Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tantang Aparatur Sipil Negara
menyebutkan bahwa ASN mempunyai substansi pengelolaan dan manajemen dengan
tujuan untuk menciptakan ASN yang mempunyai integritas, profesionalitas, netral,
bebas dari intervensi politik dan bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) serta dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas tinggi.
Beberapa perubahan dasar dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) tertuang
dalam perundangan tersebut. Dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara
Nomor 12 Tahun 2018 tentang pelatihan dasar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
ditetapkan bahwa pelatihan terintegrasi tersebut adalah Pelatihan Dasar CPNS yang
dilaksanakan dalam bentuk pelatihan klasikal dan pelatihan non klasikal. Pelatihan non
klasikal diselenggarakan di tempat kerja untuk membentuk PNS profesional yang
berkarakter dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI
sebagaiman yang didapat saat pelatihan klasikal, serta menguasai bidang tugasnya
sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara profesional sebagai pelayan
masyarakat penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean
governance) sangat ditentukan oleh peran Aparatur Negara (AN). Aparatur Negara
adalah keseluruhan lembaga dan pejabat Negara serta pemerintah Negara yang meliputi
aparatur kenegaraan dan pemerintah dan masyarakat atas penyelenggaraan dan
pembangunan Negara. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan bagian dari
aparatur Negara harus memiliki komitmen dalam melayani masyarakat.
Calon PNS Kota Mojokerto merupakan generasi penerus birokrasi di Pemerintah
Kabupaten Sampang. Sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) seorang
calon PNS harus mengikuti Diklat Pelatihan Dasar (DIKLATSAR). Pendidikan Latihan
Dasar yang dilaksanakan kali ini merupakan pola baru dengan mengaktualisasikan nilai-
nilai dasar Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen mutu, dan Anti korupsi
(ANEKA). Penyusunan aktualisasi ini akan dilaksanakan dan diterapkan di tempat kerja,
yang nantinya diharapkan dapat dilaksanakan terus-menerus dan menjadi kebiasaan
(habituasi).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia no 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit menyebutkan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sedangkan
menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan menyebutkan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud
derajat kesehatan yang setinggi tingginya.

Puskesmas mempunyai peran untuk memberikan pelayanan kesehatan yang


bermutu kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Salah satu indikator dalam mengukur mutu pelayanan puskesmas
adalah akreditasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit, disebutkan bahwa akreditasi adalah
pengakuan terhadap mutu pelayanan puskesmas, setelah dilakukan penilaian bahwa
puskesmas telah memenuhi Standar Akreditasi. Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit pada Standar Manajemen Rumah Sakit BAB 6 tentang Manajemen
Informasi dan Rekam Medis, khususnya pada Standar MIRM 13.3 disebutkan bahwa
tenaga kesehatan yang berkewenangan mengisi rekam medis pasien dan setiap pengisian
harus mencantumkan tanggal dan jam, serta identifikasi tenaga kesehatan berupa nama
terang dan tanda tangan. Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, menyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis dan harus segera
dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan kesehatan dengan mencantumkan nama,
waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan disebutkan
bahwa tenaga kesehatan yang berkewenangan mengisi rekam medis pasien dan setiap
pengisian harus mencantumkan tanggal dan jam, serta identifikasi tenaga kesehatan
berupa nama terang dan tanda tangan. Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, menyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis dan harus segera
dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan kesehatan dengan mencantumkan nama,
waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pasal 2 ayat (1)
dinyatakan bahwa rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik. Rekam medis digunakan sebagai bukti tertulis. Dengan adanya bukti tertulis
tersebut maka rekam medis dapat dipertanggungjawabkan, dengan tujuan sebagai
penunjang administrasi. Salah satu bukti tertulis yang dilihat dalam pengisian berkas
rekam medis adalah pengisian tanggal, jam, tanda tangan, dan nama terang. Dengan
adanya pengisian tanggal, jam, tanda tangan, dan nama dapat memudahkan pihak
puskesmas apabila nantinya terjadi tuntutan hukum, sehingga dapat diketahui siapa saja
tenaga kesehatan yang bertanggungjawab atas pengisian rekam medis tersebut. Hal ini
juga dapat mengurangi terjadinya malprakrik oleh tenaga kesehatan yang tidak
bertanggungjawab. Kelengkapan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan
menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan semakin dapat dibuktikkan
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan terkait (Hatta, 2010). Kelengkapan dokumen
rekam medis dapat memudahkan tenaga kesehatan lain dalam memberikan tindakan atau
pengobatan, serta dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berguna dalam bagi
manajemen puskesmas dalam menentukan evaluasi dan pengembangan pelayanan
kesehatan. Data rekam medis haruslah lengkap dan terperinci sehingga dalam pengisian
rekam medis harus diisi sebaik mungkin dan selengkap mungkin. Mengingat proses
pengisian rekam medis di puskesmas dilakukan oleh dokter, perawat, bidan dan tenaga
kesehatan lain mengakibatkan pendokumentasian tidak seakurat dan selengkap yang
diharapkan. Ketidaklengkapan rekam medis juga dapat mempengaruhi kualitas dari
pelayanan yang ada di dalam puskesmas. Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam
medis akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis, mutu rekam medis akan
mencerminkan baik tidaknya mutu pelayanan di suatu puskesmas (Depkes, 1997).

Dari hasil pengamatan di puskesmas mentikan Akuntabilitas ASN dalam hal

pengisian formulir rekam medis masih sangat rendah, dibuktikan dengan hasil analisa

formulir rekam medis pasien rawat jalan yang masih dibawah standar, yaitu 70%

sedangkan menurut Buku Pedoman Penyelenggaran Rekam Medis (BP2RM), rekam


medis harus diisi 100% Lengkap selambat-lambatnya 1x24 Jam setelah pasien pulang

dari rawat jalan.

Anda mungkin juga menyukai