Deklarasi Djuanda adalah suatu pernyataan pada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, diantara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. https://www.youtube.com/watch?v=lOn058q9fvY
2. Apa hubungan dengan wawasan nusantara?
Deklarasi Djuanda tahun 1957 adalah titik pangkal lahirnya klaim mengenai Wawasan Nusantara yang merupakan suatu konsepsi kewilayahan. Wawasan nusantara adalah sikap dan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri serta bentuk geografinya berdasarkan atas Pancasila dan UUD 1954. Sebelum deklarasi ini wilayah Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda tahun 1939 “Territorial Zee en Maritieme Kringen Ordonatie” yaitu batas wilayah laut 3 mil dari garis pantai. Sedangkan laut yang memisahkan pulau-pulau yang ada bebas dilewati kapal asing. Pencetus Deklarasi Djuanda adalah Perdana Menteri Ir. Djuanda Kartawidjaya pada tanggal 13 Desember 1957. Dengan adanya Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan, sehingga Indonesia menganut prinsip negara kepulauan/ archipelago state artinya wilayah laut dan dan perairan antar pulau yang ada di Indonesia juga termasuk dalam wilayah Republik Indonesia dan bukan merupakan Kawasan bebas negara. Isi Deklarasi Djuanda : 1. Bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki corak tersendiri 2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan 3. Ketentuan ordonansi tahun 1939 yang dianut sebelumnya dapat memecahbelah kesatuan dan kedaulatan Republik Indonesia Tujuan Deklarasi Djuanda : 1. Mewujudkan bentuk wilayah NKRI yang utuh dan bulat 2. Menentukan batas-batas yang jelas dari Republik Indonesia sesuai dengan prinsip – prinsip negara kepulauan 3. Mengatur lalu lintas pelayaran yang damai, serta pada saat yang sama dapat menjamin keutuhan dan keamanan Republik Indonesia Dengan adanya deklarasi ini, laut yang menjadi penghubung pulau Indonesia dianggap sebagai wilayah resmi Indonesia. Selain itu, Indonesia juga berhak atas lauatan lepas yang berisi sumber daya alam sekaligus jalur dagang yang strategis. https://www.youtube.com/watch?v=lOn058q9fvY 3. Seberapa jauh perjuangan untuk mewujudkannya (negara mana yang mendukung dan yang menentang, apa lasannya)? Deklarasi Djuanda merupakan salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan wilayah kedaulatan Indoesia dan berperan penting dalam bidang ekonomi, sosial, hukum di Indonesia. Sebelum adanya deklarsi Djuanda, berdasarkan Ordonansi Hindia Belanda wilayah laut Indonesia hanya diukur dari 3 mil laut diukur dari garis pantai. Selain itu, kapal-kapal asing dapat dengan bebas melakukan pelayaran di wilayah sekitar kepulauan Indonesia. Hal-hal inilah yang mendasari Perdana Menteri Djuanda untuk memperjuangkan wilayah laut Indonesia melalui Deklarasi Djaunda tahun 1957. Perjuangan deklarasi Djuanda tidaklah mudah, banyak negara yang menentang diantaranya negara-negara maritim besar seperti Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, juga oleh Belanda dan Australia. Penolakan itu terjadi karena penutupan laut disekitar pulau-pulau akan bertentangan dengan hukum internasional tentang kebebasan pelayaran. Selain mendapat pertentangan dari beberapa negara, Indonesia juga memperoleh dukungan diantaranya Filipina, Fiji, dan Mauritius (kelompok negara kepulauan), Equador, Cina dan Yugoslvia. Perjuangan pertama Indonesia untuk memperoleh pengakuan internasional dilakukan melalui Konferensi Hukum Laut (1958) di Geneva, Swiss. Namun perjuangan yang dilakukan oleh Ketua Delegasi RI adalah Achmad Soebardjo, Dubes RI di Bern, dan Mochtar Kusumaatmadja sebagai pakar hukum laut namum belum berhasil. Tak sampai hanya di sana, perjuangan dilanjutkan setelah PBB menyelenggarakan Konferensi Ketiga tentang Hukum Laut pada tahun 1973. Tujuannya salah satunya untuk meninjau kembali konvensi-konvensi Geneva tahun 1958 tentang laut wilayah, laut lepas, perikanan, dan landas kontinen. Selain itu, koferensi ini juga berfungsi untuk membahas ZEE dan masalah yurisdiksi di selat yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional. Dalam perjuangan ini Indonesia bekerjasama dengan negara Filipina hingga akhirnya rezim “hukum negara kepulauan” dapat masuk dalam agenda konferensi. Perjuangan dilanjutkan melalui Indonesia menjadi anggota Komite Persiapan tahun 1970-1973 delegasi Indonesia yang diwakili oleh Umarjadi Nyotowijono selaku Wakil Tetap RI untuk PBB di Geneva, dan Dr Mochtar Kusumaatmaja sebagai wakil ketua mengajukan konsep negara Kepulauan. Perjuangan di luar Komite persiapan diantaranya Asia-Africa Consultative Committee (AALCC), Kelompok 77 (kelompok negara berkembang), ASEAN, dan pengiriman misi-misi khusus RI ke sejumlah negara. Upaya-upaya ini digunakan untuk negosiasi-negosiasi dan kegiatan lobi di sidang-sidang Konferensi Ketiga Hukum Laut. Upaya-upaya ini termasuk negosiasi untuk negara- negara maritim besar penentang deklarasi Djuanda seperti Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, dan Australia. Perundingan dengan negara maritim besar ini terfokus pada ketentuan- ketentuan tentang hak pelayaran kapal asing melalui alur laut di perairan kepulauan, hak-hak negara kepulauan di alur laut, dan kewajiban-kewajiban kapal asing yang lewat untuk menghormati kedaulatan dan melindungi kepentingan negara kepulauan. Perundingan terakhir terjadi pada Maret 1977 di New York, antara delegasi terbatas RI yang dipimpin oleh Menlu Mochtar Kusumaatmadja dan delegasi terbatas AS yang dipimpin Duta Besar Elliot L Richardson, mantan Jaksa Agung AS akhirnya mencapai kesepakatan dan akhirnya rezim hukum negara kepulauan, yang akhirnya disetujui oleh konferensi. Pada akhirnya negara kepulauan (archipelagic states) sudah diakui oleh masyarakat internasional dengan adanya Konvensi Hukum Laut 1982.
4. Apa yang terjadi apabila Deklarasi Djuanda tidak berhasil?
Peraturan tentang batas wilayah laut Indonesia akan masih mengacu pada peraturan warisan dari pemerintah kolonial belanda yaitu Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 yang mana menetapkan bahwa jarak laut teritorial tiap pulau di nusantara adalah 3 mil atau pada pembaharuan hukum laut oleh panitia interdepartemental yg diketuai kolonel Pirngadi pada tgl 17 Oktober 1956 yaitu mengubah dari 3 mil menjadi 12 mil. Dengan peraturan tersebut menyebabkan kapal- kapal asing dapat dengan bebas melayari perairan laut diantara pulau-pulau nusantara, jika hal ini tetap terjadi maka dapat mengancam kedaulatan dan memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.