Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING

4.1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya stress corrosion
cracking pada logam.
2. Memahami parameter proses yang mempengaruhi terjadinya SCC.
3. Mengetahui dan memahami perbedaan antara intergranular dan
trangranular corrosion.
4. Dapat membuat diagram pourbaix berdasarkan dari pengujian yang telah
dilakukan pada stress corrosion cracking.
5. Dapat memahami dan menganalisa produk korosi dari hasil pengujian SCC.

4.2 Teori Dasar


Korosi retak tegangan atau dapat disebut dengan (stress cracking corrosion)
adalah salah satu jenis korosi pada material teknik yang terjadi secara lambat yang
bermula dari perambatan retak. Perambatan retak yang terjadi memiliki kaitan
terhadap lingkungan reaksi korosi dan tegangan yang terjadi. Tegangan yang
sering terjadi pada SCC dan menyebabkan kegagalan pada material dapat berupa
tegangan sisa maupun tegangan statis. Dan untuk tegangan dinamis (siklik)
biasanya diperuntukan untuk jenis fatigue corrosion. Namun selain dari tegangan
lingkungan yang korosif juga menjadi perbedaan kedua jenis korosi ini[9].

Gambar 4.1 Daftar paduan dengan lingkungan korosifnya


(Sumber: Stress corrosion cracking by Russel H.jones)

69
BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Lingkungan yang menyebabkan SCC pada umunya adalah aquous atau


sebagian besarnya pada larutan. SCC tidak hanya menyerang logam-logam
ferrous namun juga nonferrous. Lingkungan yang korosif terhadap beberapa
paduan belum tentu menjadi korosif pada paduan lainnya, sebagai contohnya
tembaga yang rentan terhadap ammonia, paduan aluminium dan baja tahan karat
yang rentan terhadap ion klorida (chlorine). Biasanya SCC menyerang logam
material yang memiliki lapisan pelindung (pasif) yang berfungsi untuk
menghambat lajunya korosi yang juga dapat melindungi material logam tahan
terhadap korosi seragam terhadap lingkungannya[9].

Gambar 4.2 Mekanisme terjadinya SCC


(Sumber: http://lib.ui.ac.id/)
Mekanisme pada stress cracking corrosion terbagi menjadi tiga diantaranya:
1. Tahap Inisiasi (Crack Initiation processes)
Pada tahap ini belum terjadinya inisiasi karna tegangan yang terjadi masih
rendah sehingga belum menyebabkan terjadinya deformasi. Namun pada tahap ini
sudah mulai terjadinya kerusakan pada lapisan film karna adanya pengaruh reaksi
kimia antara lingkungan korosif dengan struktur yang bersifat rentan. Inisiasi ini
dimulai pada permukaan yang sudah terdapat cacat sebelumnya akibat pit
corrosion. Inisiasi yang dapat terjadi pada beberapa bagian logam terdiri
diantaranya[2]:
a. Inisiasi retak pada permukaan cacat (localized corrosion)[2]. Inisiasi ini
memang sudah terjadi akibat retakan yang terbentuk sebelumnya oleh proses
pembuatan atau pengolahan material tersebut.
b. Inisiasi retak pada daerah korosi yang berbentuk pit (pit corrosion)[2]. Inisiasi
ini terjadi akibat penggunaannya pada lingkungan korosofi yang disebabkan
oleh proses elektrokimia.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 70


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

c. Inisiasi retak akibat korosi pada batas butir atau akibat terputusnya bidang slip
2. Tahap perambatan retak (Crack Propagation)[2]
Pada tahapan ini laju perambatan retak semakin terjadi seiring meningkatnya
laju regangan pada ujung retakan yang terjadi dengan pengaruh tegangan serta
tegangan statis yang diberikan secara terus menerus.
3. Tahap perambatan retak atau kegagalan akhir (Crack Propagation or final
failure)
Pada tahapan ini peramabatan retak semakin terjadi hingga pada tahap final
spesimen akan mengalami kegagalan (patah).
Pada stress cracking corrosion terbagi menjadi dua jenis korosi diantaranya
transgranular dan intergranular. Pada transgranular corrosion proses korosi
terjadi dengan membelah butir, dan pada intergranular corrosion, korosi
menyerang pada bagian batas butir, pada jenis korosi ini batas butir akan bersifat
anodik dan bagian tengah butir akan bersifat katodik[2].

Gambar 4.3 Korosi transgranular dan intergranular


(Sumber: https://adoc.pub/)

Beberapa parameter yang dapat mempengaruhi SCC selain dari lingkungan


korosif, dan adanya tegangan statis yang dapat berupa (residual stress) adalah
suhu, tekanan, jenis zat terlarut, pH larutan yang digunakan. Selain parameter di
atas, laju perambatan retak dari korosi retak tegang juga dapat dipengaruhi oleh[2]:
a. Besar tegangan yang diberikan, dimana semakin besar tegangan yang diberikan
maka laju korosi akan semakin tinggi.
b. Komposisi paduan, dimana tiap penambahan unsur akan menghasilkan
pengaruhnya tersendiri seperti contohnya chromium yang baik untuk membuat
sebuah lapisan pasivasi pada logam namun harus dilakukan pemaduan,

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 71


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

c. Kondisi metalurgi, pada kondisi ini untuk memperhatikan tegangan sisa,


kekuatan yang dimiliki material tersebut, dan sebagainya
d. Geometri retakan dimana memfokuskan pada panjang dan lebar retakan,
pembukaan retakan (crack opening) dan sebagainya.

Korosi retak tegang

Gambar 4.4 Korosi retak tegang pada permukaan material


(Sumber: https://www.metallurgyfordummies.com/)
Pada daerah pantai atau laut laju korosi juga dapat terjadi sehingga untuk
mengetahui laju korosinya terdapat beberapa pembagian zona laut diantaranya[10]:
1. Atmosphoric zone
Zona ini terletak di atas permukaan laut. Zona ini akan mengalami korosi
apabila terkait pada keadaan yang basah, saat adanya proses elektrokimia
berlangsung. Terdapat hubungan langsung antara kandungan garam yang tedapat
pada atmosfer dan laju korosi. Selain itu radiasi matahari juga dapat merusak dan
memperburuk bahan lapisan (coating) pada material tersebut.
2. Splash zone
Pada zona ini struktur bangunan terkadang terkena basah karna adanya pasang
surut dan angin (terkena cipratan air laut), Pada zona ini laju korosi terjadi paling
tinggi karna mudahnya oksigen untuk bereaksi secara elektromia. Serta cipratan
air laut yang menyebabkan kandungan Cl (klorida) menempel pada bagian
struktur bangunan tersebut. Selain itu adanya air laut yang mengandung pasir
dapat menambah komponen kerusakan material pada zona ini.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 72


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

3. Tidal zone
Pada zona ini struktur bangunan terendam secara bergantian dan terkena zona
perckan (splash zone), karena pasang naik berfluktuasi. Dalam kondisi terendam,
material terkena air laut kemudian terkena angin kembali, yang mendukung
perlekatan (melekat/terkumpulnya secara perlahan mikroorganisme air laut pada
material) yang dapat mempengaruhi korosi. Laju korosi dipengaruhi oleh aliran
pasang surut.
4. Submerged zone
Pada zona ini struktur bangunan akan selalu tenggelam di laut. Laju korosi di
zona ini tergantung pada ketersediaan oksigen yang akan diangkut ke situs katodik
permukaan material. Karena konsentrasi oksigen bervariasi dengan kedalaman.
Dimana semakin menurun dengan bertambahnya jarak ke permukaan, laju korosi
juga lebih lambat pada kedalaman yang lebih tinggi.
5. Subsoil
Pada zona ini adalah bagian struktur terkubur dimana kandungan oksigen pada
zona ini rendah.

Gambar 4.5 Zona korosi pada air laut


(Sumber: https://www.copper.org/)

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 73


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

4.3 Metodologi Praktikum


4.3.1 Skema Proses
Siapkan alat dan bahan

Lakukan proses persiapan permukaan

Ukur dan timbanglah spesimen uji

Pasangkan spesimen uji pada kedua penjepit sel uji

Masukan pasir dan agregat

Masukan larutan NaCl 3,5%

Tambahkan beban

Pasangkan dial gauge

Masukan aerator kedalam sel uji

Ukur pH dan potensial awal spesimen uji

Catat perubahan panjang, pH, dan potensial

Bersihkan dan keringkan spesimen uji

Timbang dan ukur kembali spesimen uji

Analisa dan pembahasan

Kesimpulan
Gambar 4.6 Skema proses pengujian stress corrosion cracking
4.3.2 Penjelasan Skema Proses
1. Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.
2. Proses persiapan permukaan dilakukan hanya dengan mengamplas
spesimen dengan amplas 320 dan 1200 mesh dibilas dengan air.
3. Dimensi spesimen uji diukur dengan jangka sorong, dan massanya
ditimbang dengan neraca analitik yang berguna untuk mengetahui berat
serta dimensi sebelum dilakukannya pengujian.
4. Spesimen uji dipasangkan pada kedua penjepit sel uji dengan bantuan
tang.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 74


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

5. Pasir dimasukan kedalam tabung sel uji hingga menutupi panjang


gauge length.
6. 2 liter larutan NaCl 3,5% dimasukan kedalam tabung sel uji
7. Beban ditambahkan sebesar 18,85 kg secara hati-hati.
8. Dial gauge digital dipasangkan pada tiang sel uji yang berfungsi unutk
menampilkan pertambahan panjang pada spesimen.
9. Selang aerator dimasukan kedalam sel uji.
10. pH dan potensial awal spesimen uji diukur dengan pH meter dan
potensial meter.
11. Perubahan panjang, pH, dan potensial dicatat setiap 1 jam sekali selama
21 hari.
12. Spesimen setelah dilakukan pengujian dibersihkan dengan cara
diamplas kembali dengan amplas 1000 mesh dan dibilas dengan air lalu
dikeringkan.
13. Analisa dan pembahasan dibuat berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan.
14. Kesimpulan dibuat berdasarkan pembahasan.

4.3.3 Gambar Proses

Proses pengamplasan spesimen

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 75


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Pengukuran spesimen uji

Penimbangan spesimen uji

Spesimen dipasangkan pada alat sel uji

Proses memasukan pasir kedalam tabung sel uji

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 76


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Proses memasukan NaCl kedalam tabung sel uji

Penambahan beban

Pemasangan dial gauge

Pemasangan selang aerator

Ukur pH potensial

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 77


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Pengamplasan spesimen setelah pengujian

Pengukuran kembali spesimen uji


Gambar 4.7 Proses pengujian stress corrosion cracking

4.4 Alat dan Bahan


4.4.1 Alat
1. Alat uji SCC : 1 set
2. Aerator : 1 buah
3. Neraca analitik : 1 buah
4. pH meter : 1 buah
5. Tang : 1 buah
6. Vernier calliper : 1 buah
7. Dial gauge digital : 1 buah
8. Multimeter : 1 buah
9. Kaca arloji : 1 buah
10. Kayu : 2 buah
11. Beban : 18,35 kg

4.4.2 Bahan
1. Amplas (320,1000,1200 mesh) : secukupnya
2. Aqua dm : 2 liter
3. NaCl 3,5% :
4. Spesimen JIS SS400 : 1 buah
5. Lakban hitam : secukupnya

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 78


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

6. Selotip pipa : secukupnya


7. Tisu : secukupnya

4.5 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data


4.5.1 Pengumpulan Data
1. Gambar Teknik Spesimen Uji Sebelum Dilakukan Percobaan

Gambar 4.8 Gambar teknik spesimen sebelum dilakukan percobaan

Gambar 4.9 Spesimen tampak belakang sebelum pengujian


2. Gambar Teknik Spesimen Uji Setelah Dilakukan Percobaan.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 79


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Gambar 4.10 Gambar teknik spesimen setelah dilakukan percobaan

Gambar 4.11 Tampak depan spesimen setelah dilakukan pengujian

Gambar 4.12 Tampak belakang spesimen setelah dilakukan pengujian

3. Data Awal Pengamatan


Tabel 4.1 Data awal pengamatan
1. Spesimen JIS SS 400
2. Panjang awal (mm) 180,35 mm
3. Lebar awal (mm) 34,8 mm
4. Tebal awal (mm) 3,7 mm
5. Beban SCC (kg) 18,85gr ubah ke kg
6. Larutan NaCl 3,5%
7. Waktu pengamatan 21 hari
8. Waktu awal pembebanan 16.22
9. Potensial awal (V) -0,494 V
10. pH awal 7,5
11. Panjang tarikan awal (mm) 3,1 mm
12. kedalaman takikan 3,25 mm
13. Berat awal spesimen (gr) 145,81 gr
14. Panjang gauge 50,9 (bagian dalam)
56,1 (bagian luar)

4. Data Akhir Pengamatan


Tabel 4.2 Data akhir pengamatan
1. Spesimen JIS SS 400

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 80


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

2. Panjang akhir (mm) 186 mm


3. Lebar akhir (mm) 34,30 mm
4. Tebal akhir (mm) 3,72 mm
5. Beban SCC (kg) 18,375 kg
6. Larutan NaCl 3,5%
7. Waktu pengamatan 21 hari
8. Waktu akhir pembebanan 16.25
9. Potensial akhir (V) -0,618 V
10. pH awal 8,42
11. Panjang tarikan akhir (mm) 2,46 mm
12. Kedalaman takikan 3 mm
13. Berat akhir spesimen (gr) 145,17 gr
14. Panjang gauge 52,20 mm (bagian dalam)
59,70 mm (bagian luar)

5. Titik Data Pengamatan


Tabel 4.3 Titik data pengamatan
No Tanggal Waktu pH Potensial Potensial Hidrogen
1 29/11/2020 10:00 6,8 0,621 0,424
2 30/11/2020 13:00 6,67 0,622 0,425
3 06/11/2020 10:00 7,26 0,623 0,426
4 08/12/2020 10:00 7,39 0,614 0,417
5 08/12/2020 07:00 7,23 0,622 0,425
6 09/12/2020 10:00 7,27 0,634 0,437
7 11/12/2020 10:00 7,8 0,624 0,427
8 12/12/2020 10:00 7,95 0,627 0,430
9 14/12/2020 09:00 7,57 0,609 0,412
10 15/12/2020 09:00 8,1 0,616 0,419

4.5.2 Pengolahan Data


1. Pembuatan Larutan NaCl 3,5%
Diketahui :
V = 2000 ml MrNaCl = 58,5 g/mol
Ditanya : MNaCl…? dan grNaCl…?
Dijawab :
1000 x ρ x %massa
M =
Mr HCl
1000 x 2,16 x 3,5 %
M =
58,5
M = 1,29 M

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 81


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

gr 1000
M= x
Mr V
gr 1000
1,29 = x = 150,93 gr
58,5 2000
2. Luas Penampang Awal
Diketahui : lo = 34,8 mm To = 3,7 mm
Ditanya : Ao…?
Dijawab :
Ao = lo x To
= 34,8 x 3,7
= 128,76 mm2 → 0,199 inch2
3. Luas Penampang Akhir
Diketahui : l1 = 34,30 mm T1 = 3,72 mm
Ditanya : A1…?
Dijawab :
A1 = l1 x T1
= 34,30 x 3,72
=127,6 mm2 → 0,197 inch2
4. Perhitungan Beban
Diketahui : σy = 245 N/mm2 safety factor = 75%
Ditanya : FDIN …? Dan F…?
Dijawab :
FDIN = σy x safety factor F = σuts x Ao
= 245 x 75% = 500 x 128,76 mm2
= 18,75 kg = 64,380 N
5. Safety Factor
Diketahui : FDIN = 183,75 N/mm2 F = 64,380 N
Ditanya : SFstandar…? dan SF…?
Dijawab :
SFstandar = FDIN x 0,75 SF = F x 0,75
= 18,75 N/mm2 x 0,75 = 64,380 N x 0,75
= 14,06 N/mm2 = 48285 N
6. Regangan

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 82


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Diketahui : l0 = 34,8 mm l1 = mm
Ditanya : e…?
Dijawab :
l1 - l0
e =
l1
186 - 180,35
= 186 = 0,031 mm

7. Modulus Elastisitas
Diketahui : e = 0,031 mm σuts = 500 N/mm2
Ditanya : E…?
Dijawab :
σ 500
E = = = 16.129,03 N/mm2
e 0,031
8. Laju Korosi
Diketahui :
Ditanya : CR…?
Dijawab :
W = 640 mg A0 = 0,199 inch2 t = 504 jam
ρFe = 7,8 mg/cm3
534 x W 534 x 640
CR NaCl =
ρ x Ao x t
= 7,8 x 0,199 x 504 = 436,86 mpy

9. Konversi reference electrode ke Hidrogen


V(H) = V(pengamatan) – V(standar)
= V(pengamatan) – V(0,197)
a. Titik ke-1 V(H) = 0,621 – 0,197 = 0,424
b. Titik ke-2 V(H) = 0,623 – 0,197 = 0,426
c. Titik ke-3 V(H) = 0,623 – 0,197 = 0,426
d. Titik ke-4 V(H) = 0,622 – 0,197 = 0,425
e. Titik ke-5 V(H) = 0,634 – 0,197 = 0,437
f. Titik ke-6 V(H) = 0,617 – 0,197 = 0,420
g. Titik ke-7 V(H) = 0,627– 0,197 = 0,430
h. Titik ke-8 V(H) = 0,619 – 0,197 = 0,422
i. Titik ke-9 V(H) = 0,609 – 0,197 = 0,412

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 83


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

j. Titik ke-10 V(H) = 0,616 – 0,197 = 0,419


10. Diagram Pourbaix

Gambar 4.13 Diagram pourbaix pengujian stress corrosion cracking


1. Pengamatan titik ke-1 dengan pH = 6,8 Potensial = 0,424
2. Pengamatan titik ke-2 dengan pH = 6,46 Potensial = 0,426
3. Pengamatan titik ke-3 dengan pH = 7,26 Potensial = 0,426
4. Pengamatan titik ke-4 dengan pH = 7,23 Potensial = 0,425
5. Pengamatan titik ke-5 dengan pH = 7,27 Potensial = 0,437
6. Pengamatan titik ke-6 dengan pH = 7,80 Potensial = 0,420
7. Pengamatan titik ke-7 dengan pH = 7,95 Potensial = 0,430
8. Pengamatan titik ke-8 dengan pH = 7,90 Potensial = 0,422
9. Pengamatan titik ke-9 dengan pH = 7,57 Potensial = 0,412
10. Pengamatan titik ke-10 dengan pH = 8,10 Potensial = 0,419

11. Persamaan Reaksi


a. Pembuatan larutan NaCl
NaCl(s) + H2O(aq) → NaCl(aq) + H2O(aq)
b. Proses reaksi korosi

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 84


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

Anoda : Fe → Fe2+ + 2e-


Katoda : 2NaCl + 2e- → 2Na + 2Cl-
Reaksi : Fe + 2NaCl → 2Na + FeCl2

Anoda : 2Fe → 2Fe2+ + 4e-


Katoda : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH-
Reaksi : 2Fe + 2H2O + O2 → 2Fe(OH)2

c. 2Fe(OH)2 → Fe2O3.xH2O

4.6 Analisa dan pembahasan


Pengujian yang dilakukan adalah stress corrosion cracking, spesimen yang
digunakan adalah baja JIS SS400. Pengujian dilakukan dalam sel tabung uji SCC.
Pertama kali material diamplas terlebih dahulu dengan amplas kasar 320 mesh dan
dilanjutkan dengan amplas halus 1200 mesh, tujuan pengamplasan ini yaitu untuk
menghilangkan zat-zat pengotor pada permukaan spesimen agar nanti didaptkan
hasil data yang baik dan dibilas dengan air.
Selanjutnya dilakukan pengukuran dimensi dengan jangka sorong
didapatkan hasil pengukuran berupa panjang awal 180,35 mm, lebar awal 34,8
mm, tebal awal 3,7 mm, panjang takikan awal 2,9 mm dengan kedalaman 3,25
mm, panjang gauge dalam 50,9 mm, luar 56,1 mm, serta berat spesimen dengan
neraca analitik dan didapatkan hasil 145,81 gr. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh korosi terhadap dimensi dan berat spesimen setelah
pengujian dan untuk mengetahui laju korosi dari metode kehilangan berat.
Sebelum pemasangan spesimen, sel uji dicoba dahulu dengan memasukan
air kedalam tabung sel dan terlihat bahwa alat tersebut sudah longgar, sehingga
digunakan selotip pipa bewarna putih pada bagian tersebut dan ditambahkan
dengan lakban hitam agar semakin kuat setelah dilakukan pemasangan.
Dilanjutkan dengan pemasangan spesimen uji pada sel uji SCC dengan bantuan
tang serta kunci untuk mengencangkan mur dan baut agar spesimen dapat
terpasang dengan baik. Setelah semua rangkaian terpasang dilanjutkan dengan
memasukan pasir dan agregat, pasir yang digunakan berupa pasir pantai dengan
larutan NaCl. Rangkaian ini dibuat berdasarkan proses korosi pada air laut. NaCl
yang dibutuhkan adalah sebanyak 2 liter hingga ¾ bagian spesimen terendam

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 85


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

dengan air dan hanya sedikit bagian spesimen terkubur oleh pasir. Kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan aerator yang berfungsi untuk menghasilkan
oksigen pada rangkaian sel uji.
Beban yang ditambahkan sebanyak 18,85 kg yang dipasangkan secara hati-
hati, penambahan beban ini bertujuan karena salah satu faktor yang
mempengaruhi SCC adalah lingkungan korosif, adanya tegangan statis dan
pengaruh jenis material.
Tegangan statis adalah tegangan yang diberikan secara terus menerus, pengukuran
pH potensial awal digunakan alat pH meter dan potensial meter dan didapatkan
hasil 0,494 v dengan pH awal 7,50.
Pengujian dilakukan hingga 21 hari dengan pencatatan data setiap 1 jam.
Dial gauge yang digunakan adalah dial gauge digital, fungsi dari alat ini yaitu
untuk mnegetahui perpanjangan spesimen yang terjadi, alat ini sangat rentan
terhadap sensitivitas sehingga pada saat pengujian terdapat kesalahan dimana alat
tersetting Kembali hal ini terjadi diakibatkan oleh human error dan dapat juga
karna kurangnya kehati-hatian praktikan saat melakukan pengamatan.
Setelah 21 hari pengujian, dilakukan pembongkaran sel uji untuk melepas
spesimen, pembukaan mur dan baut digunakan alat berupa tang. Setelah proses
pembongkaran, spesimen difoto agar diketahui perbanidngan awal spesimen
sebelum dan sesudah pengujian dan dilakukan pembersihan. Pembersihan
spesimen dilakukan dengan cara mengamplas denagna amplas 1000 mesh dan
dibilas dengan menggunakan air.
Dilakukan pengukuran kembali dan didapatkan hasil panjang akhir 186 mm,
hal ini menandakan terdapat pemanjangan spesimen sebesar 5,65 mm, dengan
berat akhir yaitu 145,17 gr sehingga menandakan adanya 0,64gram kehilangan
berat sehingga proses korosi memang memberi pengaruh yaitu mengurangi berat
spesimen awal.
Bentuk spesimen yang digunakan memiliki bentuk yang mirip dengan
pengujian tarik, dan memiliki takikan, fungsi takikan yang dimiliki oleh spesimen
yaitu memfokuskan tegangan agar tepat pada daerah tersebut. Pada umunya
korosi lebih mudah terjadi pada bagian yang memiliki sudut. Larutan NaCl adalah
salah satu larutan elektrolit yang berfungsi sebagai untuk mentransfer ion dan

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 86


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5

elektron. Anoda yang berperan pada pengujian ini adalah spesimen baja dengan
katoda berupa NaCl dan O2 yang terdapat dari selang aerator dihasilkan maupun
dari atmosfir.
Produk korosi yang dihasilkan berupa FeCl 2 yang terjadi karna persamaan
reaksi dengan larutan NaCl dapat dilihat dari warna kuning kecoklatan dengan Na
mengalami pengendapan, kemudian produk korosi Fe(OH)2 dihasilkan dari
persamaan reaksi yang berikatan dengan oksigen dapat dilihat dari permukaan
spesimen yang bewarna hitam selain itu warna hitam yang dihasilkan pada
permukaan juga dapat menandakan terbentuknya lapisan pasivasi, dan dilakukan
plot pada diagram pourbaix bahwa spesimen tersebut berada pada daerah pasif.
Korosi yang terjadi pada pengujian ini adalah pitting corrosion, namun
korosi ini tidak dapat dilihat secara langsung, namun harus menggunakan bantuan
alat untuk mengetahui adanya korosi tersebut, selain itu korosi galvanik juga
dapat terjadi pada pengujian ini yaitu pada bagian sambungan spesimen dengan
pengunci yang memiliki jenis perbedaan material.

4.7 Kesimpulan
4.7.1 Kesimpulan
1. Mekanisme pengujian SCC yaitu dengan memasangkan alat sel uji SCC
kemudian ditambahkan pasir serta larutan dan dibiarkan korosi dan
kemudian dilakukan pengamatan pH potensial dan pertambahan
panjangnya.
2. Parameter yang digunakan adalah jenis material, adanya tegangan serta
lingkungan korosif.
3. Intergranullar adalah korosi yang terjadi disepanjang batas butir, dan
transgranular terjadi membelah butir.
4. Korosi yang dapat terjadi pada pengujian ini yaitu pitting corrosion dan
galvanic corrosion
4.7.2 Saran
1. Selama pengamatan hendaknya praktikan lebih berhati-hati saat berada
pada daerah sel uji, yang nantinya dapat mempengaruhi sensitivitas dial
gauge.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 87

Anda mungkin juga menyukai