Anda di halaman 1dari 10

MANUSIA

SEBAGAI RATIONAL ANIMAL


 Perhatian kepada manusia di Yunani klasik dimulai sejak
munculnya para filsuf sofis yang mempertanyakan
tentang kemampuan manusia akan pengetahuan.
 Tapi seperti dikatakan Cassirer, fokus pemikiran para
filsuf klasik Yunani terhadap manusia dalam arti
sebenarnya dimulai sejak Socrates. Dia bertanya: siapa
itu manusia? Socrates tidak memberikan teori
kosmosentris seperti para filsuf alam sebelumnya.
Perhatian kepada manusia kemudian diteruskan oleh
murid-muridnya: Plato dan Aristoteles.
 Lewat Socrates, Plato, dan Aristoteles manusia
didefinisikan sebagai animal rationale (hewan yang
berakal budi). Ungkapan ini berarti bahwa manusia
terdiri dari dua unsur, yakni animal (aspek fisik, materi)
dan ratio (aspek rohani, forma, esensi).
 Perbedaan manusia dengan hewan terletak pada rasio
(jiwa). Hanya manusia yang memiliki rasio. Dengan kata
lain rasio merupakan garis demarkasi antara hewan dan
manusia. Perdebatan tentang adanya rasio pada jenis-
jenis hewan tertentu sama sekali tidak membantah
definisi manusia sebagai hewan berakal budi.
Rational Animal
 Sering diperdebatkan tentang siapa yang pertama kali
menggunakan istilah “hewan berakal budi” (rational animal).
Banyak orang mengatakan bahwa definisi rational animal
muncul pertama kali dalam metafisika Aristoteles.
 Manusia adalah makluk yang terus-menerus mencari dirinya,
kata Socrates.
 Banyak filsuf memberikan komentar tentang definisi rational
animal. Oscar Wilde (penyair) menyindir definisi ini dengan
mengatakan “man is a rational animal who always loses his
temper when called upon to act in accordance with the
dictates of reason”. Sedangkan Bertrand Russel mengatakan “It
has been said that man is a rational animal. All my life I have
been searching for evidence which could support this”.
Pandangan Socrates
 Socrates menegaskan ulang kata-kata terkenal dari orakel di
Delphi tentang perlunya pengenalan diri manusia (gnoti
seauton).
 Benda fisik dapat dijelaskan berdasarkan sifat-sifat obyektifnya,
tapi manusia hanya dapat dijelaskan berdasarkan kesadarannya.
Kodrat manusia hanya dapat dikenal dengan cara berfikir dialogis
dan dialektis.
 Menurut Socrates, manusia pada dasarnya tidak memiliki kodrat,
karena manusia adalah makluk yang tanpa henti mencari dirinya.
Manusia harus setiap saat menguji dan mengkaji secara cermat
kondisi-kondisi eksistensinya.
Pandangan Plato
 Pandangan manusia menurut Plato bersifat dualistik, mengacu pada
metafisikanya yang juga dualistik. Dia mengajarkan tentang dua dunia,
yakni dunia Idea dan dunia Materi.
 Dunia Idea adalah dunia yang sejati dan sebenarnya, yang bersifat kekal,
tak berubah, dan tak dapat diinderai sedangkan dunia materi hanyalah
bayang-bayang dari dunia Idea.
 Realitas fisik sehari-hari yang berubah, kata Plato dalam buku Republic,
bukan realitas yang sesungguhnya (realitas primer) tetapi hanya dunia
penampakan atau manifestasi fenomenal dari realitas sebenarnya yang
tak berubah.
 Topik ini dikemukakan dalam metafora gua yang terkenal itu
sehingga dunia fisik yang berubah digambarkan sebagai
bayang-bayang di tembok gua. Untuk mengenal dunia
sebenarnya penghuni gua harus memalingkan muka dari
bayang-bayang di tembok itu dan mencari terang yang
menyebabkan bayang-bayang itu , dan keluar dari gua untuk
mencari benda yang punya bayang-bayang tadi (menggunakan
intelek sebagai sumber utama pengatahuan, bukan
pancaindera).
 Menurut Plato, manusia terdiri dari jiwa dan tubuh
(penampakan dari realitas yang sebenarnya yakni jiwa).
 Menurut Plato, jiwa dan tubuh merupakan dua substansi yang
berbeda, yang satu bisa ada tanpa yang lain. Keduanya bisa
bereksistensi secara terpisah. Sebelum bersatu dengan
tubuh/jasmani, jiwa berada di dunia ide (pra-eksistensi jiwa).
Pada saat kematian, ketika tubuh hancur, jiwa kembali ke dunia
ide lagi.
Pandangan Rene Descartes
 Descartes pada dasarnya menolak definisi rational
animal. Descartes mengenal konsep skolastik
Aristotelian tentang manusia sebagai rational animal.
 Dalam Meditations on First Philosophy, dia menulis
What am I? Shall I say ‘a rational animal’? No; for then I
should have to inquire what an animal is, what
rationality is, and in this one question would lead me
down the slope to other harder ones” (Saya ini apa?
Haruskah saya katakan ‘hewan berakal budi’? Tidak;
karena dengan begitu saya harus mencari tahu hewan
itu apa, rasionalitas itu apa, dan pertanyaan ini akan
menjerumuskan saya ke pertanyaan-pertanyaan lain
yang lebih sulit).
 Descartes memang mengajarkan bahwa manusia terdiri dari
dua substansi berbeda, yakni jiwa dan tubuh. Jiwa adalah
pemikiran, tubuh adalah keluasan (ekstensi). Kedua substansi
itu berbeda satu sama lain. Tapi dia menganggap jiwa lebih
unggul dari tubuh sehingga mendefinisikan manusia sebagai
sesuatu yang berpikir, yaitu jiwa (a thinking thing, a mind).
 Manusia adalah sesuatu yang meragukan, mengerti,
membenarkan, menyangkal, yang menghendaki, yang tidak
menghendaki, dan juga mampu membayangkan, dan memiliki
persepsi indra (a thing that doubts, understands, affirms,
denies, is willing, is unwilling, and also imagines and has sense
perceptions).
 Dalam Passions of the Soul dan The Description of the Human
Body Descartes mengatakan bahwa tubuh bekerja seperti
mesin. Artinya tubuh memiliki sifat material. Sedangkan jiwa
(mind, soul) bersifat nonmaterial dan tidak mengikuti hukum
alam. Jiwa berinteraksi dengan tubuh di otak kecil (pineal
gland). Pandangan tentang hubungan jiwa dan tubuh yang
dikemukakan sebelum Descartes bersifat satu arah.
 Brenner, William H. 1989. Elements of Modern
Philosophy. New York: Prentice-Hall Publication Inc.
 Cassirer, Ernst. 1944. An Essay on Man.
 Bertens, K. 1975. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta:
Kanisius

Anda mungkin juga menyukai