4.1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya stress corrosion
cracking pada logam.
2. Memahami parameter proses yang mempengaruhi terjadinya SCC.
3. Mengetahui dan memahami perbedaan antara intergranular dan
trangranular corrosion.
4. Dapat membuat diagram pourbaix berdasarkan dari pengujian yang telah
dilakukan pada stress corrosion cracking.
5. Dapat memahami dan menganalisa produk korosi dari hasil pengujian SCC.
69
BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 5
c. Inisiasi retak akibat korosi pada batas butir atau akibat terputusnya bidang slip
2. Tahap perambatan retak (Crack Propagation)[2]
Pada tahapan ini laju perambatan retak semakin terjadi seiring meningkatnya
laju regangan pada ujung retakan yang terjadi dengan pengaruh tegangan serta
tegangan statis yang diberikan secara terus menerus.
3. Tahap perambatan retak atau kegagalan akhir (Crack Propagation or final
failure)
Pada tahapan ini peramabatan retak semakin terjadi hingga pada tahap final
spesimen akan mengalami kegagalan (patah).
Pada stress cracking corrosion terbagi menjadi dua jenis korosi diantaranya
transgranular dan intergranular. Pada transgranular corrosion proses korosi
terjadi dengan membelah butir, dan pada intergranular corrosion, korosi
menyerang pada bagian batas butir, pada jenis korosi ini batas butir akan bersifat
anodik dan bagian tengah butir akan bersifat katodik[2].
3. Tidal zone
Pada zona ini struktur bangunan terendam secara bergantian dan terkena zona
perckan (splash zone), karena pasang naik berfluktuasi. Dalam kondisi terendam,
material terkena air laut kemudian terkena angin kembali, yang mendukung
perlekatan (melekat/terkumpulnya secara perlahan mikroorganisme air laut pada
material) yang dapat mempengaruhi korosi. Laju korosi dipengaruhi oleh aliran
pasang surut.
4. Submerged zone
Pada zona ini struktur bangunan akan selalu tenggelam di laut. Laju korosi di
zona ini tergantung pada ketersediaan oksigen yang akan diangkut ke situs katodik
permukaan material. Karena konsentrasi oksigen bervariasi dengan kedalaman.
Dimana semakin menurun dengan bertambahnya jarak ke permukaan, laju korosi
juga lebih lambat pada kedalaman yang lebih tinggi.
5. Subsoil
Pada zona ini adalah bagian struktur terkubur dimana kandungan oksigen pada
zona ini rendah.
Tambahkan beban
Kesimpulan
Gambar 4.6 Skema proses pengujian stress corrosion cracking
4.3.2 Penjelasan Skema Proses
1. Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.
2. Proses persiapan permukaan dilakukan hanya dengan mengamplas
spesimen dengan amplas 320 dan 1200 mesh dibilas dengan air.
3. Dimensi spesimen uji diukur dengan jangka sorong, dan massanya
ditimbang dengan neraca analitik yang berguna untuk mengetahui berat
serta dimensi sebelum dilakukannya pengujian.
4. Spesimen uji dipasangkan pada kedua penjepit sel uji dengan bantuan
tang.
Penambahan beban
Ukur pH potensial
4.4.2 Bahan
1. Amplas (320,1000,1200 mesh) : secukupnya
2. Aqua dm : 2 liter
3. NaCl 3,5% :
4. Spesimen JIS SS400 : 1 buah
5. Lakban hitam : secukupnya
gr 1000
M= x
Mr V
gr 1000
1,29 = x = 150,93 gr
58,5 2000
2. Luas Penampang Awal
Diketahui : lo = 34,8 mm To = 3,7 mm
Ditanya : Ao…?
Dijawab :
Ao = lo x To
= 34,8 x 3,7
= 128,76 mm2 → 0,199 inch2
3. Luas Penampang Akhir
Diketahui : l1 = 34,30 mm T1 = 3,72 mm
Ditanya : A1…?
Dijawab :
A1 = l1 x T1
= 34,30 x 3,72
=127,6 mm2 → 0,197 inch2
4. Perhitungan Beban
Diketahui : σy = 245 N/mm2 safety factor = 75%
Ditanya : FDIN …? Dan F…?
Dijawab :
FDIN = σy x safety factor F = σuts x Ao
= 245 x 75% = 500 x 128,76 mm2
= 18,75 kg = 64,380 N
5. Safety Factor
Diketahui : FDIN = 183,75 N/mm2 F = 64,380 N
Ditanya : SFstandar…? dan SF…?
Dijawab :
SFstandar = FDIN x 0,75 SF = F x 0,75
= 18,75 N/mm2 x 0,75 = 64,380 N x 0,75
= 14,06 N/mm2 = 48285 N
6. Regangan
Diketahui : l0 = 34,8 mm l1 = mm
Ditanya : e…?
Dijawab :
l1 - l0
e =
l1
186 - 180,35
= 186 = 0,031 mm
7. Modulus Elastisitas
Diketahui : e = 0,031 mm σuts = 500 N/mm2
Ditanya : E…?
Dijawab :
σ 500
E = = = 16.129,03 N/mm2
e 0,031
8. Laju Korosi
Diketahui :
Ditanya : CR…?
Dijawab :
W = 640 mg A0 = 0,199 inch2 t = 504 jam
ρFe = 7,8 mg/cm3
534 x W 534 x 640
CR NaCl =
ρ x Ao x t
= 7,8 x 0,199 x 504 = 436,86 mpy
c. 2Fe(OH)2 → Fe2O3.xH2O
dengan air dan hanya sedikit bagian spesimen terkubur oleh pasir. Kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan aerator yang berfungsi untuk menghasilkan
oksigen pada rangkaian sel uji.
Beban yang ditambahkan sebanyak 18,85 kg yang dipasangkan secara hati-
hati, penambahan beban ini bertujuan karena salah satu faktor yang
mempengaruhi SCC adalah lingkungan korosif, adanya tegangan statis dan
pengaruh jenis material.
Tegangan statis adalah tegangan yang diberikan secara terus menerus, pengukuran
pH potensial awal digunakan alat pH meter dan potensial meter dan didapatkan
hasil 0,494 v dengan pH awal 7,50.
Pengujian dilakukan hingga 21 hari dengan pencatatan data setiap 1 jam.
Dial gauge yang digunakan adalah dial gauge digital, fungsi dari alat ini yaitu
untuk mnegetahui perpanjangan spesimen yang terjadi, alat ini sangat rentan
terhadap sensitivitas sehingga pada saat pengujian terdapat kesalahan dimana alat
tersetting Kembali hal ini terjadi diakibatkan oleh human error dan dapat juga
karna kurangnya kehati-hatian praktikan saat melakukan pengamatan.
Setelah 21 hari pengujian, dilakukan pembongkaran sel uji untuk melepas
spesimen, pembukaan mur dan baut digunakan alat berupa tang. Setelah proses
pembongkaran, spesimen difoto agar diketahui perbanidngan awal spesimen
sebelum dan sesudah pengujian dan dilakukan pembersihan. Pembersihan
spesimen dilakukan dengan cara mengamplas denagna amplas 1000 mesh dan
dibilas dengan menggunakan air.
Dilakukan pengukuran kembali dan didapatkan hasil panjang akhir 186 mm,
hal ini menandakan terdapat pemanjangan spesimen sebesar 5,65 mm, dengan
berat akhir yaitu 145,17 gr sehingga menandakan adanya 0,64gram kehilangan
berat sehingga proses korosi memang memberi pengaruh yaitu mengurangi berat
spesimen awal.
Bentuk spesimen yang digunakan memiliki bentuk yang mirip dengan
pengujian tarik, dan memiliki takikan, fungsi takikan yang dimiliki oleh spesimen
yaitu memfokuskan tegangan agar tepat pada daerah tersebut. Pada umunya
korosi lebih mudah terjadi pada bagian yang memiliki sudut. Larutan NaCl adalah
salah satu larutan elektrolit yang berfungsi sebagai untuk mentransfer ion dan
elektron. Anoda yang berperan pada pengujian ini adalah spesimen baja dengan
katoda berupa NaCl dan O2 yang terdapat dari selang aerator dihasilkan maupun
dari atmosfir.
Produk korosi yang dihasilkan berupa FeCl 2 yang terjadi karna persamaan
reaksi dengan larutan NaCl dapat dilihat dari warna kuning kecoklatan dengan Na
mengalami pengendapan, kemudian produk korosi Fe(OH)2 dihasilkan dari
persamaan reaksi yang berikatan dengan oksigen dapat dilihat dari permukaan
spesimen yang bewarna hitam selain itu warna hitam yang dihasilkan pada
permukaan juga dapat menandakan terbentuknya lapisan pasivasi, dan dilakukan
plot pada diagram pourbaix bahwa spesimen tersebut berada pada daerah pasif.
Korosi yang terjadi pada pengujian ini adalah pitting corrosion, namun
korosi ini tidak dapat dilihat secara langsung, namun harus menggunakan bantuan
alat untuk mengetahui adanya korosi tersebut, selain itu korosi galvanik juga
dapat terjadi pada pengujian ini yaitu pada bagian sambungan spesimen dengan
pengunci yang memiliki jenis perbedaan material.
4.7 Kesimpulan
4.7.1 Kesimpulan
1. Mekanisme pengujian SCC yaitu dengan memasangkan alat sel uji SCC
kemudian ditambahkan pasir serta larutan dan dibiarkan korosi dan
kemudian dilakukan pengamatan pH potensial dan pertambahan
panjangnya.
2. Parameter yang digunakan adalah jenis material, adanya tegangan serta
lingkungan korosif.
3. Intergranullar adalah korosi yang terjadi disepanjang batas butir, dan
transgranular terjadi membelah butir.
4. Korosi yang dapat terjadi pada pengujian ini yaitu pitting corrosion dan
galvanic corrosion
4.7.2 Saran
1. Selama pengamatan hendaknya praktikan lebih berhati-hati saat berada
pada daerah sel uji, yang nantinya dapat mempengaruhi sensitivitas dial
gauge.