Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN INTERVAL

PENYIRAMAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR


TIRAM (Pleurotus ostreatus)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

MUHAMMAD RIANT DAFFA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2020
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN INTERVAL PENYIRAMAN
PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM (Pleurotus
ostreatus)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

MUHAMMAD RIANT DAFFA


165040207111071
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI
Diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Pengaruh Intensitas Cahaya dan Interval Penyiraman


pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram (Pleurotus
Ostreatus)
Nama : Muhammad Riant Daffa
Nim : 165040207111071
Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama

Dr.Ir. Nurul Aini, MS.


NIP. 19601012 198601 2 001

Mengetahui
Ketua
Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Noer Rahmi Ardiarini, SP.,M.Si.


NIP. 1970111 8199702 2 001
RINGKASAN

i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Kediri pada tanggal 22 Januari 1998.
Putra sulung dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Mohammad
Badrus Dwi Santoso dan Ibu Utari. Riwayat pendidikan sekolah dasar di SD Plus
Rahmat lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan di SMPN 1 Kediri lulus
pada 2013 dan SMAN 2 Kediri lulus pada tahun 2016. Penulis resmi menjadi
mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada
tahun 2016. Pada tahun 2018, penulis menjadi mahasiswa Jurusan Budidaya
Pertanian dan mengambil konsentrasi pada Laboratorium Sumber Daya
Lingkungan.

Penulis aktif mengikuti kegiatan non-akademik sebagai Staff Muda


Kementerian Kajian Aksi dan Strategi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian (2016), Reporter Magang Lembaga Pers CANOPY (2017), Staff
Kementerian Kajian dan Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Pertanian (2017), Dirjen Jaringan, Aksi dan Propaganda Kementerian Kajian,
Aksi dan Propaganda Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (2018).
Penulis pernah menjadi Panitia dalam acara Rantai tahun 2017 sebagai Divisi
Pendamping, Rantai 2018 sebagai Steering Cpmmittee, Leader of Agriculture
2018 sebagai Steering Committee.

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
kemudahan yang tidak bisa diukur sehingga mampu menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul “Pengaruh Intensitas Cahaya dan Intensitas Penyiraman
pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)”. Proposal
penelitian ini disusun sebagai syarat kelulusan program sarjana S-1. Atas
selesainya proposal penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan
dukungan tiada henti baik moril maupun materil kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Nurul aini, MS. Selaku pembimbing utama, yang banyak
membimbing dan mengarahkan penulis.
3. Ibu Dr. Noer Rahmi Ardiarini, SP., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Budidaya Pertanian.
4. Keluarga besar Komunitas Sajak Lestari, Kedai Kopi Teposeliro,
Linkar.id dan segenap penggiat kebaikan di Malang.
5. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta
membantu penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih terdapat


kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dan kritik yang
membangun untuk perbaikan proposal ini. Semoga proposal penelitian ini dapat
memberikan manfaat kepada penulis, keluarga, rekan-rekan, dan semua pihak.

Malang, Juni 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN......................................................................................................i
RIWAYAT HIDUP...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v
I. PENDAHULUAN.......................................................................................6
1.1 Latar Belakang......................................................................................6
1.2 Tujuan...................................................................................................7
1.3 Hipotesis...............................................................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9
2.1 Jamur Tiram..........................................................................................9
2.1.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram......................................................10

2.2 Peran Intensitas Cahaya pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur............11


2.3 Peran Intensitas Penyiraman pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur.....11
2.4 Keterkaitan Intensitas Cahaya dan Intensitas Penyiraman pada Jamur12
III. METODE PELAKSANAAN...................................................................13
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................13
3.2 Alat dan Bahan....................................................................................13
3.3 Metode Penelitian...............................................................................13
3.4 Pelaksanaan Penelitian........................................................................14
3.5 Variabel Pengamatan..........................................................................15
3.6 Analisis Data.......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Tubuh Buah Jamur Tiram Putih...................................................................4

v
6

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Komoditas jamur merupakan komditas pangan yang memiliki permintaan
pasar yang tinggi dan juga kandungan gizi yang baik. Berdasarkan data konsumsi
pangan tahun 2019 pada tahun 2013, 2014, dan 2017 konsumsi jamur di Indonesia
tiap tahunnya berturut-turut 0,5720 kg/kapita/tahun, 0,8840 kg/kapita/tahun,
1,7680 kg/kapita/tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura Indonesia, 2019).
Berdasarkan data, konsumsi jamur cenderung mengalami kenaikan. Kenaikan
konsumsi di tahun 2017 dua kali lipat konsumsi jamur di tahun 2014. Salah satu
jamur yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih. Jamur
tiram putih (Pleurotus ostreaus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok
Basidiomycota. Jamur tiram putih memiliki kadar protein yang tinggi sebesar
18,3% per 100 gram (Dit. Gizi, Kesehatan RI dalam Muchtadi, 2010). Jamur
tiram putih, selain memiliki kandungan protein yang tinggi juga memiliki cita rasa
yang lezat dan tekstur yang mirip seperti daging yang menjadikan jamur tiram
dapat dijadikan alternatif sebagao sumber protein yang rendah kolestrol untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Produksi jamur di Indonesia pada tahun 2011 adalah 43.047.029 kg.
Dengan jumlah penduduk sebesar 437.737.582 jiwa, maka konsumsi jamur
Indonesia rata-rata adalah 0,197 kg per kapita per tahun (Sarina, 2012). Kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi jamur berpengaruh positif terhadap permintaan
pasokan yang meningkat mencapai 20-25% per tahun (Agrina, 2009). Prospek
yang baik dan minat masyarakat yang semakin meningkat dalam mengkonsumsi
jamur tiram putih, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi dari
jamur tiram putih. Peningkatan produksi jamur tiram putih dapat dilakukan
melalui beberapa faktor. Secara umum, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil jamur ada dua, yakni faktor media tumbuh dan lingkungan. Produksi
jamur tiram dilakukan pada sebuah rumah yang disebut kumbung jamur.
Pembuatan kumbung jamur bertujuan untuk melindungi baglog dari hujan, sinar
matahari langsung, dan kemungkinan kontaminasi spora jamur lain yang
mengurangi hingga merusak kualitas dan kuantitas produksi jamur tiram.
7

Kumbung jamur merupakan upaya rekayasa iklim mikro, sehingga dapat


memperoleh hasil optimal dalam setiap panenya. Kumbung jamur harus
memperhatikan beberapa faktor, seperti intensitas cahaya, suhu, pH, media tanam,
dan kelembaban lingkungan (Ayu,2016). Faktor kelembaban merupakan salah
satu faktor kunci dalam proses budidaya jamur tiram. Rata-rata petani di
Indonesia mengatur kelembaban dengan cara melakukan penyiraman. Intensitas
penyiraman bergantung pada musim dan topografis. Pada musim kemarau, petani
jamur di Desa Tulungrejo, Kota Batu melakukan penyiraman sebanyak 2 kali,
sementara petani di Desa Branggahan, Kabupatan Kediri 2-4 kali. Selain faktor
kelmbaban, faktor intensitas cahaya juga perlu diperhatikan dalam proses
budidaya jamur. Cahaya diperlukan pada fase pertumbuhan tubuh buah jamur.
Akan tetapi, cahaya matahari yang menembus secara langsung dapat
menyebabkan kelayuan serta tudung yang ebrukuran kecil. Intensitas cahaya yang
dibutuhkan oleh jamur pada fase pertumbuhan tubuh buah berkisar 200 lux
(Suharyanto, 2017). Namun, beberapa petani tidak menyadari pentingnya cahaya
dalam pertumbuhan tubuh buah jamur. Petani jamur di Desa Branggahan,
Kecamatan Ngadikuwih membuat kumbungnya berada di bawah kandang ayam
menyebabkan ketersediaan cahaya bukan menjadi faktor yang diperhatikan.
Terdapat sisi kumbung yang gelap (dibawah 100 lux) dan ada yang terlalu terang
(diatas 500 lux). Kasus kumbung lain berada di Desa Mojo, Kecamatan Semen
yang menggunakan bekas gudang sebagai kumbung. Kumbung tersebut terlalu
gelap hingga untuk memanen pun perlu bantuan penerangan dari lampu.
Berdasarkan uraian tersebut, dibutuhkan suatu upaya untuk memperoleh
intensitas cahaya dan intensitas penyiraman optimal bagi pertumbuhan jamur
tiram. Sehingga nantinya dapat menghasilkan jamur tiram putih dengan hasil
panen yang lebih baik.
I.2 Tujuan
Tujuan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Mempelajari pengaruh intensitas cahaya dan interval penyiranan pada
pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih.
2. Mempelajari interaksi antara intensitas cahaya dan interval penyiraman
pada pertumbuhan dan hasil jamur tiram.
8

I.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ialah :
1. Jamur yang mendapatkan intensitas cahaya 300 lux dengan interval
penyiraman 1 hari sekali memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan
dan hasil jamur tiram putih.
2. Adanya interaksi antara interval penyiraman pada berbagai tingkat
intensitas cahaya yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil jamur
tiram putih.

.
9

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Jamur Tiram
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Jamur Tiram
Jamur tiram memiliki Kingdom Myceteae, Divisi Amastigomycot,
Subdivisi Basidiomycotae, Kelas Basidiomycetes, Ordo Agaricales, Familia
Agaricaeae, Genus Pleurotus, Spesies Pleurotus ostreatus (Djarijah, 2001).
Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) ialah jamur yang hidup dikayu
dan mudah dibudidayakan menggunakan substrat serbuk kayu yang dikemas
dalam kantong plastik dan diinkubasikan dalam rumah jamur (kumbung). Disebut
jamur tiram putih karena tubuh buahnya berwarna putih, dengan tangkai
bercabang dan tudungnya bulat seperti cangkang tiram berukuran 3-15 cm seperti
pada Gambar 1 (Suryani dan Nurhidayat, 2011).

Gambar 1. Tubuh Buah Jamur Tiram Putih (Arvel, 2018)


Suryani dan Nurhidayat (2011), menyatakan bahwa siklus hidup jamur
tiram adalah sebagai berikut :
1.  Pelepasan dan penyebaran spora (Basidiospora).  spora jamur berukuran
sangat kecil dan ringan.  spora yang telah matang akan lepas terbawa angin
ke tempat yang jauh atau jatuh ke tanah disekitarnya.
2. Pembentukan miselium. hifa yang tumbuh selanjutnya bertambah panjang
membentuk  helaian menyerupai benang bertautan. Tautan antar hifa yang
menyerupai anyaman disebut miselium jamur. Pada jenis jamur konsumsi
umumnya miselium berwarna putih.
3. Pembentukan tubuh buah . Setelah miselium menyebar dan menutupi
seluruh permukaan media tumbuh,  Maka akan muncul tunas-tunas jamur
10

yang menyerupai kancing disebut pin head. Seiring waktu, tunas tumbuh
membentuk tubuh buah.
4. Pembentukan spora. Bagian bawah tudung jamur yang membentuk garis-
garis dari pangkal yang kemudian menyebar ke ujung tudung disebut
badisia. Badisia tempat jutaan spora jamur dihasilkan.
2.1.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram
2.1.2.1 Tingkat Keasaman pH
Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan mempengaruhi Penyerapan air dan hara,  bahkan kemungkinan
akan tumbuh jamur lain yang akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram
putih itu sendiri,  pH optimum pada media tanam berkisar 6 sampai 7
(Susilawati dan dan Raharjo, 2010).
2.1.2.2 Suhu Udara
Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan jamur tiram berada di kisaran 23-
28oC dengan suhu optimal 25oC. Untuk pertumbuhan tubuh buah jamur tiram
dapat tumbuh pada suhu 17-23oC. Saat ini miselia jamur tiram juga mampu
tumbuh dengan baik di wilayah dataran rendah dengan suhu diatas 28oC serta
tubuh buah jamur tiram dapat tumbuh pada suhu 30oC (Effendi, 2010)
2.1.2.3 Cahaya
Pertumbuhan miselium akan tumbuh dengan cepat dalam keadaan gelap
atau tanpa sinar. Sebaiknya selama masa pertumbuhan miselium ditempatkan
dalam ruangan yang gelap, tetapi pada masa pertumbuhan tubuh buah
memerlukan adanya rangsangan sinar.  Pada tempat yang sama sekali tidak ada
cahaya tubuh buah tidak dapat tumbuh, oleh karena itu pada masa terbentuknya
tubuh buah pada permukaan media harus mulai mendapat Sinar dengan
intensitas penyinaran 60-70 % (Widiastuti dan Tjokrokusumo, 2008).
2.1.2.4 Kelembaban
Pembentukan miselium membutuhkan kelembapan 60-80% sedang
untuk merangsang pertumbuhan tunas dan tubuh buah membutuhkan
kelembapan 90%. Tunas dan tubuh buah yang tumbuh dengan kelembapan
80% akan mengalami gangguan absorbsi nutrisi sehingga menyebabkan
11

kekeringan dan mati. Kelembapan ini dipertahankan dengan menyemprotkan


air secara teratur (Parjimo dan Agus, 2007)

II.2 Peran Intensitas Cahaya pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur


Intensitas cahaya merupakan faktor yang dapat dipertimbangkan didalam
meningkatkan pertumbuhan jamur terutama dalam proses sporulasi.Penelitian
yang dilakukan pada intensitas cahaya 160 dan 300 Lux pada Myrothecium
verrucaria dan Pestalotia gracilis tidak mempengaruhi pertumbuhan, sedangkan
diatas intensitas tersebut bersifat menghambat (Yusef dan Allam, 1967). Intensitas
cahaya 2000 dilaporkan dapat meningkatkan rangsangan sporulasi dan produksi
pycnidia jamur Septoria tritici yang parasit pada tanaman gandum (Benedict,
1971). Sementara itu, jamur Alternaria solami ditemukan tumbuh lebih baik pada
kondisi pendedahan terhadap cahaya yang dibuat bergantian tiap 12 jam (Hubbali
et.al., 2010).
Cahaya diperlukan pada fase pertumbuhan tubuh buah jamur. Akan tetapi,
cahaya mata matahari yang menyebab kelas  berukuran kecil. Intensitas cahaya
yang dibutuhkan oleh jamur pada fase pertumbuhan tubuh buah berkisar 300-500
Lux. Meski intensitasnya rendah, sinar matahari tetap dibutuhkan untuk
perkembangan spora dan miselium (Suharyanto, 2017)
II.3 Peran Intensitas Penyiraman pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur
Perkembangan budidaya jamur tiram saat ini mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat ditandai dengan semakin banyaknya petani pembibit maupun
pembesaran jamur yang berbanding lurus dengan banyaknya jumlah pelaku usaha
makanan di bidang jamur. Dalam proses pembesaran jamur pada kumbung sangat
tergantung pada faktor fisik seperti kelembaban. Jamur tiram dapat menghasilkan
tubuh buah secara optimum pada suhu di bawah 30 oC dan rentang kelembaban
udara 80-90% (Maulana, 2012).
Kelembaban dibawah 80% yang terjadi dalam jangka waktu yang lama
akan mengakibatkan kekeringan pada baglog jamur yang akan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan jamur tiram sehingga produktivitas akan menurun
(Widyastuti dan Tjokrokusumo, 2008). Jika kelembaban di bawah 80%   terjadi,
perlu dilakukan penyiraman untuk membuat kelembaban kumbung tetap terjaga.
12

Budidaya jamur di daerah rendah dengan faktor angin dan suhu tinggi
menyebabkan perlu dilakukan penyiraman hingga tiga kali sehari (Aryanti ,2017)
II.4 Keterkaitan Intensitas Cahaya dan Intensitas Penyiraman pada
Jamur
Kelembaban dan cahaya merupakan salah satu faktor kunci dalam
pertumbuhan jamur. Pertumbuhan jamur tiram akan optimal sepanjang tahun bila
lokasi budidaya sesuai dengan habitat aslinya. Habitat asli jamur tiram merupakan
kawasan pegunungan atau dataran dengan ketinggian 400-800 m diatas
permukaan laut( mdpl)  serta memiliki suhu udara 20-80  derajat Celcius dengan
tingkat kelembaban  kan70-80 % ( Aryanti, 2017).
Intensitas cahaya diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah jamur tiram.
Meski begitu intensitas yang diterima berupa pancaran agar tubuh buah tidak layu
dan rusak  Suharyanto, 2017). Jamur tiram tidak memiliki klorofil, namun terkait 
intensitas cahaya dapat berpengaruh pada pertumbuhan jamur.
Menurut Sulistyaningsih (2005), Cahaya tidak hanya berpengaruh
terhadap pertumbuhan, tetap juga morfologi jamur. Intensitas penyiraman pada
proses budidaya tergantung tempat budidaya jamur tiram. Intensitas penyiraman
akan lebih sering ketika musim kemarau kering karena pada musim kemarau suhu
udara tinggi dan membawa angin kering yang menyebabkan baglog kering dan
menghambat penyerapan nutrisi yang dilakukan oleh jamur. Sedangkan, untuk
musim penghujan, penyiraman jarang dilakukan karena seringnya intensitas hujan
dan seringkali terjadi kabut yang membuat lingkungan tumbuh jamur terjaga
kelembabannya.
Intensitas cahaya mempengaruhi suhu udara pada pertumbuhan jamur.
Semakin tingga intensitas cahaya yang diberikan maka semakin tinggi pula suhu
udara pada kumbung jamur. Sementara semakin tinggi suhu maka semakin tinggi
penguapan yang dihasilkan maka kebutuhan akan air juga semakin tinggi. Jika
kebutuhan air semakin tinggi maka interval penyiraman akan lebih tinggi. Maka
semakin tinggi intensitas cahaya maka interval penyiraman yang diperlukan juga
semakin tinggi.
13

III. METODE PELAKSANAAN


III.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan pada Juni 2020 sampai Agustus 2020 yang
bertempat di Dusun Budi Mulya, Desa Branggahan, Kecamatan Ngadiluwih,
Kabupaten Kediri. Secara geografis wilayah Desa Branggahan berada di daerah
dataran rendah pada titik koordinat 7°91’197”” LS dan 111°98’164’’ BT yang
memiliki ketinggian tempat 88 mdpl dengan rata-rata suhu harian 32 ℃ dan rata-
rata kelembaban harian 50%
III.2 Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan beberapa alat untuk menunjang pelaksanaan
diantaranya sprayer untuk melakukan penyiraman, meteran atau penggaris untuk
mengukur sampel, timbangan analitik, kamera untuk mendokumentasikan
kegiatan, alat tulis, luxmeter untuk mengukur intensitas cahaya,
thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban, alfaboard untuk
petunjuk perlakuan. Bahan yang digunakan yaitu baglog yang sudah terisi bibit
jamur tiram putih dan air.
III.3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial menggunakan Rancangan
Petak Terbagi (RPT) 3 ulangan dengan tingkatan cahaya sebagai petak utama
(main plot) yang terdiri dari:

1. S1 : Intensitas Cahaya 100 lux


2. S2 : Intensitas Cahaya 300 lux
3. S3 : Intensitas Cahaya 500 lux

Sedangkan interval penyiraman sebagai subplot, terdiri dari :

1. K0 : Tidak dilakukan penyiraman


2. K1 : 5 hari sekali
3. K2 : 3 hari sekali
4. K3 : 1 hari sekali
14

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Kumbung


Kumbung dibagi menjadi tiga perlakuan menggunakan plastik mulsa hitam
sebagai penutup kumbung dan digunakan lampu dengan cahaya yang sudah
disesuaikan untuk mendapatkan intensitas cahaya yang sesuai dengan perlakuan.
Setelah itu dilakukan penyemprotan kumbung menggunakan desinfektan dan
alkohol untuk kesterilan kumbung. Pembuatan rak menggunakan bambu dan kayu
sebagai tempat baglog .

3.4.2 Inkubasi
Baglog yang sudah terisi dengan bibit jamur ditempatkan di kumbung
kemudian ditutup dengan terpal. Penutupan baglog dengan terpal selain untuk
menjaga kelembaban juga untuk mempercepat masa inkubasi agar miselium
segera mengisi baglog. Tempat inkubasi bersih, kering (kelembaban di bawah
60%), sirkulasi udara baik, temperatur ruangan 27-30℃, serta tidak terkena
cahaya. Fase inkubasi dilakukan sekitar 3 minggu atau hingga miselium
memenuhi baglog.

3.4.3 Penempatan Baglog dan Penyiraman


Baglog yang sudah terisi miselium diletakan di rak-rak sesuai perlakuan
penelitian. Setelah baglog ditempatkan dimasing-masing rak dilakukan
penyiraman sesuai perlakuan penelitian yakni 5 hari sekali, 3 hari sekali, 1 hari
sekali dan tidak dilakukan penyiraman sama sekali sebagai kontrol. Penyiraman
menggunakan sprayer elektrik berkapasitas 16 liter. Waktu penyiraman yakni
pada pagi hari jam 7.

3.4.4 Panen
Pemanenan dapat dilakukan ketika tudung buah jamur telah mekar sempurna
atau tepi tudung jamur sudah tidak melengkung, tudung masih berwarna putih
bersih dan tudung jamur belum pecah atau robek. Setelah jamur dipanen, bekas
batang jamur dibersihkan dari substrat karena batang yang tersisa dapat busuk dan
15

dapat menghambat panen jamur berikutnya. Setelah itu baglog disayat bagian
belakang untuk mempercepat pertumbuhan tubuh buah jamur baru.

3.5 Variabel Pengamatan


Pengumpulan data pada setiap pengamatan dilakukan seminggu sekali,
dimulai dari seminggu setelah inokulasi hingga panen kedua (60 hari), adapun
beberapa variable yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

1. Saat pertama muncul pinhead atau bakal jamur (HSI)


Awal terbentuknya pinhead atau bakal jamur tiram dihirung dari hari
setelah inokulasi.

2. Kriteria panen
Pengamatan jamur tiram putih yang telah siap panen sekitar 1-2 hari
setelah munculnya pinhead, dengan memiliki ciri-ciri tudung jamur telah
mekar sempurna atau tepi tudung tidak melengkung, tudung jamur belum
pecah atau sobek dan berwarna putih bersih sebelum berubah warna menjadi
kekuningan.

3. Rata-rata berat segar jamur tiram (g)


Pengukuran berat jamur tiram putih ditimbang setiap kali panen per
baglognya kemudian dirata-rata per perlakuan pada setiap panen.

4. Rata-rata diameter tudung jamur (cm)


Mengukur diameter tudung jamur dengan mengambil satu sampel bagian
tudung yang terbesar setiap baglog, diukur menggunakan penggaris dari ujung
tepi di tengah-tengah tudung jamur hingga pangkal tudung jamur yang telah
mekar sempurna, kemudian dirata-rata per perlakuan pada setiap kali panen.

5. Rata-rata jumlah tudung jamur (buah)


Menghitung jumlah tudung buah jamur tiram setiap kali panen per
baglognya kemudian dirata-rata per perlakuan pada setiap kali panen.

6. Interval panen (hari)


16

Jarak hari panen pertama menuju panen kedua dihitung dari waktu panen
pertama sampai jamur siap panen kedua.

3.6 Analisis Data


Data hasil pengamatan akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
berdasarkan uji F taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan
uji BNT 5% untuk mengetahui perbandingan antar perlakuan.
17

DAFTAR PUSTAKA

Agrina. 2009. Budidaya Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.

Agromedia. 2009. Buku Pintar Bertanam Jamur Konsumsi. Jakarta: Agromedia


Pustaka

Alex. H. 2011. Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih


(Pleurotus ostreatus) dan Jamur Tiram Kelabu (Pleurotus sajor caju)
pada Baglog Alang-alang. Riau. Jurusan Budidaya Pertanian. Universitas
Riau. Pekanbaru

Arvel. 2018. Global Mushroom Market 2018 Trends and Competitive Landscape
Outlook. Positive Newspaper.

Cahyana, Y.A., Muvhrodji dan M.Bakrun.1999. Jamur Tiram. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Chang,S. and Miles, 2004. Mushrooms: Cultivation, Nutritional Value, Medical


Effect and Environmental Impact. Second Edition. Washington D.C.:
CRC Press.

Djarijah, N. M, dan Djarijah A. S . 2001. Budidaya Jamur Tiram, Pembibitan,


Pemeliharaan dan Pengendalian Hama Penyakit. Yogyakarta: Kanisius.

Maulana, R. 2012. Kelimpahan Kumbang Cyllodes bifacies (Walker)(Coleoptera:


Nitidulidae) pada Baglog Jamur Tiram Putih . Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Instirut Pertanian Bogor.

Nunung, M.D. 2011. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta.: Kanisius.

Parjimo dan Handoko. 2007. Budidaya Jamur: Jamur Kuping, Jamur Tiram dan
Jamur Merang. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Parjimo dan A.Andoko. 2013. Budidaya Jamur (Jamur Kuping,Jamur Tiram,


Jamur Merang). Jakarta: Agromedia Pustaka.

Parlindungan, A.K. 2003. Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram


Putih (Pleurotus ostreatus) dan Jamur Tiram Kelabu (Pleurotus
sajorcaju) pada Baglog Alang-alang. Pekanbaru: Jurusan Budidaya
Pertanian. Universitas Riau

Putranto, M.A. 2012. Pengendalian Suhu pada Kumbung Jamur Tiram dengan
Karung Goni Sebagai Media Pendingin.Institut Pertanian Bogor.
18

Stametsm P. dan J. S. Chilton. 1983. The Mushroom Cultivator: A Partical Guide


to Growing Mushroom at Home. Agarikom Press.

Suriawiria. U. 2001. Bioteknologi Perjamuran. Bandung. Angkasa.

Susilawati dan Raharjo. 2010. Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) yang
Ramah Lingkungan (Materi Pelatihan Agribisnis Bagi KMPII). Report
No.50 STE. Final, BPTP Sumatra Selatan. Palembang.
19

LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian
Arah Kota

Arah Mojo Arah Kandat


Arah Tulungagung

U
2,5 m
S3K2 S3K1 S3K2 S3K3

S3K3 S3K3 S3K0 S3K2

S3K1 S3K2 S3K3 S3K0

S3K0 S3K0 S3K1 S3K1

S2K2 S2K1 S2K2 S2K3


Lampiran 2. Petak Penelitian

5m

S2K3 S2K3 S2K0 S2K2

S2K1 S2K2 S2K3 S2K0

S2K0 S2K0 S2K1 S2K1

S1K2 S1K1 S1K2 S1K3

S1K3 S1K3 S1K0 S1K2

S1K1 S2K2 S1K3 S1K0

U S1K0 S2K0 S1K1 S1K1


20

Anda mungkin juga menyukai