Jurnal Imajinasi
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/imajinasi
1
Dosen Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Semarang
Corresponding author : © 2018 Semarang State University. All rights reserved
Address: Jurusan Senirupa
Universitas Negeri Semarang
Email : triyanto@mail.unnes.ac.id UNNES JOURNALS
66 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni
mengkaji atau meneliti masalah-masalah demikian, di segi yang lain, masyarakat tidak
penelitian pendidikan seni yang lebih akan dapat melangsungkan kehidupannya
holistik. secara bermartabat tanpa menggunakan
kebudayaan yang diciptakan sendiri.
KEBUDAYAAN Kebudayaan yang lahir dan diciptakan oleh
masyarakat tanpa disadari telah “menjerat”
Banyak para ahli, terutama dari pakar setiap warga masyarakat pemiliknya untuk
antropologi, memberikan penjelasan secara tunduk menjadikannya sebagai pedoman
konseptual tentang definisi kebudayaan. dalam mengatasi tantangan sumber daya
Meskipun berasal dari disiplin ilmu lingkungan hidup dan perubahannya.
yang sama, namun penjelasan tantang Dalam kalimat lain, hal itu pernah
konsep atau definisi kebudayaan ternyata dikemukakan oleh Geertz (1973) dengan
sangat beragam sekurang-kurangnya mengibaratkan manusia sebagai seekor
terdapat 160 definisi sesuai dengan sudut binatang yang bergantung pada jaringan-
pandangnya masing-masing (lihat: Kroeber jaringan makna yang ditenunnya sendiri.
dan Kluckhohn, 1952). Lebih lanjut, Jaringan-jaringan makna itulah yang
Kluckhohn (dalam Geertz, 1973) mencoba dianggapnya kebudayaan. Oleh sebab itu
mendefinisikan kebudayaan sebagai : (1) Geertz menyarankan kebudayaan paling baik
keseluruhan cara hidup suatu masyarakat, tidak dilihat sebagai sesuatu yang bersifat
(2) warisan sosial yang diperoleh individu konkret, melainkan dilihat sebagai sesuatu
dari kelompoknya, (3) suatu cara berpikir, yang abstrak yakni kumpulan simbol-
merasa, dan percaya, (4) suatu abstraksi simbol bermakna yang tercipta secara
dari tingkah laku, (5) suatu teori bagi historis berupa seperangkat mekanisme-
antropolog tentang cara suatu kelompok mekanisme kontrol, yaitu rencana-rencana,
masyarakat nyatanya bertingkah laku, (6) resep-resep, aturan-aturan, instruksi-
suatu “gudang” untuk mengumpulkan hasil instruksi (apa yang disebut sebagai
belajar, (7) seperangkat orientasi-orientasi program-program oleh para ahli komputer)
standar pada masalah-masalah yang sedang untuk mengatur tingkah manusia. Dengan
berlangsung, (8) tingkah laku yang dipelajari, itu, manusia memberi bentuk, susunan,
(9) suatu mekanisme untuk penataan pokok, dan arah bagi kehidupan sesuai
tingkah laku yang bersifat normatif, (10) dengan lingkungan di mana mereka berada.
seperangkat teknik untuk menyesuaikan Berdasarkan penjelasan tersebut,
dengan lingkungan luar dan dengan orang- kebudayaan, di sini diartikan sebagai
orang lain, dan (11) suatu endapan sejarah. keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
Tulisan ini tidak akan membahas dan nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia
keragaman konsep kebudayaan tersebut. sebagai makhluk sosial yang berisi
Pembahasan konsep kebudayaan di sini perangkat-perangkat model pengetahuan
diarahkan pada substansi isi dan fungsinya atau sistem-sistem makna yang terjalin
bagi masyarakat pendukungnya. secara menyeluruh dalam simbol-simbol
Berbicara kebudayaan, memang yang ditransmisikan secara historis.
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Model-model pengetahuan itu digunakan
Kebudayaan dan masyarakat ibarat secara selektif oleh warga masyarakat
sekeping mata uang yang tiap-tiap sisinya pendukungnya untuk berkomunikasi,
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. melestarikan dan menghubungkan
Kebudayaan tidak akan lahir tanpa adanya pengetahuan, dan bersikap serta bertindak
masyarakat. Di satu segi, masyarakatlah yang dalam rangka bukan saja untuk memenuhi
dengan kesepakatan bersama antarwarganya kebutuhan hidup yang diperlukan
melahirkan suatu kebudayaan. Namun (Suparlan, 1984) melainkan juga dalam
UNNES JOURNALS
68 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni
mengatasi setiap tantangan lingkungan hidup tertentu yang tipikal dan bermakna
hidup yang dihadapi. Pendapat lain yang berbeda dengan kelompok lainnya. Dalam
senada menyatakan bahwa kebudayaan menciptakan gaya hidup seperti itu, yang
pada hakikatnya merupakan kompleks hanya mungkin terwujud melalui aturan-
pengetahuan, nilai-nilai, gagasan-gagasan aturan yang diterapkan bersama (pranata
vital, serta keyakinan atau kepercayaan sosial), suatu perangkat model kognitif,sistem
yang menguasai manusia dalam bersikap simbol, dan beberapa visi dari suatu ideal
dan bertingkah laku untuk memenuhi diberi bentuk. Suatu kebudayaan bagi warga
kebutuhan hidupnya (Budhisantoso 1987; masyarakat pemilik atau pendukungnya
Bachtiar, 1980). memiliki nilai yang amat berharga dalam
Dengan penjelasan tersebut, melangsungkan kehidupannya baik sebagai
kebudayaan terlihat fungsinya sebagai individu ataupun sebagai warga masyarakat.
pedoman, mekanisme kontrol bagi tingkah Tanpa kebudayaan, suatu masyarakat tidak
laku manusia (Geertz, 1973). Spradley memiliki identitas yang jelas (lihat: Lindolm,
(1972) menegaskan bahwa kebudayaan 2007). Keberadaanya selain bernilai sebagai
adalah serangkaian aturan, resep, rencana, simbol identitas juga bernilai sebagai sistem
strategi yang terdiri atas serangkaian model tata kehidupan yang dijadikan sebagai
kognitif yang digunakan secara selektif oleh desain bagi kehidupan, dalam bersikap dan
manusia yang memilikinya sesuai dengan bertingkah laku untuk memenuhi berbagai
lingkungan yang dihadapi. kebutuhan hidupnya.
Relevan dengan penjelasan tersebuat, Dengan kebudayaan, tertib sosial suatu
Rapoport (1980: 9) melihat kebudayaan itu masyarakat akan dapat diwujudkan karena
sebagai : (1) suatu gaya hidup tipikal dari warga masyarakat ketika melangsungkan
suatu kelompok, (2) suatu sistem simbol, kehidupannya dapat berinteraksi secara
makna-makna, dan model kognitif yang berkeadaban sesuai dengan harkat dan
ditransmisikan melalui kode-kode simbolis, martabatnya berdasarkan sistem tata
dan (3) seperangkat strategi adaptif bagi kehidupan yang telah menjadi kesepakatan
kelangsungan hidup yang berkaitan dengan bersama. Tanpa kebudayaan suatu
lingkungan dan sumber daya internal dan masyarakat akan mengalami disorientasi,
eksternalnya. Oleh karena itu, kebudayaan sehingga baik kehidupan secara pribadi
adalah latar bagi suatu tipe masyarakat atau secara sosial warga masyarakat akan
yang bersifat normatif, dan melahirkan gaya mengalami alienasi, ketidakjelasan atau
UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 69
Sementara itu, pendidikan seni melalui belajar warisan artistik, anak dapat
adalah suatu bentuk pendidikan yang belajar tentang seni yang dikaitkan dengan
menggunakan seni sebagai medianya. usaha-usaha penting budaya masa lampau
Ketika seni diposisikan sebagai media dan sekarang. Dengan belajar tentang
pendidikan, ia harus dapat difungsikan peran seni dalam masyarakat, anak dapat
untuk membelajarkan subjek didik dalam memulai menghargai seni sebagai suatu
mengembangkan segenap potensi pribadi cara menghadapi kehidupan.
(individu), sosial, dan budayanya. Oleh Dalam pernyataan tersebut tersirat
sebab itu, visi dan misi pendidikan dengan makna bahwa jika seni dijadikan sebagai
menggunakan seni sebagai medianya harus media pendidikan, maka ia harus menjadi
diletakkan dalam kerangka membentuk sarana yang dapat memupuk, membina, dan
segenap potensi manusia secara mengembangkan secara menyeluruh potensi
komprehensif menuju terciptanya manusia manusia sebagai mahluk idividu, sosial, dan
yang berbudaya. Dalam Road Map for Art budaya. Salam (2003 : 15) mengemukakan
Education (Unesco, 2006) ditegaskan bahwa bahwa pendidikan seni adalah media untuk
pendidikan seni harus diarahkan dalam mengembangkan kepribadian seseorang
rangka membangun kapasitas kreatif dan dalam rangka mempersiapkannya untuk
kesadaran budaya (kapasitas apresiatif) menjadi warga masyarakat.
pada subjek didik yang diperlukan untuk Demikianlah, secara singkat dapat
menjalani kehidupannya nanti di lingkungan dikemukakan bahwa pendidikan seni
masyarakatnya. merupakan pendidikan yang menggunakan
Hadirnya atau keberadaan seni seni untuk membudayakan berbagai
sebagai sarana pendidikan setidaknya pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, dan
mencerminkan bahwa ia memiliki urgensi keterampilan budaya. Melalui seni sebagai
dalam membentuk kepribadian subjek didik alatnya subjek didik dapat dikondisikan
secara utuh yang memiliki kepekaan atau untuk mengenal, menghayati, menyerap,
kesadaran sosial sebagai anggota masyarakat dan menanamkan pada dirinya kebudayaan
yang menjunjung dan menghargai nila-nilai masyarakatnya yang diberikan oleh para
budaya masyarakatnya. Terkait hal ini, Salam orang tua atau pendidiknya. Tegasnya,
(2003: 9-21) menjelaskan bahwa alasan pendidikan seni sesungguhnya adalah
pentingnya pendidikan seni didasari dua sebuah media sosialisasi, enkulturasi, dan
pertimbangan pokok, yaitu pertimbangan internalisasi budaya (lihat: Triyanto, 2017)
kepentingan masyarakat (social and cultural agar peserta didik memiliki kapasistas
justification) dan alasan berdasarkan kreatif dan kesadaran budaya (apresiatif).
kepentingan perseorangan yang bersifat Sebagai instrumen budaya,
kejiwaan atau fisik (personal justification). pendidikan seni merupakan pranata sosial
Sejalan dengan pendapat ini, Chapman yang berisi aturan-aturan atau norma-
(1978 : 19) menegaskan bahwa pendidikan norma untuk melatih (membelajarkan)
(seni) bertujuan untuk memenuhi anak, dan berkat latihan (belajar) itu
kebutuhan personal, memelihara kesadaran anak atau individu anggota masyarakat
sosial, dan menyalurkan warisan budaya. dintegrasikan ke dalam kebudayaannya
Secara spesifik dikatakan olehnya bahwa (lihat: Baker, 1990). Proses pendidikan
pendidikan seni berfungsi sebagai tonggak itu dapat berlangsung atau terselenggara
dari pengembangan personal, sosial, dan secara formal (di sekolah), non-formal (di
tanggung jawab sejarah dari pendidikan masyarakat), dan informal (dalam
umum. Pendidikan seni dapat menjadi sarana keluarga) yang dikenal sebagai tripusat
pendorong pemenuhan kebutuhan personal pendidikan. Perbedaaan penyelenggaraan
anak untuk menanggapi dunia mereka, dan pendidikan itu, tentu memunculkan sistem
UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 71
UNNES JOURNALS
72 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni
UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 73
UNNES JOURNALS
74 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni
UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi XII no 1 Januari 2018 75
Kayam, U. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Rohidi, T.R.dkk. 1994. Pendekatan Sistem Sosial
Jakarta: Sinar Harapan. Budaya dalam Pendidikan. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Koetjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian
Masyarakat. Jakarta: P.T. Gramedia. Rohidi, T.R. 2011. Metodologi Penelitian Seni.
Semarang: Cipta Prima Nusantara.
______________. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Bina Aksara. _________. 2014. Pendidikan Seni, Isu dan
Paradigma. Semarang: Cipta Prima
Kroeber, A.L and Kluckhohn, C. 1952. Culture A Nusantara.
Critical Review of Concept and Definition.
Cambridge, Massachusetts, USA: Salam, S. 2003. “Justifikasi Pendidikan Seni di
Published by The Museum. Sekolah Umum” dalam: Warsono (eds.)
Bunga Rampai Kajian Seni Rupa dalam
Kenangan Purnatugas Prof. Drs. Suwaji
Bastomi. Fakultas Bahasa dan Seni
Lasmawan, W. 2008. “Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Hal 9-24.
Teknohumanistik (Pengembangan Model
Pertahanan dan Keamanan Berbasis
Soft Security)”. Makalah. Singaraja: KNPI Soehardjo, A.J. 2012. Pendidikan Seni dari Konsep
Kabupaten Buleleng. sampai Program. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Lansing, K.M. 1969. Art, Artists, and Art Education.
New York: Mc Graw-Hill Book Company. Spradley, J.P. 1972. Culture and Cognition: Rules,
Maps, and Plans. New York : Chandler
Lindholm, C. 2007. Culture and Identity, The Publishing Company, USA.
History, Theory and Practice of Philosopical
Anthroplogy. Boston: Mc.Graw-Hill, USA. ___________. 1997. Metode Etnografi. Terjemahan:
Misbah Yulia Elizabeth. Yogyakarta: P.T.
Miles, M.B dan Hubermen, A.M. 1992. Analisis Tiara Wacana Yogya.
Data Kualitatif. Terjemahan : T.R. Rohidi.
Jakarta: Penerbit U.I Press. Sugiharto. ed. 2013. Untuk Apa Seni. Bandung:
Matahari.
Otten, C.M. 1971. Anthropology and Art: Reading
in Cross-Cultural Aethetics. New York: Triyanto. 2017. Spirit Ideologis Pendidikan Seni.
Garden City. Semarang: Cipta Prima Nusantara.
Parsons, T. 1964. The Social System. New York: Unesco. 2006. “Road Map for Art Education”,
The Free Press. The World Conference on Arts Education:
Building Creative Capacities for the 21st
Century, Lisbon, 6-9 March 2006 (diunduh
4 November 2013)
UNNES JOURNALS
76 Triyanto. Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni
UNNES JOURNALS