Anda di halaman 1dari 13

TUGAS EMERGENCY PSIKIATRI

Bunuh Diri

(Suicide)

DISUSUN OLEH :

Rayhan Fachrudin (20204010160)


Ruti Ayu Nabila (20204010239)
Larasati Nikita Nareswari Kusnanto (20204010257)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa


Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bunuh diri didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan oleh perilaku merugikan
yang diarahkan ke diri sendiri dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut.
Upaya bunuh diri adalah perilaku non-fatal, diarahkan ke diri sendiri, dan berpotensi
merugikan dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut. oleh karena itu,
bunuh diri termasuk masalah kesehatan masyarakat yang utama. Menurut data dari WHO
(2017), terdapat adanya sekitar satu juta kematian yang disebabkan oleh bunuh diri, dimana
tingkat bunuh diri usia standar global adalah 11.4 per 100,000 dari populasi (15,0 untuk pria
dan 8,0 untuk wanita). Untuk setiap kasus bunuh diri, terdapat banyak upaya untuk bunuh
diri yang terjadi. Menurut estimasi, WHO menegaskan bahwa di masa depan, tingkat bunuh
diri akan terus meningkat berdasarkan penelitian WHO yang menyatakan bahwa dalam 15
tahun kedepan tingkat bunuh diri akan melewati batas satu juta. (WHO, 2017)
Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO, Indonesia memiliki tingkat bunuh diri 3.7
per 100,000 dari populasi. Dapat dikatakan bahwa bila tidak ada upaya untuk mencegah
terjadinya bunuh diri, tingkat bunuh diri di Indonesia dapat terus meningkat dari tahun ke
tahun. Provinsi dengan tingkat bunuh diri tertinggi pada anak-anak dan remaja di Indonesia
adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari 5 kabupaten yang ada di Yogyakarta, Gunung
Kidul merupakan contributor terbesar dari tingkat bunuh diri selama 5 tahun berturut-turut
dari 2013-2017. Pada tahun 2017, terdapat adanya 26 kasus bunuh diri di kabupaten Gunung
Kidul. (Setyowati & Suyatno, 2020)
Di balik setiap bunuh diri dan upaya bunuh diri terdapat suatu perjuangan jangka
panjang dari individu-individu ini serta pengalaman trauma dan kesusahan di antara kerabat
dan teman mereka. Dari data yang telah diteliti, terbukti bahwa pencegahan bunuh diri adalah
prioritas global. Sebagai tenaga kesehatan, segala upaya harus dilakukan untuk meningkatkan
pencegahan bunuh diri untuk meningkatkan identifikasi, intervensi, dan pencegahan bunuh
diri dan perilaku bunuh diri.
Bunuh diri adalah fenomena yang sangat kompleks dan beragam, dengan banyak
variabel yang mempengaruhinya. Ini dapat ditentukan oleh interaksi antara berbagai faktor,
seperti neurobiologi, riwayat pribadi dan keluarga, peristiwa stres, dan lingkungan
sosiokultural. (Turecki & Brent, 2016) Mengingat ini adalah salah satu perilaku manusia
yang paling parah, mengidentifikasi proses psikologis yang dapat mengarah pada ide dan
perilaku bunuh diri.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, ingin diketahui apakah pengertian,
etiologi, faktor resiko, tanda peringatan, faktor pelindung mencegah, dan tatalaksana dari
bunuh diri?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, etiologi, faktor resiko, tanda peringatan, faktor pelindung
mencegah, dan tatalaksana dari bunuh diri.
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pengertian

Menurut kamus Oxford Suicide is the action of killing oneself intentionally, bunuh diri
merupakan tindakan membunuh diri dengan sengaja. Scheidman mendefinisikannya sebagai
"tindakan sadar pemusnahan yang diinduksi sendiri, paling baik dipahami sebagai malaise
multidimensi dalam individu yang membutuhkan yang mendefinisikan masalah di mana tindakan
bunuh diri dianggap sebagai solusi terbaik." (Mesango et al., 2008)
Dalam Buku Synopsis of Psychology edisi ke-8 dan Suicide behavior practice guidelines
for assessment and treatment of patients with suicidal behavior, mendefenisikan bunuh diri
dengan istilah-istilah sebagai berikut:

1. Bunuh diri (Suicide): kematian yang dilakukan sendiri dengan bukti bahwa orang
tersebut bermaksud untuk mati
2. Upaya bunuh diri (Suicide attempt): perilaku yang merugikan diri sendiri dengan
hasil yang tidak fatal.
3. Ide bunuh diri (Suicide ideation): pikiran tentang bunuh diri. Ide bunuh diri dapat
bervariasi dalam keseriusan tergantung pada kekhususan rencana bunuh diri dan
tingkat niat bunuh diri.
4. Kematian perilaku bunuh diri (Lethality of suicide behaviour): bahaya obyektif
terhadap kehidupan yang terkait dengan metode bunuh diri.
5. Menyakiti diri sendiri dengan sengaja (Deliberate selfharm): tindakan merugikan
tanpa niat untuk mati.

Teori yang diajukan oleh Van Orden et al., dalam artikel The interpersonal theory of
suicide, menyatakan bahwa pikiran untuk bunuh diri muncul ketika tingkat beban yang dirasakan
(didefinisikan sebagai merasakan sebagai beban untuk orang lain) dan kurangnya rasa dimiliki
(didefinisikan sebagai perasaan bahwa tidak terlibat dan dikasihi) tinggi. Pikiran bunuh diri
diterjemahkan ke dalam upaya bunuh diri ketika kemampuan untuk bunuh diri juga hadir (Van
Orden et al., 2010).
B. Etiologi 
Penelitian studi pustaka yang dilakukan oleh Masango, Rataemane & Motojesi (2008)
telah mengumpulkan berbagai literatur dan mengelompokkan pemahaman mengenai perspektif
teoritis tentang bunuh diri terbagi atas tiga teori, yaitu Teori Sosial, Teori Psikologi, dan Faktor
Biologi (Mesango et al., 2008).

1. Teori Sosial
Dalam upaya untuk menjelaskan pola statistik bunuh diri Emile Durkheim,
seorang sosiolog Perancis, membagi teori sosial menjadi tiga kategori: egois, altruistik
dan anomik.
a) Egoistic
Ini mengacu pada orang-orang yang tidak terikat kuat ke dalam
kelompok sosial mana pun. Kurangnya integrasi keluarga menjelaskan
mengapa yang belum menikah lebih rentan untuk bunuh diri daripada
yang sudah menikah. Ini juga menjelaskan mengapa pasangan dengan
anak-anak adalah kelompok yang paling terlindungi dari semua kelompok
lain yang dipelajari. Durkheim juga percaya bahwa masyarakat pedesaan
memiliki lebih banyak integrasi sosial daripada daerah perkotaan,
karenanya tingkat bunuh diri rendah.
b) Altruistic
Durkheim percaya bahwa individu yang dermawan cenderung
bunuh diri karena integrasi mereka yang berlebihan ke dalam suatu
kelompok. Bunuh diri dipandang sebagai hasil dari integrasi tersebut.
c) Anomic
Ini mengacu pada ketidakstabilan sosial, dengan rusaknya standar
dan nilai sosial. Diyakini bahwa integrasi kelompok ini ke dalam
masyarakat terganggu. Individu dalam kelompok ini dengan demikian
dirampas dari norma-norma perilaku adat. Ini menjelaskan mengapa
mereka yang mengalami perubahan negatif dan lebih rentan untuk bunuh
diri.
2. Teori Psikologi
Orang yang menderita kehilangan benda yang dicintai mengalami efek yang luar
biasa seperti amarah dan rasa bersalah. Mereka adalah orang-orang yang paling mungkin
memerankan fantasi bunuh diri. Pasien bunuh diri menggunakan keasyikan dengan bunuh
diri sebagai cara untuk melawan depresi yang tak tertahankan. Rasa putus asa adalah
indikator risiko bunuh diri jangka panjang. Upaya bunuh diri dapat menyebabkan depresi
yang sudah berlangsung lama menghilang, terutama jika itu memenuhi kebutuhan pasien
akan hukuman. Orang yang depresi mungkin juga mencoba bunuh diri saat mereka
tampaknya sedang pulih dari depresinya.

3. Faktor Biologi
a) Genetik
Risiko bunuh diri empat kali lebih besar di antara kerabat pasien psikiatri
yang telah melakukan bunuh diri. Dalam keluarga dengan beban genetik yang
tinggi untuk gangguan mood, tingkat bunuh diri lebih tinggi. Faktor genetik untuk
bunuh diri mungkin sebagai tambahan dari transmisi genetik dari gangguan
mental.
b) Neurochemistry
Studi yang dilakukan pada hubungan antara triptofan hidroksilase dan
riwayat hidup berbagai upaya bunuh diri telah mengungkapkan bahwa mungkin
ada faktor genetik. Apolimorfisme pada manusia dengan dua alel telah ditemukan.
Ini mungkin terkait dengan kelainan dalam kontrol sistem serotonin. Penurunan
kadar serotonin menyebabkan penurunan asam 5-hidroksiindolasetat (5HIAA)
dalam cairan serebrospinal (CSF). Hal ini ditemukan pada pasien depresi yang
mencoba bunuh diri. 
Pada seseorang yang rentan secara emosional, mereka telah meningkatkan
aktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal, meningkatkan ekskresi kortisol
urin 24 jam, respons hormon perangsang tirotrofik plasma (TSH) tumpul terhadap
hormon pelepas tirotrofik (TRH), kelainan konduktansi kulit, perubahan rasio
katekolamin urin, penurunan dalam serotonin trombosit serotonin dan tingkat
rendah trombosit monoamine oksidase (MOA).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rory C. O’Connor dan Olivia J. Kirtley,
menggagas suatu konsep yang mendukung terjadinya bunuh diri, yang disebut dengan Integrater
Motvational-Volitional (IMV). Model IMV adalah model tri-partite yang menggambarkan
konteks biopsikososial di mana ide dan perilaku bunuh diri dapat muncul (fase pra-motivasi),
faktor-faktor yang menyebabkan munculnya ide bunuh diri (fase motivasi) dan faktor-faktor
yang mengatur transisi dari ide bunuh diri hingga upaya bunuh diri atau kematian karena bunuh
diri (fase kemauan) (O’Connor & Kirtley, 2018).
C. Faktor Resiko
Faktor risiko adalah jenis korelasi yang mengakibat sesuatu dapat terjadi dan dapat
digunakan untuk membagi populasi menjadi kelompok berisiko tinggi dan rendah. Ada beberapa
faktor yang terkait dengan peningkatan risiko bunuh diri. Diantaranya adalah jenis kelamin, usia,
agama, status perkawinan, dan pekerjaan atau sifat profesinya (Mesango et al., 2008).
1. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari faktor usia, jenis kelamin, status pernikahan, etnik,
agama, dan pekerjaan
2. Diagnosis kejiwaan dan gejala kejiwaan
Sekitar 90% orang yang bunuh diri memiliki diagnosis gangguan jiwa. Depresi paling
sering dikaitkan dengan bunuh diri. Diperkirakan 400 per 100.000 pasien pria yang
depresi dan 180 per 100.000 pasien wanita yang depresi melakukan bunuh diri.
3. Riwayat Bunuh Diri
Kehadiran rencana dan upaya ide bunuh diri saat ini dikaitkan dengan risiko bunuh
diri yang tinggi. Risikonya lebih tinggi jika ada adalah beberapa upaya, jika
direncanakan, dengan kemungkinan penyelamatan yang rendah, penggunaan metode
yang mematikan, niat tinggi untuk meninggal atau menyebabkan komplikasi medis
yang serius.
4. Riwayat Penyakit 
Ini termasuk kondisi medis seperti keganasan, penyakit jantung, HIV / AIDS, penyakit
paru obstruktif kronik. Faktor lain termasuk stres psikososial, riwayat bunuh diri
dalam keluarga dan penyakit mental.
5. Kekuatan dan kelemahan seorang pribadi
Hal ini berkaitan dengan kurangnya keterampilan mengatasi masalah, kurangnya
keterampilan memecahkan masalah, pesimisme, keputusasaan, perfeksionisme.
D. Tanda Bahaya
Cara termudah untuk mengintegrasikan tanda peringatan bunuh diri ke dalam praktik
klinis adalah dengan mempertimbangkan hubungannya dengan status mental. Dari perspektif
klinis, semua tanda peringatan berdampak pada status mental individu, bersama dengan
karakteristik yang dapat diamati (sebuah tanda) dan subyektif (hal yang diekspresikan oleh
pasien) yang tidak konsisten dengan banyak model penjelasan bunuh diri.
Penting bagi dokter untuk sangat menyadari bukti keputusasaan, amarah, peningkatan
penyalahgunaan zat, penarikan diri, kecemasan, agitasi, insomnia, perubahan suasana hati, dan
kurangnya alasan untuk hidup. Terdapat beberapa tanda bahaya dari perilaku bunuh diri yaitu:

1. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan (pengobatan dan / atau psikoterapi)


2. Penolakan untuk mengakses perawatan selama keadaan darurat
3. Penolakan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan terapi
4. Pikiran bunuh diri yang detail dan spesifik
5. Perilaku persiapan (misalnya, menulis surat atau jurnal, membeli asuransi jiwa,
mengatur surat wasiat)
6. Perilaku latihan (yaitu, mengakses dan meninjau metode untuk mati)
7. Kecerobohan dan perilaku pengambilan risiko yang terus-menerus
8. Ketidakmampuan menberikan alasan untuk hidup

Tanda dan gejala yang dapat diamati penting bagi mereka yang terbukti adanya psikopatologi
yang parah dan penyakit mental kronis (Rudd., 2008)

E. Pencegahan 
Ada beberapa karakteristik individu dan hal-hal yang dapat kita lakukan dalam komunitas
yang dapat membantu melindungi orang dari pikiran dan perilaku bunuh diri. Tidak banyak
penelitian tentang faktor-faktor pelindung ini seperti yang ada tentang faktor-faktor risiko, tetapi
mengidentifikasi dan memahami mereka sangat penting (Crosby et.al., 2011)
Faktor Pelindung:
1. Keterampilan mengatasi dan memecahkan masalah
2. Keyakinan budaya dan agama yang mencegah bunuh diri
3. Koneksi ke teman, keluarga, dan dukungan komunitas
4. Hubungan yang mendukung dengan penyedia perawatan
5. Ketersediaan perawatan kesehatan fisik dan mental
6. Membatasi akses yang memiliki risiko tinggi untuk melakukan bunuh diri

F. Tatalaksana
Guided imagery menggabungkan beragam teknik seperti fantasi, seni, visualisasi,
metafora, dan memanfaatkan ketidaksadaran untuk berkomunikasi pikiran sadar kita. Guided
imagery membuat individu untuk berfikir kreatif dengan mengabaikan permasalahannya, tiga
prinsip dari Guided imagery yaitu pertama menghubungkan pikiran dengan tubuh, dengan
mengisyaratkan kepada tubuh tentang perasaan dan pengalaman yang dialami saat berada pada
fase konsentrasi di alam bawah sadar. Prinsip kedua adalah bahwa jika kita membayangkan
sesuatu hal yang indah diubah kekeadaan kesadaran seolah-olah menjadi kenyataan dan dialami
oleh tubuh kita, aktivitas gelombang otak dan biokimia dapat berubah, yang dapat menyebabkan
kognitif (proses berpikir) dan perubahan emosional. Terakhir, locus of control adalah hal penting
dari konsep ini. 
Jika seseorang percaya dengan dirinya sendiri bahwa dia dapat mengontrol aspek
kehidupannya sendiri, sehingga harga diri meningkat. Tiga tujuan utama untuk penggunaan
metode ini meliputi yang berikut: pengurangan stres dan relaksasi, visualisasi aktif atau terarah,
dan pemanfaatan citra tubuh manusia untuk memperoleh kata dan gambar pada alam bawah
sadar.Langkah pertama adalah mengajarkan teknik relaksasi. Setelah klien dalam keadaan santai,
klien dapat memulai proses visualisasi. Guided imagery dapat menggunakan arahan, di mana
gambar ditimbulkan melalui proses sadar atau tidak sadar yang dapat membuat klien merasa
tenang dan nyaman. (Saputri et.al., 2020)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunuh diri didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan oleh perilaku merugikan
yang diarahkan ke diri sendiri dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut.
Upaya bunuh diri adalah perilaku non-fatal, diarahkan ke diri sendiri, dan berpotensi merugikan
dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut. Terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi tindakan bunuh diri seperti faktor sosial, biologis, dan psikologik. Bunuh diri
dapat dicegah dengan beberapa metode seperti melatih ketrampilan memecahkan masalah,
kesehatan fisik dan mental yang baik, serta mendalami hubungan dengan orang-orang disekitar.
Daftar Pustaka

Crosby, Alex, LaVonne Ortega, and Cindi Melanson. "Self-directed violence surveillance;
uniform definitions and recommended data elements." (2011).
Mesango, S., Rataemane, S., & Motojes, A. (2008). Suicide and suicide risk factors: A literature

review. SA Fam Pract, 50(6), 25–29.

O’Connor, R. C., & Kirtley, O. J. (2018). The integrated motivational–volitional model of

suicidal behaviour. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological

Sciences, 373(1754), 20170268. https://doi.org/10.1098/rstb.2017.0268

Rudd MD. Suicide warning signs in clinical practice. Curr Psychiatry Rep. 2008 Feb;10(1):87-
90. doi: 10.1007/s11920-008-0015-4. PMID: 18269900.
Saputri, Rosdiana, and Desi Ariana Rahayu. "Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi
Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi Berat." Ners Muda 1.3 (2020): 165-171.

Setyowati, S., & Suyatno, S. (2020). Spirituality and Depression with Self-Moving Trends in
Adolescents: Empirical Evidence in Yogyakarta, Indonesia.Indonesian Journal of Global
Health Research,2(4), 359-366. https://doi.org/10.37287/ijghr.v2i4.233

Turecki G, Brent DA. Suicide and suicidal behaviour. Lancet (2016) 387(10024):1227–39. doi:
10.1016/S0140-6736(15)00234-2
Van Orden, K. A., Witte, T. K., Cukrowicz, K. C., Braithwaite, S. R., Selby, E. A., & Joiner, T.

E. (2010). The interpersonal theory of suicide. Psychological Review, 117(2), 575–600.

https://doi.org/10.1037/a0018697

World Health Organization. Preventing suicide: a resource for media professionals, update
2017. Geneva: WHO (2017). Retrieved from
apps.who.int/iris/bitstream/10665/258814/1/WHO-MSD-MER-17.5-eng.pdf.

Anda mungkin juga menyukai