PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
National Health survey pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit
gigi dan mulut (Dental and Mouth Disease) menduduki peringkat pertama
dengan 59,9%. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada
tahun 1995 dikatakan bahwa salah satu penyakit yang sering dijumpai pada
Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang meliputi email, dentin
dkk., 2016).
Bahan yang sering digunakan untuk merestorasi gigi salah satunya
adalah Glass Ionomer Cement (GIC). Bahan Glass Ionomer Cement pertama
kali diperkenalkan dalam bidang kedokteran gigi oleh Wilson dan Kent tahun
1972 (Septishelya, dkk., 2016). Glass Ionomer Cement (GIC) atau semen
ionomer kaca merupakan bahan yang terbuat dari kaca kalsium fluoro-
(Souza, dkk., 2016). Ada beberapa jenis semen ionomer kaca berdasarkan
restorasi. Semen ionomer kaca tipe II secara umum mempunyai sifat lebih
keras dan kuat dibandingkan tipe I (Meizarini dan Irmawati, 2005). Semen
1
2
dapat melekat pada enamel dan dentin secara fisikokimiawi. Selain itu
kekurangan dari bahan ini ialah kekuatan, kekerasan, dan ketahanan fraktur
untuk memperbaiki sifat fisik, waktu pengerasan, dan sensitivitas air terhadap
monomer resin. Tahap pengerasan awal dilakukan aktivasi sinar pada semen
ionomer kaca modifikasi resin yang akan memperlambat reaksi asam basa
dan mencegah pengambilan air akibat reaksi asam basa. Proses pengambilan
air oleh semen akan berlangsung lima menit setelah pengadukan dan proses
pengadukan, sehingga dapat menghasilkan semen yang kuat dan tidak rentan
lebih baik terhadap struktur gigi, kekuatan tarik dan tekan yang lebih baik,
kasein yang terfosforilasi atau berikatan dengan gugus fosfat. Kalsium fosfat
Penggabungan CPP-ACP kedalam GIC telah diuji dengan hasil yang sangat
pelepasan kalsium, fosfat dan fluoride pada pH netral maupun asam (Al-
pada tahun 1993, dan tersusun atas kalsium, silika, dan bismuth. Penggunaan
apeks terbuka dan perawatan perforasi akar (Mellisa, dkk., 2011). Kelebihan
jaringan keras. Selain itu, kekurangan dari MTA adalah manipulasi yang sulit
sebagai bahan bioaktif tambahan GIC dan dibuktikan melalui uji kekerasan
dan uji SEM. Hasil penelitian tersebut diketahui bahwa uji kekerasan setelah
terhadap kekerasan pada kondisi kering. Hasil uji SEM penelitian ini
yang lebih unggul pada waktu 3 jam dan lebih unggul pada semen ionomer
resin dan Glass Ionomer Cement modifikasi CPP-ACP pada uji kebocoran
mikro.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana perbedaan
terhadap Glass Ionomer Cement modifikasi resin dan Glass Ionomer Cement
modifikasi CPP-ACP?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
(SEM).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan pengetahuan mengenai kekuatan perlekatan bahan-bahan
yang optimal.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tambahan
E. Keaslian Penelitian
A. Landasan Teori
1. Struktur Gigi
Struktur gigi terdiri dari enamel, dentin dan sementum yang
merupakan jaringan keras gigi (Chandra dkk, 2007). Enamel ialah lapisan
terluar gigi yang berfungsi sebagai pelindung dentin dan dapat menutupi
sebagian besar permukaan gigi (Garg dan Amit, 2013). Enamel terdiri dari
97% struktur anorganik, 1,5% tersusun dari bahan organik dan 1,5%
merupakan air terdiri dari 95-97% struktur anorganik, 1-2% tersusun dari
bahan organik dan sekitar 1-3% terdiri dari air. Enamel memiliki ketebalan
yang berbeda setiap jenis dan bagian gigi diantaranya adalah pada gigi
ketebalan enamel 1-2 mm. Ketebalan enamel pada incisal edge 2 mm,
pada cusp premolar 2,3-2,5 mm, dan pada cusp molar 2,5-3mm. Ketebalan
berwarna lebih kuning dan lebih lunak bila dibandingkan dengan enamel.
dan 20% struktur organik yang terdiri dari kolagen, dan 10% sisanya
adalah air (Brand dan Isselhard, 2014). Di dalam struktur dentin terdiri
10
10
mengenai jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya email dan
invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi (Kumala, 2006 dalam
yang saling berinteraksi dalam pembentukan karies gigi, yaitu host, agent
beda. Lekukan gigi yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan
dari sisa makanan yang melekat sehingga plak tersebut akan mudah
berperan penting terhadap penyebab karies gigi, salah satu nya ialah
2013).
Diet merupakan salah satu faktor penyebab terjadi nya karies gigi
yang bersifat lokal. Peran makanan dalam menyebabkan karies dilihat dari
2013).
3. Resin Komposit
Pada akhir tahun 1950 dan di awal tahun 1960 resin komposit
sewarna dengan gigi asli nya yang berikatan langsung dengan permukaan
gigi (Rawis dan Upshaw, 2003). Resin komposit digunakan pada gigi
ialah memiliki sifat mekanik yang lebih baik, perubahan dimensi lebih
rendah saat setting dan ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
adalah bahan resin yang akan berikatan dengan partikel pengisi. Sebagian
2004).
Komponen selanjutnya adalah coupling agent. Coupling agent
filler dengan matriks resin. Bahan coupling yang sering digunakan adalah
filler lebih sedikit. Filler yang terdapat dari resin komposit flowable
adalah 40-43% per volume (Heymann dkk, 2013). Indikasi dari resin
komposit flowable adalah kavitas kecil kelas I, pit dan fisure sealent,
serta restorasi kavitas pada daerah servikal (Hatrick dan Eakle, 2015).
4. Resin Komposit Bulk Fill
Pada tahun 2010, mulai diperkenalkan resin komposit tipe bulk fill
(Burgess dan Cakir, 2010). Resin komposit bulk fill merupakan resin
14
lebih, dan biasanya pada gigi posterior. Konsep ini memungkinkan untuk
mengurangi jumlah lapisan resin komposit dan hanya dilakukan pada satu
dan inhibitor (Todd dan Wanner, 2014; Orlowski dkk, 2015). Selain itu,
restorasi berbasis resin komposit pada struktur gigi. Bonding agent adalah
atau bahan restorasi dan dapat mengeras dengan bantuan sinar maupun
utama yaitu bahan etsa, primer, dan adhesif atau bonding agent.
a. Komponen Bahan Bonding
1) Etsa asam
Etsa asam merupakan prosedur pertama dalam melakukan
memberi ikatan yang kuat antara resin dengan email. Bahan etsa pada
2004).
16
2) Primer
Primer merupakan solusi yang mengandung monomer, oligomer,
gigi dan bahan restorasi). Adhesif yang baik memiliki 2 syarat yaitu,
antara dua material yang saling berikatan harus berkontak cukup dekat
dan wetting adhesive terjadi apabila surface tension lebih rendah dari
komposit. Fungsi dari bahan adhesif yaitu untuk membentuk resin tag
generasi VIII.
b. Perkembangan Generasi Bahan Bonding
1) Bonding generasi I
Pada tahun 1956, Buonocore dkk menunjukkan bahwa
37%, asam citric sebanyak 10% atau kalsium klorida sebanyak 20%,
terkandung dalam bonding generasi adalah aceton dan etanol atau air
bahan etsa tidak diperlukan, bonding terdiri dari 2 botol primer dan
sebagai bahan pelarutnya. Tipe kedua terdiri dari 2 botol, jika akan
“all in one” yaitu kombinasi antara bahan etsa, bahan primer, dan
adhesive dengan sedian berupa satu cairan gabungan etsa, primer, dan
total etch atau self etch terkait asam fosfat. Teknik etsa yang dilakukan
pada resin, sehingga membentuk hybrid layer yang lebih tebal dan
perlekatan yang lebih lama (Hatrick dan Eakle, 2015; Somani, dkk.,
2016).
6. Penyinaran
a. Light Curing Unit
Sumber sinar bahan material berbasis resin (resin komposit)
telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1970. Unit curing yang
Diode (LED), lampu argon ion laser dan lampu plasma (Malhotra dan
lebih baik dan degradasi resin komposit yang lebih rendah (Oliviera,
2009). Intesitas sinar LED bervariasi dari 300 hingga 2000 mW/cm²
dan lama waktu penyinaran resin komposit berkisar antara 10-60 detik
empat jenis metode continuous cure yaitu high energy pulse, uniform
Intensitas pada high energy pulse 3-6 kali lebih besar dari intensitas
(Albers, 2002).
b) Uniform continuous
Metode ini merupakan metode penyinaran yang sering
dkk., 2014).
c) Ramp cure
Menurut Radhika dkk. (2010), metode ini merupakan
penyinaran (Santos, dkk., 2006). Hasil dari metode ini tidak merata
karena lapisan pada bagian atas lebih banyak terkena sinar. Selain
terpapar sinar dan pada periode tidak terpapar sinar selama 0,5
muai panas resin komposit 3-4 kali lebih besar dibandingkan dengan
adalah methylene blue, yang mempunyai sifat mudah terdeteksi oleh sinar
26
tampak, larut dalam air, dan mudah berdifusi pada tubulus dentin, sehingga
terbentuk area pada dentin yang berwarna dan dapat diukur oleh analisis
mikro suatu material. Kelebihan dari SEM mempunyai resolusi yang lebih
B. Kerangka Teori
Resin Komposit
Packable Flowable
Metode Penyinaran
A. Kerangka Konsep
Variabel Terkendali
- Bentuk dan ukuran restorasi
kavitas
- Teknik pengaplikasian resin
komposit bulk fill packable
- Ketebalan lapisan sampel resin
komposit bulk fill 4 mm
- Jenis bahan etsa
Variabel Bebas
- Gigi premolar post ekstraksi bebas Variabel Terikat
- Metode penyinaran
karies Kebocoran mikro resin komposit
uniform continuous cure
selama 40 detik - Jarak dan waktu penyinaran bulk fill packable
- Metode penyinaran - Variabel
Alat yang Tak Terkendali
digunakan LED curing
Gambar 3.1 Kerangka konsep
intermittentB.cure selama 40 -unitLama gigi setelah
Hipotesis
detik - pencabutan
Bonding generasi V dan bonding
Terdapat perbedaan tingkat kebocoran mikro pada resin komposit bulk
-generasi
Arah VIII
LED curing unit
fill packable antara bonding generasi V dan bonding generasi VIII dengan
dengan rancangan penelitian yang akan digunakan adalah post test only
sebagai berikut.
31
29
Soedirman.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas :
a. Metode penyinaran uniform continuous cure selama 40 detik
b. Metode penyinaran intermittent cure selama 40 detik
2. Variabel terikat :
Kebocoran mikro resin komposit bulk fill packable
3. Variabel terkendali :
a. Bentuk dan ukuran restorasi kavitas
b. Teknik pengaplikasian resin komposit bulk fill packable
c. Ketebalan lapisan sampel resin komposit bulk fill 4 mm
d. Jenis bahan etsa
e. Gigi premolar post ekstraksi bebas karies
f. Jarak dan lama penyinaran
g. Alat yang digunakan LED curing unit
h. Bonding generasi V dan bonding generasi VIII
4. Variabel tidak terkendali :
a. Lama gigi setelah pencabutan
b. Arah LED curing unit
F. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
G. Sampel Penelitian
1. Perhitungan sampel
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan
berikut:
Keterangan :
n = Besar sampel tiap kelompok
Zα = Nilai Z pada tingkat kesalahan tertentu (misalkan α = 0,05 maka nilai Z 1,96)
Zβ = Nilai Z pada tingkat kesalahan tertentu (misalkan α = 0,08 maka nilai Z 1,22)
d = kesalahan yang dapat ditoleransi, d2 = Qd2 = 1
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka jumlah sampel setiap
H. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data
Sehingga, data primer disebut juga data asli atau data langsung (Sugiyono,
2007).
I. Instrumen Penelitian
1. Alat
a. Mikromotor
b. Hand piece dan low speed contra angle, digunakan untuk finishing
cetakan sampel
c. Diamond high speed bur dan alpin bur, digunakan sebagai finishing
fill packable
h. Waterbath, digunakan untuk merendam sampel di dalam suhu tertentu
i. Microbrush, digunakan untuk aplikasi bahan etsa dan bonding
j. Inkubator, digunakan untuk penyimpanan sampel sebelum dilakukan
pengujian
k. Spidol marker, digunakan untuk menandai permukaan dan menandai
titik uji
l. Tabung reaksi, digunakan untuk perendaman sampel
m. LED curing light, digunakan untuk polimerisasi resin komposit dan
bahan bonding
n. Mikroskop stereo, digunakan untuk menguji kebocoran mikro resin
J. Rancangan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
penelitian.
b. Mengurus perizinan peminjaman laboratorium.
2. Pembuatan sampel penelitian
a. Preparasi kavitas kelas I pada gigi premolar pertama rahang bawah
dalam keadaan gigi utuh, bebas karies dan tanpa fraktur. Semua gigi
33
continuous cure.
3) Kelompok 3
Pada kelompok ketiga, dilakukan aplikasi bahan bonding
cure.
c. Setelah semua sampel gigi selesai di tumpat, sampel kemudian
kali.
restorasi.
b. Sampel segera direndam dalam tabung reaksi yang berisikan
Skor Keterangan
Skor 0 Tidak ada penetrasi pewarna.
Skor 1 Penetrasi methylene blue 2% kurang dari atau sama
dengan ½ kedalaman kavitas.
Skor 2 Penetrasi methylene blue 2% lebih dari
½kedalaman kavitas tetapi belum mencapai dasar
kavitas.
Skor 3 Penetrasi methylene blue 2% telah mencapai dasar
kavitas.
Tabel 3.2 Skor penilaian kebocoran mikro
Sumber: Majeed, 2005
37
gradasi gelap terang pada layar mointor CRT (Cathode Ray Tube).
e. Struktur obyek yang sudah diperbesar akan terlihat pada layar CRT.
K. Alur Penelitian
Aplikasi resin komposit bulk fill Aplikasi resin komposit bulk fill
packable dengan bonding packable dengan bonding
generasi V dan VIII generasi V dan VIII
menggunakan metode menggunakan metode
penyinaran uniform continuous penyinaran intermittent cure
cure selama 40 detik selama 40 detik
Tahapan thermocycling
Package For Social Sciences (SPSS). Analisis data diawali dengan uji
menggunakan uji Saphiro Wilk karena jumlah data kurang dari 50.
analisis yang digunakan jika distribusi data normal dan varian data homogen
adalah uji parametrik One Way Anova lalu dilanjutkan analisis Post Hoc
dengan LSD (Least Significant Difference). Jika distribusi data tidak normal
dan varian data tidak homogen, maka dilakukan uji non-parametrik Kruskal-
Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Uji ini digunakan untuk
M. Jadwal Penelitian
Microscope (SEM)
5 Hasil dan analisis data
Tabel 3.3 Jadwal penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K. J., Shen, C., Rawls, H. R., 2013, Philips Science of Dental
Materials, edisi 12, Elsevier inc, St Louis, h. 63-65.
Apsari, A., Elly, M., Moh, Y., 2009, Perbedaan Kebocoran Tepi Tumpatan Resin
Komposit Hybrid yang Menggunakan Sistem Bonding Total Etch dan Self
Etch, Jurnal PDGI, 53(3): 1-7.
Atabek, D., Alaca, A., Tuzuner, E., 2009, In-Vivo Evaluation of Impression
Material Disinfection with Different Disinfectan Agents, Gazi University,
Arastirma (Research), 33(2): 53.
Bakar, A., 2012, Kedokteran Gigi Klinis, Quantum Sinergis Media, Yogyakarta, h 65-71.
Bomsor, S. J., Pearson, G. J., 2013, A Clinical Guide to Applied Dental Materials,
Churchill Livingstone Elesevier, China, p 137-145.
Bona, A. D., Pinzetta, C., Rosa, V., 2009, Microleakage of Acid Etched Glass
Ionomer Sandwich Restorations, Journal of Minimun Intervention In
Dentistry, Brazil, 2(1): 36-44.
40
Chandki, R., Kala, M., 2011, Total Etch dhingradhingVs Self Etch: Still a
Controversy in the Science of Bonding, Journal Oral Science and Research,
1(1): 38-42.
Chandra, S., Shaleen, C., Girish, C., 2007, Textbook of Operative Dentistry, 220-
222, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi, p 11.
Craig, R. G., John, M. P., John, C. W., 2004, Dental Material: 8th ed, Mosby Co,
China, p 66-83.
Cunha, L. G., Alonso, R. C. B., Correr, G. M., Brandt, W. C., Sobrinho, L. C.,
Sinhoreti, M. A. C., 2008, Effect of Different Photoactivation Methods on
The Bond Strength of Composite Resin Restorations by Push-Out Test,
Quintessence International, 39(3): 243-249.
Danesh, G., Davids, H., Reinhardt, K. J., Ott, K., Schafer, E., 2004,
Polymerization Characteristic of Resin Composite Polymerized with
Different Curing Units, Journal Dental, 32(6): 479-488.
de Castro, F. L. A., Campos, B. B., Bruno, K. F., Reges, R. V., 2013, Temperature
and Curing Time Affect Composites Sorption and Solubility, J. Appl. Oral
Sci, 21(2): 157-162.
Deliperi, S., Bardwell, D. N., Papathanasiou, A., Kastali, S., Garcia-Godoye, F.,
2004, Microleakage of a Microhybrid Composite Resin Using Three
Different Adhesive Placement Technique, Journal Adhesive Dentistry, 6(2):
135-139.
Dhingra, A., Singh, A., 2014, Its All About Bonding, Journal of Dental Sciences
and Oral Rehabilitation, 5(4): 213-219.
Diansari, V., Eriwati, Y. K., Indrani, D. J., 2008, Kebocoran Mikro pada Restorasi
Komposit dengan Sistem Total-Etch dan Self-Etch pada Berbagai Jarak
Penyinaran, Indonesia Journal of Dentistry, 15(2): 121-130.
Farahanny, W., 2009, Teknik Restorasi Komposit Posterior Klas II MOD, Thesis,
Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatra Utara, Medan.
Farahat, F., Daneshkazemi, A. R., Hajiahmadi, Z., 2016, The Effect of Bulk Depth
and Irradiation Time on the Surface Hardness and Degree of Cure of Bulk-
Fill Composites, Journal of Dental Biomaterials, 3(3): 284-291.
Farias, D., Andrada, M., Boushell, L., Walter, R., 2016, Assessment of The Initial
and Aged Dentin Bond Strength of Universal Adhesive, International
Journal of Adhesion and Adhesive, 70: 53-61.
Garg, N., Amit, G., 2013, Textbook of Operative Dentistry, Jayppee Brothers
Medical Publishers, New Delhi, p 283-290.
Gomes, P., Jaime, P., Luis, J., 2014, Effect of High-Powered LED-Curing
Exposure Time on Orthodontic Bracket Shear Bond Strength, Revista
Portuguesa de Estomatologia Medicina Dentaria Cirurgia Maxilofacial,
55(2): 78-82.
42
Gunawan., Kristina, W., Irnawati, D., Agustiono, P., 2008, Perbedaan Kekuatan
Tarik Perlekatan Resin Komposit Sinar Tampak pada Gigi dengan Sistem
Bonding Generasi V dan Generasi VII, MIKGI 10(1): 45-50, Universias
Gadjah Mada.
Hatrick, C. D., Eakle, W. S., 2015, Dental Material: Clinical Applications for
Dental Assistant and Dental Hygienist, edisi 3, Elsevier, USA, p 53, 68-70.
Hedge, M. N., Hedge, P., Malhan, B., 2008, Evaluation of Depth Cure and Knoop
Hardness in a Dental Composites Photo-Activated Using Different Methods,
Journal Conservation Dentistry, 11(2): 76-81.
Herijulianti., Eliza., Indriani., Tati, S., Artini., 2001, Pendidikan Kesehatan Gigi,
EGC, Jakarta, h 117.
Heymann, H. O., Edward, J. W.Jr., Andre, V. R., 2013, Studervant’s Art and
Science of Operative Dentistry, Edisi 6, Elsevier Mosby, St.Louis, p 116-
117.
Hollins, C., 2008, Basic Guide to Dental Procedures, Blackwell, Singapore, p 45.
Jain, P., Pershing, A., 2003, Depth of Cure and Microleakage with High-Intensity
and Ramped Resin-Based Composites Curing Lights, Journal of the
American Dental Association, 134(9): 1215-1223.
Joseph, P., Yadav, C., Satheesh, K., Rahna, R., 2013, Comparative Evaluation of
The Bonding Efficacy of Sixth, Seventh, and Eighth Generation Bonding
Agents: An in vitro Study, International Research Journal of Pharmacy,
4(9): 143-147.
Karkar, S., Goswami, M., Kanase., 2011, Dentin Bonding Agents I: Complete
Classification-A Review, World Journal of Dentistry, 2 (4): 367-370.
Koupis, N. S., Vercruysse, C. W., Marks, L. A., Martens, L. C., Verbeeck, R. M.,
2004, Curing Depth of (Polyacid-Modified) Composites Resins Determined
by Scraping and a Penetrometer, Dental Material, 20(10): 908-914.
43
Kramer, N., Lohbauer, U., Godoy, F. F., Frankenberger., 2008, Light Curing of
Resin-Based Composites in the LED Era, American Journal of Dentistry,
21(3): 135-141.
Kugel, G., Ferrari, M., 2000, The Science of Bonding: From First to Sixth
Generation, Journal of American Dental Association, Vol.131(1): 20-25.
Kwong, W., 2012, How to Complete Bulk Fill Restoration, Dental Product Report,
Available at: http://www.dentalproductsreport.com/dental/article/how-
complete-bulk-restorations, diakses 22 Maret 2016.
Loguercio, A. F., Munoz, M., Luque-Matinez, I., Hass, V., Reis, A., Perdiago, J.,
2015 Does Active Application of Universal Adhesive To Enamel in Self-
Etch Mode Improve Their Performance, Journal of Dentistry, 30(30): 1-11.
Nalcaci, A., Salbas, M., Ulusoy, N., 2005, The Effect of Soft Start Vs Continuous
Light Polymerization on Microleakage in Class II Resin Composite
Restoration, The Journal of Adhesive Dentistry, 7(4): 309-314.
Obici, C. A., Sinhoreti, M. A. C., Sobrinho, L. C., de Goes, M. F., Consani, S.,
2004, Evaluation of Depth Cure and Knoop Hardness in a Dental Composite
Photo-Activated Using Different Methods, Braz. Dent. J, 15(3): 199-203.
Oliviera, M., Morais, A., Franca, F. A., Arrais, C. A., 2009, Comparison Between
Halogen Light and LED Curing Units: The Degree of Conversion of One
Nanofilled Resin Composite, Revista Saude, 3(4): 25-28.
Powers, J. M., Sakaguchi, R. L., 2012, Craig’s Restorative Dental Materials, Edisi
13, Elsevier Mosby, USA, p 181-189.
Radhika, M., Sajjan, G. S., Kumaraswamy, B. N., Mittal, N., 2010, Effect of
Different Placement Techniques on Marginal Microleakage of Deep Class-II
Cavities Restored with Two Composites Resin Formulations, Journal of
Conservation Dentistry, 13(1): 9-15.
Ramayanti, S., Purnakarya, I., 2013, Peran Makanan terhadap Kejadian Karies
Gigi, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2): 89-93.
Ratri, M., 2015, Perbandingan Kekuatan Tarik Resin Komposit Nanofill pada
Kavitas Kelas V dengan Bahan Adhesif Self-Etch dan Total-Etch, Skripsi,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta,
h. 4.
Roberson, T. M., 2006, Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry, edisi
5, Mosby, St. Louis, h. 208.
Santos, A. J. S., Sarmento, C. F., Abuabara, A., Aguiar, F. H. B., Lovadino, J. R.,
2006, Step-Cure Polymerization: Effect of Initial Light Intensity on
Resin/Dentin Bond Strength in Class I Cavities, Operative Dentistry, 31(3):
324-331.
Soanca, A., Rominu, M., Moldovan, M., 2011, Microscopic Evaluation of the
Interface Between Composit Biomaterial and Dentin Biostructure, Digest
Journal Nanomaterials and Biostructures, 6(1): 49-58.
45
Somani, R., Jaidka, S., Arora, S., 2016, Comparative Evaluation of Microleakage
of Newer Generation Bonding Agents: An in Vitro study, Indian Journal of
Dental Research, 27(1): 86-90.
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung.
Susanto, A. A., 2005, Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu Penyinaran
terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar, Dent. J, 38 (1), 32-
35.
Tambahani, A. M., Wicaksono, D., Tumewu, E., 2013, Gambaran Kerusakan Gigi
Pasca Restorasi Komposit pada Siswa SMA Negeri 1 Manado, Jurnal e-
Gigi Unsrat, 1(2): 121-128.
Widayati, N., 2014, Faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi pada Anak
Usia 4-6 Tahun, Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(2): 196-205.
Zero, 2014, The Biology, Prevention, Diagnosis and Treatment of Dental Caries:
Scientific Advances in the United States, American Dental Association,
USA.