Anda di halaman 1dari 22

Skenario kasus 3

Judul : Kemaluanku gatal

Seorang perempuan, usia 25 tahun, menikah 1 tahun, datang ke puskesmas


dengan keluhan gatal pada kemaluan sejak 4 bulan yang lalu. Keluar cairan putih
seperti susu, berbau amis. BAK terasa nyeri dan panas. Haid teratur. Siklus
haidnya teratur, 28-30 hari. Empat bulan yang lalu pasien pernah mengalami
keluhan yang sama, dan pasien berusaha mengobati sendiri dengan cara
membilas kemaluan dengan cairan pembersih vagina, tetapi tidak dirasakan
perubahan yang nyata. Karena keputihan menjadi semakin banyak dan
mengganggu, pasien datang ke puskesmas.
Keyword : Cairan gatal pada kemaluan, BAK nyeri,

Kasus:

- Keluar cairan putih seperti susu, berbau amis. BAK terasa nyeri dan panas
1. Definisi Keputihan
Leukorea berasal dari kata Leuco yang berarti benda putih yang disertai
dengan akhiran –rrhea yang berarti aliran atau cairan yang mengalir.
Leukorea atau flour albous atau keputihan atau vaginal discharge merupakan
semua pengeluaran dari kemaluan yang bukan darah. Keputihan merupakan
salah satu tanda dari proses ovulasi yang terjadi di dalam tubuh. Selain itu,
keputihan juga merupakan salah satu tanda dari suatu penyakit.

2. Etiologi Keputihan
1. Keputihan Fisiologis
Keputihan bersifat fisiologis yaitu keputihan yang timbul akibat
proses alami dalam tubuh.
Keputihan yang fisiologis terjadi pada:
a. Bayi baru lahir kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh hormon
estrogen dan progesteron sang ibu.
b. Masa sekitar menarche atau pertama kali datang haid.
c. Setiap wanita dewasa yang mengalami kegairahan seksual, ini
berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi saat
senggama.
d. Masa sekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelenjar mulut
rahim.
e. Kehamilan yang menyebabkan peningkatan suplai darah ke
daerah vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya
selaput lendir vagina
f. Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen dan
progesteron yang dapat meningkatkan lendir servik menjadi lebih
encer;
g. Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang
menderita penyakit kronik.

2. Keputihan Patologis
Keputihan bersifat patologis yaitu keputihan yang timbul karena
infeksi dari jamur, bakteri dan virus. Keputihan patologis merupakan
tanda dari adanya kelainan alat repoduksi sehingga jumlah, warna,
dan baunya perlu diperhatikan.
Keputihan patologis terjadi disebabkan oleh:
a. Infeksi
Tubuh akan memberikan reaksi terhadap mikroorganisme yang
masuk ini dengan serangkaian reaksi radang. Penyebab infeksi
yakni:
1) Jamur
Candida albicans adalah jamur paling sering menyebabkan
keputihan. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan infeksi
jamur Candida sp. seperti pemakaian obat antibiotika atau
kortikosteroid yang lama, kehamilan, kontrasepsi hormonal,
penyakit diabetes mellitus, penurunan kekebalan tubuh karena
penyakit kronis, selalu memakai pakaian dalam ketat dan dari
bahan yang sukar menyerap keringat.
2) Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan keputihan adalah Gonococcus
sp. Clamydia trachomatis, Gardnerella sp. dan Treponema
pallidum.
3) Parasit
Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah Trichomonas
vaginalis. Penularannya yang paling sering adalah dengan koitus.
4) Virus
Sering disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) dan Herpes
simplex. HPV ditandai dengan kondiloma akuminata, cairan berbau
dan tanpa rasa gatal.
b. Benda asing
Kondom yang tertinggal atau pesarium untuk penderita hernia atau
prolapse uteri dapat merangsang sekret vagina berlebih. Selain itu
bisa juga disebabkan oleh sisa pembalut atau kapas yang
tertinggal.
c. Neoplasma jinak
Keputihan yang timbul disebabkan oleh peradangan yang terjadi
karena pertumbuhan tumor jinak ke dalam lumen.
d. Kanker
Gejala keputihan yang timbul ialah cairan yang banyak, berbau
busuk, serta terdapat bercak darah yang tidak segar. Darah yang
keluar disebabkan oleh tumor yang masuk ke dalam lumen saluran
genitalia kemudian tumbuh secara cepat dan abnormal, serta
mudah rusak sehingga terjadi pembusukan dan perdarahan.
Biasanya darah keluar sesudah hubungan seks atau setelah
melakukan penyemprotan vagina/douching. Keputihan abnormal ini
disertai rasa tidak enak di perut bagian bawah, terjadi gangguan
haid, sering demam, dan badan bertambah kurus, pucat serta lesu,
lemas dan tidak bugar.
e. Menopause
Pada wanita menopause, hormon estrogen telah berkurang
sehingga lapisan vagina menipis/menjadi kering, menyebabkan
gatal yang memicu untuk terjadinya luka kemudian infeksi. Namun
keputihan juga bisa muncul bercampur darah (senile vaginitis).

3. Fisiologis Keputihan
 Proses menstruasi pada wanita terjadi dalam tiga tahapan, yaitu
proliferasi, sekresi, dan menstruasi. Pada masing-masing poses
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap endometrium.
 Keputihan secara fisiologis terjadi sebelum menstruasi karena
pengaruh dari proses menstruasi yang melibatkan hormon estrogen
dan progesteron.
 Pada proses proliferasi terjadi pembentukan hormon estrogen oleh
ovarium yang menyebabkan pengeluaran sekret yang berbentuk
seperti benang, tipis dan elastis.
Hormon estrogen berperan dalam (pematangan folikel) produksi sekret
pada fase sekretorik, merangsang pengeluaran sekret pada saat
wanita terangsang serta menentukan kadar zat gula dalam sel tubuh
(glikogen).
Glikogen digunakan untuk proses metabolisme pada bakteri Lacto
bacillus doderlein. Sisa dari proses metabolisme ini akan menghasilkan
asam laktat yang menjaga keasaman vagina yaitu 3,8-4,2.
 Pada saat ovulasi (proses ketika sel telur yang sudah matang
dikeluarkan dari ovarium ke tuba falopi untuk dibuahi).terjadi proses
sekresi pada endometrium yang dipengaruhi oleh hormon progesteron.
(soalnya folikel yang telah pecah dan mengeluarkan sel telur,
membentuk korpus luteum. Korpus luteum kemudian memproduksi
progesteron yang membuat lapisan dinding rahim makin tebal) Hormon
progesteron menyebabkan pengeluaran sekret yang lebih kental
seperti jeli.
 Kemaluan wanita merupakan tempat yang paling sensitif dan
merupakan tempat yang terbuka sehingga kuman sangat mudah
masuk. Secara anatomi alat kelamin wanita berdekatan dengan anus
dan uretra sehingga kuman yang berasal dari anus dan uretra tersebut
sangat mudah masuk. Kuman yang masuk ke alat kelamin wanita akan
menyebabkan infeksi sehingga dapat menyebabkan keputihan
patologis yang ditandai dengan gatal, berbau, dan berwarna kuning
kehijauan.
 Vagina wanita dilengkapi dengan barrier alami yaitu epitel yang cukup
tebal, glikogen, dan bakteri Lactobacillus doderlein yang menghasilkan
asidum laktidum sehingga vagina menjadi asam dan memperkuat daya
tahan vagina. Vagina normal mempunyai bakteri Lactobacillus
doderlein lebih banyak yaitu 95% dan bakteri lainnya yaitu 5%. [kasus:
pasien berusaha mengobati sendiri dengan cara membilas
kemaluan dengan cairan pembersih vagina, tetapi tidak dirasakan
perubahan yang nyata. Karena keputihan menjadi semakin banyak dan
mengganggu] Wanita yang memakai sabun vagina secara terus
menerus dapat membunuh barrier alami vagina karena cairan
pencuci vagina besifat basa. Berkurangnya bakteri Lacto bacillus
doderlein dalam vagina menyebabkan bakteri dan jamur lain mudah
berkembang dalam vagina hingga dapat menyebabkan infeksi.
 Glikogen banyak terdapat pada sel superfisial mukosa vagina sejak
bayi hingga wanita mencapai menopause. Vagina wanita yang tidak
hamil dijaga kelembabannya oleh sekret uterus, sedangkan pada saat
hamil terdapat sekret vagina yang asam dalam jumlah yang banyak.
Bakteri Lactobacillus doderlein pada wanita yang hamil lebih banyak
daripada wanita yang tidak hamil sehingga menyebabkan banyak
pengeluaran sekret. Peningkatan ini yang menyebabkan pada wanita
hamil sering mengalami peningkatan keputihan.

4. Jenis Keputihan
1. Keputihan fisiologis/normal
- Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang menstruasi,
pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi.
- Ciri-ciri dari keputihan fisiologis adalah cairan berwarna bening,
kadang-kadang putih kental, tidak berbau, dan tanpa disertai
dengan keluhan, seperti rasa gatal, nyeri, dan terbakar serta
jumlahnya sedikit
2. Keputihan abnormal
- Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin
(infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan
penyangga, dan pada infeksi karena penyakit menular seksual)
- Ciri-ciri keputihan patologik adalah terdapat banyak leukosit,
jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah
(biasanya kuning, hijau, abu-abu, dan menyerupai susu), disertai
dengan keluhan (gatal, panas, dan nyeri) serta berbau (apek,
amis, dan busuk)

5. Diagnosis Banding Keputihan


6.
- Kasus: Keluar cairan putih seperti susu, berbau amis. BAK terasa nyeri dan
panas

7. Definisi Bakterial Vaginosis


Bacterial vaginosis (BV) merupakan penyebab keputihan yang sering terjadi
pada
wanita usia subur (WUS) yang ditandai dengan peningkatan pH (asam basa
keseimbangan) vagina dan pergeseran keseimbangan flora normal vagina
dimana
dominasi Lactobacillus digantikan oleh bakteri anaerob dan Gardnerella
vaginalis (Bhalla,
et al. 2007).

8. Definisi Kandidiasi Vagina


Kandidiasis vagina merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida.
Kandidiasis vagina disebut juga infeksi jamur vagina, candida vaginitis, dan
kandidiasis vulvovaginitis.
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi primer atau sekunder yang
bersifat lokal pada area vagina oleh genus Candida, terutama Candida
albicans (C. albicans).

9. Etiologi Kandidasis vulvovaginalis


Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) umumnya disebabkan oleh C.
albicans (80-90%), C. glabrata (6-10%), C. tropicalis (5-10%), C. krusei, C.
stellatoidea, C. kefvr, dan Saccharomyces cerevisiae.3 Berikut adalah
taksonomi dari etiologi KVV: 12
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Subfilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Candida

10. Gejala Kandidasis Vulvovaginalis


Keluhan sangat gatal atau pedih disertai keluar cairan yang putih mirip krim
susu/keju, kuning tebal, tetapi dapat cair seperti air atau tebal homogen. Lesi
bervariasi, dari reaksi eksema ringan dengan eritema minimal sampai proses
berat dengan pustul, eksoriasi dan ulkus, serta dapat meluas mengenai
perineum, vulva, dan pada wanita tidak hamil biasanya keluhan dimulai
seminggu sebelum menstruasi. Gatal sering lebih berat bila tidur atau
sesudah mandi air hangat. Umumnya didapati disuria dan dispareunia
superfisial. Discharge keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur, seperti
Candida sp., adalah cairan berwarn putih berbusa, dengan pH <4,5.
11. Diagnosis Kandidiasis Vulvovaginalis
a. Anamnesis8,14
1) Umur, harus diperhatikan pengaruh estrogen pada bayi ataupun
wanita dewasa. Pada wanita usia lebih tua diperhatikan
kemungkinan keganasan terutama kanker serviks.
2) Metode kontrasepsi yang dipakai, kontrasepsi hormonal dapat
meningkatkan sekresi kelenjar serviks yang diperparah dengan
adanya infeksi jamur.
3) Kontak seksual, merupakan salah satu penyebab penyebaran
penyakit.
4) Perilaku, seperti tukar menukar alat mandi atau handuk, serta cara
membilas vagina yang salah merupakan faktor terjadinya
keputihan.
5) Sifat keputihan, yang diperhatikan adalah jumlah, bau, warna dan
konsistensinya, keruh jernih, ada tidaknya darah, dan telah berapa
lama. Ini penting dalam menegakkan penyebab terjadinya
keputihan.
6) Menanyakan kemungkinan menstruasi atau kehamilan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik khusus yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
genital, meliputi inspeksi dan palpasi dari genital eksterna, pemeriksaan
spekulum untuk melihat vagina dan serviks, pemeriksaan pelvis
bimanual.
KVV oleh karena C. albicans keluhan utamanya adalah
gatal, kadang-kadang disertai iritasi atau terbakar. Namun pada
kandidiasis non-albicans, keluhan khas iritasi dan terbakar lebih
menonjol daripada gatalnya, tampak eritema vagina atau tidak ada
kelainan sama sekali.3
Gambar 2. Pemeriksaan fisik Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Penentuan pH, menggunakan kertas indikator (normal 3,0 - 4,5)
2) Penilaian sediaan basah, C. albicans akan terlihat jelas dengan KOH
10%. Tampak budding yeast dengan atau tanpa pseudohifa
(gambaran seperti untaian sosis) atau hifa. Bila ada hifa berarti
infeksinya kronis. Hanya C. albicans dan C. tropicalis yang dapat
membentuk hifa sebenarnya. Pada Candida non-albicans terutama
C. glabrata, C. parapsilosis, C. krusei dan S. Cerevisiae tampak
hanya budding yeast dan biasanya lebih sulit dilihat dengan
mikroskop, perlu pembesaran yang lebih besar. Spesimen harus
baru dan segera diperiksa. Leukosit harus dalam jumlah normal
berlebihan (>30 sel/lp) berarti ada
infeksi campuran non-spesifik.
3) Pengecatan gram
Gambar 3. Pseudohifa & blastokonidia pada pengecatan Gram KVV
Jamur (budding yeast cell, blastospora, pseudohifa, hifa) tampak
positif Gram dan sporanya lebih besar dari bakteri. Pemeriksaan
langsung KOH atau Gram harus dilakukan pada kandidiasis mukosa
dan apabila hasilnya positif, sudah dapat menyokong diagnosis.
Leukosit harus dalam jumla
berlebihan (>30 sel/lp) berarti ada infeksi campuran non-spesifik.
4) Kultur, untuk menentukan kuman penyebab serta menyingkirkan
kemungkinan diagnosis lainnya. Spesimen yang digunakan harus
baru dengan media sebagai berikut: - Saboraud Dextrose Agar (SDA) dengan
antibiotik
Candida sp. umumnya tidak terpengaruh oleh sikloheksimid
yang ditambahkan pada media selektif jamur patogen, kecuali C.
tropicalis, C. krusei dan C. parapsilosis yang tidak tumbuh
karena sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh dalam
24-72 jam. - CHROMagar Candida
Pada CHROMagar Candida masing-masing koloni spesies
Candida mempunyai warna khas, yaitu C. albicans berwarna
hijau apel, C. dubliniensis berwarna hijau tua, C. glabrata
berwarna merah muda (pink) sampai ungu, dan besar, C.
tropicalis berwarna biru tua, kadang-kadang merah muda, dan
semuanya membentuk halo ungu, C. krusei berwarna merah
muda pucat, besar, datar, dan permukaan kasar, C. parapsilosis
berwarna putih kotor (off white) sampai merah muda pucat, C.
guilliermondii berwarna merah muda sampai ungu, dan kecil.
Khusus untuk C. dubliniensis hanya dapat diidentifikasi dengan
CHROMagar Candida. - Fenomena Reynolds Braude
Identifikasi C. albicans dapat dengan melihat fenomena
Reynolds Braude, yakni memasukkan jamur yang tumbuh pada
kultur ke dalam koloid (albumin telur) dan diinkubasi selama 2
jam pada suhu 37oC. Di bawah mikroskop akan tampak germ
tubes (bentukan seperti kecambah) >90% yang khas pada C.
albicans. - Cornmeal agar dengan Tween 80 atau Nickerson polysaccharide
trypan blue (Nickerson-Mankowski agar)
Pada suhu 25oC, digunakan untuk menumbuhkan
klamidokonidia, umumnya hanya ada pada C. albicans dan
tumbuh dalam 3 hari. - Tes karbohidrat (fermentasi dan asimilasi)
Untuk identifikasi spesies Candida secara lebih tepat.
Pilihan kultur terbaik adalah kombinasi CHROMagar Candida dan
Cornmeal agar dengan Tween 80 disertai tes karbohidrat.
5) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Dapat mendeteksi wanita yang pada anamnesis memiliki riwayat
kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR) tetapi asimptomatik,
dengan PCR 28,8% positif dibandingkan dengan kultur 6,6%.

LEARNING ISSUE
1. Diagnosis banding

2. Klasifikasi
3. Etiologi
Etiologi vaginitis dikelompokan menjadi vaginitis karena infeksi dan bukan infeksi.
Vaginitis yang disebabkan karena infeksi 90% disebabkan oleh bakterial vaginosis,
kandidiasis vaginal/vulvovaginal, dan trikomoniasis. Sedangkan yang bukan infeksi
disebabkan oleh defisiensi estrogen (vaginitis atrofi), reaksi alergi, atau iritasi karena
kimia.

Bakterial Vaginosis

Bakterial vaginosis disebabkan oleh interaksi komplek berbagai faktor, yang meliputi


komponen ekosistem mikroba vagina dan sistem ketahanan tubuh. Kondisi ini ditandai
dengan lactobacillus spp, sebagai mikroba yang mempertahankan flora normal vagina,
diganti dengan mikroorganisme anaerob seperti Gardnerella vaginalis, Prevotella bivia,
Peptostreptococcus, dan Bacteroides spp.

Kandidiasis Vulvavaginal

Kandidiasis vulvavaginal adalah inflamasi epitel vagina dan vulva akibat infeksi jamur
Candida, yang paling sering adalah spesies Candida albicans.  Candida adalah bagian dari
flora normal pada vagina wanita, tetapi bila jumlahnya menjadi sangat banyak akan
mengakibatkan gejala peradangan, seperti iritasi, gatal, atau disuria.[1,4,6]

Trikomoniasis

Trikomoniasis disebabkan oleh protozoa flagellata anaerobik, Trichomonas vaginalis.


Penyakit ini lebih sering terjadi pada periode aktivitas seksual terbesar, dan selalu diyakini
sebagai penyakit menular seksual. Namun, beberapa literatur menyebutkan bahwa penularan
trikomoniasis nonseksual dapat terjadi melalui fomites, seperti handuk, kursi toilet, dan
kolam renang.[8,9]

Vaginitis Noninfeksi

Vaginitis noninfeksi atau vaginitis yang tidak menular biasanya disebabkan oleh reaksi alergi
atau iritasi terhadap semprotan atau douche vagina, atau produk spermisida. Mungkin juga
disebabkan oleh kepekaan terhadap sabun wangi, deterjen, atau pelembut kain. Bentuk lain
dari vaginitis noninfeksi adalah vaginitis atrofi yang disebabkan oleh penurunan hormon
estrogen. Dapat disebabkan oleh menopause, operasi pengangkatan ovarium, terapi radiasi,
atau persalinan, khususnya pada wanita menyusui. Kekurangan hormon estrogen dapat
menyebabkan jaringan vagina kering dan tipis, hingga menyebabkan spotting.[4]

4. Factor risiko

Faktor risiko vaginitis adalah kondisi yang dapat menjadi dasar penyebab terjadinya vaginitis
infeksi maupun noninfeksi. Beberapa faktor risiko vaginitis adalah:

 Kurang menjaga kebersihan vagina, termasuk penggunaan celana dalam yang ketat
serta lembab

 Pengguna produk yang menyebabkan iritasi atau alergi pada vagina, seperti produk
semprotan atau douche vagina, spermisida, sabun wangi, deterjen, atau pelembut kain

 Penyakit menular seksual, seperti berganti-ganti pasangan seksual, berhubungan tanpa


memakai kondom, dan berhubungan dengan pasangan yang terinfeksi

 Perokok, di mana efek estrogenik dan sejumlah kecil benzo(a)pyrene diol epoxide
(BPDE) yang terkandung dalam rokok dapat merusak Lactobacillus spp sehingga
berisiko terkena bakterial vaginosis
 Obesitas
 Menopause[4,5,10]

Kondisi tertentu lainnya yang dapat menyebabkan kadar estrogen berkurang sehingga
menimbulkan vaginitis atrofi adalah ooforektomi bilateral, insufisiensi ovarium primer,
kegagalan ovarium akibat radiasi atau embolisasi arteri, gangguan hipotalamus-hipofisis,
mengonsumsi obat antiestrogen seperti leuprolide atau danazol yang biasa digunakan
untuk endometriosis, dan ibu menyusui postpartum.[4
5. Patofisiologi
Vaginitis adalah inflamasi vagina, yaitu segala kondisi dengan gejala
keputihan abnormal yang umumnya berbau dan disertai gejala iritasi,
rasa gatal, dan terbakar. Vaginitis adalah penyakit yang sering ditemui
dan penyebab yang paling sering ditemukan adalah vaginosis bakteri,
vaginal candidiasis,  trikomoniasis dan vaginitis non infeksi.[1,2]

Penyebab vaginitis tersering adalah bakterial vaginosis terjadi


sebanyak 40‒50%,
Bakterial vaginosis terjadi akibat disbiosis mikrobiota vagina,, dimana terjadi
pergeseran dari dominan Lactobacillus menjadi polimikrobial anaerob
fakultatif ataupun obligatif. Pergeseran flora normal ini belum diketahui secara
pasti penyebabnya, namun beberapa teori memperkirakan bahwa hal ini dapat
dipicu oleh hubungan seksual, manipulasi vagina, dan faktor genetik. [6,8,11]
 Ph vagina harus asam  ph 3,8 -4,5  kalo ada perubahan bisa
menyebabkan dysbiosis (unhealthy balance of the bacteria).
 Penyebab perubahan ph tuh bisa krn missal mau ngobatin UTI trs
minum byk antibiotic  akhirnya bukan Cuma membunuh bakteri
jahat tp bakteri baiknya jg ikut terbunuh, peningkatan seks jg bisa tjd
infeksi krn ph semen lebih alkaline bisa menyebabkan ph vagina
berkurang keasamannya  laktobasilus tdk bs menjalankan fungsinya
dgn baik
 Bakteri yg bias akita temukan di ekosistem vagina adalah laktobasilis
(Lactobacillus berperan memberikan proteksi pada sel epitelial vagina
dengan memberikan bantuan pada hubungan antar sel serta sekresi
bakteriosida berupa Hidrogen Perioksida
(H2O2).  Lactobacillus sebagai mikroflora dominan vagina mampu
menjaga pH vagina 4,5 sehingga dapat mengurangi risiko kolonisasi
bakteri patogen. ) selain itu jg ada bakteri lain spt ecoli, candida,
Gardnerella (yg kalo ada peningkatan 3 bakteri ini bisa menyebabkan
Urinary tract infection, yeast infection, bacterial vaginosis)
 Ekosistem vagina itu penting selain agar melindungi dr bakteri
pathogen, bisa juga mengurangi risiko HIV dan STI
6. Manifestasi klinis vaginitis
7. Tatalaksana
First-line and alternative treatment regimens for vaginitis are presented
in Table 4 with suggestions for recurrent infection, treatment during
pregnancy, and treatment of sex partners.
8. Indikasi & KI cairan bilas vagina
- Indikasi

o Mengobati keputihan, iritasi ringan dan gatal-gatal pada


vagina.
o Mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur pada vagina.
o Menjaga kebersihan dan mencegah bau pada vagina.
- KI

o Rasa gatal atau kemerahan.


o Iritasi pada area yang menggunakan povidone iodine atau
pada dinding vagina.

9. Komplikasi

Komplikasi vaginitis mulai dari ringan hingga berat. Infeksi vagina yang berulang
dapat menyebabkan iritasi kronis, ekskoriasi, dan jaringan parut di vagina. Selain itu,
juga dapat menyebabkan disfungsi seksual, stres psikososial maupun emosional, serta
infertilitas.[4,10,20]

Meskipun pengobatan bakterial vaginosis tidak mencegah timbulnya HIV, tetapi


bakterial vaginosis dan vaginitis kronik dapat menjadi faktor risiko pasien menderita
HIV. Komplikasi lain dari bakterial vaginosis termasuk endometritis dan pelvic
inflammatory disease (PID). Bakterial vaginosis yang tidak ditangani dapat
menimbulkan terjadinya infertilitas. Vaginitis pada kehamilan, terutama
trikomoniasis dan bakterial vaginosis, dikaitkan dengan meningkatnya persalinan
preterm, ketuban pecah dini, berat badan lahir rendah, dan endometritis postpartum.
[4,20]

10. Pencegahan
11. Prognosis

Sebagian besar vaginitis sembuh, tetapi 8‒10% wanita mengalami vaginitis rekuren.
Sebagian besar bakterial vaginosis yang kambuh terjadi dalam tahun pertama, dan
berkorelasi kuat dengan pasangan seksual baru. Vaginitis atrofi dapat menyebabkan
infeksi genitourinari, dan nyeri pada vagina atau panggul yang berulang.[4,11,20]
Beberapa kasus bakterial vaginosis menyebabkan infertilitas akibat dari aktivitas
inflamasi dalam vagina meningkat, sehingga aktivitas sistem imun dapat menjadi
toksik bagi sperma. Selain itu, sel-sel vagina menjadi rusak, produksi cairan mukus
serviks selama ovulasi terganggu, dan kerusakan jaringan pada tuba falopi yang
semuanya menyebabkan sperma dan ovum sulit bertemu.[20]

Vaginitis atrofi juga menyebabkan aktivitas seksual terganggu


dikarenakan dispareunia. Dispareunia muncul karena hipoestrogen yang dikaitkan
dengan proses:
 Kanalis vaginalis memendek dan menyempit

 Sekret vagina menurun kuantitas dan kualitasnya

 Kolagen dan adiposa genital menurun

 Dinding vagina menjadi lebih tipis, kurang elastis, dan pucat dengan hilangnya
rugae vagina
 Permukaan vagina rapuh dengan petekie, ulserasi, dan perdarahan yang sering
terjadi setelah trauma minimal, seperti saat berhubungan seksual

 Preputium klitoris atrofi dan klitoris kehilangan lapisan pelindungnya,


sehingga lebih mudah teriritasi[11,20,21]

https://www.aafp.org/afp/2018/0301/p321.html

Anda mungkin juga menyukai