Anda di halaman 1dari 35

RESUME

PARADIGMA PKN ABAD 21

Disusun oleh

CHINTYA OKTAVIANI

19129201

SEKSI 19 BB 03

DOSEN PEMBIMBING:

Dra. Reinita, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
A. Hakikat Pembukaan, Batang Tubuh , dan Penjelasan UUD 1945
Dalam sidang tahunan MPR, tahun 1999 disepakati untuk tidak mengubah pembukaan
UUD NKRI 1945 karena hal itu dipandang sudah final. Kesepakatan untuk tidak mengubah
pembukaan UUD 1945 dulu pernah dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS). Penegasan tersebut ditegaskan dalam ketetapan MPRS No.
XX/MPRS.1966. Dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 tentang
memorandum DPR-GR Mengenal Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan RI, Bagian I, No 3 sub C dinyatakan bahwa:
“Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan Kemerdekaan yang terperinci yang
mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila
sebagai Dasar Negara merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
oleh karena itu tdak dapat dirubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil pemilu, yang
berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD berwenang menetapkan dan merubah UUD karena
merubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara. Dalam kedudukannya yang demikian
tadi Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar dan sumber hukun dari batang tubuhnya.
Pernyataan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPR No.
III/MPR/1983 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/1998. Adapun pandangan atau dasar
pikiran yang melatarbelakangi ialah karena Pembukaan UD 1945:
- Mengandung cita-cita luhur Prklamasi Kemerdekaan 1945
- Memuat Pancasila sebagai Dasar Negara
- Merupakan satu kesatun dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
- Merubah isi Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan Negaa Proklamasi
Kemerdekaan Repblik Indonesia.

Penegasan ini ada kemiripan dengan pendatpat Notonagoro pada Seminar Pancasila
tahun 1955 yang mengatakan, Pembukaan UUD 1945 itu merupakan poko kaidah
Fundamental Negara Republik Indonesia dan mempunyai kedudukan tetap terlekat kepada
kelagsungan Negara Republik Indonesia atas Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Oleh karena itu, tidak dapat diubah dengan jalan hukum.
Menurut M. Tolchah Mansoer, merubah Pancasila berarti mengubah Negara Republik
Indonesia dan melenyapkan Pancasila berarti membubarkan Negara Republik Pancasilayang
dilahirkan berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.

1. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Tertib Hukum Tertinggi


Kedudukan UUD 1945, dalam kaitannya dengan tertib hukum Indonesia,
memiliki dua aspek yang sangat penting, yaitu memberikan faktor-faktor mutlak bagi
terwujudnya tertib hukum Indonesia dan termasuk dalam tertib hukum Indonesia sebagai
tertib hukum tertinggi. Sementara kedudukan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
Berdasarkan penjelasan tentang isinya Pembukaan UUD 1945  mengandung
pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan Negara Indonesia serta yang
mewujudkan suatu cita-cita hukum dengan menguasai dasar tertulis (UUD) maupun tidak
tertulis. Adapun pokok-pokok pikiran tersebut diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945
sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Sebagaiman isi yang terkandung dalam penjelasan resmi pembukaan UUD 1945,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 selanjutnya diwujudkan ke
dalam pasal-pasal UUD 1945 dan kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan
hukum positif dibawahnya seperti Ketetapan MPR. Maka seluruh peraturan perundang-
undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang mengandung
asas kerohanian negara atau dasar filsafat negara RI.
2. Pembukaan UUD 1945
Pada Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat unsur-unsur yang memuat
ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia, yaitu suatu
keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
Syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud meliputi empat hal, yaitu:
- Kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum.
- Adanya kesatuan asas kerohanian, yang merupakan dasar dari keseluruhan peraturan-
peraturan hukum dan sumber dari segala sumber hukum.
- Adanya kesatuan daerah di mana peraturan-peraturan hukum itu berlaku.
- Adanya kesatuan waktu, di mana sumber dari segala sumber hukum berlaku.
-
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai berikut:
- Pertama : Menjadi dasar tertib hukum, karena Pembukaan UUD 1945 memberikan
empat syarat adanya tertib hukum Indonesia.
- Kedua : Menjadi ketentuan hukum tertinggi, sesuai dengan kedudukannya sebagai asas
hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi) serta
peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah.
3. Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara Yang Fundamental
Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental yang menurut
ilmu hukum tata negara memiliki beberapa unsur mutlak antara lain:
a. Dari segi isinya, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar-dasar pokok negara sebagai
berikut :
- Dasar tujuan negara.
- Ketentuan diadakannya UUD Negara.
- Bentuk negara.
- Dasar filsafat negara (asas kerohanian negara)
b. Dalam hubungannya dengan pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945. Pembukaan
UUD 1945 mempunyai hakikat dan kedudukan sebagai berikut:
a)  Dalam hubungannya dengan tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945
mempunyai hakikat kedudukan yang terpisah dari batang tubuh UUD 1945.
b)  Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum tertinggi dan pada hakikatnya
mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada batang tubuh UUD 1945.
c)  Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang menentukan
adanya UUD 1945 yang menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis
maupun tidak tertulis, jadi merupakan sumber hukum dasar negara.
d)  Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang mengandung
pokok- pokok pikiran yang harus dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945.
Para ahli hukum memang berbeda pendapat mengenai hakikat dan kedudukan
Pembukaan UUD 1945 dalam hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945, walaupun
pada akhirnya mereka tiba pada suatu kesimpulan yang sejalan. Di satu pihak ada
pendapat yang mengatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya merupakan
satu kesatuan, sedangkan di pihak lain ada yang menyatakan bahwa keduanya terpisah.
Namun karena hakikat kedudukan Pembukaan UUD 1945 tersebut memiliki
kedudukan fundamental bagi kelangsungan hidup negara, kedua pendapat tersebut
akhirnya tiba pada kesimpulan sebagai berikut :
a) Sebagai pokok kaidah negara yang mempunyai kedudukan yang tetap dan tidak
berubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara yang telah dibentuk
b) Dalam tertib hukum, Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental memiliki kedudukan tertinggi, lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD
1945, sehingga secara hukum dapat dikatakan terpisah dari pasal-pasal UUD 1945.
Pengertian terpisah sebenarnya bukan berarti tidak memiliki hubungan sama
sekali tetapi terpisah di sini adalah keduanya mempunyai hakikat dan kedudukan sendiri-
sendiri, di mana Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pasal-
pasal UUD 1945, bahkan yang tertinggi dalam tertib hukum Indonesia.
4. Pembukaan UUD 1945 Tetap pada Kelangsungan Hidup Negara RI.
Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan hukum yang kuat bahkan secara
yuridis tidak dapat diubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara, hal ini
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
- Menurut tata hukum, suatu peraturan hukum hanya dapat diubah atau dihapuskan
oleh penguasa atau peraturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya daripada
penguasa yang menetapkannya.
- Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan suatu tertib hukum yang
tertinggi di negara RI. Selain itu, Pembukaan UUD 1945 mengandung faktor-
faktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia.
- Selain dari segi yuridisformal juga secara material, yaitu hakikat isi, Pembukaan
UUD 1945 tidak dapat diubah dan senantiasa melekat pada kelangsungan hidup
negara RI.
B. Pengertian Pembukaan, Aliniea dalam Pembukaan, dan Pokok Pikiran dalam
Pembukaan UUD 1945
1. Pengertian Pembukaan UUD 1945
Pembukaannya merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang berlaku di
Indonesia.Pembukaan UUD 1945 juga merupakan sumber motivasi dan aspirasi
perjuangan serta tekad bangsa Indonesia mencapai tujuannya.
2. Alinea dalam Pembukaan UUD 1945
a) Alinea Pertama
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan”.
Kalimat tersebut menunjukkan keteguhan dan kuatnya motivaasi bangsa
Indonesia untuk melawan penjajahan untuk merdeka, dengan demikian segala bentuk
penjajahan haram hukumnya dan segera harus dienyahkan dari muka bumi ini karena
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan keadilan.
Dalam alinea pertama tersebut terkandung suatu pengakuan tentang nilai ‘hak
kodrat’, yaitu yang tersimpul dalam  kalimat “Bahwa kemerdekaan adalah hak segala
bangsa...”. Hak kodrat adalah hak yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
yang melekat pada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam
pernyataan tersebut ditegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, bukan
hak individu saja sebagaimana deklarasi  negara liberal.
Bangsa adalah  sebagai suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai individu
dan makhluk sosial. Oleh karena sifatnya sebagai hak kodrat , maka bersifat mutlak
dan asasi dan hak tersebut merupakan hak moral juga. oleh karena sifatnya  yang
mutlak dan asasi maka ‘wajib kodrat’ dan ‘wajib moral’ bagi penjajah yang merampas
kemerdekaan bangsa lain untuk memberikan hak kemerdekaan tersebut. Pelanggaran
terhadap hak kemerdekaan tersebut adalah tidak sesuai dengan hakikat manusia (peri
kemanusiaan) dan hakikat adil (peri keadilan) dan atas pelanggaran tersebut maka
harus dilakukan suatu pemaksaan, yaitu bahwa penjajahan harus dihapuskan.
b) Alinea Kedua
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adildan makmur”.
Kalimat tersebut membuktikan adanya penghargaan atas perjuangnan bangsa
Indonesia selama ini dan menimbulkan kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat
dipisahkan dengan keadaan kemarin dan langkah sekarang akan menentukan keadaan
yang akan datang. Nilai-nilai yang tercermin dalam kalimat di atas adalah negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur hal ini perlu
diwujudkan. 
Berdasarkan prinsip yang bersifat universal pada alinea pertama tentang hak
kodrat akan kemerdekaan, maka bangsa Indonesia merealisasikan perjuangannya
dalam suatu cita-cita bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Alinea kedua ini sebagai suatu konsekuensi logis dari pernyataan akan
kemerdekaan pada alinea pertama.
Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di samping sebagai suatu bukti
objektif atas penjajahan pada bangsa Indonesia, juga sekaligus mewujudkan suatu
hasrat yang kuat dan bulat untuk menentukan nasib sendiri, terbebas dari kekuasaan
bangsa lain.
Hasil dari perjuangan bangsa Indonesia itu terjelma dalam suatu Negara
Indonesia. Menyusun suatu negara atas kemampuan dan kekuatan sendiri dan
selanjutnya untuk menuju pada suatu cita-cita bersama yaitu suatu masyarakat yang
berkeadilan dan berkemakmuran.
c) Alinea Ketiga
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaanya”.
Pernyataan ini bukan saja menengaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan
materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi
keyakinan menjadi spritualnya, bahwa maksud dan tujuannya menyatakan
kemerdekaannya atas berkah Allah Yang Maha Esa.
Pengakuan “Nilai religius”, yaitu dalam pernyataan atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa. Hal ini mengandung makna bahwa negara Indonesia mengakui
nilai-nilai religius, bahkan merupakan suatu dasar negara (sila pertama),sehingga
konsekuensinya merupakan dasar dari hukum positif negara maupun dasar moral
negara.
Secara filosofis bangsa Indonesia mengakui bahwa manusia adalah makhluk
Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga kemerdekaan dan negara Indonesia di samping
merupakan hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia. Juga yang terpenting adalah
merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pengakuan ‘nilai moral’ yang terkandung dalam pernyataan didorong oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Hal ini mengandung
makna bahwa nagara dan bangsa Indonesia mengkui nilai-nilai moral dan hak kodrat
untuk segala bangsa. Demikian juga nilai-nilai moral dan nilai kodrat tersebut
merupakan asas bagi kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia.
d) Alinea Keempat
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteran umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”.
Setelah dalam alinea pertama, kedua dan ketiga dijelaskan tentang alasan dasar
serta hubungan langsung dengan kemerdekaan, maka dalam alinea keempat sebagai
kelanjutan berdirinya negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dirinci
lebih lanjut tentang prinsip-prinsip serta pokok-pokok kaidah pembentukan
pemerintahan negara Indonesia. Dimana hal ini dapat disimpulkan dari kalimat
“...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia...”.
Pemerintahan dalam susunan kalimat “Pemerintahan Negara Indonesia...”, hal ini
dimaksudkan dalam pengertian sebagai penyelenggara seluruh aspek kegiatan negara
dan segala kelengkapannya (goverment) yang berbeda dengan pemerintahan negara
yang hanya menyangkut salah satu aspek saja dari kegiatan penyelenggaraan negara
yaitu aspek pelaksana.
3. Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
UUD 1945 harus dipahami secara utuh dimana, batang tubuh harus merupakan
sebuah pemenuhan kewajiban terhadap Pembukaan UUD yang mengandung nilai-nilai
paling dasar sebuah Konstitusi yang harus dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945
berdasarkan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 1945 merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia merupakan perumusan cita-cita bangsa Indonesia yang
terkandung dalam hati sanubarinya, suatu cita-cita moral yang hendak dicapai
BangsaIndonesia baik dalam lingkungan Bangsa Indonesia maupun dalam pergaulan
bangsa di dunia. Proklamasi merupakan Pernyataan Kemerdekaan "Declaration of
Independence" dari rakyat Indonesia. Pernyataan Kemerdekaan atau Proklamasi
Kemerdekaan 1ni merupakan sumber hukum dari adanya Republik Indonesia. Jadi
Proklamasi Kemerdekaan itu merupakan sandaran hukum berdirinya negara Republik
Indonesia.
Di dalam Penjelasan UUD 1945 dapat diketahui bahwa Pembukaan UUD 1945
mengandung empat pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
Negara Republik Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini merupakan cita-cita hukum bangsa
Indonesia yang mendasari hukum dasar negara, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Pokok-pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
- Pokok pikiran pertama
"Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia." Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara
persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan,
Negara menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki persatuan meliputi segenap
bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
Rumusan Ini menunjukkan pokok pikiran Persatuan. Dengan pengertian yang lazim,
negara, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan
kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.
- Pokok pikiran kedua
“Negara hendak mewujudkan keadilan soslal bagi seluruh rakyat". Ini merupakan
pokok pikiran Keadilan sosial, yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia
Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
sosiai dalam kehidupan masyarakat.
- Pokok pikiran ketiga
“negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan.” Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam
Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas
permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat
Indonesia. Pokok pikiran yang ketiga ini menunjukkan bahwa di dalam negara
Indonesia yang berdaulat adalah rakyat Indonesia, kedaulatan ada di tangan rakyat.
Dan pelaksanaan dari asas kedulatan Ini disertai asas lainnya yaitu asas musyawarah
dan dilakukan oleh wakil-wakil rakyat. Jadi pelaksanaan asas kedaulatan ini dengan
musyawarah yang dilakukan wakil-wakil rakyat.
- Pokok pikiran keempat
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur. Pokok pikiran yang keempat ini menunjukkan keyakinan bangsa Indonesia akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa, adanya cita kemanusiaan dan cita keadilan dari bangsa
Indonesia yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan kesemuanya itu
menjadi dasar negara yang mengikat baik pemerintah maupun rakyatnya.
Keempat pokok pikiran tersebut jelas merupakan pancaran dari pandangan hidup dan
dasar falsafah negara Pancasila. Dengan mengungkap keempat pokok pikirn ini dapatlah kita
gambarkan bahwa Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pandangan hidup bangsa
Indonesia Pancasila.

Pada tanggal 15 Juli 1945, Ir. Soekarno sebagai penggali Pancasila dalam pidatonya
di depan BPUPKI menyatakan: "Keberanian menunjukkan bahwa kita tidak hanya
membebek kepada contoh-contoh UUD negara lain. Akan tetapi, membuat sendiri UUD
yang baru, yang berisi kefahaman keadilan yang menentang individualisme dan liberalisme,
yang berjiwa kekeluargaan dan gotong-royong. Selain keempat pokok pikiran itu, keempat
alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar masing-masing mengandung pula citacita luhur
dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi UndangUndang Dasar.
Alinea pertama menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan Itu adalah hak
asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

C. Bab dan Pasal – Pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945


Isi Batang Tubuh UUD 1945 terdiri dari:
1. 16 Bab
2. 37 Pasal, terbagi 5 bagian antara lain:
a) Bentuk dan Kedaulatan Negara = pasal 1 
b) Lembaga Tertinggi Negara = pasal 2, 3 
c) Lembaga Tinggi Negara = pasal 4-15, 16, 18, 19-22 
d) Unsur-Unsur Kesejahteraan Negara = pasal 23, 29, 31-37 
e) Unsur-Unsur Pemerintahan Negara = pasal 17, 24, 25, 26-28, 30 
3. 4 pasal Aturan Peralihan
4. 2 Ayat Aturan Tambahan
BAB I
Bentuk dan Kedaulatan
Pasal 1
1. Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
2. Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
3. Negara Indonesia adalah negara hukum (A.3)

BAB II
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Pasal 2

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan


Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah-daerah dangolongan-
golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalamlima
tahun di Ibukota Negara.
3. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
yang terbanyak.

Pasal 3

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menetapkan dan mengubah Undang-


undang Dasar (A.3)
2. MPR melantik Presiden dan atau Wakil Presiden (A.3)
3. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD (A.3)

BAB III
Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4

1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-


undang Dasar.
2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5

1. Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan


Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang
sebagaimana mestinya.

Pasal 6

1. Presiden ialah orang Indonesia


2. Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
suara yang terbanyak.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali.

Pasal 8

1. Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam


masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.
2. Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari, MPR menyelanggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari
dua calon yang diusulkan oleh Presiden (A.3)
3. Jika Presiden dan wakil Presiden mangkat, berhenti, dan diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, Pelaksana
Tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu,
MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua
peket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan wakil Presidennya meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa
jabatannya (A.4

Pasal 9
1. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden ) :
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala Undang-
undang dan Peraturannya dengan seluas-luasnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden ):


"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala
Undang-undang dan Peraturannya dengan seluas-luasnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa"
2. Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan MPR dan disaksikan oleh pimpinan MA (A.1)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara.
Pasal 11
1. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.
2. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat
yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan DPR (A.3)
3. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang
(A.3)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya.Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 13
1. Presiden mengangkat Duta dan Konsul.
2. Presiden menerima Duta negara lain.
Pasal 14
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA
(A.1)
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(A.1)
Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang (A.1)

BAB IV
Dewan Pertimbangan Agung
Pasal 16
1. Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengnan Undang-undang.
2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada Pemerinta.
BAB V
Kementerian Negara
Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara.
2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
3. Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.

BAB VI
Pemerintah Daerah
Pasal 18
Pembagian Daerah atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sidang Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam
daerah yang bersifat Istimewa.

BAB VII
Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 19
1. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum.
2. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan Undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal 20
1. Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
2. Jika suatu rancangan Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 21
1. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan Undang-
undang.
2. Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan
oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22
1. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang.
2. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewa Perwakilan Rakyat dalam
persidangan berikutnya.
3. Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintahan itu harus dicabut.
BAB VIII
Hal Keuangan
Pasal 23
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang.
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan
Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
2. Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang.
3. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-undang.
4. Hal keuangan Negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang.
5. Untuk memeriksa tanggung-jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hal
pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
BAB IX
Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24
1. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuahMahkamah Agung dan lain-lain Badan
Kehakiman menurut Undang-undang.
2. Susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu diatur dengan Undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai Hakim ditetapkan dengan
Undang-undang.
BAB X
Warganegara dan Penduduk
Pasal 26
1. Yang menjadi Warganegara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai Warganegara.
2. Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3. Syarat-syarat mengenai wargga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Pasal 27
1. Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan
dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2. Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.

BAB XI
Agama
Pasal 29
1. Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

BAB XII
Pertahanan Negara
Pasal 30
1. Tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara
2. Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan Undang-undang.
BAB XIII
Pendidikan dan Kebudayaan
Pasal 31
1. Tiap-tiap Warganegara berhak mendapat pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional,
yang diatur dengan Undang-undang.
Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

BAB XIV
Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai hajat hudup orang banyak dikuasai oleh Negara
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalammya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.

BAB XV
Bendera dan Bahasa
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

BAB XVI
Perubahan Undang-Undang Dasar
Pasal 37
1. Untuk mengubah Undang-undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
2. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota
yang hadir.
Aturan Peralihan
Pasal I
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepidahan
Pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.
Pasal II
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia.
Pasal IV
Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk
menurut Undang-undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan Komite Nasional.
Aturan Tambahan
1. Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden
Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam
Undang-undang Dasar ini.
2. Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu
bersidang untuk menetapkan Undang-undang Dasar.
D. Penjelasan dalam UUD 1945 (pasal demi pasal )
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai
dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menempatkan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan
negara
sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pasal 3
Ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum
dasar
negara merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di
bawah Undang-Undang Dasar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun
1945 berlaku sejak ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 4
Yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini hanya Undang-Undang ke bawah,
mengingat
Undang-Undang Dasar tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-Undang.
Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah
bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
Perundangundangan
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa
dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan
Perundangundangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses
pembuatan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketenteraman masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara
kesatuan Republik Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,
suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut
masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundangundangan
yang bersangkutan", antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan,
asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi yang
berlaku di Provinsi Papua.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan
yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentak oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Ayat (5)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hierarki" adalah penjenjangan setiap jenis
Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan
perundangundangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan
yang lebih tinggi.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan "sebagaimana mestinya" adalah materi muatan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-
Undang
yang bersangkutan.
Pasal 11
Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945, Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah
Undang-
Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan
pembentukannya.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Yang dimaksud dengan "yang setingkat” dalam ketentuan ini adalah nama lain dari
pemerintahan
tingkat desa.

Pasal 14
Cukup Jelas.

Pasal 15
Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilaksanakan, secara
berencana,
maka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Program
Legislasi Nasional. Dalam Program Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas
sesuai
dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka
dalam
Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah, atau
tahunan.
Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan Peraturan Perundang-
undangan
tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang
hendak
diatur serta kaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu,
penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan
terpadu yang
disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
Untuk perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan daerah dilakukan
berdasarkan
Program Legislasi Daerah. Di samping memperhatikan hal di atas, Program Legislasi
Daerah
dimaksudkan untuk menjaga agar produk Peraturan Perundang-undangan daerah tetap
berada
dalam kesatuan sistem hukum nasional.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "dalam keadaan tertentu" adalah kondisi
yang
memerlukan pengaturan yang tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional.

Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Maksud "penyebarluasan” dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui
adanya
rancangan undang-undang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat guna
memberikan
masukan atas materi yang sedang dibabas.
Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet,
maupun
media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "persidangan yang berikut" adalah masa persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu masa reses.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Sebagaimana rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah juga
disebarluaskan,
misalnya melalui Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, Internet, media
cetak
seperti surat kabar, majalah, dan edaran di daerah yang bersangkutan, sehingga khalayak
ramai
mengetahui adanya rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas di dewan
perwakilan rakyat
daerah yang bersangkutan. Dengan demikian masyarakat dapat memberikan masukan
atas materi
rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas tersebut.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ketentuan mengenai tingkat pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal ini berlaku juga terhadap pembahasan rancangan undang-undang:
a. usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat;
b. ratifikasi;
c. penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
d. penetapan anggaran pendapatan dan belanja Negara serta nota keuangan;
e. perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara; dan
f. perhitungan anggaran negara.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali
rancangan undang-undang.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Ayat (1)
Penyampaian rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan
Rakyat dan Pemerintah kepada Presiden, disertai Surat Pengantar pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat. Secara formil rancangan undang-undang menjadi Undang-undang
setelah disahkan oleh Presiden.
Ayat (2)
Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang
berkaitan dengan teknis penulisan rancangan undang-undang ke lembaran resmi Presiden
sampai dengan penandatanganan pengesahan Undang-Undang oleh Presiden dan
penandatanganan sekaligus Pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia oleh
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
Batas waktu 30 (tiga puluh) hari adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5)
Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)
Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah,
gubernur atau bupati/walikota dapat diwakilkan, kecuali dalam pengajuan dan
pengambilan
keputusan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Penyempurnaan teknik dan penulisan, rancangan undang-undang yang masih
mengandung
kesalahan tersebut mencakup pula format rancangan undang-undang.

Pasal 45
Dengan diundangkan Peraturan Perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Daerah misalnya
Peraturan Nagari, Peraturan Desa, atau Peraturan Gampong di lingkungan daerah yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 50
Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak, sama dengan tanggal
Pengundangan,
dimungkinkan, untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana
Peraturan Perundang-undangan tersebut
Pasal 51
Yang dimaksud dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui
Peraturan
Perundang-undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksud-maksud yang
terkandung di dalamnya Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut
dilakukan,
misalnya, melalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio
Republik
Indonesia atau media cetak.

Pasal 52
Yang dimaksud dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui
Peraturan
Perundang-undangan di daerah yang bersangkutan dan mengerti/memahami isi serta
maksudmaksud
yang terkandung di dalamnya. Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut
dilakukan, misalnya, melalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan
Radio
Republik Indonesia, stasiun daerah, atau media cetak yang terbit di daerah yang
bersangkutan.

Pasal 53
Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib
Dewan
Perwakilan Rakyat/dewan, perwakilan rakyat daerah.

Pasal 54
Ketentuan dalam Pasal ini menyangkut keputusan di bidang administrasi di berbagai
lembaga
yang ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan dikenal dengan keputusan yang
bersifat
tidak mengatur.
Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.
DAFTAR RUJUKAN

- Jurnal Hukum No 28 Vol 12 Januari 2005: 12-25


- Soejadi (1999) Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia. Yogyakarta. Lukman
Offset
- Moh. Tolchah Mansoer. Teks Resmi dan Beberapa Soal Tentang UUD 1945.
- Sri Soemantri M (1987) Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung. Alumni

Anda mungkin juga menyukai