Tambahan CSCR
Tambahan CSCR
Disusun oleh :
ESTER A. J. PANGGABEAN
070100110
Supervisor
dr. MARINA YUSNITA ALBAR Sp.M
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Marina Yusnita Albar, Sp.M selaku
pembimbing dan dr. Musda selaku PPDS pembimbing sehingga karya tulis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Karya tulis ini berjudul “Central Serous Chorioretinopathy”. Karya tulis ini
disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, besar harapan penulis semoga karya tulis ini bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk itulah penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai Central Serous
Chorioretinopathy, selain sebagai tugas telaah ilmiah sebagai syarat untuk
menjalani kegiatan kepanitraan senior (KKS) di departemen Ilmu Penyakit Mata
RSUP Haji Adam Malik Medan, telaah ilmiah ini juga diharapkan dapat
digunakan pembaca untuk menambah ilmu, khususnya mengenai Central Serous
Chorioretinopathy .
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Retina
2.1.1. Anatomi
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.1Retina terdiri atas sepuluh lapisan dan berisi
sel batang dan kerucut, yang merupakan reseptor visual, ditambah empat jenis
neuron: sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal, dan sel amakrin. 2 Retina terbentuk
dari evaginasi vesikel sefalik anterior atau proensefalon. Sewaktu vesikel optik
ini berkontak dengan ektoderm permukaan, secara berangsur bagian pusatnya
mengalami invaginasi, yang membentuk mangkuk optik berdinding ganda. Pada
orang dewasa, dinding luar menjadi membran tipis yang disebut epitel pigmen;
bagian optik atau fungsional dari retina—retina neural—berkembang dari lapisan
dalam.3
2
sel-sel ini membentuk sekurang-kurangnya 38 jenis sinaps yang berbeda satu
sama lain. Retina pars optika terdiri atas lapisan luar sel-sel fotosensitif, yaitu sel
batang dan sel kerucut; lapisan tengah neuron bipolar, yang menghubungkan sel
batang dan sel kerucut dengan sel-sel ganglion; dan lapisan dalam sel-sel
ganglion, yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui dendritnya dan
mengirimkan akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini berkumpul pada
papilla optikus dan membentuk nervus optikus.3,4
Di antara lapisan batang dan kerucut dan sel-sel bipolar, terdapat daerah
yang disebut lapisan pleksiform luar atau lapisan sinaptik, tempat terbentuknya
sinaps antara kedua jenis sel tersebut (fotoreseptor dan bipolar). Daerah tempat
terbentuknya sinaps antara sel bipolar dan sel ganglion disebut lapisan pleksiform
dalam. Retina memiliki struktur terbalik karena cahaya mula-mula melintasi
lapisan ganglion dan kemudian lapisan bipolar sebelum mencapai lapisan batang
dan kerucut.3,4,5
Sel batang dan kerucut, yang diberi nama sesuai bentuknya, adalah neuron
yang terpolarisasi;pada satu kutub terdapat satu dendrit fotosensitif, dan pada
kutub yang lain terdapat sinaps dengan sel lapisan bipolar. Sel batang dan kerucut
dapat dibagi menjadi segmen luar dan segmen dalam, daerah inti, dan daerah
sinaps. Segmen luar merupakan modifikasi silia dan mengandung tumpukan
kantung-kantung berlapis membran berbentuk cakram gepeng. Pigmen
fotosensitif retina terdapat di dalam membran kantung-kantung ini. Sel batang
dan sel kerucut menembus lapisan tipis, yakni membrane limitans eksterna, yang
merupakan sederetan kompleks pertautan antara sel fotoreseptor dan sel glia retina
(sel Muller). Inti sel kerucut biasanya terletak di dekat membran limitans,
sedangkan inti sel batang berada dekat dengan pusat segmen dalam.2,3,5
Sel batang adalah sel tipis yang memanjang (50x3 µm) dan terdiri atas 2
bagian. Bagian fotosensitif luar berbentuk batang, dan terutama terdiri atas banyak
(600-1000) cakram gepeng bermembran yang bertumpuk seperti uang logam.
3
Cakram dalam batang tidak berhubungan dengan membrane plasma; segmen luar
dipisahkan dari segmen dalam oleh suatu penyempitan. Cakram gepeng di sel
batang mengandung pigmen yang disebut rhodopsin, yang memutih oleh cahaya
dan menginisiasi rangsangan visual. Diperkirakan bahwa retina manusia memiliki
sekitar 120 juta sel batang. Sel-sel ini sangat sensitif terhadap cahaya dan
dipandang sebagai reseptor yang terpakai bila intensitas cahaya rendah, seperti
pada waktu senja atau pada malam hari.3,4,6
Sel batang dan kerucut, yang terdapat setelah koroid, bersinaps dengan sel
bipolar, dan sel bipolar bersinaps dengan sel ganglion. Akson dari sel ganglion
berkumpul dan meninggalkan mata sebagai saraf optik. Sel horisontal
menghubungkan sel-sel reseptor pada sel-sel reseptor lainnya di lapisan
pleksiform luar. Sel amakrin menghubungkan sel ganglion satu sama lain di
lapisan pleksiform dalam. Sel amakrin tidak memiliki akson, dan proses ini
membuat kedua koneksi pre- dan postsinaptik dengan elemen saraf tetangga. Gap
junction juga menghubungkan neuron retina satu sama lain.2,3,4,5
Karena lapisan reseptor retina terletak pada epitel pigmen tepat di sebelah
koroid, sinar cahaya harus melewati sel ganglion dan lapisan sel bipolar untuk
mencapai batang dan kerucut. Epitel pigmen menyerap sinar cahaya, mencegah
4
pantulan sinar kembali melalui retina. Refleksi seperti itu akan menghasilkan
kekaburan dari gambar visual. Unsur-unsur saraf retina terikat bersama oleh sel
glial disebut sel Muller. Proses sel-sel ini membentuk membran pembatas internal
pada permukaan dalam retina dan membran pembatas eksternal pada lapisan
reseptor. Saraf optik meninggalkan mata dan pembuluh darah retina masuk ke
mata pada titik 3 mm medial dan sedikit di atas kutub posterior bola mata.
Wilayah ini dapat dilihat denganoptalmoskop sebagai diskus optik us. Tidak ada
reseptor visual yang melapisi diskus, dan akibatnya tempat ini buta (blind spot).
2,3,4
5
berharga dalam diagnosis dan evaluasi diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit
lain yang mempengaruhi pembuluh darah. Pembuluh retina memberi makan ke
selbipolar dan sel ganglion, tetapi sebagian besar reseptor dipelihara oleh pleksus
kapiler di koroid. Inilah sebabnya mengapa ablasi retina sangat merusak sel-sel
reseptor. 2, 5,6,7
2.1.2. Fisiologi
Perubahan potensial yang memulai potensial aksi di retina dihasilkan oleh
adanya cahaya pada senyawa fotosensitif dalam sel batang dan kerucut. Ketika
cahaya diserap oleh zat ini, perubahan struktur, dan perubahan ini memicu urutan
kejadian yang memulai aktivitas saraf.3,8,9
Saluran Na+ di segmen luar dari sel batang dan kerucut terbuka dalam gelap,
sehingga Na+ mengalir dari segmen dalam ke segmen luar. Na+ juga mengalir ke
akhir sinaptik dari fotoreseptor. Na +-K + ATPase pada segmen dalam
mempertahankan keseimbangan ion. Pelepasan neurotransmiter sinaptik stabil
dalam gelap. Ketika cahaya menyerang segmen luar, reaksi yang diinisiasi
menutup beberapa saluran Na2, dan hasilnya adalah potensial reseptor yang
terhiperpolarisasi. Hiperpolarisasi ini mengurangi pelepasan neurotransmiter
sinaptik, dan ini menghasilkan sinyal yang pada akhirnya menyebabkan potensial
aksi pada sel ganglion. Potensial aksi ditransmisikan ke otak. 3,8,9
6
Senyawa fotosensitif di mata manusia dan mamalia kebanyakan terdiri dari
protein yang disebut opsin, dan retinen1, aldehid vitamin A1. Istilah retinen1
digunakan untuk membedakan senyawa ini dari retinen 2, yang ditemukan di mata
beberapa spesies hewan. Karena retinen adalah senyawa aldehida, senyawa ini
juga disebut retinal. Dalam gelap, retinen1 di rhodopsin ada dalam konfigurasi 11-
cis. Tugas dari cahaya adalah hanya untuk mengubah bentuk retinen,
mengubahnya menjadi semua isomer all-trans. Hal ini pada gilirannya mengubah
konfigurasi opsin, dan perubahan opsin mengaktifkan protein G heterotrimerik
terkait, yang dalam hal ini disebut transdusin atau G t1. Protein G mengubah GDP
menjadi GTP, dan subunit α terpisah. Subunit ini tetap aktif hingga aktivitas
GTPase menghidrolisis GTP. Pemutusan aktivitas transdusin juga dipercepat oleh
ikatannya dari β-arrestin. Subunit α mengaktifkan cGMP fosfodiesterase, yang
mengubah cGMP menjadi 5'-GMP. cGMP biasanya bekerja langsung pada
saluran Na+ untuk mempertahankannya dalam posisi terbuka, sehingga penurunan
konsentrasi cGMP sitoplasma menyebabkan beberapa saluran Na + menutup. Ini
menghasilkan hiperpolarisasi potensial. 2,4,5,6,7
7
Setelah retinen1 dikonversi ke konfigurasi all-trans, retinen1 terpisah dari
opsin (bleaching). Beberapa rhodopsin dibuat ulang secara langsung, sementara
beberapa retinen1 berkurang oleh enzim alkohol dehidrogenase dengan adanya
NADH menjadi vitamin A1, dan ini pada gilirannya bereaksi dengan scotopsin
untuk membentuk rhodopsin. Semua reaksi ini kecuali pembentukan isomer all-
trans dari retinen1 independen terhadap intensitas cahaya, berjalan sama baiknya
dalam cahaya atau gelap. Jumlah rhodopsin dalam reseptor karena itu berbanding
terbalik dengan tingkat cahaya yang ada. 2,4,5,6,9
8
Karakteristik dari sel ganglion dan bipolar (serta sel-sel genikulatum
lateralis dan sel-sel dalam lapisan 4 dari korteks visual) adalah bahwa mereka
berespon paling baik terhadap stimulus sirkular yang kecil dan bahwa, dalam
bidang reseptif, suatu anulus cahaya sekitar pusat menghambat respon ke tempat
pusat. Pusat ini dapat tereksitasi dengan neuroinhibitor. 2,4,5,6,7
9
dari fotoreseptor diaktifkan secara sentral. Penghambatan respon terhadap
pencahayaan sentral dengan peningkatan pencahayaan sekitarnya adalah contoh
dari inhibisi lateral atau aferen—membentuk inhibisi dari aktivasi unit saraf
tertentu yang terkait dengan penghambatan aktivitas unit di dekatnya. Ini adalah
fenomena umum dalam sistem sensorik mamalia dan membantu untuk
mempertajam stimulus dan meningkatkan kemampuan membedakan sesuatu.
2,4,5,6,7
10
2.2.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Biasanya, CSCR dialami pria berusia 20 sampai 50 tahun. Tidak ada kasus
dilaporkan terjadi pada orang yang lebih muda dari 20 tahun. Pada pasien yang
lebih tua dari 50 tahun, CSCR dapat terjadi, tetapi bisa menjadi sulit dibedakan
dengan usia degenerasi terkait makula.10 Meningkatnya frekuensi dialami oleh
individu yang terlibat dalam pekerjaan yang menuntut kemampuan visual yang
menampilkan ciri kepribadian tipe A atau yang sedang mengalami ketegangan
fisik atau stres emosional.10,11
Riwayat sakit kepala migrain dapat dipikirkan. CSC juga telah dikaitkan dengan
agen vasokonstriksi, hiperkortisol endogen, merokok, dan penggunaan
kortikosteroid sistemik (oral, intranasal, dan inhalasi), agen psikofarmakologi
alkohol, antibiotik (oral), dan antihistamin (oral).10,11,13 Sebuah penelitian
menunjukkan terjadi CSCR setelah dilakukan Keratektomi Fotorefraktif dan
LASIK, tapi angka kejadian sangat rendah sehingga dianggap tidak ada
hubungannya dengan CSCR itu sendiri.14
2.2.3. Etiologi
Penyebab CSCR tidak diketahui; tidak terdapat bukti yang meyakinkan
bahwa penyakit bersifat infeksiosa atau disebabkan oleh distrofi epitel pigmen
retina.1 Pemahaman akan akumulasi patogenik dari cairan retina subneural di
daerah makula masih sangat terbatas. Sudah diketahui bahwa cairan retina
subneural berasal dari koroid. Kebocoran pewarna melalui defek fokal abnormal
pada level RPE dan akumulasi dalam ruang retina subneural terlihat jelas pada
angiografi floresens. 10,11,15
11
2.2.4. Patofisiologi
Beberapa hipotesis yang dikemukakan untuk patofisiologi penyakit ini
antara lain adalah transport ion yang abnormal di seluruh epitel pigmen retina
(RPE/ retinal pigment epithelium) dan vaskulopati koroidal fokal. Penemuan
angiografi Indocyanine Green (ICG) telah menyoroti pentingnya sirkulasi koroid
dalam patogenesis CSCR. Angiografi ICG telah menunjukkan hipermeabilitas
multifokal dari koroid dan area-area hipofloresen yang diduga terjadi vaskulopati
koroid fokal yang lebih besar. Beberapa studi yang menggunakan
elektroretinografi multifokal menunjukkan disfungsi retina bilateral difus bahkan
ketika CSCR aktif hanya pada satu mata. Studi ini mendukung keyakinan akan
efek sistemik difus pada pembuluh darah koroid. 10,11,15
12
Kortikosteroid memiliki pengaruh langsung terhadap ekspresi gen reseptor
adrenergik dan, dengan demikian, memberikan kontribusi pada efek keseluruhan
dari katekolamin pada patogenesis CSCR.2 Studi terbaru mengungkapkan bahwa
kortikosteroid dapat mempengaruhi produksi oksida nitrat, prostaglandin, dan
radikal bebas dalam sirkulasi koroidal, yang mana ketiga produk itu berpartisipasi
dalam autoregulasi dari aliran darah di koroid. 10,11,15
Pemeriksaan klinis menunjukkan ablasi retina serosa tapi tidak ada darah
subretinal. Ablasi retina neurosensorik mungkin sangat halus, dan membutuhkan
pemeriksaan lensa kontak untuk mendeteksinya. Pelepasan pigmen epitel , bintik
dan atrofi RPE, fibrin subretinal, dan, jarang, lipid subretinal atau bintik-bintik
juga lipofuscinoid dapat dilihat. 10,11,15
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fundus dengan slitlamp; adanya
pelepasan serosa retina sensorik tanpa peradangan mata, neovaskularisasi retina,
suatu lubang kecil optik, atau tumor koroid bersifat diagnostik. Lesi epitel
pigmen retina tampak sebagai bercak abu-abu kekuningan, bundar atau oval,
13
kecil yang ukurannya bervariasi dan mungkin sulit dideteksi tanpa bantuan
angiografi fluoresens. Zat warna fluoresens yang bocor dari koriokapilaris dapat
tertimbun di bawah epitel pigmen atau retina sensorik, sehingga menimbulkan
10,11,15,16
bermacam-macam pola termasuk konfigurasi cerobong asap. Angiografi
fluoresens dari epiteliopati pigmen yang difus memperlihatkan hiperfloresens
granular fokal yang berhubungan dengan defek dan penyumbatan yang
disebabkan atrofi dan gumpalan RPE dengan satu atau lebih area yang terus
mengalami kebocoran halus.9,17,18,19
Gambar 2.5 Angiografi floresens pada fase resirkulasi awal dari pasien dengan
pelepasan makula meurosensori terlokalisir11
14
Angiografi ICR menunjukkan area hiperfloresens lebih dini pada
angiogram dengan adanya hiperfloresens dan kebocoran pada pembuluh darah
koroidal. Sering, area kebocoran multiple dapat dilihat melalui angiografi ICG
bahkan ketika di angigragi floresens belum terlihat apapun.9,15,17
Secara khusus, CSCR harus dibedakan dari ablasi retina saraf yang terjadi
secara sekunder karena neovaskularisasi koroidal subretinal, vasculopati koroidal
polipoidal, atau lubang cakram optik. Ketiga penyakit ini meniru CSCR dengan
menghasilkan gejala klinis yang sama, termasuk ablasi retina saraf, perubahan
RPE, RPED, dan eksudat subretinal, tetapi mereka memiliki patofisiologi,
prognosis, dan pengobatan yang berbeda secara signifikan. Akibatnya, penyakit
ini harus dieksklusikan dengan angiografi floresens dalam semua kasus dugaan
CSCR. Jika tidak yakin dengan angiografi floresens, seseorang dapat melakukan
angiografi ICR. Angiografi ICR dari neovaskularisasi koroidal subretinal
biasanya mengungkapkan hanya satu bidang hiperfloresens yang semakin melebar
selama penelitian. Angiografi ICG dari vasculopati koroidal polipoidal
menunjukkan kaliber kecil, lesi vaskular koroidal polipoidal dan tidak ada bidang
hipermiabilitas; bijaksana untuk mengamati pasien dan mengulang angiografi 2
minggu kemudian. Suatu area kebocoran CSCR harus tetap konstan atau
kemunduran dengan waktu, sedangkan membran neovaskular koroidal
kemungkinan akan tumbuh. 10,11,14
2.2.8. Penatalaksanaan
15
Pengobatan dari CSC adalah fotokoagulasi laser pada lokasi kebocoran
floresens. Meskipun hal ini telah terbukti mengurangi durasi pelepasan serosa, itu
tidak berpengaruh pada prognosis akhir dari visual sehingga hanya pasien terpilih
yang dapat menjalaninya. Ini adalah satu-satunya terapi terbukti bermanfaat oleh
uji klinis yang besar.11
16
foveal. Mata dengan CSCR kronis dan tidak responsif terhadap perawatan laser
dapat melakukan dari terapi fotodinamik. 11
2.2.9. Prognosis
Sekitar 80% mata dengan CSCR mengalami resorpsi spontan cairan
subretina dan pemulihan ketajaman penglihatan normal dalam 6 bulan setelah
awitan gejala. Namun, walaupun ketajaman penglihatan normal, banyak pasien
mengalami defek penglihatan permanen, misalnya penurunan ketajaman kepekaan
terhadap warna, mikropsia, atau skotoma relatif; 20-30% akan mengalami
kekambuhan penyakit baik sekali maupun lebih dari sekali, dan pernah
dilaporkan adanya penyulit--termasuk neovaskularisasi subretina dan edema
macula sistoid kronik—pada pasien yang sering dan berkepanjangan mengalami
pelepasan serosa.9,11
BAB III
KESIMPULAN
17
akibat dari kebocoran setempat dari cairan koriokapilaris melalui suatu defek di
epitel pigmen retina.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan untuk patofisiologi penyakit ini
antara lain adalah transport ion yang abnormal di seluruh epitel pigmen retina
(RPE/ retinal pigment epithelium) dan vaskulopati koroidal fokal. Kepribadian
tipe A, hipertensi sistemik, dan obstructive sleep apnea dianggap memiliki
rhubungan dengan CSCR. Kortikosteroid memiliki pengaruh langsung terhadap
ekspresi gen reseptor adrenergik dan, dengan demikian, memberikan kontribusi
pada efek keseluruhan dari katekolamin pada patogenesis CSCR.
Manajemen komprehensif pasien-pasien dengan low vision mencakup
anamnesa lengkap mengenai metamorfosia sepihak yang merupakan gejala klasik
dari CSCR, penglihatan kabur unilateral, mikropsia, gangguan adaptasi gelap,
desaturasi warna, waktu pemulihan retina yang tertunda terhadap cahaya terang,
dan skotoma relatif. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan fundus dengan
slitlamp. Pengobatan dari CSC adalah fotokoagulasi laser pada lokasi kebocoran
floresens. Sekitar 80% mata dengan CSCR mengalami resorpsi spontan cairan
subretina dan pemulihan ketajaman penglihatan normal dalam 6 bulan setelah
awitan gejala.
DAFTAR PUSTAKA
18
2. Ganong, W. F. Vision. Pada: Ganong, W. F., Review of Medical Physiology.
21st Ed. The McGraw-Hill Companies. New York, 2003.
5. Guyton, A.C., Hall, J. E. The Eye: II. Receptor and Neural Function of the
Retina. Pada: Guyton, A.C., Hall, J. E. Textbook of Medical Physiology, 11th
Ed .Elsevier Inc. Pennsylvania. 2006: 626-639.
6. Scanlon, V.C., Sanders, T. The Senses: The Eye. Pada: Scanlon, V.C.,
Sanders, T. Essentials of Anatomy and Physiology, 5th Ed. F. A. Davis
Company, Philadelphia. 2007: 202-210
7. Seeley, T. H., et al. The Special Senses. Pada: Seeley, T. H., et al. (Eds).
Gabbe: Seeley-Stephens-Tate: Anatomy and Physiology, 6th Ed. The McGraw-
Hill Companies. New York, 2004: 511-522.
19
10. Oh, K. T., 2011. Central Serous Chorioretinopathy. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1227025 [Accessed: June 20th, 2012]
14. Moshirfar, M., et al., 2011. Clinical Study: The Incidence of Central Serous
Chorioretinopathy after Photorefractive Keratectomy and Laser In Situ
Keratomileusis. Hindawi Publishing Corporation Journal of Ophthalmology
Volume 2012. Diperoleh dari:
http://www.hindawi.com/journals/jop/2012/904215/ [Diakses 20 Juni 2012]
16. Spaide R. F. Autofluorescence from the Outer Retina and Subretinal Space.
Pada: Holz, F. G., Schmitz-Valckenberg, S., Spaide, R. F. , Bird, A. C. (Eds).
Atlas of Fundus Autofluorescence Imaging. Springer Inc., Germany. 2007.:
241-247.
17. Staurenghi, G., Levi, G., Pedenovi, S., Veronese, C. New Developments in
cSLO Fundus Imaging: Fundus Autofluorescence in Acute and Chronic
20
Central Serous Chorioretinopathy. Pada: Holz, F. G., Spaide, R. F. Essentials
In Ophthalmology: Medical Retina. Springer Inc., Germany. 2007. p27.
20. Caccavale, A., et al., 2010. Low-Dose Aspirin As Treatment For Central
Serous Chorioretinopathy. Dove Press Journal: Clinical Ophthalmology,
Vol.4. Diperoleh dari: http://www.dovepress.com/low-dose-aspirin-as-
treatment-for-central-serous-chorioretinopathy-peer-reviewed-article-OPTH-
recommendation [Diakses 20 Juni 2012]
21