Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Imajinasi Vol XII no 1 Januari 2018

Jurnal Imajinasi
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/imajinasi

PENDEKATAN KEBUDAYAAN DALAM PENELITIAN PENDIDIKAN SENI


Triyanto 1

1
Dosen Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Pendidikan seni dalam konteks penelitian adalah objek material yang
menjadi sasaran kajian untuk memecahkan permasalahan yang secara
Diterima Januari 2018 ontologis muncul dalam pandangan peneliti atau yang dimunculkan
Disetujui Februari 2018 oleh peneliti. Sebagai persoalan kebudayaan, maka secara epistemologis
Dipublikasikan Maret 2018
penelitian terhadapnya sangat tepat bila menggunakan pendekatan
Keywords: kebudayaan. Implikasi metodologis pendekatan kebudayaan dalam
Penelitian; penelitian pendidikan seni ini secara operasional dapat dikembangkan
Pendidikan Seni; dalam bentuk desain metode kualitatif yang bersifat etnografis-
Permasalahan; fenomenologis. Penggunaan pendekatan kebudayaan ini secara
Pendekatan Kebudayaan;
aksiologis, memberikan mafaat dapat diperolehnya sistem penjelasan
Metode Kualitatif
holistik yang dapat digunakan sebagai media solusi dalam memecahkan
masalah yang dikaji. Berdasarkan manfaat ini, dalam melakukan
penelitian pendidikan seni sebagai persoalan kebudayaan, disarankan
para peneliti menggunakan pendekatan kebudayaan.

PENDAHULUAN itu, menunjukkan bahwa pendidikan


seni tidaklah lebih dari sekadar sebuah
Pendidikan seni, selama ini, oleh banyak mata pelajaran yang sudah diatur bakuan-
kalangan terutama praktisi, lebih dilihat bakuannya dari kementerian terkait.
sebagai sebuah praksis dari teori atau Sinyalemen tersebut pernah
ilmu pendidikan dengan subjek mater seni dikemukakan oleh Rohidi (dalam
sebagai medianya. Tak mengherankan jika, Triyanto, 2017) yang menyatakan bahwa
pembicaraan tentangnya, berkutat pada jika pendidikan seni ingin berkembang
praktik pembelajaran di kelas. Kurikulum, menjadi suatu bidang kajian maka ia harus
silabus, tujuan, metode atau strategi, melepaskan dari belenggu konseptual lama.
media, materi atau buku ajar, dan teknik Belenggu yang mengikat pendidikan seni
evaluasinya, serta hal-hal teknis operasional itu, yang memandang semata-mata sebagai
lainnya adalah persoalan rutin praktik mata pelajaran yang diajarkan mulai dari
pendidikan seni di sekolah. tingkatan sekolah dasar (bahkan taman
Pemahaman atau penglihatan yang kanak-kanak) sampai sekolah menengah
demikian tidaklah salah. Namun memahami atas (bahkan perguruan tiggi) perlu diberi
pendidikan seni hanyalah sebagai praksis ruang yang leluasa agar dapat berdiri sebagai
sebagaimana di atas berimplikasi kurang suatu bidang ilmu. Pendidikan seni, sebagai
memberi ruang yang lebih terbuka secara suatu bidang kajian atau program studi,
menyeluruh untuk mengakajinya secara perlu diberi ruang yang lebih lebar agar
holistik. Praksis pendidikan seni semacam berbagai disiplin ilmu dapat memberikan


Corresponding author : © 2018 Semarang State University. All rights reserved
Address: Jurusan Senirupa
Universitas Negeri Semarang
Email : triyanto@mail.unnes.ac.id UNNES JOURNALS
66 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni

sumbangannya dalam berbagai tingkatan dalam pembangunan peradaban bangsa


pemikiran dan praktiknya; ringkasnya, ia dan pembentukan nilai-nilai modern yang
harus menunjukkan dirinya sebagai bidang berakar pada nilai-nilai budaya tradisional
kajian yang bersifat paradigmatis dan (Lasmawan, 2008). Ringkasnya, pendidikan,
terbuka. termasuk di sini pendidikan seni adalah
Apa yang dikemukakan oleh sebuah pranata budaya yang memobilisasi
Rohidi tersebut, sekurang-kurangnya, sumber daya lingkungan untuk memenuhi
menunjukkan fakta adanya sesuatu yang kebutuhan mulia memanusiakan manusia
kurang dalam memahami pendidikan seni sebagai mahluk individu, sosial, dan budaya.
sebagai sebuah disiplin ilmu. Sebagai sebuah Dengan demikian pendidikan merupakan
disiplin ilmu, pendidikan seni sesungguhnya bentuk operasional, peristiwa, dan produk
memiliki ruang yang terbuka untuk dikaji kebudayaan sekaligus. Bahkan Bourdieau
dari berbagai perspektif baik secara (1986) menegaskan bahwa pendidikan
interdisiplin maupun multidisiplin. adalah sebuah modal budaya.
Sejatinya, dengan menempatkan Apa yang dikemukakan di atas,
sebagai disiplin ilmu, pendidikan seni menegaskan bahwa pendidikan, termasuk
masuk dalam rumpun keilmuan humanities pendidikan seni adalah persoalan
(kemanusiaan). yang secara substansial kebudayaan. Mengkaji atau meneliti
merupakan bidang yang membahas pendidikan sebagai persoalan kebudayaan,
masalah nilai-nilai, perilaku (peristiwa), dan oleh sebab itu, tidak hanya cukup dengan
produk kemanusiaan dalam satu kesatuan melihatnya secara linear sebagai persoalan
yang holistik. Oleh sebab itu pendidikan, teknis semata, melainkan secara holistik
termasuk di dalamnya pendidikan seni, harus dilihat secara sistemik dengan
hakikatnya adalah proses memanusiakan menggunakan pendekatan kebudayaan.
manusia. Memanusiakan manusia menjadi Persoalan pendidikan mencakupi persoalan
manusia dengan segenap kemanusiaannya aspek-aspek pengetahuan, nilai-nilai,
sesungguhnya adalah proses budaya. Hal keyakinan-keyakinan yang mendasari
ini sejalan dengan apa yang dikemukakan dan itu terkait dengan persoalan sumber
oleh Wahyudin (2008) bahwa pendidikan daya lingkungan yang menjadi setting
adalah suatu proses humanisasi (upaya tempat pendidikan itu berlangsung, serta
memanusiakan manusia), yaitu suatu upaya kebutuhan-kebutuhan apa yang diperlukan
dalam rangka membantu manusia (peserta oleh penyelenggara dan pelakunya, pranata
didik) agar mampu hidup sesuai dengan sosial, dan hubungan fungsional para pelaku
martabat kemanusiaannya (lihat: Zuchdi (guru, murid, orang tua, pemerintah) sesuai
2010). Memanusiakan manusia menjadi dengan tuntutan perkembangan zaman, dan
manusia dengan segenap kemanusiaannya hasil capaian yang diperoleh .
itulah sesungguhnya misi budaya Pertanyaan yang muncul adalah
pendidikan. bagaimana menggunakan pendekatan
Sebagai proses budaya, pendidikan kebudayaan sebagai sebuah paradigma
adalah upaya sadar yang berproses untuk dalam melakukan penelitian pendidikan
menjadikan manusia sebagai sebuah sumber seni. Pembahasan terhadap pertanyaan
daya yang terberdayakan dengan segala ini pada akhirnya membawa konsekuensi
potensinya, sehingga pendidikan sering pada pembahasan persoalan ontologis,
dikatakan sebagai medium transformasi epistemelogis, dan aksiologisnya. Atas dasar
budaya. Hal ini memiliki makna bahwa pertanyaan dan konsekuensi ini, uraian di
kualitas sebuah bangsa disandarkan bawah ini, secara singkat, akan mengkajinya
parameternya pada tingkat kualitas lebih lanjut dengan harapan dapat dijadikan
institusi pendidikan yang dimilikinya sebagai wacana paradigmatis dalam
UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 67

mengkaji atau meneliti masalah-masalah demikian, di segi yang lain, masyarakat tidak
penelitian pendidikan seni yang lebih akan dapat melangsungkan kehidupannya
holistik. secara bermartabat tanpa menggunakan
kebudayaan yang diciptakan sendiri.
KEBUDAYAAN Kebudayaan yang lahir dan diciptakan oleh
masyarakat tanpa disadari telah “menjerat”
Banyak para ahli, terutama dari pakar setiap warga masyarakat pemiliknya untuk
antropologi, memberikan penjelasan secara tunduk menjadikannya sebagai pedoman
konseptual tentang definisi kebudayaan. dalam mengatasi tantangan sumber daya
Meskipun berasal dari disiplin ilmu lingkungan hidup dan perubahannya.
yang sama, namun penjelasan tantang Dalam kalimat lain, hal itu pernah
konsep atau definisi kebudayaan ternyata dikemukakan oleh Geertz (1973) dengan
sangat beragam sekurang-kurangnya mengibaratkan manusia sebagai seekor
terdapat 160 definisi sesuai dengan sudut binatang yang bergantung pada jaringan-
pandangnya masing-masing (lihat: Kroeber jaringan makna yang ditenunnya sendiri.
dan Kluckhohn, 1952). Lebih lanjut, Jaringan-jaringan makna itulah yang
Kluckhohn (dalam Geertz, 1973) mencoba dianggapnya kebudayaan. Oleh sebab itu
mendefinisikan kebudayaan sebagai : (1) Geertz menyarankan kebudayaan paling baik
keseluruhan cara hidup suatu masyarakat, tidak dilihat sebagai sesuatu yang bersifat
(2) warisan sosial yang diperoleh individu konkret, melainkan dilihat sebagai sesuatu
dari kelompoknya, (3) suatu cara berpikir, yang abstrak yakni kumpulan simbol-
merasa, dan percaya, (4) suatu abstraksi simbol bermakna yang tercipta secara
dari tingkah laku, (5) suatu teori bagi historis berupa seperangkat mekanisme-
antropolog tentang cara suatu kelompok mekanisme kontrol, yaitu rencana-rencana,
masyarakat nyatanya bertingkah laku, (6) resep-resep, aturan-aturan, instruksi-
suatu “gudang” untuk mengumpulkan hasil instruksi (apa yang disebut sebagai
belajar, (7) seperangkat orientasi-orientasi program-program oleh para ahli komputer)
standar pada masalah-masalah yang sedang untuk mengatur tingkah manusia. Dengan
berlangsung, (8) tingkah laku yang dipelajari, itu, manusia memberi bentuk, susunan,
(9) suatu mekanisme untuk penataan pokok, dan arah bagi kehidupan sesuai
tingkah laku yang bersifat normatif, (10) dengan lingkungan di mana mereka berada.
seperangkat teknik untuk menyesuaikan Berdasarkan penjelasan tersebut,
dengan lingkungan luar dan dengan orang- kebudayaan, di sini diartikan sebagai
orang lain, dan (11) suatu endapan sejarah. keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
Tulisan ini tidak akan membahas dan nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia
keragaman konsep kebudayaan tersebut. sebagai makhluk sosial yang berisi
Pembahasan konsep kebudayaan di sini perangkat-perangkat model pengetahuan
diarahkan pada substansi isi dan fungsinya atau sistem-sistem makna yang terjalin
bagi masyarakat pendukungnya. secara menyeluruh dalam simbol-simbol
Berbicara kebudayaan, memang yang ditransmisikan secara historis.
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Model-model pengetahuan itu digunakan
Kebudayaan dan masyarakat ibarat secara selektif oleh warga masyarakat
sekeping mata uang yang tiap-tiap sisinya pendukungnya untuk berkomunikasi,
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. melestarikan dan menghubungkan
Kebudayaan tidak akan lahir tanpa adanya pengetahuan, dan bersikap serta bertindak
masyarakat. Di satu segi, masyarakatlah yang dalam rangka bukan saja untuk memenuhi
dengan kesepakatan bersama antarwarganya kebutuhan hidup yang diperlukan
melahirkan suatu kebudayaan. Namun (Suparlan, 1984) melainkan juga dalam
UNNES JOURNALS
68 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni

mengatasi setiap tantangan lingkungan hidup tertentu yang tipikal dan bermakna
hidup yang dihadapi. Pendapat lain yang berbeda dengan kelompok lainnya. Dalam
senada menyatakan bahwa kebudayaan menciptakan gaya hidup seperti itu, yang
pada hakikatnya merupakan kompleks hanya mungkin terwujud melalui aturan-
pengetahuan, nilai-nilai, gagasan-gagasan aturan yang diterapkan bersama (pranata
vital, serta keyakinan atau kepercayaan sosial), suatu perangkat model kognitif,sistem
yang menguasai manusia dalam bersikap simbol, dan beberapa visi dari suatu ideal
dan bertingkah laku untuk memenuhi diberi bentuk. Suatu kebudayaan bagi warga
kebutuhan hidupnya (Budhisantoso 1987; masyarakat pemilik atau pendukungnya
Bachtiar, 1980). memiliki nilai yang amat berharga dalam
Dengan penjelasan tersebut, melangsungkan kehidupannya baik sebagai
kebudayaan terlihat fungsinya sebagai individu ataupun sebagai warga masyarakat.
pedoman, mekanisme kontrol bagi tingkah Tanpa kebudayaan, suatu masyarakat tidak
laku manusia (Geertz, 1973). Spradley memiliki identitas yang jelas (lihat: Lindolm,
(1972) menegaskan bahwa kebudayaan 2007). Keberadaanya selain bernilai sebagai
adalah serangkaian aturan, resep, rencana, simbol identitas juga bernilai sebagai sistem
strategi yang terdiri atas serangkaian model tata kehidupan yang dijadikan sebagai
kognitif yang digunakan secara selektif oleh desain bagi kehidupan, dalam bersikap dan
manusia yang memilikinya sesuai dengan bertingkah laku untuk memenuhi berbagai
lingkungan yang dihadapi. kebutuhan hidupnya.
Relevan dengan penjelasan tersebuat, Dengan kebudayaan, tertib sosial suatu
Rapoport (1980: 9) melihat kebudayaan itu masyarakat akan dapat diwujudkan karena
sebagai : (1) suatu gaya hidup tipikal dari warga masyarakat ketika melangsungkan
suatu kelompok, (2) suatu sistem simbol, kehidupannya dapat berinteraksi secara
makna-makna, dan model kognitif yang berkeadaban sesuai dengan harkat dan
ditransmisikan melalui kode-kode simbolis, martabatnya berdasarkan sistem tata
dan (3) seperangkat strategi adaptif bagi kehidupan yang telah menjadi kesepakatan
kelangsungan hidup yang berkaitan dengan bersama. Tanpa kebudayaan suatu
lingkungan dan sumber daya internal dan masyarakat akan mengalami disorientasi,
eksternalnya. Oleh karena itu, kebudayaan sehingga baik kehidupan secara pribadi
adalah latar bagi suatu tipe masyarakat atau secara sosial warga masyarakat akan
yang bersifat normatif, dan melahirkan gaya mengalami alienasi, ketidakjelasan atau

Gambar 1. Bagan Kebudayaan sebagai Sistem

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 69

kekacauan. Dengan demikian, kebudayaan tuntutan ekonomi, upacara religi, dan


memiliki isi, nilai, dan fungsi yang amat ekspresi artistiknya. Hal ini menunjukkan
mendasar bagi warga masyarakat bahwa keberadaan seni, menjadi bagian
pemiliknya, yakni sebagai pengatur, yang integral dalam kehidupan manusia.
pengarah, pengendali untuk melakukan atau Oleh sebab itu, secara universal, ia menjadi
tidak melakukan suatu tindakan tertentu. salah satu satu unsur kebudayaan (lihat:
Sebagai sebuah sistem, kebudayaan Koentjaraningrat, 1986).
terdiri atas komponen-komponen: (1) Seni, sebagai salah satu unsur
pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai, kebudayaan, mewujud dalam berbagai benda
dan keyakinan-keyakinan, (2) sumber dan peristiwa dengan balutan kemasan
daya lingkungan dan perubahannya, (3) bentuk estetis. Wujud yang demikian itu
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan diciptakan untuk mengungkapkan berbagai
dalam hidup (dasar, sosial, dan integratif), perasaan, pengalaman, pengetahuan-
(4) pranata sosial (sistem aturan atau norma- pengetahuan, keyakinan-keyakinan, dan
norma, (5) perilaku, dan (6) hasil perilaku gagasan-gagasan kesemestaaan lainnya
yang satu sama lain berhubungan secara melalui simbol-simbol yang dikendalikan
fungsional dalam satu kesatuan. Dengan oleh kebudayaan yang menyelimutinya.
merujuk Rohidi (1994), penjelasan konsep Kayam (1981) menegaskan bahwa seni
kebudayaan tersebut dapat diabstraksikan merupakan simbol yang merefleksikan atau
dalam sebuah gambar bagan (lihat Gambar mengekspresikan kebudayaan itu sendiri.
1). Seni, bagi Wolff (1989) dilihatnya sebagai
gudang penyimpanan makna-makna
PENDIDIKAN SENI kebudayaan.
Dalam Rohidi (2014) dijelaskan
Seni merupakan sebuah fenomena bahwa lingkup seni mencakupi makna
kebudayaan yang selalu ada dalam yang terkait dengan wujudnya, baik sebagai
kehidupan manusia. Tidak ada kebudayaan kebudayaan ideal, sistem sosial dalam
masyarakat mana pun di dunia ini yang di bentuk aktivitas perilaku berpola, atau juga
dalamnya tidak mengakomodasi kehadiran benda-benda hasil karya manusia. Sebagai
seni sebagai bagian integral kehidupan. Hal kebudayaan ideal seni berisi gagasan-
ini menyiratkan bahwa seni merupakan gagasan vital, pengetahuan-pengetahuan,
salah satu kebutuhan manusia yang bersifat nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang
universal. menjadi pedoman bagi pelakunya dalam
Berbagai penelitian lintas budaya dan melakukan aktivitas berkesenian. Seni juga
sejarah menunjukkan bukti bahwa tidak ada hadir dalam bentuk aktivitas berpola ketika
kebudayaan suatu masyarakat di mana pun manusia berinteraksi, atau berkomunikasi
yang di dalamnya tidak memberi ruang bagi berkenaan dengan keindahan, yang pada
lahirnya bentuk–bentuk ekspresi estetik asasnya mencakupi aktivitas kreatif dan
dalam wujud karya seni yang beraneka aktivitas apresiatif. Seni dalam hal ini dapat
ragam baik jenis, corak, maupun gayanya. dipandang sebagai aktivitas kreatif dan
Kehadiran seni tersebut, sesungguhnya, apresiatif berpola yang berlangsung melalui
dalam perspektif yang lebih luas bukanlah komunikasi estetik. Seni juga terwujud
semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan sebagai karya, yang menunjukkan corak,
estetik, melainkan terkait juga dengan gaya, bentuk, dan strukturnya, atau sebagai
berbagai pemenuhan kebutuhan primer simbol, baik menyiratkan nilai estetik atau
ataupun sekunder lainnya. Muensterberger juga menyiratkan makna ekspresifnya (lihat:
(dalam Otten, 1971: 110-111) menunjukkan Sugiharto, 2013) .
adanya kaitan yang erat antara adat-istiadat,
UNNES JOURNALS
70 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni

Sementara itu, pendidikan seni melalui belajar warisan artistik, anak dapat
adalah suatu bentuk pendidikan yang belajar tentang seni yang dikaitkan dengan
menggunakan seni sebagai medianya. usaha-usaha penting budaya masa lampau
Ketika seni diposisikan sebagai media dan sekarang. Dengan belajar tentang
pendidikan, ia harus dapat difungsikan peran seni dalam masyarakat, anak dapat
untuk membelajarkan subjek didik dalam memulai menghargai seni sebagai suatu
mengembangkan segenap potensi pribadi cara menghadapi kehidupan.
(individu), sosial, dan budayanya. Oleh Dalam pernyataan tersebut tersirat
sebab itu, visi dan misi pendidikan dengan makna bahwa jika seni dijadikan sebagai
menggunakan seni sebagai medianya harus media pendidikan, maka ia harus menjadi
diletakkan dalam kerangka membentuk sarana yang dapat memupuk, membina, dan
segenap potensi manusia secara mengembangkan secara menyeluruh potensi
komprehensif menuju terciptanya manusia manusia sebagai mahluk idividu, sosial, dan
yang berbudaya. Dalam Road Map for Art budaya. Salam (2003 : 15) mengemukakan
Education (Unesco, 2006) ditegaskan bahwa bahwa pendidikan seni adalah media untuk
pendidikan seni harus diarahkan dalam mengembangkan kepribadian seseorang
rangka membangun kapasitas kreatif dan dalam rangka mempersiapkannya untuk
kesadaran budaya (kapasitas apresiatif) menjadi warga masyarakat.
pada subjek didik yang diperlukan untuk Demikianlah, secara singkat dapat
menjalani kehidupannya nanti di lingkungan dikemukakan bahwa pendidikan seni
masyarakatnya. merupakan pendidikan yang menggunakan
Hadirnya atau keberadaan seni seni untuk membudayakan berbagai
sebagai sarana pendidikan setidaknya pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, dan
mencerminkan bahwa ia memiliki urgensi keterampilan budaya. Melalui seni sebagai
dalam membentuk kepribadian subjek didik alatnya subjek didik dapat dikondisikan
secara utuh yang memiliki kepekaan atau untuk mengenal, menghayati, menyerap,
kesadaran sosial sebagai anggota masyarakat dan menanamkan pada dirinya kebudayaan
yang menjunjung dan menghargai nila-nilai masyarakatnya yang diberikan oleh para
budaya masyarakatnya. Terkait hal ini, Salam orang tua atau pendidiknya. Tegasnya,
(2003: 9-21) menjelaskan bahwa alasan pendidikan seni sesungguhnya adalah
pentingnya pendidikan seni didasari dua sebuah media sosialisasi, enkulturasi, dan
pertimbangan pokok, yaitu pertimbangan internalisasi budaya (lihat: Triyanto, 2017)
kepentingan masyarakat (social and cultural agar peserta didik memiliki kapasistas
justification) dan alasan berdasarkan kreatif dan kesadaran budaya (apresiatif).
kepentingan perseorangan yang bersifat Sebagai instrumen budaya,
kejiwaan atau fisik (personal justification). pendidikan seni merupakan pranata sosial
Sejalan dengan pendapat ini, Chapman yang berisi aturan-aturan atau norma-
(1978 : 19) menegaskan bahwa pendidikan norma untuk melatih (membelajarkan)
(seni) bertujuan untuk memenuhi anak, dan berkat latihan (belajar) itu
kebutuhan personal, memelihara kesadaran anak atau individu anggota masyarakat
sosial, dan menyalurkan warisan budaya. dintegrasikan ke dalam kebudayaannya
Secara spesifik dikatakan olehnya bahwa (lihat: Baker, 1990). Proses pendidikan
pendidikan seni berfungsi sebagai tonggak itu dapat berlangsung atau terselenggara
dari pengembangan personal, sosial, dan secara formal (di sekolah), non-formal (di
tanggung jawab sejarah dari pendidikan masyarakat), dan informal (dalam
umum. Pendidikan seni dapat menjadi sarana keluarga) yang dikenal sebagai tripusat
pendorong pemenuhan kebutuhan personal pendidikan. Perbedaaan penyelenggaraan
anak untuk menanggapi dunia mereka, dan pendidikan itu, tentu memunculkan sistem

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 71

penyelanggaraan yang berbeda pula, Bogdan and Biklen,1982, Koentjaraningrat,


meskipun substansinya mengarah pada 1985; Lansing, 1969)). Dalam pengertian
esensi yang sama, yaitu menjadikan individu ini, penelitian dapat dipandang sebagai
sebagai anggota masyarakat yang memiliki mekanisme kerja ilmiah yang terstruktur
kepribadian dan kesadaran untuk bersikap untuk mencari bukti (evidence) dalam
dan berperilaku sesusai dengan kebudayaan rangka pembuktian (proof) suatu”hipotesis”
yang menyelimutinya. sehingga diperoleh suatu kebenaran
Implementasi pendidikan seni ini yang objektif sesuai dengan realitas apa
dapat dilakakukan dengan menggunakan adanya (lihat: Rohidi, 2011; Sugiarto,
dua pendekatan, yaitu pendekatan melalui 2013). Sementara itu, pendidikan seni
seni (education through art) dan pendidikan adalah sebuah fenomena atau realitas
dalam seni (education in art). Pendekatan kebudayaan yang terwujud dalam sebuah
yang pertama seni dijadikan sebagai media sistem tindakan terpola dalam rangka
atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan memanusiakan manusia sesuai dengan
pada umumnya (bukan untuk kepentingan harkat dan martabatnya sebagai mahluk
seni itu sendiri). Implementasi pendekatan budaya dengan menggunakan seni sebagai
yang pertama ini dilaksanakan di sekolah- medianya. Dalam konteks penelitian,
sekolah umum (lihat: Read, 1970) . pendidikan seni posisinya adalah sebagai
Sementara itu, pendekatan yang kedua, objek material yang menjadi sasaran
yakni pendidikan dalam seni bertujuan penyelidikan atas isu-isu yang dianggap
mempelajari keterampilan menciptakan menjadi permasalahan di dalamnya.
karya seni sehingga terbentuklah kader- Secara ontologis, sebagai objek
kader seniman baru. Implementasi material sebuah penelitian, pendidikan
pendekatan kedua ini dilaksanakan di seni dalam pengertian yang sistemik dan
sekolah-sekolah vokasional (kejuruan), komprehensif, memiliki permasalahan atau
sanggar-sanggar, studio, atau perguruan dapat dipermasalahkan keberadaannya.
tinggi seni (Soehardjo, 2012; Lansing, 1969). Permasalahan-permasalahan di bidang
pendidikan seni bisa saja muncul atau
PENELITIAN PENDIDIKAN SENI MELALUI dimunculkan dari mulai yang sangat
PENDEKATAN KEBUDAYAAN DAN teknis hingga sampai yang substantif atau
IMPLIKASI METODOLOGISNYA dari yang sederhana sampai dengan yang
kompleks. Semuanya itu bergantung pada
Penelitian Pendidikan Seni: Posisi dan sudut pandang apa yang digunakan oleh
Lingkup Permasalahannya para peneliti dan tujuan dilakukannya
penelitian. Kreativitas dan kepekaan
Secara sederhana penelitian yang peneliti menentukan jenjang kualitas
dimaksudkan di sini diartikan sebagai dan luas sempitnya permasalahan yang
suatu upaya penyelidikan (investigasi) ditemukan. Dari ranah penyelenggaraannya,
atau pencarian (inquiry) yang dilakukan permasalahan itu dapat muncul pada
secara sistematis untuk mencari kebenaran pendidikan formal (sekolah), non-formal
(pengetahuan benar) berdasarkan kaidah- (masyarakat), dan informal (keluarga).
kaidah teoretis dan metodologis dalam Dalam perspektif kebudayaan sebagai
rangka memecahkan masalah berbasis sistem sebagaimana tergambar dalam bagan
data dan fakta empirik yang dapat 1 di atas, lingkup permasalahan pendidikan
dipertanggungjawabkan secara ilmiah: seni sesungguhnya bisa muncul atau
logis, objektif, empiris, koheren, dan dimunculkan berdasarkan satuan-satuan
konsisten (lihat: Rohidi, 2011, Cresswell, komponen yang ada di dalamnya atau
1994; 2012, Denzin dan Lincoln,2009, hubungan sistemik antarkomponen tersebut

UNNES JOURNALS
72 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni

sebagai satu kesatuan. Uraian singkat berikut peraturan-peraturan (termasuk pola


ini dapat dijadikan sebagai sumber gagasan rekrutmen guru), kurikulum, dan sistem
atau inspirasi bagi para peneliti dalam evaluasi pendidikan seni. Permasalahan
menemukan atau memunculkan masalah- dari unsur ini, dalam banyak hal kurang
masalah dalam penelitian pedidikan seni. berpihak pada penguatan posisi dan
Pertama, sesuai dengan gambar peran pendidikan seni, terutama, di ranah
bagan tersebut, permasalahan yang muncul pendidikan formal. Hal ini banyak dirasakan
atau dimunculkan sebagai masalah oleh para pelaku pendidikan seni di sekolah.
pendidikan seni dari komponen sistem- Mereka pada umumnya merasakan bahwa
sistem pengetahuan, nilai, dan keyakinan pendidikan seni seakan “termarginalisasi”
adalah sistem-sistem kognitif yang menjadi atau “terdiskriminasi” eksistensinya di
landasan filosofis pendidikan seni. Paham- sekolah akibat adanya peraturan dari atas
paham, paradigma, gagasan-gagasan vital, yang mengarusutamakan sejumlah mata
atau hal-hal yang menyangkut orientasi pelajaran tertentu.
ideologis pendidikan seni baik yang Kelima, dari komponen perilaku,
dimiliki oleh penentu kebijakan ataupun permasalahan muncul atau bisa
pelaku (praktisi: guru, murid, kepala dimunculkan berkenaan dengan praktik dan
sekolah /pemimpin lembaga) di lapangan, pengelolaan pembelajaran yang dilakukan
misalnya. dapat muncul atau dimunculkan guru. Kompetensi (profesional, pedagogis,
sebagai suatu persoalan dalam penelitian sosial, dan kepribadian), integritas, etos
pendidikan seni. kerja, disiplin, tanggung jawab, sensitivitas
Kedua, dari komponen sumber dan kreativitas guru dalam melaksanakan
daya lingkungan dan perubahannya, kegiatan pengembangan pembelajaran
permasalahan pendidikan seni bisa muncul merupakan permasalah dari komponen
atau dimunculkan berkenaan dengan latar yang acapkali membentuk citra (baik atau
lingkungan tempat pendidikan seni itu buruk) eksistensi pembelajaran pendidikan
berlangsung berikut dengan pengaruh seni. Sinyalemen ini ini bisa dilihat antara
atau kontribusinya dalam penyelenggaraan lain pada waktu Uji Kompetensi Guru (UKG)
pendidikan seni. Lingkungan alam/fisik, dan pelaksanaan program Pendidikan dan
infrastruktur, lingkungan sosial (peran Pelatihan Profesi Guru (PLPG). Masalah lain
dan fungsi orang tua, masyarakat, atau yang bisa muncul dari unsur perilaku ini
organisasi/lembaga sosial terkait), adat- bisa datang dari siswa. Karakteristik atau
istiadat, dan perubahan lingkungan alam- pola perilaku siswa bagaimanapun bisa
sosial-budaya dapat menjadi masalah menjadi permasalahan tersendiri dalam
atau dipermasalahkan dalam konteks penyelenggaraan pendidikan seni yang
penyelenggaraan pendidikan seni. kondusif.
Ketiga, dari komponen kebutuhan Keenam, dari komponen hasil
dapat dikembangkan permasalahan perilaku dapat muncul atau dimunculkan
berkenaan dengan ragam atau jenis keperluan permasalahan hasil capaian proses
yang diinginkan untuk diselenggarakannya pembelajaran. Hasil capaian proses
penyelenggaraan pendidikan seni. pembelajaran merupakan produk perilaku
Permasalahan ini berkenaan dengan fungsi- yang dapat menjadi penciri tingkat
fungsi penyelenggaraan pendidikan seni keberhasilan penyelenggaraan pendidikan
baik yang bersifat primer, sosial, atau seni. Hasil perilaku itu dapat dilihat dari
integratif. aspek kognitif, afektif, psikomotorik (hasil
Keempat, dari komponen pranata karya seni). Capaian hasil perilaku ini dapat
sosial, dapat dimunculkan permasalahan dijadikan sebagai bukti sampai seberapa
yang berkenaan dengan undang-undang, jauh kualitas kapasitas kreatif dan apresiatif

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 73

(kesadaran budaya) yang menjadi tujuan Berdasarkan penjelasan tersebut, jika


akhir dari penyelenggaraan pendidikan seni kebudayaan dijadikan sebagai pendekatan
dapat diperoleh. dalam penelitian pendidikan seni, maka
Keenam kategori atau lingkup secara metodologis, pilihan metode
permasalahan pendidikan seni tersebut penelitian kualitatif yang bersifat etnografis-
dapat dikaji atau diteliti sebagai satu fenomenologis (lihat: Spradley, 1997)
entitas sendiri-sendiri atau secara sistemik menjadi pilihan yang tepat. Melalui metode
sebagai permasalahan yang berhubungan ini, peneliti dapat menjelajahi, mengalami,
secara fungsional dalam satu kesatuan dan menggali berbagai peristiwa dan
yang bulat. Idealnya, jika ingin meneneliti pengalaman dari gejala-gejala objek dan
penyelenggaraan pendidikan seni secara subjek penelitian secara langsung di lokasi
holistik seharusnya keenam lingkup penelitian secara natural (alamiah), meluas,
permasalahan itu perlu dikaji semuanya dan mendalam. Operasional metode ini,
sebagai sebuah sistem yang antara dapat dikembangkan dengan menggunakan
komponen yang satu dengan komponen teknik pengumpulan data melalui obeservasi
yang lainnya berkaitan dalam satu kesatuan. berpartisipasi (participant observation),
Dalam konteks ideal inilah, sesungguhnya, wawancara mendalam (in-depth interview),
pendekatan kebudayaan sebagai sistem dan penelusuran data dokumen arsip
menjadi pilihan yang tepat untuk digunakan (archive document) yang relevan.
dalam upaya melakukan penelitian Untuk mengabsahkan data
pendidikan seni secara holistik. atau informasi dari lapangan, peneliti
dapat menggunakan salah satu dari
beberapa kriteria, yakni trustworthiness
Implikasi Metodologis (kedapatpercayaaan), authenticity
(keautentikan) kredibilitas (credibility)
Sebagai sebuah sistem, kebudayaan untuk memperoleh keakuratan data.
sebagaimana diabstraksikan pada gambar Operasionalisasi kriteria ini dapat dilakukan
bagan di atas terdiri atas sejumlah antara lain dengan teknik triangulasi,
komponen yang saling berkaitan dalam satu member checking (pengecekan anggota atau
kesatuan yang bulat. Dengan merujuk teori partisipan penelitian), membuat rich and
fungsionalisme struktural Parsons (1964; thick description (deskripsi yang kaya dan
lihat juga: Ritzer, G & Goodman, D.J. 2007) mendalam atau padat, melakukan refleksi
komponen-komponen itu, berfungsi secara diri terhadap kemungkinan munculnya bias
timbal balik memberikan kontribusinya satu dalam penelitian, dan tinggal dalam waktu
sama lain secara sibernetik, yakni komponen yang relatif lama di lapangan (Creswell,
yang paling atas menjadi pengendali 1994; 2012).
komponen yang di bawah dan sebaliknya Analisis terhadap data dilakukan
komponen yang di bawah bergerak ke atas secara induktif dengan model siklus
memberi energi komponen yang di atas. Oleh interaktif, yakni peneliti bergerak secara
sebab itu, analisis setiap komponen harus “memutar” (siklus) di antara proses reduksi,
bisa menjelaskan hubungan fungsional- penyajian, dan verifikasi (lihat: Miles dan
strukturalnya satu dengan yang lain dalam Huberman, 1992). Dalam verifikasi yang
bentuk fakta-fakta empirik yang bersifar bertujuan untuk memberikan interpretasi
deskriptif kualitatif berbasis temuan data atas makna yang terdapat dalam fakta-
atau informasi yang diperoleh dari lapangan fakta empirik yang disajikan, peneliti
secara detail, rinci, dan mendalam yang oleh perlu menggunakan referensi-referensi
Geertz (1973) disebutnya dengan istilah etik (berdasarkan teori atau konsep yang
thick description. digunakan) dan referensi-referensi emik

UNNES JOURNALS
74 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni

(berdasarkan data/informasi/pendapat fungsional sejumlah komponen dalam


dari subjek penelitian di lapangan) secara satu kebulatan. Implikasi metodologis
dialektis untuk dijadikan sebagai dasar pendekatan kebudayaan dalam penelitian
menarik simpulan. Dalam proses verifikasi pendidikan seni ini secara operasional dapat
tersebut, jika dirasa masih terdapat dikembangkan melalui metode kualitatif
kekurangan data atau informasi yang yang bersifat etnografis-fenomenologis.
diperlukan untuk memantapkan hasil Penggunaan pendekatan kebudayaan ini,
simpulan, peneliti perlu kembali ke lapangan secara aksiologis, memberikan mafaat
untuk melengkapi data atau informasi yang dapat diperolehnya sistem penjelasan yang
belum lengkap. dapat digunakan sebagai media solusi dalam
memecahkan masalah pendidikan seni
PENUTUP secara holistik. Atas dasar manfaat ini,
dalam melakukan penelitian pendidikan seni
Pendidikan seni adalah sebuah sebagai persoalan kebudayaan, disarankan
sistem atau pola tindakan budaya untuk para peneliti menggunakan pendekatan
memanusiakan manusia sesuai dengan kebudayaan.
harkat dan martabat kemanusiaannya
dengan menggunakan seni sebagai DAFTAR PUSTAKA
medianya. Pola tindakan ini sesungguhnya
adalah sebuah proses budaya, yakni Bahtiar, H. W. 1980. “Bhineka Tunggal Ika dalam
peristiwa mengenalkan, mewariskan, Kebudayaan” dalam : Analisis Kebudayaan.
Jakarta: Depdikbud.
meneruskan, melestarikan, dan
mengembangkan kebudayaan antargenerasi
agar peserta didik memiliki kapasitas kreatif Baker, J.W.M. 1990. Filsafat Kebudayaan.
dan kesadaran budaya (apresiatif) dalam Yogyakarta: Kanisius.
rangka mempersiapkan diri mereka menjadi
warga masyarakat di mana mereka berada. Bogdan, R.C. and Biklen, S.K. 1982. Qualitative
Research for Education: An Introduction to
Hal itu menunjukkan bahwa
Theory and Methods. Boston Mass: Allyn
pendidikan seni adalah sarana atau and Bacon.
instrumen budaya yang sangat strategis
dalam ikut membentuk dan mengembangkan Bourdieu, P. 1986. “The Forms of Capital”. in:
kebudayaan bangsa. Melihat perannya ini J.Richardson (ed). Handbook of Theory and
posisi pendidikan seni tidak bisa dipandang Research for the Sociology of Education.
New York: Greenwood.
sebelah mata. Ia, dengan demikian, menjadi
salah satu persoalan kebudayaan yang Budhisantoso, S. 1987. “Jawanisasi atau
penting dalam konteks membangun sebuah Keterikatan Budaya dalam Kontak
peradaban. Antarkebudayaan” dalam: Muhajir (eds.)
Dalam konteks penelitian, pendidikan Evaluasi dan Strategi Kebudayaan. Jakarta:
seni adalah objek material yang menjadi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
sasaran kajian untuk memecahkan
Chapman, L.H. 1978. Approach to Art in Education.
permasalahan yang secara ontologis New York: Harcourt Brace Javanovich,
muncul dalam pandangan peneliti atau Publishers.
yang dimunculkan oleh peneliti. Dengan
memandangnya sebagai persoalan Creswell, J.W. 1994. Research Design- Qualitative
kebudayaan, maka secara epistemologis and Quantitative Approach. USA: Sage
Publication
penelitian terhadapnya sangat tepat bila
menggunakan pendekatan kebudayaan
sebagai sistem yang terdiri atas kaitan

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 75

___________. 2012. Research Design Pendekatan Rapoport, A. 1980. “Cross-Cultural Aspects of


Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Edisi Environmental Design”. Makalah dalam
Ketiga, Terjemahan: Achmad Fawaid, Seminar tentang Rancang Bangun Jurusan
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Gajah Mada Yohyakarta.
Denzin, N.K and Lincoln , Y.S. 2008. Hand Book
of Qualitative Research. Terjemahan: Read, H. 1970. Education through Art. London:
Dariyatno, dkk. Yogyakarta: Pustaka Faber and Faber.
Pelajar.
Ritzer, G & Goodman, D.J. 2007. Teori Sosiologi
Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture: Modern. Terjemahan: Ali Mandan. Jakarta:
Selected Essays. New York: Basic Books. Kencana Prinada Media Group.

Kayam, U. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Rohidi, T.R.dkk. 1994. Pendekatan Sistem Sosial
Jakarta: Sinar Harapan. Budaya dalam Pendidikan. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Koetjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian
Masyarakat. Jakarta: P.T. Gramedia. Rohidi, T.R. 2011. Metodologi Penelitian Seni.
Semarang: Cipta Prima Nusantara.
______________. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Bina Aksara. _________. 2014. Pendidikan Seni, Isu dan
Paradigma. Semarang: Cipta Prima
Kroeber, A.L and Kluckhohn, C. 1952. Culture A Nusantara.
Critical Review of Concept and Definition.
Cambridge, Massachusetts, USA: Salam, S. 2003. “Justifikasi Pendidikan Seni di
Published by The Museum. Sekolah Umum” dalam: Warsono (eds.)
Bunga Rampai Kajian Seni Rupa dalam
Kenangan Purnatugas Prof. Drs. Suwaji
Bastomi. Fakultas Bahasa dan Seni
Lasmawan, W. 2008. “Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Hal 9-24.
Teknohumanistik (Pengembangan Model
Pertahanan dan Keamanan Berbasis
Soft Security)”. Makalah. Singaraja: KNPI Soehardjo, A.J. 2012. Pendidikan Seni dari Konsep
Kabupaten Buleleng. sampai Program. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Lansing, K.M. 1969. Art, Artists, and Art Education.
New York: Mc Graw-Hill Book Company. Spradley, J.P. 1972. Culture and Cognition: Rules,
Maps, and Plans. New York : Chandler
Lindholm, C. 2007. Culture and Identity, The Publishing Company, USA.
History, Theory and Practice of Philosopical
Anthroplogy. Boston: Mc.Graw-Hill, USA. ___________. 1997. Metode Etnografi. Terjemahan:
Misbah Yulia Elizabeth. Yogyakarta: P.T.
Miles, M.B dan Hubermen, A.M. 1992. Analisis Tiara Wacana Yogya.
Data Kualitatif. Terjemahan : T.R. Rohidi.
Jakarta: Penerbit U.I Press. Sugiharto. ed. 2013. Untuk Apa Seni. Bandung:
Matahari.
Otten, C.M. 1971. Anthropology and Art: Reading
in Cross-Cultural Aethetics. New York: Triyanto. 2017. Spirit Ideologis Pendidikan Seni.
Garden City. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Parsons, T. 1964. The Social System. New York: Unesco. 2006. “Road Map for Art Education”,
The Free Press. The World Conference on Arts Education:
Building Creative Capacities for the 21st
Century, Lisbon, 6-9 March 2006 (diunduh
4 November 2013)

UNNES JOURNALS
76 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni

Wahyudin, D, dkk. 2009. Pengantar Pendidikan.


Jakarta: Universitas Terbuka lihat

Wolff, J. 1989. The Social Production of Art. New


York : New York University Press.

Zuchdi, D. 2010. Humanisasi Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara.

UNNES JOURNALS

Anda mungkin juga menyukai