Oleh:
Kriswira Symontmatag Suharto
104116054
Oleh:
Kriswira Symontmatag Suharto
104116054
MENGETAHUI,
Ketua Program Studi
Dr. Arianta
NIP: 116038
ABSTRAK
Kata kunci:Unity Check, Anjungan Lepas Pantai, Korosi, Marine Growth, Prediksi.
ABSTRACT
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, anugerah dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini
dengan baik. Adapun Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat
kelulusan program studi S1 pada jurusan Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan
Infrastruktur, Universitas Pertamina, Jakarta.
Harapan penulis bahwa laporan yang dibuat dapat menambah ilmu dan
pengetahuan serta memberikan gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang
berkaitan langsung pada mata kuliah yang ada di Jurusan Teknik Sipil Universitas
Pertamina. Dalam proses penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis mendapat
banyak dukungan serta bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Karena itu dalam
kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya antara lain kepada:
i
4.5 Metode Analisis Multilinear Regression Analysis ......................................... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 42
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 42
5.2 Saran ............................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 43
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Stuctural Health Monitoring strategy ............................................................. 3
Gambar 2.2 Bentuk Korosi ................................................................................................ 7
Gambar 2.3 Splash Zone Corrosion ................................................................................... 8
Gambar 2.4 Cathodic Protection ........................................................................................ 9
Gambar 2.5 Uniform Corrosion ......................................................................................... 9
Gambar 2.6 Diagram Barltrop et al .................................................................................. 11
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................................ 18
Gambar 3.2 PQP Platform ............................................................................................... 20
Gambar 3.3 Lokasi ALP pada Selat Makassar ................................................................. 22
Gambar 4.1 Isometric View Production and Quarters Platform (PQP) ............................ 27
Gambar 4.2 Bagian Jacket Leg B2 ................................................................................... 28
Gambar 4.3 Arah Pembebanan Lingkungan .................................................................... 28
Gambar 4.4 Hasil teori gelombang .................................................................................. 29
Gambar 4.5 Trend Corrosion ........................................................................................... 38
Gambar 4.6 Trend Marine Growth ................................................................................... 39
Gambar 4.7 Trend UC Operational .................................................................................. 40
Gambar 4.8 Trend UC Extreme ....................................................................................... 41
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lautan memiliki banyak sekali sumber daya yang dapat dieksplorasi, contohnya seperti
energi yang dapat dihasilkan oleh kecepatan angin dan gelombang air laut, serta cadangan
minyak dan gas yang ada di laut. Tentunya untuk melakukan kegiatan eksplorasi tersebut
banyak aspek yang diperlukan untuk menunjang setiap kegiatan, salah satunya adalah
infrastruktur anjungan lepas pantai (platform).
Desain dari anjungan lepas pantai adalah kombinasi dari metode struktur baja dan beban
yang bekerja pada struktur pelabuhan, seperti beban gelombang, arus, dan beberapa parameter
lainnya (gravitasi, angin, gempa, instalasi). Dengan kata lain, desain dari anjungan lepas pantai
bergantung pada pengalaman dari perusahaan pembuatnya tersebut. Kebanyakan dari
anjungan lepas pantai dibangun pada periode investasi minyak yang berkembang di tahun
1970 dan 1980, sehingga tentu saja umur dari platform pada saat ini sudah mencapai 40 hingga
50 tahun (El-Reedy, 2012).
Seiring berjalannya waktu masa layan struktur akan berkurang, sehingga perlu dilakukan
monitoring kekuatan struktur. Metode ini perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi struktur
dilapangan, melakukan penilaian terhadap struktur tersebut, memonitor, mengkontrol serta
kemungkinan kegagalan pada struktur. Kemudian menganalisis tindakan pencegahan terhadap
trend dari hasil inspeksi data lapangan yang ada serta dapat memprediksi keadaan struktur
dimasa mendatang dengan cara memodelkan struktur keadaan existing , lalu kondisi selama
beberapa tahun untuk mengetahui kebiasaan serta perubahan yang terjadi pada struktur.
Untuk melakukan tindakan pemeliharaan yang prediktif, maka perlu diketahui nilai unity
check (UC) dari setiap pemodelan dari tahun ke tahun (time history). UC adalah nilai kapasitas
layan suatu struktur per-member terhadap beban yang diaplikasikan. Nilai UC per-member
dengan hasil mendekati 1 berarti member tersebut memiliki nilai kritis. Korosi dan marine
growth digunakan sebagai parameter yang mempengaruhi nilai UC di dalam penelitian ini.
Korosi adalah proses kimia yang mempengaruhi ketebalan dari struktur, di banyak kasus
struktur mengalami penipisan diameter. Marine growth adalah pertumbuhan biota laut yang
mengakibatkan pertambahan diameter struktur, yang kemudian menambah beban struktur.
Hasil dari mengetahui nilai perubahan UC ialah dapat dilakukan tindakan pemeliharaan yang
terprediksi pada struktur.
Berdasarkan latar belakang yang dibahas maka dirumuskan masalah yang akan dibahas pada
tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh korosi dan marine growth selama beberapa waktu terhadap kondisi
struktur?
2. Bagaimana prediksi kekuatan struktur anjungan lepas pantai di masa depan akibat korosi
dan marine growth?
3. Bagaimana mengetahui kekuatan struktur di masa depan dengan perubahan nilai UC
terhadap korosi dan marine growth?
Universitas Pertamina -1
1.3 Tujuan Penelitian
Masa layan dari anjungan lepas pantai dipengaruhi oleh beberapa parameter yang terjadi yaitu,
pengaruh lingkungan serta kondisi struktur itu sendiri. Oleh sebab itu, agar penelitian lebih
terarah, maka penulis menetapkan beberapa batasan masalah yaitu:
1. Berfokus pada monitor kesehatan struktur yang menganalisis perubahan (trend) nilai
Unity check dari leg anjungan lepas pantai dari data inspeksi selama 3 tahun terhadap
pengaruh korosi dan marine growth,
2. Pengaruh lingkungan anjungan lepas pantai diasumsikan sebagai nilai desain awal
anjungan lepas pantai pada saat di buat.
3. Bagian struktur yang dianalisis hanya bagian Jacket khususnya adalah Leg kolom B baris
2 dengan 9 titik inspeksi.
Universitas Pertamina -2
Universitas Pertamina -3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Infrastruktur
Struktur seperti jembatan dan bangunan biasanya termasuk konstruksi besar dan dibuat
dengan ketidakpastian. Karena itu pada saat fase konstruksi harus dimonitor untuk
mengkontrol dari segi kualitas serta segi keamanan selama proses konstruksi. Setelah
bangunan struktur selesai dibangun, material sering kali mengalami degradasi dari waktu ke
waktu, menyebabkan penurunan pada kapasitas stuktur dan kapasitas layan struktur. Monitor
struktur pada saat fase masa layan memberikan informasi yang berguna ke depannya untuk
performa struktur terhadap degradasi material yang terjadi secara bertahap dan perkiraan
beban yang terjadi, juga dapat merekam respon struktur terhadap beban tambahan di luar
perkiraan yang terjadi secara tiba-tiba. Data yang dikumpulkan berdasarkan data monitor
secara real-time yang dapat digunakan untuk penilaian kerusakan serta evaluasi kesehatan dari
masa layan struktur. Pengolahan data lebih lanjut dari sistem monitoring dapat menjadi dasar
untuk memprediksi performa struktur di masa depan dan juga menentukan strategi
maintenance yang benar untuk kondisi struktur yang sudah ada. (Chen, 2018)
Universitas Pertamina - 3
Bangunan infrastruktur terdiri dari jembatan, gedung, menara, terowongan, bendungan
dan struktur lainnya. Faktor keamanan dan operasi ekonomi bergantung pada tindakan
manajemen dan pemeliharan yang baik. Untuk melakukan evaluasi yang optimal
menggunakan strategi manajemen untuk bangunan infrastruktur yang ada, penilaian yang
akurat pada saat ini, sangat penting dan berguna untuk keamanan di masa yang akan datang
(Ettouney dan Alampalli 2012).
Meskipun menggunakan metodologi desain yang baik, bangunan infrastruktur akan
memburuk seiring berjalannya watu. Kondisi buruk ini terjadi karena beberapa alasan, seperti
kegagalan karena beban yang berkelanjutan dan terus menerus, efek dari faktor lingkungan
(baja korosi, beton karbonasi) dan masalah umur dari material konstruksi. SHM penting untuk
bangunan infrastruktur karena seringkali menunjukkan gejala menurunnya kapasitas layan,
bangunan yang rusak, serta masalah performa, atau mungkin umur dari struktur sudah
melewati batasnya. Karena itu SHM penting untuk mendeteksi kerusakan dini agar dapat
dilakukan pengambilan keputusan segera. (Chen, 2018). Output dari SHM adalah informasi
yang didapatkan secara berkala mengenai kapasitas dari struktur yang didesain dengan maksud
tertentu, dengan mempertimbangkan berkurangnya masa layan struktur/penuaan dan
degradasi yang terjadi karena pengaruh lingkungan. (Farrar et al. 2003). Untuk memprediksi
performa keadaan struktur di masa mendatang maka SHM yang digunakan adalah proses data
berupa analisis statistik yaitu multilinear regression.
Universitas Pertamina - 4
1. Geladak (deck)
Geladak adalah bagian yang berada di atas permukaan air yang merupakan fasilitas utama
jacket dalam perencanaan struktur. Geladak juga merupakan tempat peralatan untuk
proses, produksi dan operasi, serta tempat untuk menunjang kehidupan yang ada pada
ALP.
2. Jacket
Merupakan badan dari jacket steel platform yang sebagian besar berupa konstruksi pipa
tubular. Berbeda dengan geladak, posisi jacket terendam air hingga dasar laut. Fungsi dari
jacket sendiri adalah menopang konstruksi geladak dan fasilitas produksi yang ada.
Menahan beban dari struktur serta beban lateral yang ada, dan juga momen guling yang
diakibatkan oleh lingkungan sekitar yaitu gelombang, arus, serta pasang surut. Jacket
sendiri memiliki berbagai macam varian yaitu 3 kaki, 4 kaki, 6 kaki, dan 8 kaki.
3. Tiang Pancang (piles)
Tiang pancang adalah struktur jacket platform yang dipancang langsung ke dasar laut..
Fungsi utamanya adalah sebagai penahan dan pondasi dari struktur jacket dan
menyalurkan beban yang diterima jacket yaitu beban lateral dan aksial ke dalam tanah.
Struktur Anjungan Lepas Pantai (ALP) permanen adalah struktur yang unik karena
memiliki pondasi yang berada di dasar laut, serta memiliki fungsi utama sebagai kegiatan yang
memproduksi dan melakukan pengeboran dalam bidang industri minyak dan gas.Desain yang
kuat dari ALP permanen bergantung pada spesifikasi akurat dari beban yang diberikan dan
kekuatan dari material konstruksi yang digunakan. Umumnya beban yang ada pada lautan
yang mengenai struktur adalah angin, gelombang, serta variabel lainnya. Karena itu lokasi dari
ALP sangat penting untuk mengetahui metocean data. (El-Reedy, 2012)
Berdasarkan API RP 2A WSD ALP memiliki beberapa beban yang bekerja pada struktur
penjelasan beban-beban yang bekerja sebagai berikut:
1. Beban Mati / Dead Load
Menurut API RP 2A WSD beban mati adalah beban dari struktur ALP sendiri serta
berat alat atau equipment yang terpasang permanen. Beban yang dimaksud sebagai
berikut:
a. Berat anjungan lepas pantai sendiri
b. Berat alat dan struktur appurtenant permanen pada struktur
c. Gaya hidrostatis yang bekerja di bawah permukaan air struktur, yaitu gaya hidrostatis
dan gaya apung
2. Beban Hidup /Live Load
Beban hidup adalah beban yang bekerja pada struktur pada saat keadaan operasi
yang dapat berubah sesuai kondisi pada saat operasi sendiri. Yang meliputi beban hidup
sebagai berikut:
a. Berat dari alat drilling serta alat produksi, serta beban yang tidak permanen
b. Berat dari Living Quarter (LQ), Helideck, dan peralatan keamanan lainnya yang tidak
permanen terpasang pada struktur.
c. Berat dari persediaan yang dikonsumsi dan cairan yang tersimpan
d. Gaya yang diterima akibat proses operasi seperti drilling, helicopter loadings.
Universitas Pertamina - 5
e. Berat dari crane yang sedang beroperasi.
3. Beban Lingkungan
Beban lingkungan adalah beban yang bekerja pada struktur biasanya akibat dari
fenomena alam di sekitar struktur. Beban lingkungan sendiri harus diantisipasi dan
struktur harus dapat menahan beban lingkungan yang dari berbagai arah, serta memiliki
kondisi ekstrem dan kondisi operasional. Beban lingkungan yang dimaksud pada
anjungan lepas pantai adalah:
a. Angin
Bagian struktur yang berada di atas air adalah bagian yang terkena beban lingkungan
angin. Beban angin tersebut memberikan tekanan pada struktur
b. Gelombang
Beban gelombang adalah beban lingkungan yang paling berpengaruh pada struktur.
Beban gelombang sendiri sangat berpengaruh di daerah struktur yang terkena
gelombang terutama bagian yang di permukaan air.
c. Pasang Surut
Beban pasang surut berpengaruh pada bagian struktur di bawah permukaan air dalam
hal ini adalah jacket yang menambah hydrodynamicload.
d. Arus
Beban arus berpengaruh pada bagian struktur di bawah permukaan air, beban ini
sendiri adalah tekanan karena pergerakan arus di daerah jacket.
2.6 Korosi
Korosi adalah suatu keadaan spontan yang merusak material logam yang disebabkan oleh
proses chemical, bio-chemical, dan eletro-chemical yang berinteraksi dengan logam dan
logam campuran serta adanya pengaruh dari lingkungan.
Lingkungan yang menyebabkan korosi adalah kelembapan, oksigen, inorganik dan asam
organik, tekanan tinggi, suhu, serta klorin. Korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari
material akibat material tersebut bereaksi dengan lingkungan, dalam hal ini adalah interaksi
secara kimiawi (Mars G. Fontana, 1987). Parameter yang mempengaruhi terjadinya korosi
pada ALP yaitu:
1. Aspek Kimia
Pengaruh air, oxidant, serta nilai pH
2. Aspek Fisika
Perubahan yang terjadi akibat temperatur, dan konduktivitas
3. Aspek Biologi
Adanya bakteri serta nutrients / inhibitor
4. Aspek Lingkungan
Setiap bagian dari struktur memiliki elevasi dan zona sendiri-sendiri yaitu: Atmospheric
Zone, Splash Zone, Sub-merged Zone, dan Sediment (Buried) Zone.
5. Aspek Mekanikal
Adanya stresses, serta adanya gaya geser (shear forces)
6. Aspek Metalurgi
Berasal dari material sendiri yaitu Alloying / impurity elements, micro-structure
(segregation, secondary phase)
Universitas Pertamina - 6
2.7 Bentuk Korosi
Bentuk-bentuk korosi yang sering terjadi dibagi dalam beberapa grup seperti pada
Gambar 2.1 (Pierre R. Roberge,2008), yakni:
1. Group I: Identifikasi dari korosi dapat melalui pemeriksaan visual
a. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)
b. Pitting
c. Korosi Crevice (Crevice Corrosion)
d. Korosi Galvanic (Galvanic Corrosion)
2. Group II: Identifikasi dengan bantuan alat inspeksi
a. Erosi
b. Cavitation
c. Fretling
d. Intergranular
e. Exfoliation
f. De-alloying
3. Group III: Identifikasi dengan bantuan alat mikroskopik
a. Stress corrosion cracking
b. Corrosion fatigue
c. Scaling
d. Internal Attack
Universitas Pertamina - 7
2.8 Laju Korosi
Untuk menentukan laju korosi dengan data historis yang dimiliki adalah dengan metode
long-term corrosion rate (LT) dan juga dengan short-term corrosion rate (ST) rumus dari
LT dan ST sebagai berikut:
tinitial−tactual
LT = .................................................................. (2.1)
time between tinitial and tactual (years)
tprevious−tactual
ST = ................................................................... (2.2)
time between tprevious and tactual (years)
Dimana:
tinitial : ketebalan pada saat design (cm)
tactual : ketebalan pada saat inspeksi (cm)
tprevious : ketebalan pada saat inspeksi pertama (cm)
Korosi merupakan salah satu masalah yang ada pada anjungan lepas pantai, karena
keadaan lingkungan yang ekstremdan diperlukannya tindakan pemeliharaan pencegahan untuk
memastikan keamananan dalam beroperasi dalam jangka panjang. Pada anjungan lepas pantai
sendiri, zona korosi terjadi pada (1)Atmospheric Zone (Above Water), (2) Splash Zone(tidal),
dan (3) The Subsea Zone (underwater and sea bottom).
1. Atmospheric Zone (Above Water)
Pada zona ini korosi terjadi karena efek dari gabungan panas matahari, perubahan suhu,
oksigen, kelembapan dan juga kandungan garam yang ada di udara. Pada zona korosi ini,
pemeliharaan biasanya dilakukan dengan menggunakan corrosion resistant metals dan juga
material non-metal serta protective coating.
2. Splash Zone Corrosion
Zona ini merupakan daerah yang sulit dilindungi (Gambar 2.3) karena terkena lapisan air
laut yang tipis serta berkelanjutan secara terus menerus yaitu kondisi basah dan kering secara
bersamaan. Untuk pemeliharaan yang efektif di daerah ini biasa menggunakan wear plates.
Universitas Pertamina - 8
3. Subsea Corrosion
Zona ini merupakan daerah struktur baja dari anjungan lepas pantai yang terendam, untuk
melindungi atau mencegah korosi pada daerah ini menggunakan Cathodic Protection (CP),
seperti pada Gambar 2.2 yang sistemnya mengorbankan logam yang lebih reaktif (anode)
untuk melindungi logam utama (katode)
Marine Growth yang dimaksudkan dalam dunia offshore adalah sekumpulan hewan atau
tumbuhan laut, kerang, ikan dan mamalia laut seperti paus, atau micro-organisme laut yang
berkoloni di permukaan struktur di dalam laut. Pertumbuhan marine growth sendiri karena
didukung oleh kondisi suhu, pasokan makanan, sinar matahari dan kondisi lingkungan sekitar
yang mendukung pertumbuhan mereka. Pertumbuhan marine growth pada ALP akan
menimbulkan berbagai masalah. (Hernandar, 2009)
Pada ALP, pertumbuhan dari marine growth akan menyebabkan struktur mengalami
perubahan berat (load) dari desain awal, sehingga menyebabkan perubahan respon struktur
Universitas Pertamina - 9
terhadap beban dinamis yang diterima oleh struktur, dalam hal ini mempengaruhi bagian jacket
dari struktur. Pertumbuhan dari marine growth juga menyebabkan pertambahan diameter
efektif tiang struktur, sehingga menyebabkan beban arus dan gelombang yang diterima
struktur menjadi lebih besar dibandingkan desain awal. (Hernandar,2009)
Pertumbuhan marine growth mempengaruhi beban yang bekerja pada ALP, beban yang
dimaksudkan adalah (N. J. Heaf, 1979):
1. Bertambahnya diameter tabung, dan terjadi peningkatan beban di area tertentu, mengubah
volume serta meningkatkan beban hidrodinamik
2. Meningkatkan drag coefficient, sehingga mengalami peningkatan beban hidrodinamik
3. Meningkatkan massa struktur dan pertambahan massa hidrodinamis, yang mempengaruhi
berkurangnya frekuensi natural serta meningkatkan dynamic amplification factor.
4. Meningkatkan berat struktur, di bawah air dan juga di bawah air (LWL)
Karena perubahan dan efek yang terjadi akibat pertumbuhan marine growth pada
platform, maka diperlukannya tindakan pemeliharaan terhadap marine growth, menurut API
RP 2A WSD 2014 tindakan pemeliharaan yang tepat adalah melakukan waterblasting dan
sandblasting.
Kemudian dari hasil penelitian terbaru dan inovasi yang dilakukan PT Pertamina
(MediaBUMN, 2019). adalah menemukan alat baru yang menggantikan cara kerja manual,
alat tersebut diberi nama “Sea-Waroc (Sea Wave Ring Automatic)”. Alat ini berfungsi
menghilangkan unsur pertumbuhan marine growth yaitu bahan makanan dan nutrisi. Alat
tersebut dinilai lebih efisien dari segi biaya dan kegunaan dibandingkan dengan cara manual
yang lebih mahal dan membutuhkan keahlian.
2.11 Inplace
Analisis inplace merupakan analisis statis linear pada anjungan lepas pantai. Struktur
dianalisis sebagai struktur keseluruhan dan lengkap terhadap berbagai kondisi pembebanan
yang akan dan mungkin terjadi. Serta menganggap bahwa struktur dan pile memiliki kekakuan
linier, sedangkan tanah mempunyai kekakuan non-linier. Analisis inplace memiliki dua
kondisi pembebanan yang akan terjadi yaitu operating condition,kondisi dimana struktur
beroperasi secara normal dengan keadaan menerima seluruh beban kerja, yaitu beban
lingkungan dengan periode ulang 1 tahunan serta extreme condition kondisi dimana struktur
menerima seluruh beban kerja yang ada tetapi beban lingkungan yang diterima adalah periode
ulang 100 tahunan. Beban lingkungan tersebut terdiri dari, gelombang,arus,angin.
Menurut standar pengecekan API RP 2A WSD output yang dihasilkan dari analisis
inplace adalah Rasio tegangan member atau sering disebut juga unity check (UC). UC
merupakan perbandingan gaya yang diaplikasikan dengan tahanan nominal yang struktur
miliki. UC pada kondisi storm dan operasi memiliki nilai yang berbeda serta standar kritis
yang berbeda pula. Pada kondisi operasi nilai UC memiliki standar UC<1 , sementara pada
kondisi badai standar batas UC naik sebesar 33% atau menjadi UC<1,33.
Universitas Pertamina - 10
Gambar 2.6 Diagram Barltrop et al
Untuk mendapatkan nilai UC yang baik perlunya perencanaan gelombang suatu ALP
untuk menentukan kondisi dan tipe gelombang yang sesuai untuk ALP. Jenis gelombang dapat
diketahui dengan teori gelombang , yaitu teori gelombang Airy/linier atau teori gelombang
dengan mengasumsikan nilai periode perubahan gelombang sama, sehingga perbandingan
dalamann dan tinggi gelombang kecil. Kemudian, teori gelombang stokes orde 5yaitu teori
lanjutan dari airy dengan nilai amplitudo gelombang berubah, sehingga gelombang yand
didapatkan adalah tinggi gelombang yang besar untuk menentukan desain awal ALP.
Pemilihan teori gelombang didasarkan dengan menggunakan diagram yang diciptakan oleh
Barltrop et al (1990), dengan parameter adalah kecepatan partikel air, percepatan, tinggi
gelombang, panjang gelombang serta kedalaman seperti pada gambar 2.5.
Pemlihan teori gelombang dengan bantuan diagram Barltrop et al meunggunakan
parameter kecuraman gelombang dengan rumus (H/ (g Tapp2)) yang ber ada pada sumbu y dan
kedalaman relatif (d/ (g Tapp2)) yang berada pada sumbu x. Untuk mendapatkan nilai kedua
parameter diperlukan persamaan sebagai berikut:
𝑔 2
𝐿= 𝑇 tanh (2𝜋𝑑⁄𝐿) .................................................................................................... (2.3)
2𝜋
2𝜋𝐿
𝑇𝑎𝑝𝑝 2 = ........................................................................................................ (2.4)
𝑔 tanh (2𝜋𝑑⁄𝐿)
Dimana:
L = panjang gelombang (m)
T = periode gelombang
d = kedalaman (m)
H = ketinggian gelombang (m)
g = gravitasi (9.81 m / s2 )
Tapp = periode gelombang
Universitas Pertamina - 11
kesimpulan apakah suatu hipotesis diterima atau ditolak. Menurut Sugiyono, (2013:54).
Beberapa metode untuk melakukan analisis verifikatif sebagai berikut:
𝑌 = 𝑎 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + ⋯ 𝛽𝑛 𝑋𝑛 ...................................................................................... (2.5)
Dimana:
Y = Variabel Terikat
𝑎 = Konstanta
β1 dan β2 = Koefesien regresi
𝑋1 dan 𝑋2 = Variabel Bebas
Untuk mendapatkan nilai konstanta (a) dan koefisien regresi (β1) di atas maka perlunya
dilakukan pengolahan data awal yang dimiliki yakni Y sebagai variabel terikat serta X sebagai
variabel bebas dengan persamaan:
∑𝑛 ∑𝑌 ∑𝑋2 ∑𝑛 ∑𝑌
Det A2 = (∑𝑋1 ∑𝑋1𝑌 ∑𝑋1𝑋2) (∑𝑋1 ∑𝑋1𝑌 )................................................(2.8)
∑𝑋2 ∑𝑋2𝑌 ∑𝑋2^2 ∑𝑋2 ∑𝑋2𝑌
∑𝑛 ∑𝑋1 ∑𝑌 ∑𝑛 ∑𝑋1
Det A3= (∑𝑋1 ∑𝑋1^2 ∑𝑋1𝑌 ) (∑𝑋1 ∑𝑋1^2 )..............................................(2.9)
∑𝑋2 ∑𝑋1𝑋2 ∑𝑋2𝑌 ∑𝑋2 ∑𝑋1𝑋2
Dimana:
∑𝑛 = Total jumlah data
∑𝑋1 = Total data awal variabel X1
∑𝑋2 = Total data awal variabel X2
∑𝑌 = Total data awal variable Y
Det A = Matriks A
Det A1 = Matriks A1
Det A2 = Matriks A2
Universitas Pertamina - 12
Det A3 = Matriks A3
Hasil yang diperoleh merupakan nilai Det A, Det A1, Det A2, Det A3 dari persamaan
(2.4),(2.5),(2.6),(2.7).
Mencari nilai konstan sebagai berikut:
𝐷𝑒𝑡 𝐴
𝑎= ........................................................................................................................(2.10)
𝐷𝑒𝑡 𝐴1
𝐷𝑒𝑡 𝐴
β1 = ........................................................................................................................(2.11)
𝐷𝑒𝑡 𝐴2
𝐷𝑒𝑡 𝐴
β2 = ........................................................................................................................(2.12)
𝐷𝑒𝑡 𝐴3
Harga nilai 𝑎, β1, β2 adalah harga nilai yang menunjukkan pengaruh perubahan nilai dari
variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat. Kemudian disubtitusikan kepersamaan
regresi (2.5) sehingga didapatkan model regresi pengaruh nilai 𝑋1 (perubahan variabel bebas
1) dan 𝑋2 (perubahan variabel bebas 2) terhadap nilai Y (variabel terikat yang terpengaruh nilai
𝑋1 dan 𝑋2 )
𝑛
(𝑦̂𝑖 −𝑦𝑖 )2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √∑ .............................................................................................(2.13)
𝑖=1 𝑛
Dimana:
n = Total Data
𝑦̂𝑖 = Nilai Prediksi
𝑦𝑖 = Nilai Observasi
Nilai observasi adalah nilai dari hasil data yang ada, kemudian nilai prediksi adalah hasil
dari memasukkan nilai X1 dan X2 data awal pada persamaan (2.5). Kemudian mendapatkan
nilai error dari selisih data prediksi dan observasi menggunakan persamaan (2.13).
Universitas Pertamina - 13
mendekati normal, sehingga data layak secara statistik dengan nilai signifikansi atau taraf
nyata adalah 0.05, atau seberapa besar objek memberikan dampak. Pengambilan keputusan
mengenai normalitas sebagai berikut:
a. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal
b. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka data berdistribusi normal
(𝑓𝑖 −𝐹𝑖 )2
𝑥ℎ2 = ∑ ....................................................................................... (2.14)
𝐹𝑖
Dimana:
𝑥ℎ2 = Nilai signifikansi
𝑓𝑖 = Data Prediksi
𝐹𝑖 = Data Observasi
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi interkorelasi(hubungan
yang kuat) antar variabel independen. Model regresi yang baik ditandai tidak terjadinya
interkorelasi antar variabel independen. Salah satu cara yang paling akurat untuk mendeteksi
ada atau tidaknya gejala multikolinieritas adalah dengan metode Tolerance dan VIF (Variance
Inflation Factor) sebagai berikut:
a. Nilai Tolerance(TOL) > 0,1 maka tidak terjadi multikolinieritas
b. Nilai VIF < 10,00 maka tidak terjadi multikolinieritas
𝑇𝑂𝐿 = 1 − 𝑟 2 ..............................................................................................................(2.15)
1
𝑉𝐼𝐹 = (1−𝑟 2 )................................................................................................................(2.16)
Dimana:
𝑟 2 = Koefisien determinasi
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varian dari
nilai residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Heteroskedastisitas juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan model regresi linear tidak efisien dan akurat.
Model regresi yang baik ditandai dengan tidak terjadi gejala Heteroskedastisitas. Dalam
penelitian ini menggunakan metode glejser untuk mendeteksi Heteroskedastisitas. Metode ini
dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen(bebas) dengan nilai absolut
residualnya. Jika variabel independen dengan absolut residual lebih besar dari 5% maka tidak
terjadi masalah heteroskedastisitas.
4. Analisis Korelasi Berganda
Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui derajat
hubungan antar variabel independen(X) dan variabel dependen (Y) dengan parameter adalah
nilai F change atau nilai taraf nyata,dengan dasar pengambilan keputusan yaitu
a. Jika nilai sig. F Change < 0,05 maka berkolerasi
b. Jika nilai sig F Change > 0,05 maka tidak berkorelasi
Universitas Pertamina - 14
Dimana:
∑𝑋𝑖 = Jumlah data
∑𝑌 = Jumlah dari Y
∑𝑋𝑖 ⋅ 𝑌 = Jumlah dari Xi.Y
∑𝑋𝑖2 = Jumlah dari Xi2
Dimana:
𝑟 2 𝑥1 𝑥2 = koefisien korelasi berganda
𝑟 2 𝑥1 𝑌 = koefisien korelasi antar X1 dan Y
𝑟 2 𝑋2 𝑦 = koefisien antar X1 dan Y
Universitas Pertamina - 15
Melihat perbandingan nilai F tabel menggunakan tabel F, dengan ketentuan sebagai
berikut:
𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝐹(𝑘 ; 𝑛 − 𝑘) (Lampiran 9)
Dimana:
n = Jumlah data
k = Jumlah variabel bebas
2. Uji Hipotesis Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untukmengetahui ada atau tidaknya pengaruh parsial(sendiri) yang
diberikan variabel independen terhadap variabel dependen (Y). Dijelaskan dalam bentuk
statistik sebagai berikut:
a. Jika nilai sig < 0,05, atau t hitung > t tabel maka terdapat pengaruh variabel X terhadap
variabel Y.
b. Jika nilai sig > 0,05, atau t hitung < t tabel maka tidak terdapat pengaruh variabel X
terhadap variabel Y
3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat persentase (%) besarnya pengaruh
variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Apabila nilai dari koefisien
determinasi (kd) mendekati nilai 1 atau 100% maka pengaruh variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y) kuat. Sebaliknya bila mendekati nilai 0 maka pengaruh lemah.
∑(𝑦𝑖 −𝑦̂𝑖)
𝑅2 = 1 − ............................................................................(2.19)
𝛴(𝑦𝑖 −𝑦̅)2
Dimana:
𝑦𝑖 = Observasi
𝑦̅ = Rata-rata
𝑦̂ⅈ = Prediksi
Universitas Pertamina - 16
Universitas Pertamina - 17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
1. Studi Literatur
2. Pengumpulan Data
a. Data Jacket Platform
b. Data Lingkungan (Gelombang,
Angin, dan Arus)
Data Korosi
Data MG
Data Multiyear data
Lingkungan Analysis
Mendapatkan
Trend Unity NO
Check (UC)
Platfrom
YES
Universitas Pertamina - 17
A
Predictive Maintenance
Selesai
Universitas Pertamina - 18
3.2 Prosedur Penelitian
Berdasarkan diagram alir penelitian pada Gambar 3.1 , adapun prosedur penelitian dan
langkah-langkah penelitian dalam mencapai tujuan Tugas Akhir ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Mempelajari literatur yang ada sebagai bahan referensi dan teori yang berkaitan
dengan permasalahan yang akan dibahas serta dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah.
2. Data
Mengumpulkan data yang diperlukan untuk mendukung penelitian. Data yang
dibutuhkan berupa data struktur, untuk melakukan permodelan geometri, data
lingkungan, data pembebanan, serta data tanah, kemudian data korosi serta data
marine growth.
3. Pemodelan Offshore Structure dengan bantuan software SACS 5.7
Melakukan permodelan struktur existing yang ada dilapangan dimulai dengan
permodelan desain bagian Jacket, Top deck, Main deck,Module support frame
(MSF), Cellar deck, Sub cellar deck, Living Quarter dan Helideck. bantuan software
SACS.
4. Pengolahan data dengan bantuan software IBM SPSS dan Microsoft Excel
Merumuskan hasil perubahan dari nilai UC yang didapatkan karena pengaruh dari
korosi dan marine growth (MG) dengan perhitungan statistika yang ada karena
memiliki 2 variabel bebas yakni korosi dan MG sehingga perumusan untuk
mengetahui trend dan perubahan dari UC serta mengetahui nilai prediksi UC yang
akan datang dengan metode Multilinear Regression Analysis, untuk menentukan
syarat melakukan uji statistik menggunakan software bantuan IBM SPSS dan
membuat persamaan regresi linier berganda menggunakan Microsoft Excel. Nilai
yang dihasilkan adalah perbandingan UC dengan korosi dan MG sehingga dapat
diketahui adanya perubahan nilai UC kemudian merumuskan serta memprediksi
perubahan dan nilai UC.
5. Analisis Data
Analisis yang dilakukan setelah mendapatkan perumusan statistik yaitu membuat
skenario terjadinya perubahan nilai UC yang terjadi untuk diketahui pada tahun
berapa nilai UC sudah mulai mendekati nilai kritis.
6. Structural Health Monitoring (SHM) Prediksi Perubahan (trend)
SHM yang dimaksud disini adalah dapat memprediksi nilai UC dimasa depan dari
hasil pengolahan data yang menghasilkan trend perubahan nilai UC yang
dipengaruhi selama waktu tertentu.
7. Penentuan Pemeliharaan yang terprediksi terhadap struktur
Setelah mengetahui dari perubahan dan mengetahui bagian yang akan mencapai UC
kritis , dapat dilakukan pemeliharaan sebelum UC mencapai nilai kritis yaitu 0.8 dari
skala 0-1.00 ( Semakin mendekati 1 nilai UC semakin kritis ). Adapun
membandingkan hasil analisis data terhadap ketentuan nilai kritis yang akan dicapai
member sebelum mengalami kegagalan.
8. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil analisis yang sudah dilakukan
Universitas Pertamina - 19
3.3 Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah ALP yang sudah beroperasi ,
spesifikasi data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah:
Production and Quarters Platform (PQP) adalah struktur 4 kaki pada Gambar 3.2 yang
terletak di Selat Makassar, Kalimantan Timur. Platform PQP ini mulai beroperasi sejak tahun
2013, dengan design life 15 tahun. Terdiri dari Jacket, Top deck, Main deck, MSF,Cellar deck,
Sub cellar deck, Living Quarter dan Helideck.
Universitas Pertamina - 20
Data spesifikasi platform yang digunakan didapat dari Platform design basis seperti Tabel
3.1:
Data lokasi ALP yang digunakan didapat dari Platform design basis seperti Tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Lokasi Platform
LOKASI
UTM NORTHING (m) 9607724,79
UTM EASTING (m) 576449,91
KEDALAMAN (m) 59,6
ORIENTATION 45' anti clockwise from true North
Lokasi dari ALP yang sudah beroperasi terletak pada selat Makassar seperti pada gambar
3.3
Universitas Pertamina - 21
Gambar 3.3 Lokasi ALP pada Selat Makassar
2. Data Lingkungan
a. Data Arah Pembebanan
Data arah pembebanan lingkungan yang digunakan dalam analisa ini didapat dari
Platform design basis seperti tabel 3.3
Tabel 3.3 Arah Pembebanan
Arah
Sektor Derajat
n 0
ne 45
e 90
se 135
s 180
sw 225
w 270
nw 315
omni (0-360)
b. Data kedalaman
Data kedalaman yang digunakan dalam analisa pada Tabel 3.4 berikut:
Universitas Pertamina - 22
c. Data Angin
Beban angin bekerja pada seluruh bagian deck, topside,jacket leg dalam analisis data yang
digunakan seperti pada Tabel 3.5 berikut:
d. Data Arus
Data kecepatan arus berdasarkan setiap kedalaman laut , dalam analisis data yang
digunakan seperti pada Tabel 3.6 berikut:
Periode Ulang
Periode Ulang 1
Kedalaman (m) 100 Tahunan
Tahunan (m/s)
(m/s)
0 1 1,1
5 0,9 1,1
10 0,9 1
20 0,9 1
30 0,9 1
40 0,9 1
50 0,8 1
e. Data Gelombang
Beban lingkungan gelombang yang bekerja pada struktur pada kondisi operasi dan badai
yang digunakan dalam analisis seperti pada Tabel 3.7 berikut:
Universitas Pertamina - 23
3. Data Pembebanan
a. Beban live load yang bekerja pada ALP seperti pada Tabel 3.8 berikut :
Tabel 3.8 Live Load
Minimum Strength
SL. No Item/Location Area Loads UDL
(kN/m2)
1 General lay-down and storages area 25
2 Sub cellar deck 5
3 Walkways/ Grated area 5
4 Stair and access platforms 5
5 Main deck local design 15
6 Areas where coil tubing is located 25
b. Beban basic yang bekerja pada ALP seperti pada Tabel 3.9 berikut :
Basic Load
Description
Case
1 Self Weight of the Structure
11 Open Area live load (5 kPa)
22 Equipment Operational load
30 Crane Dead Load
51 Operating Wind Load 0'
53 Operating Wind Load 90'
55 Operating Wind Load 180'
57 Operating Wind Load 270'
61 Extreme Wind Load 0'
63 Extreme Wind Load 90'
65 Extreme Wind Load 180'
67 Extreme Wind Load 270'
71-78 Operating Wave & Current Load
81-88 Extreme Wave & Current Load
Universitas Pertamina - 24
d. Beban kombinasi yang bekerja pada ALP untuk kondisi operasional dan ekstrem seperti
padaTabel 3.11 dan Tabel 3.12berikut:
Tabel 3.11 Load Combination Operational Condition
Load Case LC Factor Description
LIVE 1 Open Area Live Load (11)
EQPT 1 Equipment Load (22)
OPMX - Gravity Load Operasi - Max WD 1,05x1+1,05xNGDL+1,00xLIVE+1,05xEQPT
OPMN - Gravity Load Operasi - Min WD 1,05x1+1,05xNGDL+1,00xLIVE+1,05xEQPT
OP1 - OPMXx1,00+30x1,00+51x1,00+71x1,03
OP2 - OPMXx1,00+30x1,00+72x1,03
OP3 - OPMXx1,00+30x1,00+53x1,00+73x1,03
OP4 - OPMXx1,00+30x1,00+74x1,03
OP5 - OPMXx1,00+30x1,00+55x1,00+75x1,03
OP6 - OPMXx1,00+30x1,00+76x1,03
OP7 - OPMXx1,00+30x1,00+57x1,00+77x1,03
OP8 - OPMXx1,00+30x1,00+78x1,03
OP9 - OPMNx1,00+30x1,00+51x1,00+71x1,03
OP10 - OPMNx1,00+30x1,00+72x1,03
OP11 - OPMNx1,00+30x1,00+53x1,00+73x1,03
OP12 - OPMNx1,00+30x1,00+74x1,03
OP13 - OPMNx1,00+30x1,00+57x1,00+75x1,03
OP14 - OPMNx1,00+30x1,00+76x1,03
OP15 - OPMNx1,00+30x1,00+57x1,00+77x1,03
OP16 - OPMNx1,00+30x1,00+78x1,03
Tabel 3.12 Load Combination Extreme Condition
Universitas Pertamina - 25
Tabel 3.13 Timeline Pengerjaan TA
Universitas Pertamina - 26
Universitas Pertamina - 27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Pertamina - 27
Member 2899-0221
Elevasi 0
270o
225o
315o
0o 180o
45o
90o 135o
Universitas Pertamina - 28
4.2 Inplace Analysis
Menentukan tipe gelombang merupakan hal yang sangat penting dalamperencanaan suatu
ALP, sehingga perlunya ditentukan tipe gelombang berdasarkan teori gelombang. Dengan
hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1Teori Gelombang
Dari hasil analisa teori pemilihan gelombang (Tabel 4.1),didapatkan bahwa tipe
gelombang pada lokasi platform adalah gelombang stokes orde 5,yang ditunjukkan pada
Gambar 4.4 diagram Barltrop sebagai berikut:
Universitas Pertamina - 29
Setelah dilakukan pemodelan struktur dengan bantuan software SACS dan pemilihan teori
gelombang, selanjutnya menganalisa pemodelan yang sudah dibuat menurut beban yang
bekerja atau kondisi lingkungan dari berbagai arah (Gambar 4.3) apakah struktur jacket sudah
mampu menahan beban yang bekerja khususnya sepanjang leg B2 dengan 9 titik inspeksi
dengan parameter perubahan nilai UC adalah pengurangan wall thickness leg B2 akibat korosi
dan pertambahan diameter akibat MG pada leg B2 pada tahun 2013,2016,2018 dengan batasan
masalah adalah beban lingkungan memiliki nilai yang sama seperti kondisi awal ALP. Analisa
yang dilakukan adalah inplace analysis atau analisa statis, yaitu mengetahui nilai member yang
memiliki UC kritis. Berikut adalah hasil dari inplace analysis pada leg B2 setiap tahun inspeksi
khususnya pada 9 titik elevasi.
Hasil dari pemodelan dan analisis menggunakan software SACS pada tahun 2013, bahwa
struktur masih baru dan beban yang bekerja belum memiliki dampak dari korosi yaitu
berkurang nya wall thickness dan dampak dari MG yaitu bertambahnya diameter leg. Hasil
analisis menggunakan software SACS seperti pada Tabel 4.2 yaitu didapatkan nilai UC setiap
member pada 9 elevasi untuk kondisi operasional dan ekstrem memiliki perbedaan
dikarenakan beban dari lingkungan.
Universitas Pertamina - 30
Tabel 4.3 Maximum Member UC Operational vs Extreme 2016
Pada tahun 2016 diketahui bahwa struktur sudah beroperasi selama 3 tahun hingga tahun
2016 dilakukan inspeksi. Parameter nilai lingkungan yang bekerja pada struktur seperti
batasan masalah bahwa menganggap beban lingkungan yang bekerja seperti tahun awal
struktur. Perubahan nilai UC pada tahun 2016 ini sudah memiliki parameter dampak akibat
korosi dan MG yaitu seperti pada Tabel 4.3, dengan membandingkan hasil dengan Tabel 4.2
diketahui bahwa ada perubahan akibat korosi dan MG terhadap trend nilai UC.
Universitas Pertamina - 31
Pada tahun 2018 diketahui bahwa struktur sudah beroperasi selama 5 tahun hingga tahun
2018 dilakukan inspeksi untuk kedua kalinya pada bagian leg B2 untuk mengetahui data korosi
dan MG. Parameter nilai lingkungan yang bekerja pada struktur seperti batasan masalah bahwa
menganggap beban lingkungan yang bekerja seperti tahun awal struktur. Perubahan nilai UC
pada tahun 2018 seperti pada Tabel 4.4. Dibandingkan dengan hasil UC di tahun 2016
,diketahui adanya perubahan nilai UC di tahun 2018 akibat korosi dan MG.
UC
2013 2016 2018 DATA TREND
0,17 0,186 0,208
0,239 0,239 0,246
0,144 0,146 0,152
0,308 0,315 0,344
0,17 0,176 0,192
0,305 0,317 0,343
0,163 0,179 0,195
0,099 0,106 0,119
0,027 0,042 0,056
Setelah dilakukan analisis nilai UC untuk leg B2 selama tahun 2013,2016, dan 2018
diketahui bahwa adanya pengaruh korosi dan MG yang mengakibatkan nilai UC berubah dari
tahun ke tahun, untuk kondisi operasional seperti pada Tabel 4.5
UC
2013 2016 2018 DATA TREND
0,166 0,21 0,241
0,263 0,263 0,267
0,157 0,158 0,164
0,347 0,353 0,378
0,19 0,195 0,211
0,358 0,37 0,399
0,181 0,201 0,217
0,109 0,116 0,13
0,028 0,042 0,057
Setelah dilakukan analisis nilai UC untuk leg B2 selama tahun 2013,2016, dan 2018
diketahui bahwa adanya pengaruh korosi dan MG yang mengakibatkan nilai UC dapat
berubah, untuk kondisi ekstrem seperti pada Tabel 4.6
Universitas Pertamina - 32
4.3 Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan metode analisis tersebut, perlunya dilakukan perhitungan uji asumsi
klasik statistik, agar dapat memperkuat hasil. Perhitungan menggunakan bantuan software
IBM SPSS Statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan apakah pengamatan berdistribusi normal atau tidak, menggunakan
ketentuan kolmogorov smirnov. Hasil Uji Seperti pada Tabel 4.7 dibawah ini:
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas
N 27
Normal Parameters Mean 0
Std.
Deviation 0,084
Asym sig 0,2
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi yaitu asymp. Sig atau
nilai nyata sebesar 0,200 dan memiliki nilai lebih besar dari 0,05 yang dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui korelasi antar variabel bebas, model
regresi yang baik tidak terjadi korelasi antar variabel bebas. Salah satu cara yang paling akurat
untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala multikolinieritas adalah dengan metode Tolerance
dan VIF (Variance Inflation Factor) seperti Tabel 4.8 dibawah ini:
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas
1 Constant 0,08
X1(KOR) 0,2 0,9 1,001
X2(MG) 0,004 0,9 1,001
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa nilai Tolerance 0,999 lebih besar dari 0,1
dan nilai dari VIF 1.001 lebih kecil dari 10,00 maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinieritas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varian dari
nilai residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Heteroskedastisitas juga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan model regresi linear tidak efisien dan akurat.
Model regresi yang baik ditandai dengan tidak terjadi gejala Heteroskedastisitas.dilihat dari
nilai signifikansi harus lebih besar dari 0,05. Dengan metode Glesjer. Seperti Tabel 4.9
dibawah ini:
Universitas Pertamina - 33
Tabel 4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk model regresi yakni pengaruh korosi dan
marine growth terhadap nilai UC tidak terjadi masalah heteroskedastistias dibuktikan dengan
nilai signifikansi dari X1(KOR) 0,262 lebih besar dari 0,05 dan juga nilai X2(MG) 0,520 lebih
besar dari 0,05.
Diketahui dari hasil bahwa nilai Sig. F Change adalah 0,006 lebih kecil dari pada 0,05
dan disimpulkan bahwa variabel X1(KOR) dan X2(MG) secara simultan berhubungan dengan
variabel Y(UC). Diketahui dari hasil bahwa tingkat keeratan hubungan adalah 0,293 dapat
disimpulkan bahwa dalam derajat hubungan korelasi 0,21 s/d 0,40 adalah korelasi lemah.
Hubungan antara variabel bebas X1(KOR) dan X2(MG) adalah 0,293 terhadap nilai Y(UC)
atau 29,3% . Sedangkan sisanya (100%-29,3% = 70,7%) dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak diteliti.
Hasil dari Tabel 4.11 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yaitu R Square sebesar
0,347 atau 34,7% yang berarti variabel X1(KOR) dan X2(MG) mempengaruhi nilai Y(UC)
sebesar 34,7% dan sisanya 65,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Universitas Pertamina - 34
2. Uji t (Hipotesis Parsial)
Untuk mengetahui pengaruh parsial variabel independen (X) terhadap variabel terikat
(Y), pengujian hipotesis H1 dan H2 menggunakan Uji t pada Tabel 4.12 sebagai berikut:
Tabel 4.12 Hasil uji t
Coef std.
Model t Sig
error
1 Constant 0,08 5,7 0
X1(KOR) 0,02 -3,5 0,002
X2(MG) 0,004 0,9 0,925
𝐹 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝐹(𝑘 ; 𝑛 − 𝑘)
F tabel = 4,25 (Lampiran 11)
Tabel 4.13 Hasil Uji F
Sum of Mean
Model Squares Square F Sig
1 Regression 0,098 0,049 6,385 0,006
Residual 0,184 0,008
Total 0,281
Universitas Pertamina - 35
4. Perumusan Hipotesis
a. H1 = Terdapat pengaruh Korosi (X1) terhadap nilai UC (Y)
b. H2 = Tidak terdapat pengaruh Marine Growth (X2) terhadap nilai UC (Y)
c. H3 = Terdapat pengaruh Korosi (X1) dan Marine Growth (X2) secara simultan terhadap
nilai UC (Y)
Tingkat kepercayaan 95%, α = 0,05
Sebelummembuat persamaan menggunakan teori regresi linier berganda , data perlu
dilakukan uji asumsi klasik dan uji hipotesis . Dari hasil pengujian data yang ada bahwa
diketahui terdapat hubungan variabel X 1(Korosi) dan X2(Marine Growth) Secara bersama-
sama terhadap nilai Y (UC) yaitu pada Uji hipotesis ke 3. Dapat disimpulkan bahwa data dapat
digunakan untuk mencari persamaan menggunakan teori regresi linier berganda yaitu karena
pengujian asumsi klasik dan uji hipotesis terpenuhi.
Digunakan persamaan (2.6), didapatkan nilai Det A sebesar 173,395, kemudian dari
persamaan (2.7), didapatkan Det A1 sebesar 32,473, kemudian menggunakan persamaan (2.8),
diketahui nilai Det A2 sebesar 21,5055, kemudian menggunakan persamaan (2.9), diketahui
nilai Det A3 sebesar 0,115. Kemudian mencari nilai konstan (a) menggunakan persamaan
(2.10) didapatkan nilai a sebesar 0,187, nilai koefisien regresi (β1) dari persamaan (2.11)
sebesar 0,124, nilai koefisien regresi (β2) dari persamaan (2.12) sebesar 0,0007. Sehingga
didapatkan persamaan untuk kondisi ekstrem sebagai berikut:(Lampiran 7 dan 10)
Universitas Pertamina - 36
Kemudian dari hasil pengolahan data didapatkan untuk kondisi ekstrem sebagai berikut:
n = 27
∑𝑋1 = 0.52
∑𝑋2 = 103
∑𝑌 = 5,774
∑𝑋1^2 = 0,0302
∑𝑋2^2 = 822
∑𝑋1𝑌 = 0,11523
∑𝑋2𝑌 = 22,5105
∑𝑋1𝑋2 = 3,48
Digunakan persamaan (2.6) , didapatkan nilai Det A sebesar 173,395, kemudian dari
persamaan (2.7), didapatkan Det A1 sebesar 36,173, kemudian menggunakan persamaan (2.8),
diketahui nilai Det A2 sebesar 27,109, kemudian menggunakan persamaan (2.9), diketahui
nilai Det A3 sebesar 0,1. Kemudian mencari nilai konstan (a) menggunakan persamaan (2.10)
didapatkan nilai a sebesar 0,208, nilai koefisien regresi (β1) dari persamaan (2.11) sebesar
0,156, nilai koefisien regresi (β2) dari persamaan (2.12) sebesar 0,0006. Sehingga didapatkan
persamaan untuk kondisi ekstrem sebagai berikut:(Lampiran 8 dan 10)
Universitas Pertamina - 37
4.6 Proyeksi Korosi
Skenario laju korosi menggunakan parameter dari design basis platform yaitu corrosion
allowance pada platform ini adalah 12 mm untuk jacket leg. Untuk menentukan proyeksi nilai
Tabel 4.14 Perbandingan LT dan ST
korosi
LT corrosion ST corrosion
(cm) (cm)
0,002 0,005
0 0
0,016 0,025
0,012 0,02
0,01 0,015
0,008 0,015
0,038 0,06
0,002 0,005
0,01 0,025
korosi yaitu dengan membandingkan hasil persamaan short-term corrosion 2.1 dan persamaan
long-term corrosion 2.2, dengan Tabel sebagai berikut:
Dari hasil Tabel 4.14 diketahui bahwa selisih data korosi tahun 2016 dan 2018 short-term
corrosion (ST) mengakibatkan perubahan korosi yang lebih besar dari pada long-term
corrosion (LT) data korosi tahun 2013 dan 2018. Karena itu dilakukan proyeksi menggunakan
persamaan ST (2.1) untuk mengetahui sampai ditahun berapa titik yang mencapai corrosion
allowance.
Universitas Pertamina - 38
Dari hasil analisis Gambar 4.5 untuk proyeksi korosi di jacket leg B2 yang mencapai
corrosion allowance diketahui bahwa pada elevasi 0 m tercapai pada tahun 2494, elevasi 7
mengalami keadaan khusus dimana ada coating tertentu sehingga tidak mengalami perubahan
korosi menurut data historis inspeksi, pada elevasi 14 m tercapai pada tahun 2110, elevasi
28,25 m tercapai pada tahun 2134, elevasi 38,5 m tercapai pada tahun 2174, elevasi 43,25 m
tercapai pada tahun 2174, elevasi 49 m tercapai pada tahun 2054, elevasi 54,3 m tercapai pada
tahun 2494 dan elevasi 59,6 m tercapai pada tahun 2110.
Dari hasil analisis Gambar 4.6 untuk proyeksi pertumbuhan MG pada jacket leg B2
adalah, untuk elevasi 0 m tercapai pada tahun 2142, elevasi 7 m tercapai pada tahun 2202,
elevasi 14 m tercapai pada tahun 2054, elevasi 28,25 m tercapai pada tahun 2060, elevasi 38,5
m tercapai pada tahun 2106, elevasi 43,25 m tercapai pada tahun 2033, elevasi 49 m tercapai
pada tahun 2032, elevasi 54,3 m tercapai pada tahun 2026, elevasi 59,6 m tercapai pada tahun
2025.
Universitas Pertamina - 39
4.8 Proyeksi nilai UC
1. Kondisi Operasional
Dengan menggunakan persamaan (4.2) didapatkan proyeksi nilai UC, dengan batas
maximum perubahan nilai UC adalah di angka 0,8 (dari skala 0-1,00). Sehingga didapatkan
proyeksi mencapai nilai 0,8 di 9 titik jacket leg B2 akibat korosi dan MG sebagai berikut:
Diketahui dari Gambar 4.7 bahwa setiap elevasi akan mencapai nilai UC kritis 0,8 dengan
memiliki keimiringan grafik yang berbeda-beda dikarenakan setiap titik memiliki laju korosi
dan pertumbuhan MG yang berbeda-beda, sehingga mencapai UC kritis 0,8 dengan nilai
korosi dan MG yang berbeda. Hasil proyeksi setiap titik pada kondisi operasional seperti
Tabel 4.15 sebagai berikut:
Tabel 4.15 Hasil Prediksi Operasional
Universitas Pertamina - 40
2. Kondisi Ekstrem
Dengan menggunakan persamaan (4.3) didapatkan proyeksi nilai UC, dengan batas
maximum perubahan nilai UC adalah di angka 0,8 (dari skala 0-1,00). Sehingga didapatkan
proyeksi mencapai nilai 0,8 di 9 titik jacket leg B2 akibat korosi dan MG sebagai berikut
Universitas Pertamina - 41
Universitas Pertamina - 42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan
berdasarkan topik dari studi kasus yang diangkat, yaitu:
1. Dari hasil analisis data, diketahui bahwa nilai UC mengalami kecenderungan kenaikan
nilai seiring dengan berkurangnya wall thickness dari leg akibat korosi yang
menyebabkan kekuatan struktur berkurang, kemudian pertumbuhan MG menambah
drag force pada ALP akibat gelombang dan arus. Tentunya struktur ALP sangat
kompleks sehingga yang mempengaruhi nilai UC saling berkaitan dengan parameter
lainnya yang tidak di teliti pada penelitian ini.
2. Dari hasil uji statistik analisis korelasi berganda didapatkan bahwa pengaruh korosi dan
MG terhadap nilai UC dalambentuk persentase hanya 29,7% yang dapat dikatakan
bahwa 71,3% lainnya merupakan parameter lain yang lebih berpengaruh terhadap nilai
UC.
3. Dari hasil analisis untuk kondisi operasional dengan ketentuan nilai UC maksimal untuk
setiap titik maksimum 0,8 diambil titik yang mengalami kondisi kritis paling dekat pada
elevasi 49 dengan UC 0,796 dan korosi sebesar 3,93, serta MG sebesar 181,62 dicapai
pada tahun 2145.
4. Dari hasil analisis untuk kondisi ekstrem dengan ketentuan nilai UC maksimal untuk
setiap titik maksimum 0,8 diambil pada elevasi 49 pada kondisi ekstrem dengan nilai
UC 0,799 dan korosi sebesar 3,06 dan MG sebesar 141,17 pada tahun 2116.
5. Dengan memprediksi nilai UC yang dipengaruhi kecenderungan pertambahan korosi
dan marine growth yang terjadi di masa depan pada ALP khususnya pada penelitian ini
adalah jacket leg, dapat diketahui kapan terjadinya UC kritis pada struktur tersebut
sehingga dapat mengetahui kapan sampainya nilai UC 0,8 dan dapat dilakukan
pemeliharaan sebelum tercapai nilai UC kritis tersebut dan mengurangi biaya inspeksi.
6. Keuntungan lainnya setelah mengetahui prediksi terjadinya UC kritis pada ALP, tingkat
kegagalan yang akan terjadi dapat diminimalisir untuk segera dilakukan pemeliharaan,
sehingga kendala biaya untuk pemeliharaan yang cukup mahal dapat digunakan seefektif
mungkin karena sudah mengetahui prediksi UC kritis terlebih dahulu.
5.2 Saran
Berikut ini merupakan masukan dan saran untuk penelitian lebih lanjut mengenai topik
serupa yaitu Structural Health Monitoring:
Universitas Pertamina - 42
Universitas Pertamina - 43
DAFTAR PUSTAKA
Chen, H.-P. (2018). Structural Health Monitoring of Large Civil Engineering Structures. Hoboken:
John Wiley & Sons Ltd.
El-Reedy, M. A. (2012). Offshore Structures Design, Construction and Maintenances. Elsevier, Inc.
MediaBUMN. (2019, November 9). Inovasi Pertamina EP Cegah Marine Growth. Retrieved from
Media BUMN: https://mediabumn.com/inovasi-pertamina-ep-cegah-marine-growth/
N. J. Heaf, A. (1979). The Effect of Marine Growth on the Performance of Fixed Offshore Platforms
in the North Sea.
Roberge, P. R. (2008). Corrosion Engineering Principles and Practice. The McGraw-Hill Companies,
Inc.
Tawekal, D. I. (2011). Catatan Kuliah Perencanaan Bangunan Lepas Pantai. Bandung: Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Universitas Pertamina - 43
LAMPIRAN
Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir
2. Diskusi metode yang akan digunakan dalam mencari trend perubahan nilai UC
Paraf Pembimbing:
No. 7 Hari/Tanggal: Jumat / 17 April 2020
Hal yang menjadi perhatian:
1. Desain struktur sudah jadi dan mulai mencari output data nilai UC dari struktur
Paraf Pembimbing:
Nama Mahasiswa : Kriswira S. Suharto NIM : 104116054
Nama Pembimbing : Nurul Fajar Januriyadi, Ph.D NIP : 118004
1. Diskusi mengenai hasil output dari permodelan dan mulai mengolah data untuk
persamaan
2. Menentukan nilai data yang baik untuk digunakan dalam persamaan mencari trend
nilai UC
Paraf Pembimbing:
No. 9 Hari/Tanggal: Rabu / 3 Juni 2020
Hal yang menjadi perhatian:
2. Diskusi mengenai hasil akhir dari grafik perubahan atau trend dari UC untuk prediksi
Paraf Pembimbing:
Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir
Paraf Pembimbing:
No. 6 Hari/Tanggal: Kamis / 16 April 2020
Hal yang menjadi perhatian:
1. Membahas pengaruh korosi dan MG terhadap struktur dari desain SACS yang ada
Paraf Pembimbing:
Form TA-2 Bimbingan Tugas Akhir
2. Diskusi mengenai hasil dari persamaan yang akan digunakan dalam membuat grafik terhadap
perubahan nilai UC
Paraf Pembimbing:
No. 8 Hari/Tanggal: Senin/ 1 Juni 2020
Hal yang menjadi perhatian:
2. Diskusi mengenai hasil akhir dari perubahan grafik dan prediksi nilai UC dimasa mendatang
Paraf Pembimbing:
LAMPIRAN 1PEMODELAN STRUKTUR
LEG B2
LAMPIRAN 2LEG JACKET B2
LEG B2
Member 2899-0221(El 0)
b1 0,187281632 b1 0,20862
b2 0,124026068 b2 0,156344
b3 0,000668955 b3 0,000582
Tabel Uji F
α= df =(k-1)
1
0,05
df =(n
2
-k-
1) 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel Uji t
df=(n-k) α = 0.05 α = 0.025
1 6,314 12,706
2 2,920 4,303
3 2,353 3,182
4 2,132 2,776
5 2,015 2,571
6 1,943 2,447
7 1,895 2,365
8 1,860 2,306
9 1,833 2,262
10 1,812 2,228
11 1,796 2,201
12 1,782 2,179
13 1,771 2,160
14 1,761 2,145
15 1,753 2,131
16 1,746 2,120
17 1,740 2,110
18 1,734 2,101
19 1,729 2,093
20 1,725 2,086
21 1,721 2,080
22 1,717 2,074
23 1,714 2,069
24 1,711 2,064
25 1,708 2,060
26 1,706 2,056
27 1,703 2,052
28 1,701 2,048
29 1,699 2,045
30 1,697 2,042
31 1,696 2,040
32 1,694 2,037
33 1,692 2,035
34 1,691 2,032
35 1,690 2,030
36 1,688 2,028
37 1,687 2,026
38 1,686 2,024
39 1,685 2,023
40 1,684 2,021
41 1,683 2,020
42 1,682 2,018
43 1,681 2,017
44 1,680 2,015
45 1,679 2,014
46 1,679 2,013
47 1,678 2,012
48 1,677 2,011
49 1,677 2,010
df=(n-k) α = 0.05 α = 0.025
51 1,675 2,008
52 1,675 2,007
53 1,674 2,006
54 1,674 2,005
55 1,673 2,004
56 1,673 2,003
57 1,672 2,002
58 1,672 2,002
59 1,671 2,001
60 1,671 2,000
61 1,670 2,000
62 1,670 1,999
63 1,669 1,998
64 1,669 1,998
65 1,669 1,997
66 1,668 1,997
67 1,668 1,996
68 1,668 1,995
69 1,667 1,995
70 1,667 1,994
71 1,667 1,994
72 1,666 1,993
73 1,666 1,993
74 1,666 1,993
75 1,665 1,992
76 1,665 1,992
77 1,665 1,991
78 1,665 1,991
79 1,664 1,990
80 1,664 1,990
81 1,664 1,990
82 1,664 1,989
83 1,663 1,989
84 1,663 1,989
85 1,663 1,988
86 1,663 1,988
87 1,663 1,988
88 1,662 1,987
89 1,662 1,987
90 1,662 1,987
91 1,662 1,986
92 1,662 1,986
93 1,661 1,986
94 1,661 1,986
95 1,661 1,985
96 1,661 1,985
97 1,661 1,985
98 1,661 1,984
99 1,660 1,984
LAMPIRAN 13 ANSWER SHEET
ANSWER SHEET
Dosen No Pertanyaan/Masukan Jawaban
Ibu Fera 1 Masukkan data korosi dan MG ke lampiran Sudah dilakukan di bagian lampiran
2 Apa itu distribusi normal? Distribusi normal untuk mengetahui
apakah data berdistribusi secara normal