia di pasaran dikenal sebagai
aluminosilicate polyacrylate atau disingkat sebagai ASPA, dimana GIC ini
tersusun dari ion alumino-silikat dan asam polialkenoid seperti asam
poliakrilat (Garg dan Garg, 2017). Bahan ini kemudian dikembangkan
dengan menggunakan partikel kaca yang lebih reaktif dan kaya akan
kandungan fluoride serta ditemukannya efek asam tartarat dalam
meningkatkan reaksi setting dan menghasilkan GIC yang dikenal sekarang
(Shahid dan Duminis, 2019).
Hingga saat ini, GIC memiliki banyak kegunaan dalam dunia
kedokteran gigi. Awalnya bahan GIC diindikasikan sebagai pilihan bahan
restorasi estetika, akan tetapi seiring berjalannya waktu, GIC juga digunakan
untuk hal lainnya, seperti sebagai liner dan basis untuk proteksi pulpa, luting
agent untuk merekatkan prostesis cekat dan alat ortodontik cekat, sebagai
bahan restorasi sementara, core build up, pit and fissure sealant, dan bahan
pulp capping (Noort dan Barbour, 2013; Torabinejad, Fouad, dan Shabahang,
2015)

2. Indikasi dan Kontraindikasi Glass-Ionomer Cement


Meskipun GIC tampak seperti bahan yang serbaguna, GIC juga
memiliki keterbatasan dalam penggunaannya. Indikasi dari pemakaian GIC
adalah sebagai berikut (Garg dan Garg, 2017; Sakaguchi, Ferracane, dan
Powers, 2019) :
a. Restorasi kelas I, III, dan V yang berukuran kecil.
b. Restorasi kasus abrasi atau erosi.
c. Restorasi kelas I sampai kelas IV pada gigi desidui.
d. Sebagai luting agent atau bahan sementasi dari restorasi indirek, veneer,
dan alat ortodontik cekat.
e. Sebagai bahan restorasi preventif.
f. Sebagai bahan dalam atraumatic restorative treatment (ART)
g. Sebagai liner dan basis dibawah bahan restorasi lainnya seperti resin
komposit.
Sedangkan kontraindikasi dari pemakaian GIC dapat dijabarkan
sebagai berikut (Garg dan Garg, 2017; Sakaguchi, Ferracane, dan Powers,
2019) :
a. Restorasi pada area gigi yang mengalami beban kunyah tinggi atau stress
bearing area.
b. Menggantikan cusp dan insisal gigi.
c. Pada pasien dengan xerostomia.
d. Pada pasien dengan kebiasaan buruk bernafas melalui mulut.
e. Restorasi pada area yang memerlukan estetik baik.

3. Klasifikasi Glass-Ionomer Cement


GIC memiliki klasifikasi sesuai dengan kegunaannya dalam
kedokteran gigi. Berikut adalah klasifikasi-klasifikasi dari bahan GIC (Garg
dan Garg, 2017):
a. Klasifikasi berdasarkan pengaplikasiannya :

Tipe I : Luting cement


Tipe II : Bahan restorasi
1 : Restorasi estetik
2 : Restorasi yang diperkuat
Tipe III : Liner atau basis
b. Klasifikasi berdasarkan kegunaannya :
Tipe 1 : Digunakan sebagai luting agent
Tipe 2 : Digunakan sebagai bahan restorasi
Tipe 3 : Digunakan sebagai liner dan basis
Tipe 4 : Digunakan sebagai fissure sealant
Tipe 5 : Digunakan untuk keperluan ortodontik
Tipe 6 : Digunakan sebagai bahan core build up
Tipe 7 : Fluoride releasing command set GIC
Tipe 8 : Digunakan untuk atraumatic restorative treatment (ART)
Tipe 9 : GIC berkekuatan tinggi untuk perawatan pediatri
Setiap tipe GIC memiliki sifat kimia yang sama, akan tetapi yang
membedakan tiap tipe tersebut adalah adanya variasi dalam komposisi bahan
GIC, seperti komposisi bubuk dan ukuran partikel, hal ini bertujuan untuk
mendapatkan sifat bahan yang diinginkan dari GIC sesuai dengan
penggunaannya nanti (Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013). GIC dengan
partikel berukuran besar digunakan dalam restorasi, sedangkan partikel yang
lebih halus digunakan sebagai luting agent atau bahan sementasi.

4. Komposisi Glass-Ionomer Cement


GIC pada umumnya tersedia dalam bentuk powder dan liquid yang
harus dicampur dalam rasio yang telah ditentukan sebelum digunakan.
Berikut adalah komposisi dari powder dan liquid dari GIC.
a. Komposisi Powder
Powder dari GIC dibuat dengan menggabungkan silika, alumina,
kalsium fluorida, dan oksida logam pada suhu 1100 sampai 1500 oC, hasil
pencampuran ini kemudian dituangkan ke baki besi yang kemudian
dicelupkan ke air. Massa yang terbentuk kemudian dihancurkan dan
digiling menjadi bubuk. Partikel dari bubuk memiliki ukuran yang
bervariasi tergantung perusahaan yang memproduksi GIC, namun pada
umumnya ukuran partikel berkisar antara 20 mikron untuk luting agent
dan 50 mikron untuk bahan restorasi (Garg dan Garg, 2017). Persentasi
dari bahan mentah yang terkandung pada bubuk GIC terdiri dari :

1. Silika : 41,9%
2. Alumina : 28,6%
3. Aluminium fluorida : 1,6%
4. Kalsium fluorida : 15,7%
5. Sodium fluorida : 9,3%
6. Aluminium fosfat : 3,8%
Setiap bahan memiliki kontribusi dalam menghasilkan sifat dan
karakteristik dari bahan GIC. Silika dan aluminium fosfat ditambahkan
untuk meningkatkan translusensi dari GIC, alumina ditambahkan sebagai
pembentuk struktur yang memperkuat GIC, dan kalsium fluorida
ditambahkan untuk meningkatkan opasitas (Anusavice, Shen, dan Rawls,
2013; Garg dan Garg, 2017).
b. Komposisi Liquid
Awalnya GIC menggunakan senyawa asam poliakrilat sebesar 40
sampai 50%, akan tetapi hal ini menghasilkan liquid dengan viskositas
yang tinggi dan waktu penyimpanan yang singkat akibat proses gelasi,
maka dari itu komponen liquid dari GIC sekarang juga mengandung
senyawa berupa copolymer yang tersusun dari asam itatonik, asam
maleat, atau asam sitrat (Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013). Selain
bahan tersebut, asam tartarat juga ditambahkan untuk meningkatkan
reaktivitas partikel kaca, mengurangi viskositas, meningkatkan waktu
penyimpanan, memperpanjang waktu kerja, dan mempersingkat setting
time. Persentasi dari bahan mentah yang terkandung pada bubuk GIC
terdiri dari (Garg dan Garg, 2017) :

Asam poliakrilat : 40-50%


(asam itatonik dan asam maleat)
Asam tartarat : 6-15%
Air : 30%

5. Sifat dan Karakteristik dari Glass-Ionomer Cement


5.1 Kemasan Glass-Ionomer Cement
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, GIC tersedia dalam
bentuk powder dan liquid yang harus dicampurkan dengan rasio
tertentu sebelum digunakan. GIC yang tersedia dipasaran memiliki
kemasan yang berbeda dengan cara pemakaian yang berbeda pula.
Powder dan liquid dari GIC dapat dikemas dalam dua kemasan
berbeda. Powder dikemas dalam sebuah toples yang nantinya ditakar
dengan sendok takar yang disediakan, sedangkan liquid dikemas dalam
sebuah botol kecil dengan pipet yang digunakan untuk menakar liquid.
Powder dan liquid dicampur dengan rasio sesuai dengan aturan pabrik
dengan spatula (Sakaguchi, Ferracane, dan Powers, 2019).
GIC juga tersedia dalam bentuk kapsul. Tujuan dari pemakaian
sistem kapsul adalah untuk mendapatkan rasio powder dan liquid yang
konsisten serta mempermudah proses manipulasi GIC (Noort dan
Barbour, 2013). Powder dan liquid diletakan pada ruangan yang
terpisah di dalam kapsul. Saat pemakaian, kapsul diaktivasi dan
ditriturasi dengan amalgamator untuk mencampur kedua komponen
tersebut. Untuk mengaplikasikan GIC, kapsul tersedia dengan ujung
aplikator untuk mengeluarkan bahan GIC langsung ke permukaan gigi
yang telah di preparasi (Sakaguchi, Ferracane, dan Powers, 2019).
Kemasan powder dan liquid yang terpisah memerlukan akurasi
yang tinggi dalam pemakaiannya khususnya dalam menentukan rasio
powder dan liquid yang harus digunakan, hal ini menyebabkan hasil
pencampuran GIC yang tidak konsisten dan bervariasi, terutama bila
dokter gigi dalam keadaan tertekan selama prosedur perawatan (Mount
dkk, 2016).
Kemasan kapsul lebih praktis dibandingkan kemasan terpisah
serta dapat memberikan rasio powder dan liquid yang lebih konsisten.
Selain itu, kemasan kapsul juga mudah digunakan karena sudah
memiliki ujung aplikator khusus untuk mengaplikasikan bahan GIC
langsung pada permukaan gigi atau prostetik yang akan dipasang
(Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013).

Gambar 1. A, GIC dengan powder-liquid terpisah, dicampur dengan tangan.


B, kapsul untuk triturasi.
Variasi lainnya dari kemasan GIC adalah paste-paste system
yang dikemas dalam botol yang dinamai twin syringe apparatus.
Kelebihan dari sistem ini adalah terjaminnya proporsi dan rasio dari
kedua komponen yang dikeluarkan, sehingga menghasilkan hasil
pencampuran GIC yang lebih konsisten (Mount dkk, 2016).

.
Gambar 2. Contoh dari twin syringe apparatus pada paste-paste system.

5.2 Manipulasi Glass-Ionomer Cement


1) Proses manipulasi atau pencampuran bahan GIC harus dilakukan
dalam suhu ruangan selama 40-60 detik diatas glass slab yang
dingin dan kering, atau paper pad yang dilapisi plastik dengan
bantuan spatula plastik yang datar dan kaku.
2) Powder dan liquid dikeluarkan dan diletakan diatas glass slab
sesuai dengan rasio yang ditentukan pabrik. Glass slab juga dapat
berfungsi untuk menghambat reaksi dan memperpanjang waktu
kerja.

Gambar 3. Powder dan liquid GIC yang telah ditakar.


3) Untuk mencampurkan bahan, bagi powder menjadi dua porsi yang
sama Campurkan porsi pertama dengan liquid selama 20 detik,
kemudian tambahkan porsi sisanya dan campur kembali selama 20
detik dengan gerakan melipat. Pencampuran GIC harus
diselesaikan dalam waktu 40-60 detik dan dilakukan secara cepat.
4) Waktu kerja dari GIC adalah 60-90 detik. Tanda berakhirnya waktu
kerja adalah hilangnya kilapan pada permukaan GIC, setelah ini
reaksi setting sudah dimulai.
5) Bahan GIC yang sudah dicampur harus digunakan sebelum
kilapannya menghilang, jika demikian, GIC tidak akan merekat
dengan baik pada permukaan gigi.
6) Untuk bahan restorasi, bahan GIC harus diambil dengan spatula
dalam satu kesatuan dan tidak merekat dengan instrumen.

Gambar 4. GIC untuk restorasi, tidak melekat dengan instrumen.

7) Untuk bahan sementasi, GIC harus memiliki konsistensi tertentu,


dimana saat diangkat dari glass slab, GIC akan membentuk string
sepanjang 1 inci.
Gambar 5. GIC untuk sementasi dengan konsistensi yang tepat.

8) Bahan GIC yang telah dimanipulasi kemudian diaplikasikan pada


kavitas gigi yang telah dipreparasi dengan sedikit overfill.
9) Setelah diaplikasikan, GIC kemudian dikondensasi dengan plastic
instrument dan dikontur sesuai permukaan gigi, lalu ditutupi
dengan matriks plastik selama 5 menit untuk melindungi bahan
supaya tidak menyerap atau kehilangan air selama proses setting.
10) Permukaan GIC kemudian dilapisi varnish atau petrolium jelly.
11) GIC dapat dipoles setelah setting sempurna.
12) Pada prosedur sementasi, GIC diaplikasikan dengan plastic
instrument ke prostetik yang akan dipasang. Semen berlebih dapat
dibuang setelah setting.
5.3 Reaksi Setting
Reaksi setting yang terjadi pada glass-ionomer cement
merupakan reaksi asam-basa antara partikel kaca yang berperan sebagai
basa, dan asam poliakrilat yang berperan sebagai asam (Shahid dan
Duminis, 2019). Secara garis besar, reaksi setting dari GIC dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1) Gugus COOH dari asam karboksilat akan mengalami ionisasi
parsial saat dipertemukan dengan air untuk membentuk COO - dan
proton terhidrasi, H+3O.
2) Proton ini kemudian akan menyerang permukaan partikel kaca yang
menyebabkan terlepasnya ion kalsium dan ion aluminium. Ion
karboksilat dari polimer akan bereaksi dengan ion logam tersebut
dan membentuk sebuah jembatan garam atau salt bridge yang
menyebabkan terjadinya gelasi dan setting.
3) Saat fase awal proses setting, ion kalsium lebih berikatan dengan
rantai poliakrilat, namun akan berikatan dengan ion aluminium
pada fase akhir.
4) Seiring berjalannya waktu, kekuatan dari GIC akan meningkat.
Asam silikat akan terbentuk saat partikel kaca terurai, namun
terpolimerisasi untuk membentuk hydrogel.
5) Proses ini akan menghasilkan produk sampingan yakni ion fluoride.
Perlepasan fluoride berlangsung secara konstan dan dalam waktu
lama. Terlepasnya fluoride dari matriks kaca disebabkan oleh reaksi
setting dan proses pertukaran ion di dalam GIC.
6) Fluoride yang terlepas kemudian digantikan oleh karboksilat dan
air.
Air memiliki peranan yang penting dalam reaksi setting.
Pertama, air berfungsi sebagai media pertukaran ion yang dibutuhkan
untuk keberlangsungan reaksi asam basa dan perlepasan fluoride, kedua,
sebagian dari air juga akan berikatan dengan komponen GIC pada saat
setting dan memberikan stabilitas pada bahan. Terakhir, air
meningkatkan plastisitas saat proses manipulasi bahan (Sakaguchi,
Ferracane, dan Powers, 2019).
Hasil akhir dari reaksi setting adalah semen GIC yang tersusun
atas hidrogel yang terdiri dari kalsium, aluminium, dan
fluoroaluminium poliakrilat dan partikel kaca yang tidak bereaksi yang
diselubungi oleh lapisan hidrogel yang mengandung silika. 20-30%
partikel kaca larut dalam reaksi setting dan digantikan oleh partikel
hidrogel yang kaya akan silika dan mengandung kristalit fluoride.
Stabilitas dari matrix GIC diberikan oleh terbelitnya rantai, ionic
cross-linking, dan ikatan hidrogen (Sakaguchi, Ferracane, dan Powers,
2019).
5.4 Mekanisme Perlekatan dengan Gigi
Perlekatan GIC dengan gigi terjadi secara kimiawi. Proses
perlekatan secara kimiawi terjadi melalui dua mekanisme. Pertama,
GIC melekat dengan struktur gigi melalui khelasi antara gugus
karboksil dari asam poliakrilat dengan kalsium yang terkandung dalam
enamel dan dentin (Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013), dimana
terjadinya pertukaran ion antara asam poliakrilat dengan kandungan
hidroksiapatit dari gigi, yang akhirnya membentuk ikatan dengan
kalsium dan fosfat (Shahid dan Duminis, 2019). Mekanisme kedua
adalah melalui ikatan hidrogen dengan kolagen yang terdapat pada
dentin, ikatan ini khususnya terjadi antara gugus karboksilat dari
polyacid dengan molekul kolagen dari dentin (Mount dkk, 2016).
Perlekatan antara GIC dan permukaan gigi didukung dengan
adanya proses conditioning dengan menggunakan dentin conditioner
pada permukaan gigi (Noort dan Barbour, 2013). Dentin conditioner
merupakan asam poliakrilat dengan konsentrasi rendah (10%) dan
memiliki berat molekul yang tinggi, sehingga tidak merusak permukaan
gigi dan mempenetrasi tubuli dentin. GIC memerlukan permukaan yang
bersih untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal dengan
permukaan gigi, maka dari itu dengan penggunaan dentin conditioner,
debris dan smear layer yang berpotensi tertinggal pada permukaan gigi
setelah preparasi dapat dihilangkan dan menghasilkan permukaan gigi
yang bersih. Selain membersihkan, dentin conditioner juga
meningkatkan wettability dari permukaan gigi dengan menurunkan
surface energy dari permukaan gigi sehingga meningkatkan
kemampuan adaptasi dari GIC pada permukaan gigi (Mount dkk,
2016).
Kandungan asam pada GIC menghasilkan efek pengetsaan
yang pada akhirnya meningkatkan perlekatan pada enamel dan dentin
(Mount dkk, 2016). Perlekatan yang baik juga menghasilkan seal yang
baik pada enamel dan dentin yang dapat mengurangi terjadinya
microleakage. Khususnya pada dentin, seal yang dihasilkan oleh GIC
dapat mencegah terjadinya perubahan aliran cairan pada tubuli dentin,
sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan sensitivitas
post-operatif (Mount dkk, 2016). Selain itu, perlekatan secara kimiawi
menyebabkan tidak diperlukannya modifikasi pada desain kavitas untuk
menghasilkan suatu mechanical interlocks yang dapat meningkatkan
retensi, sehingga restorasi dengan menggunakan GIC bersifat
konservatif terhadap struktur gigi.

Gambar 6. Struktur dari GIC. Partikel berwarna biru menggambarkan partikel kaca
yang tidak bereaksi, dikelilingi oleh gel yang terbentuk akibat reaksi dengan asam
poliakrilat. Kelompok karboksil bereaksi dengan kalsium dari enamel dan dentin.

5.5 Sifat Glass-Ionomer Cement


a) Sifat Biologis
GIC diketahui dapat menghasilkan reaksi pada pulpa
yang lebih tinggi dibandingkan semen Zinc Oxide Eugenol (ZOE),
namun lebih sedikit bila dibandingkan dengan zinc fosfat. Insiden
inflamasi pulpa atau nekrosis akibat GIC sama dengan kalsium
hidroksida, namun lebih tinggi dibandingkan bahan resin komposit
(Torabinejad, Fouad, dan Shabahang, 2015).
Bahan GIC yang digunakan sebagai luting agent
berpotensi lebih membahayakan bagi pulpa dibandingkan dengan
GIC yang digunakan sebagai bahan restorasi, hal ini disebabkan
karena rasio powder dan liquid yang lebih rendah sehingga
menghasilkan pH yang lebih asam. Maka dari itu apabila dentin
yang melapisi pulpa tersisa sedikit (0,5 mm), pemakaian liner
seperti Ca(OH)2 sangat direkomendasikan (Anusavice, Shen, dan
Rawls, 2013).
Meskipun demikian, GIC dapat digunakan pada gigi
karena memiliki biokompatibilitas yang baik. Biokompatibilitas
dari GIC disebabkan oleh sifat asam poliakrilat itu sendiri yang
merupakan asam lemah, dan rantai polimer yang terbentuk pada
saat reaksi setting saling menjerat satu sama lain sehingga tidak
dapat berpenetrasi ke tubuli dentin (Garg dan Garg, 2017). Selain
itu, asam poliakrilat dari GIC memiliki berat molekular yang tinggi
sehingga asam poliakrilat tidak mampu berdifusi melalui dentin
menuju ruang pulpa (Sakaguchi, Ferracane, dan Powers, 2019).
b) Sifat Mekanis
GIC memiliki compressive strength yang tinggi, modulus
elastisitas yang rendah, dan flexural strength yang rendah sehingga
membuat GIC menjadi bahan yang keras namun rapuh dan mudah
mengalami fraktur (Garg dan Garg, 2017). Sifat GIC yang rapuh
dan mudah mengalami fraktur menyebabkan bahan ini tidak dapat
digunakan untuk restorasi pada area dengan tekanan oklusal yang
tinggi, seperti pada kavitas yang melibatkan marginal ridge atau
permukaan insisal (Mount dkk, 2016). GIC juga lebih rentan untuk
mengalami abrasi apabila dibandingkan dengan resin komposit
(Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013).
c) Perlepasan Fluoride
GIC terkenal dengan kemampuannya untuk melepaskan
fluoride ke struktur gigi disekitarnya setelah diaplikasi (Mount dkk,
2016). GIC mengandung 10-23% fluoride. Fluoride yang
dilepaskan oleh GIC bervariasi dalam jumlahnya, dimana pada 24
jam pertama, fluoride dilepaskan dalam jumlah maksimal,
kemudian berkurang sampai bulan pertama dan bulan kedua dan
menjadi stabil, yakni melepas fluoride dalam kadar yang konstan.
Perlepasan fluoride berlangsung selama setidaknya 7 tahun (Mount
dkk, 2016; Garg dan Garg, 2017).
Akibat adanya perlepasan fluoride, GIC memiliki
kemampuan untuk mencegah terjadinya recurrent caries pada gigi
yang direstorasi, dan juga menghambat perkembangan bakteri dan
biofilm, kemampuan ini juga didukung dengan perlekatan yang
baik dengan struktur enamel dan dentin (Noort dan Barbour, 2013).
d) Estetika
Warna dari GIC dihasilkan oleh partikel kaca, yang
dimana dapat diatur dengan penambahan pigmen warna seperti
ferioksida (Noort dan Barbour, 2013). Akan tetapi, GIC memiliki
translusensi yang kurang baik khususnya apabila dibandingkan
dengan bahan seperti resin komposit.

6. Pemakaian Glass-Ionomer Cement dalam Kedokteran Gigi


6.1 Glass-Ionomer Cement sebagai Pit and Fissure Sealant
GIC dapat berfungsi sebagai pit and fissure sealant, yakni
bahan yang digunakan sebagai bentuk perawatan preventif terhadap
karies. Keuntungan utama dari GIC adalah kemampuannya untuk
merekat secara kimiawi dengan permukaan enamel dan dentin serta
dapat melepas fluoride yang akhirnya memberikan proteksi terhadap
karies bagi gigi yang beresiko (Sakaguchi, Ferracane, dan Powers,
2019). Bahan sealant yang digunakan dapat memiliki warna yang
serupa dengan gigi atau berwarna merah muda untuk mempermudah
identifikasi. Pit and fissure sealant berbahan GIC sangat diindikasikan
pada kasus dimana isolasi area kerja sulit untuk dilakukan serta pada
gigi permanen muda yang baru erupsi sebagian.
Prosedur pengaplikasian pit and fissure sealant berbahan GIC
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Bersihkan permukaan gigi dari debris dengan pumice dan air
menggunakan brush atau rubber cup dalam kecepatan 400 rpm.
Pumice kemudian dibilas dengan air selama 10 detik.
Gambar 7. Permukaan gigi dibersihkan dengan pumice dan air.

2. Aplikasikan dentin conditioner (asam poliakrilat 10-20%) pada


permukaan gigi selama 10 sampai 20 detik, kemudian dibilas
dengan air selama 20-30 detik.

Gambar 8. Pengaplikasian dentin conditioner pada permukaan gigi.

3. Keringkan permukaan gigi namun dengan menyisakan kelembaban


pada permukaan gigi. Gigi dapat diisolasi dengan cotton roll untuk
memastikan tidak terjadinya kontaminasi oleh saliva.

Gambar 9. Permukaan gigi yang telah dibilas dan dikeringkan.


4. Aplikasikan bahan pit and fissure sealant pada permukaan pit dan
fissure, lalu lapisi dengan petrolium jelly.

Gambar 10. Pit and fissure sealant telah diaplikasikan.

5. Periksa oklusi dengan articulating paper.


6.2 Glass-Ionomer Cement sebagai Bahan Restorasi
Sebagai bahan restorasi, terdapat jenis GIC yang spesifik, yakni
GIC tipe II. GIC tipe II dibagi lagi menjadi GIC tipe II.1 dan GIC tipe
II.2. GIC tipe II.1 diindikasikan gigi
untuk
yang restorasi
mementingkan estetika
dibandingkan kekuatan terhadap beban kunyah. Alasan digunakannya
GIC tipe II.1 adalah estetika dan translusensi yang baik serta memiliki
kekuatan yang cukup apabila restorasi disertai dengan struktur gigi yang
adekuat dan tidak menghadapi tekanan oklusal tinggi. Sedangkan GIC
tipe II.2 adalah tipe GIC yang diindikasikan untuk restorasi pada
permukaan gigi yang memerlukan ketahanan terhadap tekanan oklusal
tinggi. Alasan digunakannya GIC tipe II.2 adalah sifat mekanisnya yang
baik dan tahan terhadap beban kunyah, dan estetika dan translusensi
bukanlah prioritas utama dalam restorasi (Mount dkk, 2016).
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan GIC
sebagai bahan restorasi adalah sebagai berikut :
1. Gigi dipreparasi sesuai dengan prinsip preparasi, permukaan gigi
harus dibuat sehalus mungkin, hal ini akan membantu adaptasi dari
GIC pada permukaan gigi.
2. Pastikan permukaan gigi bersih dari smear layer dan debris yang
terbentuk saat preparasi. Permukaan gigi dapat dibersihkan dengan
pumice dan air menggunakan brush atau rubber cup.
3. Lakukan pengetsaan dengan dentin conditioner atau asam
poliakrilat 10-20% selama 10 sampai 20 detik, kemudian dibilas
dengan air selama 20-30 detik.

Gambar 11. Pengaplikasian dentin conditioner pada permukaan gigi.

4. Permukaan gigi yang telah dietsa kemudian dikeringkan, namun


tidak terlalu kering atau dibiarkan lembab.
5. Gigi yang akan dirawat harus terisolasi dengan baik dari saliva atau
darah untuk mencegah kontaminasi permukaan gigi.
6. Aplikasikan GIC yang sudah dicampurkan ke permukaan kavitas
dan ditopang dengan matriks plastik untuk membantu adaptasi GIC
dengan permukaan gigi. Buang GIC yang berlebih dengan bantuan
sonde.

Gambar 12. GIC telah diaplikasikan pada permukaan gigi, GIC


kemudian diadaptasikan dan dilindungi oleh matriks sampai GIC
mengeras.
7. Setelah GIC mengeras, lepaskan matriks dan lapisi GIC dengan
resin sealant atau varnish sebagai proteksi dari hidrasi dan
dehidrasi.

Gambar 13. GIC dilapisi oleh resin sealant atau varnish.

8. Periksa ada atau tidaknya GIC atau berlebih serta adaptasi bahan
dengan permukaan gigi.
9. Finishing dan polishing dapat dilakukan 24 jam setelah GIC
diaplikasikan.
6.3 Glass-Ionomer Cement sebagai Luting Agent
Selain digunakan sebagai bahan restorasi, GIC juga digunakan
sebagai luting agent atau bahan sementasi untuk pemasangan crown,
gigi tiruan jembatan, inlay, ortodontik cekat, dan lain-lain. GIC juga
merupakan salah satu bahan paling populer untuk sementasi permanen
(Sakaguchi, Ferracane, dan Powers, 2019).
GIC yang digunakan sebagai luting agent memiliki sifat yang
sama dengan GIC lainnya, namun terdapat perbedaan dalam waktu
kerja dan waktu setting yang disesuaikan dengan utilisasinya sebagai
luting agent. GIC memiliki sifat mekanis yang baik, mampu melekat
dengan permukaan gigi dan logam, serta dapat melepaskan fluoride
yang meningkatkan ketahanan enamel dan dentin terhadap erosi serta
berfungsi sebagai agen bakteriostatik. GIC menjadi pilihan utama
dalam sementasi alat ortodontik cekat, crown berbahan logam atau
campuran antara logam dan keramik, dan prostetik lainnya (Mount dkk,
2016).
Dibandingkan dengan luting agent lainnya,GIC memiliki sifat
mekanik yang paling baik. GIC memiliki compressive strength antara
100 hingga 150 MPa, dimana jauh melebihi standar ISO 9917 yakni 70
MPa, serta dapat mencapai ketebalan di bawah 20 mikron sehingga
tidak mengganggu pemasangan prostetik (Sakaguchi, Ferracane, dan
Powers, 2019).

7. Modifikasi dari Glass-Ionomer Cement


7.1 Metal Reinforced Glass-Ionomer Cement
GIC jenis ini telah ditambahkan filler berbahan logam dengan
tujuan untuk meningkatkan ketahanan terhadap fraktur dan beban kunyah.
Metal Reinforced Glass-Ionomer Cement dibagi menjadi dua jenis
tergantung dari jenis filler yang ditambahkan. Umumnya bahan ini
memiliki warna sedikit keabu-abuan dan lebih radiopak (Anusavice,
Shen, dan Rawls, 2013).
Jenis pertama adalah Miracle mix, yang dinamakan untuk metal
reinforced glass-ionomer cement yang dibuat dengan mencampurkan
GIC dengan bubuk silver alloy. Bahan ini diperkenalkan oleh Simmons
pada tahun 1983. Jenis kedua adalah cerment cement, yang diperkenalkan
oleh McLean dan Gasser pada tahun 1987 dan diproduksi dengan
melakukan proses penyinteran pada pelet yang terbentuk dari bubuk
perak halus dan bubuk glass-ionomer dalam suhu 800oC, logam dan kaca
yang disinter kemudian digiling menjadi bubuk (Garg dan Garg, 2017).
Akan tetapi, bahan ini memiliki banyak kekurangan apabila
dibandingkan dengan GIC konvensional. Metal reinforced glass-ionomer
cement juga dapat melepaskan fluoride, namun dalam kadar yang lebih
sedikit dibandingkan GIC konvensional, hal ini disebabkan karena
kandungan logam yang melapisi partikel kaca dari GIC. Studi yang
dilakukan secara in-vitro menunjukan performa yang tidak sesuai dengan
ekspektasi dari metal reinforced glass-ionomer cement, dimana bahan ini
memiliki kekuatan yang lebih lemah dibandingkan resin komposit, selain
itu, filler berbahan logam yang ditambahkan juga tidak memberikan
peningkatan dalam sifat mekanis dibandingkan dengan GIC konvensional,
khususnya ketahanan terhadap fraktur (Anusavice, Shen, dan Rawls,
2013).
7.2 High-Viscocity Glass-Ionomer Cement
High-viscosity glass-ionomer cement dikembangkan untuk
digunakan dalam prosedur atraumatic restorative treatment (ART)
(Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013). Prosedur ini dikembangkan untuk
memberikan akses perawatan karies pada area yang tidak memiliki
infrastruktur listrik atau sistem pompa air. Prosedur ART menggunakan
instrumentasi manual untuk membuka kavitas, membuang jaringan karies,
dan memanipulasi bahan restorasi. Atas dasar tersebut, GIC dipilih
sebagai bahan utama dalam prosedur ini karena dapat merekat secara
kimiawi dan memiliki kemampuan untuk melepaskan fluoride, sehingga
membantu dalam menghentikan perkembangan karies, khususnya apabila
pembuangan jaringan karies tidak dapat dilakukan dengan sempurna.
Hal yang membedakan antara bahan ini dengan GIC
konvensional adalah ukuran partikelnya. Ukuran partikel dari
high-viscosity glass-ionomer cement lebih kecil dibandingkan GIC
konvensional, disertai dengan rasio powder dan liquid yang lebih tinggi
sehingga viskositas menjadi lebih rendah. Namun dengan kekurangan
dimana compressive strength bahan ini lebih rendah dibandingkan GIC
konvensional (Anusavice, Shen, dan Rawls, 2013).
7.3 Resin-Modified Glass-Ionomer Cement
Resin-modified glass-ionomer cement atau disingkat sebagai
RMGIC merupakan bahan GIC yang dimana komponen liquid nya
digantikan dengan monomer berbasis metakrilat (Anusavice, Shen, dan
Rawls, 2013). RMGIC pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980
untuk meningkatkan karakteristik dari GIC, yakni meningkatkan waktu
kerja dan mempersingkat waktu setting sehingga pemolesan dapat
langsung dilakukan setelah pengaplikasian bahan (Sakaguchi, Ferracane,
dan Powers, 2019).
Komponen powder dari RMGIC terdiri dari partikel
fluoroaluminosilikat dari GIC yang ditambahkan dengan photoinitiator
atau chemical initiator, sehingga bahan ini dapat dipolimerisasi dengan
light curing dan/atau chemical curing. Sedangkan komponen liquid
adalah hydroxyethylmethacrylate (HEMA), dan asam poliakrilat dan
polymerization initiator (Garg dan Garg, 2017; Shahid dan Duminis,
2019).
RMGIC memiliki sifat menguntungkan yang dimiliki oleh resin
komposit dan GIC konvensional, sifat ini meliputi meningkatnya
ketahanan bahan terhadap kontaminasi air setelah setting, waktu kerja
dan waktu setting yang dapat dikendalikan, perlekatan dengan
permukaan gigi yang baik secara kimiawi, kekuatan terhadap fraktur dan
beban kunyah yang lebih baik, serta dapat melepaskan fluoride ke
permukaan gigi.
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, K.J., Shen, C., dan Rawis, H.R., 2013, Phillips’ Science of Dental
Materials, 12th ed., Elsevier Saunders, St. Louis, hal 320-327.

Garg, N., dan Garg, A., 2017, Textbook of Preclinical Conservative Dentistry, 2nd
ed., Jaypee Brothers Medical Publisher, New Delhi, hal. 154-158.

Mount, G.J., Hume, W.R., Ngo, H.C., dan Wolff, M.S., 2016, Preservation and
Restoration of Tooth Structure, 3rd ed., John Wiley & Sons, Ltd., Oxford, hal.
139.

Noort, R.V., dan Barbour, M.E., 2013, Introduction to Dental Materials, 4th ed.,
Elsevier Ltd., China, hal 95-104.

Sakaguchi, R., Ferracane, J., dan Powers, J., 2019, Craig’s Restorative Dental
Materials, 14th ed., Elsevier, Inc., St. Louis, hal 126-127, 156, 285-287

Shahid, S., and Duminis, T., 2019, Glass-ionomer cement: chemistry and its
applications in dentistry, in Z. Khurshid, S. Najeeb, M.S. Zafar, and F. Sefat,
Advanced Dental Biomaterials, Woodhead Publishing, Duxford, hal 175-191.

Torabinejad, M., Fouad, A.F., dan Shabahang, S., 2015, Endodontics: Principles
and Practice, 5th ed., Elsevier Inc., China, hal, 27.

Anda mungkin juga menyukai