Anda di halaman 1dari 99

1

MAKALAH PKL IKGM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah


Pemberdayaan Dan Pendidikan
Kesehatan Masyarakat

Oleh Kelompok 2B
Shania Rada C 201611101029
Luthfia Choirunnissa 201611101018
Astrid Ganadya Nurul Iffah 201611101004
Ulfa Mayasari 201611101043
Muhammad Nagara Salim S 201611101069
Isfania Harmintaswa 201611101063

Pembimbing:
drg. Surartono Dwiatmoko M.M

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
bimbingan dan petunjukNya, serta berkat rahmat, nikmat, dan karuniaNya
sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas makalah Pendidikan Kesehatan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. drg. Surartono Dwiatmoko M.M selaku pembimbing


2. teman-teman kelompok pendidikan kesehatan 2B
Penulis sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, sehingga
penulis berharap kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Jember, September 2020

Penulis
3

DAFTAR ISI

COVER

MAKALAH PKL IKGM......................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

SURVEY KEJADIAN GASTRITIS PADA MASYARAKAT DESA


RANGKAH.............................................................................................................5

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................9
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN............................................................15
PENYULUHAN MENGENAI KEJADIAN GASTRITIS PADA
PUSKESMAS TAMBAKASRI DESA RANGKAH.........................................22

BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................23
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................26
BAB 3. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN..........................................32
UKGS: PEMERIKSAAN OHI-S DAN DMF-T....Error! Bookmark not defined.

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................40
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................42
BAB 3. METODE PELAKSANAAN................................................................50
PERENCANAAN KEGIATAN KADER DOKTER GIGI CILIK DI SDN
RANGKAH 1........................................................................................................57

BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................58
1.1 Latar belakang.........................................................................................58
1.2 Permasalahan............................................................................................60
1.3 Target dan Luaran.....................................................................................60
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................61


2.1. Kebersihan Gigi dan Mulut.....................................................................61
2.2. Karies Gigi...............................................................................................63
2.3 Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)..................................................67
BAB 3. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN..........................................69
3.1 Pelaksanaan Kegiatan..........................................................................69
3.2 Alur Kegiatan.......................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................71
LAMPIRAN......................................................................................................74
1. Soal pretest dan posttest..........................................................................74
2. Panduan Observasi Penggunaan Alat Dasar Kedokteran Gigi............83
3. Desain sertifikat.......................................................................................85
5

SURVEY KEJADIAN GASTRITIS PADA MASYARAKAT


DESA RANGKAH KECAMATAN TAMBAKASRI

LAPORAN PEMBERDAYAAN DAN PENDIDIKAN


KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh :
KELOMPOK 2B
Shania Rada C 201611101029
Luthfia Choirunnissa 201611101018
Astrid Ganadya Nurul U 201611101004
Ulfa Mayasari 201611101043
Muhammad Nagara Salim S 201611101069
Isfania Harmintaswa 201611101063

Pembimbing: drg. Surartono Dwiatmoko M.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
6

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini dengan semakin berkembangnya zaman, semakin banyak juga

penyakit yang timbul akibat gaya hidup manusia dan penularan bakteri. Salah

satunya adalah penyakit gastritis yang terjadi karena inflamasi pada lapisan

lambung yang menjadikan sering merasa nyeri pada bagian perut. Gastritis tidak

menular tetapi bakteri helicobacter pylori dapat masuk ke dalam tubuh manusia

melalui makanan. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub

mukosa lambung. Secara histopasitologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi

sel-sel radang pada darah tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang

banyak di jumpai di klinik atau ruangan penyakit dalam pada umumnya.

(Shulfany,2011). Gastritis didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai

mukosa lambung. Peradangan dapat mengakibatkan pembengkankan mukosa

lambung sampai terlepasnya epitel mukosa supersial yang menjadi penyebab

terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang

timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin,2012).

Berdasarkan data dari badan penelitian kesehatan Dunia World Health

Organization (WHO) yang dikutip oleh Huzaifah (2017) menemukan bahwa,

beberapa negara yang mengalami angka persentase kejadian gastritis tertinggi di

dunia diantaranya adalah inggris 22%, China 31%, Jepang 14.5%, Kanada 35%,

dan Perancis 29.5%. Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia

menurut WHO adalah 40,8% dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di
7

Indonesia cukup tinggi dengan angka kejadian 274.396 kasus dari 238.452.952

jiwa penduduk. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, gastritis

merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap

di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9 %).

Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak baik dan tidak

teratur sehingga lambung menjadi sensitif disaat asam lambung meningkat.

Peningkatan asam lambung diluar batas normal akan menyebabkan terjadinya

iritasi dan kerusakan pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan jika

peningkatan asam lambung ini dibiarkan saja maka kerusakan lapisan lambung

atau penyakit gastritis akan semakin parah (Gustin, 2011). Pengaturan pola makan

yang tidak baik dan tidak teratur akan menimbulkan kekambuhan pada penderita

gastritis. Oleh karena itu pengaturan pola makan yang baik dan teratur merupakan

salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif

dalam mencegah kekambuhan gastritis (Wendah, 2016)

Faktor pencetus lain terjadinya gastritis yaitu stres. Stres memiliki efek

negatif melalui mekanisme neuroendokrin terhadap saluran pencernaan sehingga

beresiko untuk mengalami gastritis. Produksi asam lambung akan meningkat pada

keadaan stres, misalnya pada beban kerja berat, panik tergesa-gesa. Kadar asam

lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini

dibiarkan maka dapat menyebabkan terjadinya peradangan mukosa lambung atau

gastritis. Oleh karena itu pengendalian secara efektif berupa istirahat cukup,

olahraga teratur dan relaksasi yang cukup serta dukungan positif dapat
8

mengurangi tingkat stres pada seseorang sehingga akan membantu dalam upaya

perawatan dan pencegahan kekambuhan gastritis (Handayani SD, 2012)

Berdasarkan data yang diperoleh dari pada bulan Januari - Maret tahun

2020, data tentang kejadian gastritis dari Puskesmas Tambakasri yaitu sebanyak

37 kasus baru pada bulan Januari, 61 kasus baru pada bulan Februari, dan 97

kasus baru pada nulan Maret. Terdapat peningkatan angka kejadian gastritis di

Puskesmas Tambakasri sehingga perlu dilakukan penelitian tentang hubungan

pola makan dan tingkat stres terhadap kekambuhan gastritis di wilayah kerja

Puskesmas Tambakasri khususnya desa Rangkah pada tahun 2020. Sehingga

kedepannya diharapkan penyebab kasus kekambuhan pada penderita gastritis ini.

1.1 Rumusan Masalah


1.1.1 Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap warga desa Rangkah pada
penyakit gastritis?

1.2 Tujuan dan Manfaat


1.2.1 Tercapainya derajat kesehatan pada wilayah kerja Puskesmas Tambakasri,
khususnya desa Rangkah.
1.2.2 Mengurangi angka kejadian dan kekambuhan gastritis di Puskesmas
Tambakasri, khususnya desa Rangkah.
1.2.3 Meningkatkan kesadaran pola hidup yang sehat pada wilayah kerja
Puskesmas Tambakasri, khususnya desa Rangkah.

1.4 Hipotesis

Penderita gastritis di desa Rangkah memiliki tingkat pengetahuan dan sikap


mengenai gastritis yang minimalis.
9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gastritis


Gastritis merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung yang terjadi apabila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain.Gambaran klinis yang ditemukan dapat berupa
dispepsia atau indigesti. Penyebab paling sering adalah infeksi bakteri.
Helicobacter pylori yang menyebabkan peradangan pada lambung, gangguan
autoimun dan penggunaan jangka panjang obat anti-inflamatory drugs (NSAID).
Gastritis dapat terjadi tiba-tiba (gastritis akut) atau secara bertahap (gastritis
kronis) (Agustina et.al., 2016).

2.2. Macam – macam Gastritis


a. Gastritis Akut
Gastritis akut terdapat erosi dan perdarahan di mukosa lambung akibat
faktor-faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung,
sebagian besar kasus tersebut merupakan penyakit yang ringan dan dapat sembuh
sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebanya
dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan
neutrofil (Price, 2005). Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya
dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosiva atau gastritis
haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena penyakit ini dijumpai
perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi yang berarti hilangya kontinuitas
mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai infeksi pada mukosa lambung.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus
(Smeltzer & Bare, 2002). Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1. Iritasi yang disebabkan oleh obatobatan, aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid
2. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan
10

3. Dalam sebuah jurnal kedokteran, peneliti dari Unversitas Leeds,


mengungkapkan stres dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat
stres, orang cenderung makan lebih sedikit, stres juga menyebabkan
perubahan hormonal dalam tubuh dan merangsang produksi asam lambung
dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual,
mulas, bahkan bisa luka.
4. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau sering makan
berlebihan.
5. Gastritis akut juga bisa disebabkan karena terlalu banyak makanan yang
berbumbu, sering meminum Alkohol dan bahan kimia lainya yang dapat
menyebabkan peradangan dan perlukaan pada lambung.
6. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar, sepsis (Puri
et.al., 2012).

b. Gastritis Kronis
Gastritis kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang menahun, karena peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada
mukosa lambung. Penyebab dari gastritis ini tidak jelas, sering bersifat multifaktor
dengan perjalanan klinik yang bervariasi. Gastritis kronis terdiri dari dua tipe,
yaitu gastritis kronis tipe A yang disebut juga sebagai gastritis atrofik atau
fundamental (karena mengenai fundus lambung). Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal
kelenjar lambung dan faktor interinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel
parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan
tingginya kadar gastrin.
Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua.
Penyebab utama gastritis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori.
Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan,
merokok dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori
(Mansjoer, 2001; Prince, 2005).
11

2.3. Gejala Gastritis


Ada sejumlah gejala yang biasa dirasakan penderita sakit gastritis
seperti mual, nyeri epigastrum, perih (kembung dan sesak) pada bagian atas
perut (ulu hati). Biasanya, nafsu makan menurun secara drastis, wajah pucat,
suhu badan naik, keluar keringat dingin, dan sering bersendawa terutama dalam
keadaan lapar. Gejala yang dirasa pada penyakit ini biasanya ringan sehingga
membuat keluhan gastritis ini sering diabaikan dan berakibat terus
bertambahnya angka kejadian gastritis (Agustina et.al., 2016).

2.4. Patofisiologi Gastritis


Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan
faktor agresif (asam lambung, pepsin, AINS, empedu, infeksi virus, infeksi
bakteri Helicobacter pylori dan bahan korosif asam dan basa kuat) dan faktor
defensif (ketahanan mukosa, bikarbonas mukosa, prostaglandin mikosirkularis)
yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Dalam keadaan normal,
faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan
atau kelainan patologi. Membran mukosa lambung menjadi edema dan
hiperemik (kongesti dengan cairan dan darah) dan mengalami erosi superfisial,
bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung, yang mengandung asam tetapi
banyak sedikit mukus. Ulserasi fisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan
hemorogi. Pasian dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas,
mual dan anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan. (Manjoer,
2001).

2.5. Faktor Resiko


a. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman
dengan kandungan kafein merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa
lambung (Mutaqqin, 2011).
b. Rokok.Endogen prostaglanding mukosa lambung berperan penting dalam
menjaga keutuhan mukosa, menjaga kerusakan mukosa pada manusia,
merangsang produksi lendir lambung dan meningkatkan aliran darah mukosa
12

lambung. Merokok mengurangi sintesis prostaglandin mukosa lambung dan


mengurangi barir fungsi mukosa lambung. Interlekuin dan sitokinin ditemukan
meningkat dalam mukosa lambung dari perokok, hal ini dapat menyebabkan
peradangan lebih pada mukosa lambung dan meningkatkan terjadinya gastritis
(Massarrat, 2008).
c. Alkohol. Minuman beralkohol seperti whisky, vodka dan gin. Terlepas dari
jenis dan dosis, alkohol mempermudah berkembangnya penyakit refluks
gastroesofagus dengan menurunkan tekanan dari sphintcter esofagus bagian
bawah dan motilitas esofagus. Fermentasi dan penyulingan minuman
beralkohol suling meningkatkan kadar gastrin dan sekresi asam. Asam suksinat
dan maleat yang terkandung dalam minuman beralkohol tertentu juga
merangsang sekresi asam. Dosis alkohol rendah mempercepat pengosongan
lambung, sedangkan dosis tinggi menunda mengosongkan dan motilitas usus
lambat. Alkohol memudahkan perkembangan gastritis kronis superfisial dan
gastritis atrofi, meskipun belum terbukti menyebabkan ulkus peptik
(Mutaqqin, 2011).
d. Helicobacter pylori. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang
menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) yang
ditandai dengan peresapan neutrofilke permukaanepiteldangan prubahan
degeneratif. Helicobacter pylori menyebabkan infeksi persisten dalam
mayoritas individu yang terinfeksi(Versalovic, 2003).
e. Obat-obatan. Obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) seperti (Aspirin,
indometasin, ibuprofen), apabila dipakai secara terus menerus menimbulkan
perdarahan mukosa lambung pada 70 % pemakai. Selain itu juga terdapat
beberapa jenis obat seperti sulfonamida, steroid, kokain, agen kemoterapi,
salisilat dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Wilda, 2009;
Mutaqqin, 2011).
f. Trauma langsung lambung. Berhubungan dengan keseimbangan antara agresi
dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung (Mutaqqin, 2011).
13

g. Usia. Usia merupakan faktor resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis.
Hal ini menunjukan bahwa seiring dengan bertambahnya usia, maka cenderung
memiliki infeksi Helicobacter pylori dari pada orang yang lebih muda (Vanella
et al, 2001).

2.6. Penatalaksanaan Penderita Gastritis


Pada saat rawat inap, gastritis kronik diberikan obat antiulcer dengan tujuan
menghambat atau menurunkan sekresi asam lambung. Ranitidin dan antasida
merupakan obat antiulcer yang paling banyak digunakan dalam terapi gastritis,
ranitidin diberikan sebelum makan dengan tujuan memaksimalkan penghambatan
sekresi asam lambung sebelum adanya rangsangan sekresi asam lambung dari
makanan sedangkan antasida bertujuan untuk menetralkan asam lambung. Untuk
melindungi mukosa lambung dari serangan asam lambung juga diberikan agen
sitoproteksi (sukralfat) yang dapat melindungi mukosa lambung (Rondonuwu, et
al 2014).
Selain itu, penatalaksanaan gastritis akut atau ringan maka diperlukan obat
antiulser yang ada di apotek contohnya antasida. Selain itu, merubah pola hidup
seperti kebiasaan makan yang tepat waktu, tidak mengkonsumsi makanan terlalu
pedas dan asam (Ndururu, et al 2019).

2.7. Upaya Pencegahan Gastritis


Gastritis merupakan penyakit yang sifatnya rekurensi. Apabila faktor
penyebabnya sedang ada di tubuh, amka akan terjadi gastritis. Berikut cara
mencegah gastritis yang bersifat rekurensi akibat kebiasaan pola hidup:
a. Mengurangi minum alkohol. Minuman yang mengandung alkohol ini bisa
merangsang sel-sel di lambung memproduksi asam lambung lebih
banyak.Kelebihan asam lambung inilah yang nantinya bisa menyebabkan
peradangan pada lambung. Jadi, tidak salah lagi Anda harus membatasi
konsumsi alkohol sebagai tindakan pencegahan gastritis (Wahyudi, et al 2018).
14

b. Mengurangi kebiasaan merokok. Rokok mengandung berbagai bahan kimia


yang bisa memperparah peradangan yang sudah ada sebelumnya sehingga
mengakibatkan gastritis (Astuti, et al 2020).
c. Memperbaiki pola makan. Ketepatan waktu makan, porsi dan komposisi
makanan merupakan tindakan pencegahan gastritis. Lambung selalu
memproduksi asam lambung, sehingga apabia lambung dalam keadaan kosong
dan tidak terisi oleh makanan, maka asam lambung akan mudah mengiritiasi
dinding lambung sehingga terjadi gastritis. Selain itu, makan makanan yang
memiliki kandungan asam tinggi seperti kopi dan buah – buahan kaya vitamin
C maka akan meningkatkan sekresi asam lambung (Putri, et al, 2010).
d. Mengurangi Tingkat Stress. Pada saat otak kita terlalu jenuh atau banyak
tekanan, maka tubuh akan memproduksi hormon kortisol. Hormon ini
menyebabkan tubuh menghasilkan lebih banyak asam dan prostaglandin yang
akan meningkatkan asam lambung sehingga lambung menjadi teriritasi
(Astuti, et al 2020).
15

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang bersifat
observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan
dengan melakukan suatu analisis terhadap data yang dikumpulkan di suatu
populasi masyarakat pada satu waktu. (Jasaputra dan Santosa, 2008).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Rangkah, Kecamatan Tambakasri.

3.2.1 Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2020.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah warga yang pernah didianosis gastritis di
Puskesmas Tambakasri pada bulan Januari 2020 - Maret 2020. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 195 orang.

3.3.2 Kriteria

1. Kriteria Inklusi
a. Pria dan wanita yang bersedia menjadi responden dan
menandatangani bukti persetujuan menjadi responden.
b. Pasien dengan diagnosis gastritis

2. Kriteria Eksklusi

a. Responden tidak mengisi kuisioner secara lengkap


b. Responden yang tidak berada dilokasi pada saat penelitian/ sakit
16

3.3.4 Sampel Penelitian


Jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin
adalah rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya sampel minimum
suatu survei populasi terbatas (finite population survey). Rumus Slovin:
N
n= 2
1+ N (e )

Keterangan:
n = jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
e = Toleransi error sebesar 0,05

Berdasarkan rumus diatas, didapatkan sampel sebanyak 346 sampel.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel
1. Variabel terikat (dependent variabel) yaitu gastritis (maag).
2. Variabel bebas (independent variable) yaitu dependen meliputi makanan
pedas, minuman kopi, merokok, minuman alkohol, infeksi bakteri
Helicobacter pylori, obat-obatan anti-inflamasi nonsteroid, dan usia.

3.5 Definisi Operasional


3.5.1 Definisi Operasional
1. Gastritis merupakan radang lambung dengan gejala nyeri di lambung dan
nyeri pada saat makan
2. Responden adalah warga yang pernah didianosis gastritis di Puskesmas
Tambakasri pada bulan Januari 2020 - Maret 2020 dan bersedia dilakukan
penelitian.
3. Kuisioner merupakan form berisi pertanyaan disertai pilihan jawaban yang
diisikan secara online.
4. Pengetahuan merupakan segala hal yang diketahui masyarakat tentang
gastritis.
17

5. Sikap merupakan tindakan yang dipilih oleh masyarakat dalam


menjalankan kehidupan sehari-hari.

3.6 Alat dan Bahan Suvey


3.6.1 Alat Survey
Alat yang digunakan dalam survey ini adalah:
a. Jaringan internet
b. Gadget (laptop atau hand phone)
3.6.2 Instrumen Survey
Instrumen yang digunakan dalam survey
a. Kuesioner online dengan media google form

3.7 Tahap-Tahap Penelitian

Untuk tahap penelitian terdiri atas tahap pra lapangan, tahap pekerjaan
lapangan (penggalian data), dan tahap analisis data.
1. Tahap pra lapangan
Tahap pra lapangan merupakan orientasi untuk memperoleh gambaran
mengenai latar belakang penelitian dengan melakukan grand tour
observation. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut: menyusun
pelaksanaan penelitian, memilih lapangan, mengurus permohonan penelitian,
memilih dan memanfaatkan informasi serta mempersiapkan
perlengkapanperlengkapan penelitian. Tahap ini dilakukan sejak dini yaitu
sejak pertama kali atau sebelum terjun ke lapangan dalam rangka penggalian
data.
2. Tahap pekerjaan lapangan (pengambilan data)
Pada tahap ini peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data
menggunakan kuisioner yang ditujukan pada responden yang sesuai dengan
kriteria sample. Data jawaban responden dalam penelitian ini adalah data
primer.
3. Tahap analisis data
18

Pada tahap ini peneliti melakukan analisa data dengan langkah-langkah


verifikasi,  pengorganisasian data, transformasi, penggabungan, pengurutan,
perhitungan / kalkulasi, ekstraksi data untuk membentuk informasi dan
pembentukan pengetahuan.
3.8 Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1). Analisis Kualitatif
merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data - data deskriptif
berupa kata - kata tertulis melalui kuesioner ataupun secara lisan melalui
wawancara.
2). Analisis Deskriptif
Mendeskriptifikan perilaku dan sikap seorang penderita gastritis sebagai
suatu informasi untuk pengolahan data.
Sehingga, model analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif,
yaitu data diperoleh dari suatu penelitian dengan membagikan kuesioner.
setelah itu, jawaban akan diolah dalam bentuk angka dan ditabulasikan
sehingga diperoleh skor dan kriteria.
19

3.9 Alur Survey


Studi pendahuluan situasi
Masyarakat

Melakukan survei pendahuluan


Menentukan Prioritas Masalah

Menentukan kriteria sampel, jumlah sampel, dan teknik sampling

Menentukan Kriteria Responden, Teknik Sampling, Jumlah Sampel

Membuat Kuesioner dengan media Google Form

Menyebarkan Kuisioner secara online

Mengumpulkan data

Mengolah dan Menganalisi Data


20

DAFTAR PUSTAKA

1. Agustina, Rismia., Azizah., Agianto. 2016. Gambaran Kejadian Gastritis


di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dunia Keperawatan. 4(1) : 48-54
2. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
3. Astuti, PA.,Wulandari, D.,Karina, P.2020. Stres Dan Perilaku Merokok
Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis.Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal.10(2):213-222.
4. Jasaputra, D. Kristanti dan Slamet Santosa. 2008. Metodologi Penelitian
Biomedis Edisi 2. Bandung : PT.Danamartha Sejahtera Utama.
5. Mansjoer. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK-UI
6. Massarrat S. 2008. Smoking and Gout. Archive of Iranian Medicine. Vol
11(3). 2008: 293-30.
7. Muttaqin, A. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika.
8. Ndururu, KR.,Sitorus, S.,Barus, N.2019. Gambaran Diagnostik dan
Penatalaksanaan Gastritis Rawat Inap BPJS di RSU Royal Prima Medan
Tahun 2017.Jurnal Kedokteran dan Kesehatan.5(5):209-216.
9. Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
10. Puri, Anita., SUyanto. 2012. Hubungan Faktor Stres Dengan Kejadian
Gastritis Pada Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang. Jurnal
Keperawatan. VIII(1).
11. Putri, MR.,Agustin, H.,Wulansari.2010. Hubungan Pola Makan Dengan
Timbulnya Gastritis Pada Pasien Di Universitas Muhammadiyah
MALANG MEDICAL CENTER (UMC).Jurnal Keperawatan.1(2):156-
164.
12. Rondonuwu, AA.,Wullur, A.,Lolo, WA.2014. Kajian Penatalaksanaan
Terapi Pada Pasien Gastritis Di Instalasi Rawat Inap Rsup Prof Dr. R .D.
Kandou Manado Tahun 2013.Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT.3(3);22-29.
21

13. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddart. Jakarta : EGC
14. Vanella L. et al. 2001. Risk for Gastric Neoplasias In Patients With Chroni
Atrophic Gastritis: A Critical Reappraisal. World J Gastroenterol 18(12):
1279-1285.
15. Versalovic, J 2003, 'Helicobacter pylori: Pathology and diagnostic
strategies' American Journal of Clinical Pathology, vol. 119, no. 3, pp.
403-412. https://doi.org/10.1309/5DTF5HT7NPLNA6J5
16. Wahyudi, A.,Kusuma, DPA.,Andinawati, K.2018. Hubungan Antara
Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Keras (Alkohol) Dengan Kejadian
Gastritis Pada Remaja Akhir (18-21 Tahun) Di Asrama Putra Papua Kota
Malang.Nursing News.3(1):686-697.
22

PENYULUHAN MENGENAI KEJADIAN GASTRITIS PADA


PUSKESMAS TAMBAKASRI DESA RANGKAH
KECAMATAN TAMBAKASRI

LAPORAN PEMBERDAYAAN DAN PENDIDIKAN


KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh :
KELOMPOK 2B
Shania Rada C 201611101029
Luthfia Choirunnissa 201611101018
Astrid Ganadya Nurul U 201611101004
Ulfa Mayasari 201611101043
Muhammad Nagara Salim S 201611101069
Isfania Harmintaswa 201611101063

Pembimbing: drg. Surartono Dwiatmoko M.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
23

2020
24

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak juga penyakit yang
timbul akibat gaya hidup manusia dan penularan bakteri. Salah satunya adalah
penyakit gastritis yang terjadi karena inflamasi pada lapisan lambung yang
menjadikan sering merasa nyeri pada bagian perut. Berdasarkan data dari badan
penelitian kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh
Huzaifah (2017) menemukan bahwa, beberapa negara yang mengalami angka
persentase kejadian gastritis tertinggi di dunia diantaranya adalah inggris 22%,
China 31%, Jepang 14.5%, Kanada 35%, dan Perancis 29.5%. Persentase dari
angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8% dan angka
kejadian gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan angka
kejadian 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Berdasarkan profil
kesehatan Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan
jumlah 30.154 kasus (4,9 %).

Gastritis tidak menular tetapi bakteri helicobacter pylori dapat masuk ke


dalam tubuh manusia melalui makanan. Gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopasitologi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada darah tersebut. Gastritis merupakan
salah satu penyakit yang banyak di jumpai di klinik atau ruangan penyakit dalam
pada umumnya. (Shulfany,2011). Gastritis didefinisikan sebagai peradangan yang
mengenai mukosa lambung. Peradangan dapat mengakibatkan pembengkankan
mukosa lambung sampai terlepasnya epitel mukosa supersial yang menjadi
penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan
merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin,2012).

Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak baik dan tidak
teratur sehingga lambung menjadi sensitif disaat asam lambung meningkat.
25

Peningkatan asam lambung diluar batas normal akan menyebabkan terjadinya


iritasi dan kerusakan pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan jika
peningkatan asam lambung ini dibiarkan saja maka kerusakan lapisan lambung
atau penyakit gastritis akan semakin parah (Gustin, 2011). Pengaturan pola makan
yang tidak baik dan tidak teratur akan menimbulkan kekambuhan pada penderita
gastritis. Oleh karena itu pengaturan pola makan yang baik dan teratur merupakan
salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif
dalam mencegah kekambuhan gastritis (Wendah, 2016). Faktor pencetus lain
terjadinya gastritis yaitu stres. Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme
neuroendokrin terhadap saluran pencernaan sehingga beresiko untuk mengalami
gastritis. Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya
pada beban kerja berat, panik tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat
dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan maka dapat
menyebabkan terjadinya peradangan mukosa lambung atau gastritis. Oleh karena
itu pengendalian secara efektif berupa istirahat cukup, olahraga teratur dan
relaksasi yang cukup serta dukungan positif dapat mengurangi tingkat stres pada
seseorang sehingga akan membantu dalam upaya perawatan dan pencegahan
kekambuhan gastritis (Handayani, 2012).

Berdasarkan data yang diperoleh dari pada bulan Januari - Maret tahun
2020, data tentang kejadian gastritis dari Puskesmas Tambakasri yaitu sebanyak
37 kasus baru pada bulan Januari, 61 kasus baru pada bulan Februari, dan 97
kasus baru pada nulan Maret. Terdapat peningkatan angka kejadian gastritis di
Puskesmas Tambakasri sehingga perlu dilakukan penyuluhan tentang penyakit
gastritis di wilayah kerja Puskesmas Tambakasri khususnya desa Rangkah pada
tahun 2020. Sehingga kedepannya diharapkan penyebab kasus kekambuhan pada
penderita gastritis ini dapat menurun.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana gambaran penderita gastritis pada wilayah kerja Puskesmas
Tambakasri, khususnya desa Rangkah?
26

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tercapainya derajat kesehatan pada wilayah kerja Puskesmas Tambakasri,
khususnya desa Rangkah.
1.3.2 Mengurangi angka kejadian dan kekambuhan gastritis di Puskesmas
Tambakasri, khususnya desa Rangkah.
1.3.3 Meningkatkan kesadaran pola hidup yang sehat pada wilayah kerja
Puskesmas Tambakasri, khususnya desa Rangkah.
27

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gastritis


Gastritis merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung yang terjadi apabila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain.Gambaran klinis yang ditemukan dapat berupa
dispepsia atau indigesti. Penyebab paling sering adalah infeksi bakteri.
Helicobacter pylori yang menyebabkan peradangan pada lambung, gangguan
autoimun dan penggunaan jangka panjang obat anti-inflamatory drugs (NSAID).
Gastritis dapat terjadi tiba-tiba (gastritis akut) atau secara bertahap (gastritis
kronis) (Agustina et.al., 2016).
2.2. Macam – macam Gastritis
a. Gastritis Akut
Gastritis akut terdapat erosi dan perdarahan di mukosa lambung akibat faktor-
faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, sebagian besar kasus
tersebut merupakan penyakit yang ringan dan dapat sembuh sempurna. Gastritis akut
merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebanya dengan tanda dan gejala yang
khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil (Price, 2005). Salah satu bentuk
gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah
gastritis erosiva atau gastritis haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena
penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi yang berarti hilangya
kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai infeksi pada mukosa
lambung. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Smeltzer & Bare,
2002). Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1. Iritasi yang disebabkan oleh obatobatan, aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid
2. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan
3. Dalam sebuah jurnal kedokteran, peneliti dari Unversitas Leeds, mengungkapkan
stres dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat stres, orang cenderung
makan lebih sedikit, stres juga menyebabkan perubahan hormonal dalam tubuh dan
28

merangsang produksi asam lambung dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, lambung


terasa sakit, nyeri, mual, mulas, bahkan bisa luka.
4. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau sering makan
berlebihan.
5. Gastritis akut juga bisa disebabkan karena terlalu banyak makanan yang berbumbu,
sering meminum Alkohol dan bahan kimia lainya yang dapat menyebabkan
peradangan dan perlukaan pada lambung.
6. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar, sepsis (Puri et.al.,
2012).

b. Gastritis Kronis
Gastritis kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang menahun, karena peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada
mukosa lambung. Penyebab dari gastritis ini tidak jelas, sering bersifat multifaktor
dengan perjalanan klinik yang bervariasi. Gastritis kronis terdiri dari dua tipe,
yaitu gastritis kronis tipe A yang disebut juga sebagai gastritis atrofik atau
fundamental (karena mengenai fundus lambung). Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal
kelenjar lambung dan faktor interinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel
parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan
tingginya kadar gastrin.
Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua.
Penyebab utama gastritis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori.
Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan,
merokok dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori
(Mansjoer, 2001; Prince, 2005).

2.3. Gejala Gastritis


Ada sejumlah gejala yang biasa dirasakan penderita sakit gastritis seperti
mual, nyeri epigastrum, perih (kembung dan sesak) pada bagian atas perut (ulu
hati). Biasanya, nafsu makan menurun secara drastis, wajah pucat, suhu badan
naik, keluar keringat dingin, dan sering bersendawa terutama dalam keadaan
29

lapar. Gejala yang dirasa pada penyakit ini biasanya ringan sehingga membuat
keluhan gastritis ini sering diabaikan dan berakibat terus bertambahnya angka
kejadian gastritis (Agustina et.al., 2016).

2.4. Patofisiologi Gastritis


Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor
agresif (asam lambung, pepsin, AINS, empedu, infeksi virus, infeksi bakteri
Helicobacter pyloridan bahan korosif asam dan basa kuat) dan faktor defensif
(ketahanan mukosa, bikarbonas mukosa, prostaglandin mikosirkularis) yang
berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Dalam keadaan normal, faktor
defensif dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan atau
kelainan patologi. Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik
(kongesti dengan cairan dan darah) dan mengalami erosi superfisial, bagian ini
mensekresi sejumlah getah lambung, yang mengandung asam tetapi banyak
sedikit mukus. Ulserasi fisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemorogi.
Pasian dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual dan
anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan. (Manjoer, 2001).

2.5. Faktor Resiko


a. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman
dengan kandungan kafein merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa
lambung (Mutaqqin, 2011).
b. Rokok.Endogen prostaglanding mukosa lambung berperan penting dalam
menjaga keutuhan mukosa, menjaga kerusakan mukosa pada manusia,
merangsang produksi lendir lambung dan meningkatkan aliran darah mukosa
lambung. Merokok mengurangi sintesis prostaglandin mukosa lambung dan
mengurangi barir fungsi mukosa lambung. Interlekuin dan sitokinin ditemukan
meningkat dalam mukosa lambung dari perokok, hal ini dapat menyebabkan
peradangan lebih pada mukosa lambung dan meningkatkan terjadinya gastritis
(Massarrat, 2008).
30

c. Alkohol. Minuman beralkohol seperti whisky, vodka dan gin. Terlepas dari
jenis dan dosis, alkohol mempermudah berkembangnya penyakit refluks
gastroesofagus dengan menurunkan tekanan dari sphintcter esofagus bagian
bawah dan motilitas esofagus. Fermentasi dan penyulingan minuman
beralkohol suling meningkatkan kadar gastrin dan sekresi asam. Asam suksinat
dan maleat yang terkandung dalam minuman beralkohol tertentu juga
merangsang sekresi asam. Dosis alkohol rendah mempercepat pengosongan
lambung, sedangkan dosis tinggi menunda mengosongkan dan motilitas usus
lambat. Alkohol memudahkan perkembangan gastritis kronis superfisial dan
gastritis atrofi, meskipun belum terbukti menyebabkan ulkus peptik
(Mutaqqin, 2011).
d. Helicobacter pylori. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang
menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) yang
ditandai dengan peresapan neutrofilke permukaanepiteldangan prubahan
degeneratif. Helicobacter pylori menyebabkan infeksi persisten dalam
mayoritas individu yang terinfeksi(Versalovic, 2003).
e. Obat-obatan. Obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) seperti (Aspirin,
indometasin, ibuprofen), apabila dipakai secara terus menerus menimbulkan
perdarahan mukosa lambung pada 70 % pemakai. Selain itu juga terdapat
beberapa jenis obat seperti sulfonamida, steroid, kokain, agen kemoterapi,
salisilat dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Wilda, 2009;
Mutaqqin, 2011).
f. Trauma langsung lambung. Berhubungan dengan keseimbangan antara agresi
dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung (Mutaqqin, 2011).
g. Usia. Usia merupakan faktor resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis.
Hal ini menunjukan bahwa seiring dengan bertambahnya usia, maka cenderung
memiliki infeksi Helicobacter pylori dari pada orang yang lebih muda (Vanella
et al, 2001).
31

2.6. Penatalaksanaan Penderita Gastritis


Pada saat rawat inap, gastritis kronik diberikan obat antiulcer dengan
tujuan menghambat atau menurunkan sekresi asam lambung. Ranitidin dan
antasida merupakan obat antiulcer yang paling banyak digunakan dalam terapi
gastritis, ranitidin diberikan sebelum makan dengan tujuan memaksimalkan
penghambatan sekresi asam lambung sebelum adanya rangsangan sekresi asam
lambung dari makanan sedangkan antasida bertujuan untuk menetralkan asam
lambung. Untuk melindungi mukosa lambung dari serangan asam lambung juga
diberikan agen sitoproteksi (sukralfat) yang dapat melindungi mukosa lambung
(Rondonuwu, et al 2014).
Selain itu, penatalaksanaan gastritis akut atau ringan maka diperlukan obat
antiulser yang ada di apotek contohnya antasida. Selain itu, merubah pola hidup
seperti kebiasaan makan yang tepat waktu, tidak mengkonsumsi makanan terlalu
pedas dan asam (Ndururu, et al 2019).

2.7. Upaya Pencegahan Gastritis


Gastritis merupakan penyakit yang sifatnya rekurensi. Apabila faktor
penyebabnya sedang ada di tubuh, amka akan terjadi gastritis. Berikut cara
mencegah gastritis yang bersifat rekurensi akibat kebiasaan pola hidup:
a. Mengurangi minum alkohol. Minuman yang mengandung alkohol ini bisa
merangsang sel-sel di lambung memproduksi asam lambung lebih
banyak.Kelebihan asam lambung inilah yang nantinya bisa menyebabkan
peradangan pada lambung. Jadi, tidak salah lagi Anda harus membatasi
konsumsi alkohol sebagai tindakan pencegahan gastritis (Wahyudi, et al 2018).
b. Mengurangi kebiasaan merokok. Rokok mengandung berbagai bahan kimia
yang bisa memperparah peradangan yang sudah ada sebelumnya sehingga
mengakibatkan gastritis (Astuti, et al 2020).
c. Memperbaiki pola makan. Ketepatan waktu makan, porsi dan komposisi
makanan merupakan tindakan pencegahan gastritis. Lambung selalu
memproduksi asam lambung, sehingga apabia lambung dalam keadaan kosong
dan tidak terisi oleh makanan, maka asam lambung akan mudah mengiritiasi
32

dinding lambung sehingga terjadi gastritis. Selain itu, makan makanan yang
memiliki kandungan asam tinggi seperti kopi dan buah – buahan kaya vitamin
C maka akan meningkatkan sekresi asam lambung (Putri, et al, 2010).
d. Mengurangi Tingkat Stress. Pada saat otak kita terlalu jenuh atau banyak
tekanan, maka tubuh akan memproduksi hormon kortisol. Hormon ini
menyebabkan tubuh menghasilkan lebih banyak asam dan prostaglandin yang
akan meningkatkan asam lambung sehingga lambung menjadi teriritasi
(Astuti, et al 2020).

2.1 Kerangka Konsep

Seiring perubahan zaman

Penduduk Desa Rangkah

Perubahan pola
hidup

Pola makan tidak teratur Tingkat stress

Gastritis
33

BAB 3. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1. Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan


1. Menetapkan tema dan sasaran penyuluhan
2. Mempersiapkan konsep dan materi penyuluhan
3. Membuat video edukasi dengan tema Gastritis. Materi penyuluhan yang
diberikan antara lain:
a. Definisi gastritis
b. Klasifikasi gastritis
c. Tanda dan gejala gastritis
d. Faktor penyebab gastritis
e. Bahaya gastritis jika dibiarkan
f. Cara pencegahan gastritis
g. Cara perawatan pertama pada penderita gastritis
4. Mempublikasikan video edukasi yang telah dibuat di channel Youtube
5. Menyebarluaskan video edukasi tersebut kepada masyarakat khususnya
penduduk desa Rangkah
34

3.2. Alur pelaksanaan kegiatan Penyuluhan


Alur pelaksanaan kegiatan adalah sebagai beikut:

Menetapkan tema dan sasaran penyuluhan

Mempersiapkan konsep dan materi penyuluhan

Membuat video edukasi dengan tema yang telah ditentukan

Mempublikasikan video edukasi di channel Youtube

Menyebarluaskan video edukasi tersebut kepada


masyarakat khususnya penduduk desa Rangkah
35

DAFTAR PUSTAKA

1. Agustina, Rismia., Azizah., Agianto. 2016. Gambaran Kejadian Gastritis


di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dunia Keperawatan. 4(1) : 48-54
2. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
3. Astuti, PA.,Wulandari, D.,Karina, P.2020. Stres Dan Perilaku Merokok
Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis.Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal.10(2):213-222.
4. Gustin RK. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Kota
Bukittinggi tahun 2011 (skripsi). Padang: Universitas Andalas. 2011;1–12.
5. Handayani SD. Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien
gastritis di Puskesmas Jatinangor (artikel penelitian). 2012 (diunduh
September 2020). Tersedia dari:
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/595
6. Jasaputra, D. Kristanti dan Slamet Santosa. 2008. Metodologi Penelitian
Biomedis Edisi 2. Bandung : PT.Danamartha Sejahtera Utama.
7. Mansjoer. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK-UI
8. Massarrat S. 2008. Smoking and Gout. Archive of Iranian Medicine. Vol
11(3). 2008: 293-30.
9. Mayo Clinic. Stress symptomps: effect on your body, feelings and
behavior. Mayo Found Med Educ Res 2017 (diunduh Nopember 2017).
Tersedia dari: www.mayoclinic.org/healthylifestyle/stress-management/in-
dept/stresssymptomps/
10. Muttaqin, A. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika.
11. Ndururu, KR.,Sitorus, S.,Barus, N.2019. Gambaran Diagnostik dan
Penatalaksanaan Gastritis Rawat Inap BPJS di RSU Royal Prima Medan
Tahun 2017.Jurnal Kedokteran dan Kesehatan.5(5):209-216.
12. Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
36

13. Puri, Anita., SUyanto. 2012. Hubungan Faktor Stres Dengan Kejadian
Gastritis Pada Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang. Jurnal
Keperawatan. VIII(1).
14. Putri, MR.,Agustin, H.,Wulansari.2010. Hubungan Pola Makan Dengan
Timbulnya Gastritis Pada Pasien Di Universitas Muhammadiyah
MALANG MEDICAL CENTER (UMC).Jurnal Keperawatan.1(2):156-
164.
17. Rondonuwu, AA.,Wullur, A.,Lolo, WA.2014. Kajian Penatalaksanaan
Terapi Pada Pasien Gastritis Di Instalasi Rawat Inap Rsup Prof Dr. R .D.
Kandou Manado Tahun 2013.Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT.3(3);22-29.
18. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddart. Jakarta : EGC
19. Vanella L. et al. 2001. Risk for Gastric Neoplasias In Patients With Chroni
Atrophic Gastritis: A Critical Reappraisal. World J Gastroenterol 18(12):
1279-1285.
20. Versalovic, J 2003, 'Helicobacter pylori: Pathology and diagnostic
strategies' American Journal of Clinical Pathology, vol. 119, no. 3, pp.
403-412. https://doi.org/10.1309/5DTF5HT7NPLNA6J5
21. Wahyudi, A.,Kusuma, DPA.,Andinawati, K.2018. Hubungan Antara
Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Keras (Alkohol) Dengan Kejadian
Gastritis Pada Remaja Akhir (18-21 Tahun) Di Asrama Putra Papua Kota
Malang.Nursing News.3(1):686-697.
22. Wendah H. Hubungan pola makan dan stres dengan kejadian gastritis pada
pasien yang berobat di Puskesmas Ramboken (buletin). Tomohon:
Universitas Sariputra. 2016.
37

Lampiran 1. Kuesioner survey Gastritis

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RESIKO TERJADINYA GASTRITIS DI DESA RANGKAH

Nama :

Usia :

1. Apakah bapak/ibu makan sebanyak 3 kali


dalam sehari ?

2. Apakah bapak/ibu sering telat makan?

2. Apakah bapak/ibu sering memakan makanan


pedas?

3. Apakah bapak/ibu sering meminum


minuman bersoda?

4. Apakah bapak/ibu punya penyakit maag?

5. Apakah bapak/ibu meminum minuman


beralkohol?

6 Apakah bapak/ibu meminum kopi/teh?

7. Apakah bapak/ibu sering memakan terasa


masam seperti (jeruk, lemon)

8. Apakah bapak/ibu merokok?

9. Apakah bapak/ibu sering mengkomsumsi


obat nyeri seperti (paracetamol, asam
mefenamat, ibu profen. paramex, dll)

10. Apakah bapak/ibu sering malas makan saat


ada banyak pikiran?

I. KUESIONER PENGETAHUAN

No Pertanyaan SS S KS TS

1. gastritis (maag) merupakan radang jaringan


38

dinding lambung

2. gastritis (maag) merupakan penyakit yang


tidak dapat dicegah

3. apabila terlalu sering memakan makananan


pedas, asam dan bahan kimia tidak akan
terkena gastritis

4. waktu makan yang tidak teratur dapat


menyebabkan gastritis (maag)

5. penyakit gastritis (maag) tidak berbahaya


sehingga tidak perlu di obati

6. Gastritis terjadi bila sering mengkonsumsi


obat nyeri seperti (paracetamol, asam
mefenamat, ibu profen. paramex, dll)

7. merokok dapat merusak lapisan pelindung


lambung, orang yang merokok lebih rentan
terkena gastritis

8. Stress mampu meningkatkan resiko terkena


gastritis

9. mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi


lambung sehingga dapat mengakibatkan
gastritis

10. obat antasida seperti (mylanta) mampu


meredakan sakit maag (gastritis)

Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
39

KEGIATAN UKGS DI SDN 1 DESA RANGKAH, KECAMATAN


TAMBAKASRI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah


Pendidikan Kesehatan

Oleh Kelompok 2B
Shania Rada C 201611101029
Luthfia Choirunnissa 201611101018
Astrid Ganadya Nurul Iffah 201611101004
Ulfa Mayasari 201611101043
Muhammad Nagara Salim S 201611101069
Isfania Harmintaswa 201611101063

Pembimbing:
drg. Surartono Dwiatmoko M.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
40

UNIVERSITAS JEMBER
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
bimbingan dan petunjukNya, serta berkat rahmat, nikmat, dan karuniaNya
sehingga penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas makalah Pendidikan Kesehatan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

3. drg. Surartono Dwiatmoko M.M selaku pembimbing


4. teman-teman kelompok pendidikan kesehatan 2B
Penulis sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, sehingga
penulis berharap kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Jember, September
2020

Penulis
41

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian dari kesehatan tubuh yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena kesehatan gigi dan mulut akan
mempengaruhi kesehatan keseluruhan dari tubuh. Pembangunan di bidang
kesehatan gigi merupakan bagian integral pembangunan nasional, yang artinya
pembangunan di bidang kesehatan gigi dan mulut tidak boleh ditinggalkan. Upaya
pada bidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian, demi menunjang kesehatan
yang optimal. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal, salah satunya perlu
dilakukan pada anak usia sekolah dasar. Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut seharusnya dilakukan sejak anak usia dini.
Di Indonesia sebanyak 89% anak di bawah 12 tahun menderita penyakit
gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut, akan sangat berpengaruh pada derajat
kesehatan, proses tumbuh kembang, bahkan masa depan anak. Dampak lainnya,
kemampuan belajar mereka pun turun sehingga akan berpengaruh pada prestasi
belajar hingga hilangnya masa depan anak. Menurut World Health Organization
(2011) diperkirakan bahwa 90% dari anak sekolah di dunia dan sebagian besar
orang dewasa pernah menderita karies gigi. Karies gigi bersifat progresif serta
akumulatif, yang ditandaidengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi
hingga meluas ke arah pulpa.
Untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi dan mulut, harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan gigi. Pemeriksaan ini berupa pengukuran kebersihan gigi
dan mulut menggunakan indeks yang dikenal dengan Simplified Oral Hygiene
Index (OHI-S).Pemeriksanaan ini digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan
gigi dan mulut. Selain pemeriksaan OHI-S, juga terdapat pemeriksaan gigi yang
berlubang atau dikenal decayed missing filled tooth (DMF-T). Pemeriksaan ini
digunakan untuk menggambarkan banyaknya karies yang di derita seseorang dari
dulu sampai sekarang.
42

Strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat keparahan karies


pada usia muda adalah salah satunya adanya Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS). UKGS merupakan program yang dicanangkan oleh Pemerintah dan
harus dilaksanakan serta dianggarkan oleh Pemerintah Daerah pada setiap daerah
dan sudah berjalan sejak tahun 1951. UKGS adalah salah satu upaya kesehatan
yang sangat relevan dalam pelaksanaan pencegahan penyakit gigi dan mulut.
Program tersebut ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan
mulut seluruh peserta didik di sekolah yang membutuhkan perawatan kesehatan
gigi dan mulut (Kemenkes RI, 2012). UKGS memberikan pelayanan dalam
bentuk promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang ditujukan bagi anak usia
sekolah di lingkungan sekolah binaan dengan tujuan mendapatkan generasi yang
sehat.
.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat kebersihan rongga mulut dan karies siswa-
siswi pada sekolah dengan adanya pelaksanaan kegiatan UKGS melalui
pemeriksaan OHI-S dan DMF-T?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran tingkat kebersihan rongga mulut dan karies
siswa-siswi pada sekolah dengan adanya pelaksanaan kegiatan UKGS melalui
pemeriksaan OHI-S dan DMF-T

1.4. Manfaat
Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T dalam kegiatan UKGS ini diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai tingkat kebersihan rongga mulut dan
karies siswa-siswi sekolah sehingga dapat dijadikan evaluasi keberhasilan
kegiatan UKGS
43

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut (UKGS)


a. Pengertian UKGS
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan bagian integral dari
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut secara terencana pada para siswa terutama siswa Sekolah Tingkat
Dasar (STD) dalam suatu kurun waktu tertentu dan diselenggarakan
secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal, paket standar
dan paketoptimal. UKGS merupakan sarana utama dalam rangka meningkatkan
kesehatan gigi dan mulut anak-anak sekolah. Melalui UKGS dapat ditanamkan
sikap yang baik terhadapkesehatan gigi dan mulut lewat kegiatan penyuluhan dan
pendidikan kesehatanyang dilakukan serta tindakan dan perawatan yang ada
(Pratiwi, et al 2016).
Tujuan UKGS tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut siswa yang
optimal. Indikator derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal adalah 100%
murid SD/MI telah mendapat pemeriksaan gigi dan mulut . Indikator lain sesuai
dengan ketentuan WHO adalah anak umur 12 tahun mempunyai tingkat
keparahan kerusakan gigi (indeks DMF-T) sebesar 1 (satu) gigi ((Kemenkes,
2012)).
b. Sasaran UKGS
Sasaran pelaksanaan dan pembinaan UKGS meliputi ((Pratiwi, et al 2016) :
1. Sasaran primer: peserta didik (murid sekolah) TK-SD-SMP-SMA dan
sederajatnya.
2. Sasaran sekunder: guru, petugas kesehatan, pengelola pendidikan, orangtua
murid setiap Tim Pembina UKS disetiap jenjang.
3. Sasaran tersier: Lembaga pendidikan mulai dari tingkat pra sekolah sampai
pada sekolah lanjutan tingkat atas, sarana dan prasarana pendidikan kesehatan
dan pelayanan kesehatan dan lingkungan sekitar.

c. Kegiatan UKGS
44

1) Upaya Pencegahan Primer


a. Penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut
b. Pelaksanaan sikat gigi bersama satu bulan sekali
c. Berkumur menggunakan larutan fluor
d. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut enam bulan sekali

2) Pelayanan Kuratif atas dasar permintaan (Demand)


a. Pelayanan tindakan yang kasusnya ditemukan oleh guru UKS
b. Pelayanan kuratif atas dasar kebutuhan untuk kelas tertentu

3) Pelayanan Kuratif yang dilakukan di Sekolah


a. Pencabutan gigi desidui yang persistensi
b. Pencabutan gigi dengan Ulcus decubitus
c. Penambalan gigi dengan glass ionomer
d. Pembersihan karang gigi

4) Rujukan kesehatan gigi dan mulut

2.2. Oral Hygiene Index- Simplified (OHI-S)


a. Pengertian OHI-s
Mengukur kebersihan gigi dan mulut merupakan upaya untuk menentukan
keadaan kebersihan gigi dan mulut seseorang. Pada umumnya untuk mengukur
kebersihan gigi dan mulut digunakan indeks. Indeks adalah suatu angka yang
menunjukan keadaan klinis yang didapat pada waktu dilakukan pemeriksaan
dengan cara mengukur luas dari permukaan gigi yang ditutupi oleh plak maupun
calculus (Agusta, et al 2014).
Pengukuran kebersihan gigi dan mulut menurut Green dan Vermilion,
dapat menggunakan indeks yang dikenal dengan OHI-s. Indeks ini hanya
digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan gigi dan mulut dan menilai
efektivitas dari menyikat gigi.
Debris index merupakan nilai (skor) yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
terhadap endapan lunak di permukaan gigi yang dapat berupa plak, material alba,
dan food debris, sedangkan calculus index merupakan nilai (skor) dari endapan
keras yang terjadi akibat pengendapan garam-garam anorganik yang komposisi
45

utamanya adalah kalsium karbonat dan kalsium posfat yang bercampur dengan
debris, mikroorganisme, dan sel-sel ephitel deskuamasi (Narulita, et al, 2016).

b. Gigi Indeks OHI-s


Menurut Green dan Vermillion, mengukur kebersihan gigi dan mulut
seseorang dengan memilih enam permukaan gigi indeks tertentu yang cukup dapat
mewakili segmen depan maupun belakang dari seluruh permukaan gigi yang ada
dalam rongga mulut. Gigi-gigi yang dipilih sebagai gigi indeks beserta permukaan
gigi indeks yang dianggap mewakili tiap gigi segmen adalah (Narulita, et al,
2016):
1) Gigi 16 pada permukaan bukal
2) Gigi 11 pada permukaan labial
3) Gigi 26 pada permukaan bukal
4) Gigi 36 pada permukaan lingual
5) Gigi 31 pada permukaan labial
6) Gigi 46 pada permukaan lingual

Permukaan yang diperiksa adalah permukaan gigi yang jelas terlihat


dalam mulut. Gigi indeks yang tidak ada pada suatu segmen akan dilakukan
penggantian gigi tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Jika gigi molar pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada molar kedua, jika
gigi molar pertama dan kedua tidak ada, penilaian dilakukan pada molar ketiga
akan tetapi jika molar pertama, kedua, dan ketiga tidak ada maka tidak ada
penilaian untuk segmen tersebut.
2) Jika gigi insisif pertama kanan atas tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisif
kiri dan jika gigi insisif kiri bawah tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisif
pertama kanan bawah, akan tetapi jika gigi insisif pertama kiri atau kanan tidak
ada, maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut.
3) Gigi index dianggap tidak ada pada keadaan-keadaan seperti: gigi hilang
karena dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang merupakan mahkota
jaket, baik yang terbuat dari akrilik maupun logam, mahkota gigi sudah hilang
46

atau rusak lebih dari ½ bagiannya pada permukaan index akibat karies maupun
fraktur, gigi yang erupsinya belum mencapai ½ tinggi mahkota klinis.
4) Penilaian dapat dilakukan jika minimal dua gigi index yang diperiksa (Anwar,
et al 2017).

c. Kriteria Debris Index (DI)

SKOR KRITERIA
0 Tidak ada stain atau debris
1 Plak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal
atau terdapat stain ekstrinsikdi permukaan gigi
2 Plak menutupi lebih dari 1/3 permukaan servikal tetapi
kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa
3 Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan gigi yang
diperiksa
Untuk menghitung DI, digunakan rumus sebagai berikut:

Debris Index = Jumlah skor debris


Jumlah gigi yang diperiksa

(Carranza, 2015)

d. Kriteria Calculus Index (CI)

SKOR KRITERIA
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan servikal gigi yang diperiksa
2 Kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3
permukaan servikal tetapi kurang dari 2/3 permukaan
yang diperiksa atau terdapat bercak – bercak kalukulus
subgingival di daerah servikal
3 Kalkulus supragingival menutup lebih dari 2/3
permukaan gigi yang diperiksa atau ada kalkulus
subgingival

Untuk menghitung CI, digunakan rumus sebagai berikut:

Calculus Index = Jumlah skor kalkulus


Jumlah gigi yang diperiksa
47

e. Cara Melakukan penilaian OHI-s


Menurut Green dan Vermilion, kriteria penilaian debris dan calculus yaitu
mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1) Baik : jika nilainya antara 0-0,6
2) Sedang : jika nilainya antara 0,7-1,8
3) Buruk : jika nilainya antara 1,9-3,0

Penilaian terhadap OHI-s adalah penjumlahan dari DI dan CI. OHI-s


mempunyai kriteria tersendiri, yaitu mengikuti ketentuan sebagai berikut:

1) Baik : jika nilainya antara 0-1,2


2) Sedang : jika nilainya antara 1,3-3,0
3) Buruk : jika nilainya antara 3,1-6,0 (Carranza, 2015)

2.3. Pemeriksaan DMF-t


Untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal ini karies gigi
digunakan nilai DMF-T (Decay Missing Filled Teeth). Angka D(decay) adalah
jumlah gigi berlubang karena karies gigi, angka M (missing) adalah gigi yang
dicabut karena karies gigi, angka F (filled) adalah gigi yang ditumpat karena
karies baik pada seseorang atau sekelompok orang(WHO, 2013).
Indeks DMF yang diperkenalkan oleh Klein H, Plamer CE, Knutson JW
pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pada gigi (DMF-T) dan permukaan gigi
(DMF-S). Semua gigi diperiksa kecuali molar ketiga karena gigi molar tiga
biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut, atau tidak berfungsi. Untuk gigi permanen
dan gigi desidui hanya dibedakan dengan pemberian kode DMF-T ( decay
missing filled tooth) def-t (decay exfoliation filled tooth). Rerata DMF-T adalah
jumlah seluruh nilai D, M, dan F dibagi atas jumlah orang yang diperiksa
(Hiremath, 2011).
48

Rumus menghitung Indeks DMF-T = D + M + F

Jumlah(D+ M + F)
Rumus rata – rata DMF-T =
Jumlahindividu

Pada gigi sulung digunakan indeks def-t, dengan kriteria meliputi: d


(decay), e (exfoliation) yaitu jumlah gigi susu yang telah’harus dicabut karena
karies, dan f (filling). Kadang pe\ada gigi sulung terjadi exfoliation secara
fisiologis dan anak biasanya tidak dapat meneangkan apakah hilang karena
exfoliation fisiologis atau karies sehingga untuk mencegah kekeliruan maka
perhitungan berupa d + f saja (Soeprapto, 2017).

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menghitung indeks karies DMF-T


adalah :

1) Gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D


2) Gigi dengan karies sekunder pada gigi tumpatan gigi permanen dimasukkan
dalam kategori D.
3) Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.
4) Semua gigi yang hilang dan dicabut karena karies dimasukkan dalam
katergori M. Gigi dengan kondisi D yang parah dan diindikasikan pencabutan
juga dimasukkan dalam kategori M.
5) Gigi yang dicabut karena perawatan ortodonti ataupun penyakit periodontal
tidak dimasukkan dalam kategori M.
6) Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam katergori F.
7) Gigi dengan perawatan saluran akar termasuk kategori F.
8) Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi serta kehilangan yang
tidak disebabkan karies tidak diperhitungkan dalam katergori apapun
(Hiremath, 2011).

Kriteria dalam perhitungan rata-rata DMFT menurut WHO sebagai berikut:


49

1) Nilai rata-rata 0,0 – 1,1 termasuk dalam kategori sangat rendah


2) Nilai rata-rata 1,2 – 2,6 termasuk dalam kategori rendah
3) Nilai rata-rata 2,7 – 4,4 termasuk dalam kategori sedang
4) Nilai rata-rata 4,5 – 6,5 termasuk dalam kategori tinggi
5) Nilai rata-rata > 6,6 termasuk dalam kategori sangat tinggi
Indeks DMFT mampu memberikan informasi mengenai gigi yang
mengalami karies, gigi yang telah ditumpat, dan gigi yang telah dicabut tetapi
tidak dapat menggambarkan kondisi karies gigi yang sebenarnya. Namun Indeks
DMF-T memiliki kekurangan, yaitu tidak menggambarkan jumlah karies
sebenarnya karena 1 gigi dengan 2 karies, dihitung 1 (Soeprapto, 2017).
50

2.4. Kerangka Konsep

Tingkat kebersihan
Tingkat karies
rongga mulut
51

BAB 3. METODE PELAKSANAAN

3.1. Metode pelaksanaan


Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T dilakukan sesuai dengan prosedur
pemeriksaan OHI-S dan DMF-T kepada siswa sekolah dasar untuk mengetahui
tingkat kebersihan rongga mulut dan tingkat keparahan karies gigi pada siswa
sekolah dasar. Kegiatan pemeriksaan OHI-S dan DMF-T akan direkam sebagai
dokumentasi kegiatan dengan keluaran bentuk video.

3.2. Alat dan Bahan


a. Alat untuk dokumentasi pemeriksaaan OHI-s dan DMF-T adalah sebagai
berikut :
i. Handphone
ii. Aplikasi Inshot
b. Alat untuk penyuluhan dan sikat gigi bersama adalah sebagai berikut :
i. Phantom
ii. Sikat gigi
iii. Poster
c. Alat untuk pemeriksaaan OHI-s dan DMF-T adalah sebagai berikut :
i. Kacamulut No 3 dan 4
ii. Sonde
iii. Alkohol dan wadah alkohol
iv. Nierbekken
v. Phantom
d. Bahan untuk pemeriksaaan DMF-T adalah sebagai berikut :
i. Alkohol
ii. Cotton Roll

3.3 Kegiatan yang dilaksanakan


a.Kegiatan promotif
1) pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi.
52

2) pendidikan atau penyuluhan kesehatan gigi dan mulut


b Kegiatan preventif
1) sikat gigi masal minimal kelas 1, 2 dan kelas 3 dengan menggunakan
pasta gigi yang berfluoride minimal 1x sebulan
2) penjaringan kesehatan gigi dan mulut dengan cara screening
c. Kegiatan kuratif
1) Rujukan bagi yang memerlukan
3.4 Pelaksanaan UKGS
a. Penyuluhan
1) Kelas : I, II, III, IV, V
2) Jumlah siswa : 150 siswa
3) Tenaga pelaksana : 2 orang
4) Tempat : Aula sekolah
5) Materi penyuluhan
● Menjelaskan pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut.
● Menjelaskan hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan gigi, seperti
jenis makanan yang tidak baik untuk gigi dan pola kesehatan gigi
dan mulut yang buruk.
● Menjelaskan cara menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut
seperti menyikat gigi yang baik dan benar, serta rajin memeriksakan
gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
b. Pemeriksaan gigi
1) Kelas : 1,2, 3,4,5,6
2) Jumlah siswa : 150 siswa
3) Tenaga pelaksana : 2 orang
4) Tempat : Aula sekolah
5) Jenis pemeriksaan :
c. Perbaikan hygiene mulut berupa sikat gigi bersama
1) Kelas : 1,2,3,4,5,6
2) Jumlah siswa : 150 siswa
3) Tenaga pelaksana : 3 orang
53

4) Tempat : halaman sekolah


c. Pemeriksaan OHI-s
Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada
permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu :
i. Menyiapkan alat dan bahan pemeriksaan untuk OHI-s
ii. Untuk rahang atas yang diperiksa :

 Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan


bukal.
 Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan
labial.
 Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.
iii. Untuk rahang bawah yang diperiksa :
  Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.
 Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan
labial.
 Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan
lingual.
iv. Pemeriksaan debris indeks dilakukan dengan menggunakan punggung
sonde halfmoon yang diusapkan pada permukaan gigi yang diperiksa.
Sedangkan untuk pemeriksaan kalkulus indeks menggunakan ujung
sonde halfmoon.
v. Pemeriksaan pada permukaan gigi dilakukan dari 1/3 oklusal, 1/3 tengah
dan diakhiri dengan 1/3 servikal.
vi. Apabila pada saat pemeriksaan kalkulus dan debris apabila terasa
tersangkut, maka ditentukan kriteria yang sesuai pada tabel kriteria
pemeriksaan kalkulus indeks dan debris indeks.
vii. Setelah pemeriksaan selesai, dilakukan penghitungan pada DI dan CI
viii. Untuk mengetahui skor OHI-s, maka dilakukan penjumlahan skor DI
ditambah skor CI.
54

ix. Setelah itu, menentukan kriteria OHI-s berdasarkan tabel pemeriksaan


kriteria OHI-s
x. Berikut skoring DI
a. Skor 0 : Tidak ada stain atau debris
b. Skor 1 : Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan
servikal atau terdapat stain ekstrinsik di permukaan gigi
c. Skor 2 : Plak menutup lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3
permukaan yang diperiksa
d. Skor 3 : Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang
diperiksa

Jumlah skor debris


Debris Index =
Jumlah gigi yang diperiksa

xi. Berikut skoring CI


a. Skor 0 : Tidak ada calculus
b. Skor 1 : Calculus supra gingival menutup tidak lebih dari
1/3 permukaan servikal yang diperiksa
c. Skor 2 : Calculus supra gingival menutup lebih dari 1/3
tetapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa, atau ada bercak-bercak
Calculus sub gingival disekeliling servikal gigi
d. Skor 3 : Calculus supra gingival menutup lebih dari 2/3
permukaan atau ada calculus sub gingival disekeliling servikal gigi
Jumlah skor calculus
Calculus Index=
Jumlah gigi yang diperiksa

xii. Berikut kriteria OHI-s


a. Baik : jika nilainya antara 0-1,2
b. Sedang : jika nilainya antara 1,3-3,0
c. Buruk : jika nilainya antara 3,1-6,0
55

i. Pemeriksaan DMF-t
1. Menyiapkan alat dan bahan pemeriksaan DMF-T
2. Memeriksa seluruh gigi rongga mulut yang dimulai dari gigi posterior
rahang bawah kanan, gigi anterior rahang bawah, gigi posterior rahang
bawah kiri, dilanjutkan gigi posterior rahang atas kiri, gigi anterior rahang
atas, dan terakhir gigi posterior rahang atas kanan.
3. Memeriksa ada tidaknya Decay:
a. Menggunakan ujung sonde yang digerakkan pada seluruh permukaan gigi.
b. Apabila ujung sonde tersangkut maka termasuk pada kategori decay.
4. Memeriksa ada tidaknya Missing teeth atau gigi yang hilang/dicabut
karena karies dengan menggunakan kaca mulut.
5. Memeriksa ada tidaknya Filling teeth atau gigi yang di tumpat karena
karies menggunakan kaca mulut. Jika terdapat gigi yang di tumpat karena
karies di kategorikan sebagai filling
6. Kemudian di jumlahkan seluruh gigi yang termasuk kategori D+M+F

d. Pengolahan data pemeriksaan OHI-s dan DMF-t


Pengolahan data dilakukan dengan melakukan dokumentasi kegatan
pemeriksaan OHI-S dan DMF-T yang dilakukan oleh mahasiswa profesi FKG
UNEJ dalam bentuk video pemeriksaan gigi. Setelah itu, video dihimpun
menggunakan aplikasi pengolahan video.

e. Alur kegiatan

Menentukan sasaran, tempat dan


waktu kegiatan

Menyiapkan alat dan bahan

Melakukan Pemeriksaan OHI-S dan


DMF-t pada sasaran

Melakukan dokumentasi kegiatan berupa video


Melakukan dokumentasi kegiatan dalam bentuk video dan dihimpun
menjadi satu video kegiatan UKGS 56

Membuat laporan kegiatan UKGS


57

DAFTAR PUSTAKA

1. Agusta, M. V., Ismail, A., Dan Firdausy, D. M. 2014. Hubungan Pengetahuan


Kesehatan Gigi Dengan Kondisi Oral Hygiene Anak Tunarungu Usia Sekolah
(Studi Pada Anak Tunarungu Usia 7-12 Tahun Di Slb Kota Semarang).
Medali Jurnal Volume 2 Edisi 1: 64-68.
2. Anwar A.I., Lutfiah, dan Nursyamsi. 2017. Status Kebersihan Gigi dan Mulut
pada Remaja Usia 12-15 Tahun di SMPN 4 Watampone Kecamatan Tanete
Riattang Kabupaten Bone. Makassar Dent J. 6(2): 87-90.
3. Carranza F.A., Newman M.G., dan Takei H.H. 2015. Carranza’s Clinical
Periodontology 12 th Edition. Philadelphia: W. B. Saunders Company.
4. Hiremath, S. S. 2011. Textbook of Preventive and Community Dentistry. New
Delhi:Elsevier.
5. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
6. Narulita, L., Diansari, V., dan Sungkar, S. 2016. Journal Caninus Denstistry.
Volume 1, Nomor 4 (November 2016): 6 – 8.
7. Pratiwi, AP.,Susanto, HS.,Uiyono, A. 2016. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (Ukgs) Dan Skor Plak Murid (Studi pada
Sekolah Dasar dan Sederajat di Wilayah Kerja Puskesmas Padangsari Kota
Semarang).Jurnal Kesehatan Masyarakat UNDIP.6(4):223-230.
8. Soeprapto, Andrianto. 2017. Pedoman dan Tata Laksana Praktik Kedokteran
Gigi. Yogyakarta: STPI Insan Bina Mulia.
9. WHO. 2013. Oral Health Surveys Basic Methods. 5th ed. France: WHO.
58

PERENCANAAN KEGIATAN KADER DOKTER GIGI CILIK


DI SDN RANGKAH 1 KECAMATAN TAMBAKASRI

LAPORAN PEMBERDAYAAN DAN PENDIDIKAN


KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh :
KELOMPOK 2B
Shania Rada Chairmawati (NIM 201611101029)
Luthfia Choirunnisa (NIM 201611101018)
Astrid Ganadya Nurul Iffah (NIM 201611101004)
Ulfa Mayasari (NIM 201611101043)
Muhammad Nagara Salim Said (NIM 201611101069)
Isfania Harmintaswa (NIM 201611101063)

Pembimbing: drg. Surartono Dwiatmoko, M.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
59

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Masalah kesehatan gigi dan mulut dapat terjadi pada orang dewasa maupun
anak. Akan tetapi, anak lebih rentan terkena masalah tersebut terutama anak
Sekolah Dasar (SD). Menurut data survei World Health Organization (WHO),
tercatat bahwa di seluruh dunia 60–90% anak mengalami karies gigi (WHO,
2003). Pada tahun 2010, Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(SDKI) menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang menderita
karies gigi sebesar 80%– 90%, diantaranya adalah golongan anak. Berdasarkan
data Riskesdas (2013) prevalensi karies aktif di Propinsi Jawa Timur pada tahun
2013 adalah 76,2%. Di Kota Surabaya, penelitian yang dilakukan oleh Izzah, dkk
(2012) di Kelurahan Kenjeran Surabaya, menjelaskan bahwa angka kejadian
karies gigi paling banyak diderita oleh anak sekolah dasar berusia 7-12 tahun.
Karies gigi merupakan kerusakan gigi akibat bakteri yang bersifat progresif
karena gigi terpajan lingkungan rongga mulut (Hartono dan Enny, 2010).
Kesehatan lingkungan rongga mulut tersebut dipengaruhi oleh kondisi kebersihan
gigi dan mulut. Dewi (2011) menyatakan bahwa kebersihan gigi dan mulut
merupakan suatu keadaan gigi geligi dalam rongga mulut dalam keadaan bersih,
permukaan gigi bebas dari plak dan kotoran lain seperti sisa makanan, debris,
karang gigi serta tidak tercium bau busuk dalam mulut. Andini dan Tjahyadi
(2011) menjelaskan bahwa kondisi gigi dan mulut yang bersih dan sehat
dipengaruhi oleh perilaku perawatan gigi. Jika perilaku perawatan gigi anak
buruk, maka akan menyebabkan anak sering mengalami masalah gigi yang salah
satunya adalah karies.
Status atau derajat kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar
ditentukan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan dan perilaku orang tua,
lingkungan dan pelayanan kesehatan, untuk mengatasi masalah kesehatan
terutama kesehatan gigi anak sekolah tersebut perlu mendapatkan perhatian serta
penanganan sebagai satu kesatuan. Untuk menunjang upaya kesehatan agar
60

mencapai derajat kesehatan optimal (hidup sehat), upaya di bidang kesehatan


gigi dan mulut juga perlu mendapatkan perhatian terutama anak sekolah dasar
melalui wadah UKGS di setiap sekolah dasar (Abdullah, 2018). Anak-anak pada
umumnya senang mengkonsumsi gula dan jarang membersihkannya (Irene,
2012). Data terbaru oleh WHO Oral Health Media Center pada bulan April 2012,
terdapat sebanyak 60-90% anak usia sekolah dan orang dewasa di seluruh dunia
memiliki permasalahan gigi yang disebabkan karena kebersihan gigi dan mulut
yang buruk (Anggun, 2012).
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan upaya kesehatan
masyarakat yang ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan
mulut seluruh peserta didik di sekolah binaan yang ditunjang dengan upaya
kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi individu (peserta didik) yang
memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Upaya kesehatan masyarakat
melalui ukgs meliputi intervensi perilaku dan intervensi lingkungan. Salah satu
bentuk intervensi perlikau adalah dengan adanya program dokter gigi kecil.
(Kemenkes RI, 2012).
Dokter kecil merupakan salah satu kader dan tenaga pelaksana UKGS yang
merupakan siswa SD terpilih untuk berperan aktif dalam melaksanakan sebagian
usaha peningkatan kesehatan di sekolahnya. Peran Dokter Kecil adalah sebagai
promotor dan motivator dalam menjalankan usaha kesehatan gigi terhadap diri
masing-masing dan berperan aktif dalam kampanye kesehatan gigi yang
diselenggarakan di Sekolah, misalnya: pekan kesehatan gigi. Pelatihan dokter
kecil dalam pemeliharaan kesehatan gigi merupakan upaya pendekatan edukatif
dalam rangka mewujudkan perilaku sehat diantaranya perilaku dalam menjaga
kebersihan gigi dan mulut, cara menggosok gigi yang baik dan benar, dimana
anak didik dilibat-aktifkan sebagai pelaksananya Pelatihan dokter kecil
merupakan kegiatan yang melaksanakan sebagian usaha pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan gigi terhadap diri sendiri, teman, keluarga dan
lingkungannya. (Selvia, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, sebagai upaya untuk mendukung program
UKGS, kelompok 2B pemberdayaan dan pendidikan kesehatan masyarakat akan
61

melakukan pembinaan dan pemilihan dokter kecil di SD 1A Rangkah Kecamatan


Tambaksari dengan sasaran adalah kelas III-V.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan studi pustaka tentang kesehatan gigi dan mulut di kecamatan
Tambakasri, terdapat masalah yang teridentifikasi sebagai berikut :
1. Kegiatan UKGS di sekolah SDN 1A Rangkah telah dilaksanakan namun
tingkat DMF-T siswa SDN 1A Rangkah masih tergolong tinggi. Kegiatan
UKGS diselenggarakan bersama puskesmas kecamatan Tambakasri
namun belum berdampak terhadap DMF-T siswa.

1.3 Target dan Luaran


Target dan luaran yang dicapai pada pengabdian ini adalah:
1. Meningkatnya pengetahuan kader dokter gigi kecil tentang kesehatan gigi
dan mulut dan keterampilan dokter kecil dalam melakukan pemeriksaan
gigi dan mulut sederhana. Pengetahuan dan keterampilan ini
disebarluaskan pada siswa lainnya.
2. Meningkatnya status kesehatan gigi dan mulut dan perilaku (pengetahuan,
sikap, tindakan) siswa sekolah dasar sehingga dapat mendukung kesehatan
umum.
62

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebersihan Gigi dan Mulut


Kebersihan gigi dan mulut adalah suatu keadaan dimana gigi geligi yang
berada di dalam rongga mulut dalam keadaan yang bersih, bebas dari plak, karang
gigi, dan sisa makanan serta tidak tercium bau dalam mulut. Kebersihan gigi yang
baik dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, seperti: mengunyah, makan,
menelan dan berbicara. Keadaan oral hygiene yang buruk seperti adanya kalkulus
dan stain, banyak karies gigi, serta keadaan tidak bergigi atau ompong dapat
menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Novita et al., 2016)

2.1.1. Faktor faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut


1. Plak gigi
Plak merupakan akumulasi dari bakteri dan debris yang terdapat pada
permukaan gigi. Plak biasa ditemukan pada bagian occlusal pits, fissures,
margin cervical gigi dan di periodontal pocket (Felton dan Alison, 2009).
Plak merupakan faktor etiologi utama terjadinya karies dan penyakit
periodontal karena mengandung bakteri patogen yang melekat pada
permukaan gigi dan gingiva. Plak terjadi ketika makanan yang mengandung
karbohidrat (gula dan zat tepung) seperti susu, minuman ringan, kismis, kue,
atau permen tersisa pada gigi (Penda et al., 2015).
2. Menjaga kebersihan gigi dan mulut
Salah satu bentuk untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut agar tetap
sehat adalah dengan melatih kemampuan motorik seorang anak, termasuk
diantaranya dengan menggosok gigi. Kemampuan menggosok gigi secara
baik dan benar merupakan faktor cukup penting untuk pemeliharaan gigi dan
mulut (Gopdianto, 2015).
3. Status Ekonomi
Ketidaksetaraan sosial ekonomi pada individu atau kelompok dapat
menjadi faktor yang memengaruhi terjadinya penyakit. Keadaan
sosioekonomi yang berpengaruh pada penyakit gigi dan mulut seperti derajat
63

pengetahuan, gaya hidup, akses terhadap informasi serta pelayanan kesehatan.


Faktor yang dapat memengaruhi sosial ekonomi yaitu pekerjaan, pendidikan
dan pendapatan. Pekerjaan dapat memengaruhi karena dari pekerjaan segala
kebutuhan dapat terpenuhi (Fatimatuzzahro et al, 2016).
4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut
karena anak dapat mencontoh perilaku untuk menjaga kebersihan gigi dan
mulut melalui lingkungan keluarga. Rossyana dkk (2015) menyebutkan
bahwa ibu sebagai orang terdekat dan role model anak sangat mempengaruhi
kebersihan gigi dan mulut anak karena anak meniru perilaku menjaga
kebersihan gigi dan mulut melalui orang terdekat. Kebersihan lingkungan
rumah juga memiliki andil besar dalam mempengaruhi kebersihan gigi dan
mulut. Orang-orang yang tinggal di pemukiman kumuh cenderung akan tidak
bersemangat untuk menggosok gigi karena air yang dikonsumsinya kurang
bersih, hal ini akan beimbas pada kebersihan gigi dan mulut yang kurang.

2.1.2. Akibat tidak memelihara kesehatan gigi dan mulut


Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan apabila tidak memelihara kebersihan
gigi dan mulut antara lain:
1. Bau mulut
Menurut Mumpuni dan Pratiwi (2013), bau mulut merupakan suatu
keadaan disebabkan oleh makanan atau zat tertentu yang ditelan, dihirup atau oleh
fermentasi bagian-bagian makanan dalam mulut. Bau mulut (halitosis) adalah bau
nafas yang tidak enak atau bau yang tidak menyenangkan dan menusuk hidung.
Umumnya bau mulut dapat diatasi dengan menjaga kebersihan gigi dan mulut.
2. Calculus atau karang gigi
Calculus atau karang gigi merupakan suatu massa yang mengalami
kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Calculus atau
karang gigi adalah plak yang terkalsifikasi. Berdasarkan hubungannya terhadap
gingival margin, calculus dikelompokkan menjadi supragingival calculus dan 19
subgingival calculus. Supragingival calculus adalah calculus yang melekat pada
64

permukaan mahkota gigi mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat.
Subgingival calculus adalah calculus yang berada dibawah batas gingival margin,
biasanya pada daerah saku gusi. Calculus atau karang gigi banyak terdapat pada
gigi yang sering tidak digunakan untuk mengunyah (Putri, Herijulianti, dan
Nurjannah, 2010).
3. Gingivitis
Gingivitis adalah penyakit periodontal stadium awal berupa peradangan
pada gingiva. Faktor penyebab terjadinya gingivitis adalah faktor lokal dan
sistemik. Faktor sistemik yang menyebabkan gingivitis adalah nutrisi, keturunan
dan hormonal sedangkan penyebab lokal adalah plak, calculus, impaksi makanan,
karies dan tambalan yang berlebih (Irma dan Intan, 2013).

2.2. Karies Gigi


2.2.1. Definisi Karies Gigi
Karies dalam bahasa Indonesia, sebenarnya bukan istilah untuk lubang
gigi. Dalam sebuah situs kedokteran gigi dijelaskan bahwa “Karies adalah istilah
untuk penyakit infeksi”, dimana karies yang terjadi pada gigi disebut karies gigi.
(Mumpuni, 2013).
Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh
asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada
dalam saliva. (Irma, 2013).
Karies gigi pada anak umumnya terjadi pada saat mereka masih memiliki
gigi susu. Hal tersebut terjadi karena adanya plak yang menumpuk dari sisa
makanan pada gigi. Proses lepasnya gigi susu dan berganti dengan gigi tetap
biasanya terjadi sejak anak usia sekolah dasar berusia 6 sampai 8 tahun. Pada usia
12 tahun semua gigi primer telah tanggal dan mayoritas gigi permanen telah
tumbuh.
Adapun perlu diketahui jenis-jenis karies berdasarkan stadium karies:
a) Karies Superfisialis
Karies baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena.
b) Karies Media
65

Karies sudah mengenai dentin tapi belum mengenai setengah dentin.

c) Karies Profunda
Karies sudah mengenai setengah dentin dan kadang-kadang sudah
mengenai pulpa.

2.2.2. Etiologi
Ada empat kriteria utama yang diperlukan untuk pembentukan karies:
permukaan gigi (email atau dentin), bakteri penyebab karies, substrat atau
makanan (seperti sukrosa), dan waktu. Proses karies tidak memiliki hasil yang tak
terelakkan, dan setiap individu berbeda terhadap kerentanan tergantung pada
bentuk gigi, kebiasaan kebersihan mulut, dan kapasitas produksi saliva mereka.
(Hongini, 2012).
Faktor Penyebab Terjadinya Karies:
1) Host (Gigi)
Gigi sebagai tuan rumah untuk hidupnya mikroorganisme yang ada dalam
mulut. Sembilan puluh enam persen dari enamel gigi terdiri dari mineral,
mineral ini terutama hidroksiapit, akan menjadi larut bila terkena lingkungan
asam. Pada gigi produksi saliva memainkan peranan penting terhadap
kemungkinan terjadinya karies gigi. Kuman akan menempel pada permukaan
gigi dan bagian yang tidak dapat dibersihkan dengan air liur. Jika gigi kesulitan
dibersihkan oleh air liur maka bakteri akan diubah menjadi asam yang dapat
membentuk lubang kecil pada permukaan gigi.
2) Bakteri
Mulut mengandung berbagai bakteri mulut, tetapi hanya beberapa spesies
tertentu dari bakteri yang diyakini menyebabkan gigi karies: Streptococcus
Mutans dan Lactobacillus diantara mereka. Lactobacillus Acidopilus,
Actynomices Piscoccus, Nocardia spp, dan Streptococcus Mutans yang paling
dekat hubungannya dengan karies. Bakteri akan memanfaatkan makanan
terutama yang mengandung tinggi gula untuk energi dan menghasilkan asam.
3) Substrat atau makanan
66

Dalam kehidupan sehari-hari kita makan-makanan yang bermacam-macam.


Makanan seperti nasi, sayuran, kacang-kacangan. Selain itu juga jenis makanan
yang lengket, lunak, dan mudah terselip di gigi dan sisa makanan yang tertinggal
pada permukaan gigi bila tidak segera dibersihkan maka akan menimbulkan
bakteri sehingga merusak gigi. Frekuensi makan lebih dari tiga kali sehari,
seperti 20 menit 1 kali makan makanan manis sehingga kerusakan gigi akan
lebih cepat (Irma, 2013).
4) Waktu
Proses karies dapat mulai dalam beberapa hari gigi tersebut meletus ke
dalam mulut jika diet tersebut cukup kaya karbohidrat yang cocok. Adanya
kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya
proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode
perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada
didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan
hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. (Hongini, 2012).

2.2.3. Proses Pembentukan Karies Gigi


Mulut merupakan tempat berkembangnya bakteri. Bakteri akan mengubah
gula dan karbohidrat yang dimakan menjadi asam. Bakteri ini ada yang
membentuk suatu lapisan lunak dan lengket yang disebut sebagai plak yang
menempel pada gigi. Plak ini biasanya sangat mudah menempel pada permukaan
kunyah gigi, sela-sela gigi, keretakan pada permukaan gigi, dan batasan antara
gigi dan gusi. Proses hilangnya mineral dari struktur gigi dinamakan
demineralisasi, sedangkan bertambahnya mineral dari struktur gigi dinamakan
remineralisasi. Kerusakan gigi terjadi apabila demineralisasi lebih besar dari pada
proses remineralisasi.
Asam yang merusak dalam bentuk plak menyerang mineral pada permukaan
luar email gigi. Erosi yang ditimbulkan plak akan menciptakan lubang kecil pada
permukaan email yang awalnya tidak terlihat. Bila email berhasil ditembus, maka
dentin yang lunak dibawahnya dapat terkena. Bila bakteri sampai ke pulpa yang
67

sensitif maka terjadi peradangan pulpa. Pembuluh darah dalam pulpa akan
membengkak, sehingga timbul rasa nyeri. (Ramadhan, 2010).

2.2.4. Tanda dan Gejala Karies Gigi


Tanda awal dari lesi karies adalah bercak putih pada permukaan gigi, ini
menunjukkan area demineralisasi enamel, dan dapat berubah menjadi cokelat tapi
akhirnya akan berubah menjadi sebuah kavitasi (rongga). Sebuah lesi yang
muncul cokelat dan mengkilat menunjukkan karies gigi pernah hadir tapi proses
demineralisasi telah berhenti, meninggalkan noda. Sebuah bercak cokelat yang
kusam dalam penampilan mungkin tanda karies aktif. Setelah pembusukan
melewati email, dentin, yang memiliki bagian-bagian ke saraf gigi, dapat
menyebabkan sakit gigi serta linu pada gigi yang berlubang apabila gigi tersebut
terkena ransangan dingin, panas, makanan asin dan manis. Rasa sakit dan linu
akan menghilang sekitar 1 sampai 2 detik setelah ransangan dihilangkan. Gigi
karies juga dapat menyebabkan bau mulut. (Hongini, Aditiawarman, 2012).

2.2.5. Pencegahan Karies Gigi Pada Anak


Pengenalan karies pada tahap dini sangat diperlukan sehingga akan
didapatkan hasil yang maksimal dari tindakan preventif dan restorasi. Pada saat
ini, sebagian besar anak–anak usia 5 tahun masih banyak yang belum melakukan
pemeriksaan pertamanya ke dokter gigi. Orang tua seharusnya mendorong dan
membawa anak mereka untuk chek up kesehatan gigi sesegera mungkin setelah
anak memiliki gigi, yaitu biasanya pada usia 6 bulan.
Usaha – usaha pencegahan karies gigi:
1) Penyuluhan diet
Diet merupakan salah satu faktor yang penting dalam melakukan
pencegahan karies. Untuk anak–anak dengan masalah karies yang berat, dokter
gigi harus mengevaluasi semua faktor etiologi termasuk pola makan dan diet.
(Achmad, 2012).
2) Pemberian fluor
Pemberian fluor merupakan hal yang efektif dalam mencegah karies
karena kombinasi dalam penggunaannya untuk tujuan yang sama. Tujuan utama
68

pemberian fluor adalah untuk meningkatkan remineralisasi email gigi dan


meningkatkan resistensi email terhadap demineralisasi serta menurunkan produksi
asam di dalam plak. Tambahan pemberian flour dapat berupa tetes atau tablet.
Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian dibuang.
3) Pemeliharaan oral hygiene
Pemeliharaan oral hygiene sangat penting dilakukan untuk mencegah
terjadinya karies gigi. Tujuan dari kebersihan mulut adalah untuk meminimalkan
penyakit etiologi di mulut. (Achmad, 2010).
4) Penyuluhan kesehatan gigi di sekolah
Penyuluhan tentang kesehatan gigi ini sering ditujukan pada anak–anak
diharapkan mampu menjaga dirinya untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan
mulut setelah dilaksankan penyuluhan di sekolah, serta mampu mengambil
tindakan yang tepat apabila ada gejala–gejala pada kelainan pada gigi dan
mulutnya. Peningkatan pemahaman kesehatan gigi dan mulut siswa dapat
diwujudkan dengan mendirikan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).
Kegiatan dari UKGS meliputi pendidikan, pencegahan, dan pengobatan akan
tetapi dapat juga menghadirkan seorang dokter gigi yang melakukan kunjungan
rutin ke sekolah tersebut bila diperlukan. (Achmad, 2010).

2.3 Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)


2.3.1 Pengertian UKGS
UKGS adalah upaya kesehatan gigi sekolah yang ditujukan bagi anak usia
sekolah di lingkungan sekolah dari tingkat pelayanan promotif, promotif-
preventif, hingga pelayanan paripurna. UKGS ditujukan untuk memelihara,
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh peserta didik di sekolah yang
membutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Program tersebut salah satu
upaya kesehatan yang sangat relevan dalam pelaksanaan pencegahan penyakit gigi
dan mulut(Kemenkes RI, 2012).

2.3.2. Tujuan UKGS


A. Tujuan Umum
Tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut peserta didik yang optimal.
69

B. Tujuan Khusus
- Meningkatnya pengetahuan, sikap dan tindakan peserta didik dalam
memelihara kesehatan gigi dan mulut.
- Meningkatnya peran serta guru, dokter kecil, orang tua dalam upaya
promotif-preventif.
- Terpenuhinya kebutuhan pelayanan medik gigi dan mulut bagi peserta
didik yang memerlukan.
70

BAB 3. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Pelaksanaan Kegiatan


1. Pemilihan kader dokter gigi kecil
Pemilihan kader dokter gigi kecil dari masing-masing kelas berdasarkan
rekomendasi wali kelas. Peserta dokter gigi kecil adalah dari kelas III, IV,
dan V, masing-masing kelas dipilih 2 orang, satu siswa perempuan dan satu
siswa laki-laki, sehingga total peserta dokter gigi kecil adalah 6 siswa.
2. Pengarahan dan pretest kader dokter gigi kecil.
Pretest berisi 10 soal pengetahuan tentang ilmu kedokteran gigi dasar dan 10
soal sikap dalam kehidupan sehari-hari tentang menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Hal ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan dan sikap para kader
dokter gigi kecil dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut sebelum
mendapatkan pelatihan.
3. Penyuluhan dan pelatihan kader dokter gigi kecil
Penyuluhan tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Tujuannya agar
mereka mengetahui tentang kesehatan gigi dan mulut. Isi penyuluhan adalah
tentang pengetahuan anatomi gigi dan mulut, cara merawat gigi, kebiasaan
buruk yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut, makanan yang
baik untuk kesehatan gigi dan mulut. Metode penyuluhan yang digunakan
adalah ceramah dengan mengggunakan media poster dan alat peraga
(phantom dan sikat gigi). Selain itu jug dilakukan pelatihan antara lain
pengenalan alat pemeriksaan gigi dan cara pemeriksaan gigi dan mulut
sederhana.
4. Evaluasi atau post test
Evaluasi dilakukan setelah diberikan penyuluhan, hal ini untuk menguji
pengetahuan dan sikap (perilaku) kader dokter gigi kecil tentang kesehatan
gigi dan mulut. Post test terdiri dari pemberian soal yang sama dengan
pretetest dan dilakukan checklist uji cara sikat gigi serta cara menggunakan
alat kedokteran gigi sederhana.
71

5. Pembuatan modul kesehatan gigi dan mulut untuk kegiatan UKGS


Modul ini berisi tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, pengenalan
alat dasar kedokteran gigi, cara pemeriksaan gigi dan mulut sederhana,
pengobatan sederhana dan cara melakukan rujukan. Modul akan diberikan
disetiap sekolah, gunanya sebagai pegangan untuk kader dokter gigi kecil
untuk menyebarluaskan / menularkan ilmu dan informasi yang didapat ke
temannya, keluarga dan masyarakat pada umumnya. Sehingga apabila kader
tersebut sudah lulus, ilmu/informasi tentang kesehatan gigi dan mulut tidak
akan hilang, akan diteruskan ke siswa lain / adik kelas dan begitu
seterusnya.
6. Pemberian “Sertifikat pelatihan kader dokter gigi kecil” dan medali.
Sertifikat dan medali tersebut sebagai bukti bahwa murid tersebut telah
melakukan pelatihan kader dokter gigi sekolah, sekaligus memberikan
penghargaan pada murid tersebut.
72

3.2 Alur Kegiatan


Alur Kegiatan pembentukan kader dokter gigi kecil sekolah dasar, seperti
berikut:
73

DAFTAR PUSTAKA

Achmad G.V. 2012. Jumlah Pemilihan


Kolonikader dokter gigimutans
Streptococcus kecil dalam Plak Anak
sebelum dan Sesudah Berkumur minuman Probiotik[thesis]. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Pengarahan dan pretest kader dokter gigi kecil
Achmad Harun. (2010). Karies dan Perawatan Pulpa Pada anak Secara
Komprehensif. Makassar: Bimer.

Ahmad Selvia, (2009). Usaha dan


Kesehatan
pelatihanSekolah.Sidoarjo: Masmedia Buana
Penyuluhan kader dokter gigi kecil
Pustaka.

Andini, A., dkk., 2011. Gigi Sehat Ibadah Dasyat . Yogjakarta: Pro-U Media

Anggun, N.N., 2012, Hampir 90%Evaluasi


AnakdanUsia
post Sekolah
test dan Dewasa Punya
Masalah Gigi Berlubang, (online): Http://jakarta.okezone.com/read/2012/0
9/05 /482/685563

Depkes RI. 2013.Pemberian


Laporan Hasil RISKESDAS
buku saku, sertifikat,Indonesia
dan medaliTahun 2013. Jakarta:
pada kader
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Depkes RI., 2010. Laporan Hasil RISKESDAS Indonesia Tahun 2010.


PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER DOKTER
Dewi, P., 2011. Gigi Sehat MerawatGIGI
GigiKECIL
Sehari-Hari. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Fatimatuzzahro, N. R. C. Prasetya, W. 2012. Amilia. Gambaran Perilaku


Kesehatan Gigi Anak Sekolah Dasar Di Desa Bangsalsari Kabupaten
Jember. Jurnal IKESMA. 12(2): 84-90.

Felton A & Alison C. 2009. Basic Guide to 0ral Health Education and
Promotion.KHL Printing, Malaysia. Hal: 27

Gopdianto, R., Rattu A.J.M., dan Mariati N.W. 2015. Status Kebersihan Mulut
dan Perilaku Menyikat Gigi Anak SD Negeri 1 Malalayang. Jurnal e-GiGi
(eG), 3(1).

Hartono & Enny, M. R. 2010. Diagnosis kelainan Dalam Mulut : Petunjuk Bagi
Klinis. Jakarta : EGC.

Hongini Yundali Siti, & Aditiawarman,S.H., Hum. (2012). Kesehatan Gigi dan
Mulut; Buku Lanjutan Dental Terminology. Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Irene, 2012, Metode Irene Donuts, (online):


http://www2.poltekkessmg.ac.id/index.php?
option=com_frontpage&Itemid=1&limit=4&limitstart=32
74

Irma, I., & Intan A.S. 2013.Penyakit Gigi, Mulut dan THT Yogyakarta: Nuha
Medika.

Izzah, Qomarul, dkk., 2012. FaktorFaktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian


Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah Dasar 7-12 Tahun Di Kelurahan
Kenjeran Surabaya.

Kemenkes Ri. 2012. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan.

Kementerian kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Usaha Kesehatan


Gigi Sekolah

Mumpuni, Y. dan Pratiwi, E., 2013, 45 Masalah dan Solusi Penyakit Gigi dan
Mulut. Yogyakarta: Rapha Publising.

Novita, C. F., P. Andriany., S. I. Maghfirah. 2016. Hubungan Tingkat


Pengetahuan Ibu Tentang Kebersihan Gigi Dan Mulut Dengan Tingkat
Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa Sd Usia 10-12 Tahun. J Syiah Kuala
Dent Soc. 1 (1): 73 – 78

Penda, P. A. C., Stefana H. M. Kaligis, Juliatri. 2015. Perbedaan Indeks Plak


Sebelum Dan Sesudah Pengunyahan Buah Apel. Jurnal eGiGi. 3(2): 380-
386

Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan


Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2010; 54-64; 93-95; 111-112.

Ramadhan Gilang Ardyan. (2010). Serba Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Jakarta:
Bukune.

Rossyana, S. H, W. Warastuti, Kasianah. 2015. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Usia Prasekolah di Pos
Paud Perlita Viniloa Kelurahan Mojolangu. Jurnal Keperawatan. 6(2): 132 –
141

WHO. 2003. The World Oral Health Report. http:// www.who.int/oral


health/media/en/orh-report03- en.pdf
75

LAMPIRAN

1. Soal pretest dan posttest

PEMILIHAN KADER DOKTER GIGI KECIL SDN 1A


RANGKAH KECAMATAN TAMBAKASRI

Nama Siswa : ……………………………………………


Kelas : ……………………………………………
Jenis Kelamin : L/P
Tanggal : ……………………………………………

BAGIAN A: Pengetahuan

1. Urutan bagian-bagian gigi dari yang terluar adalah


a. Enamel-Dentin-pulpa
b. Pulpa-Enamel-Dentin
c. Dentine-Enamel-Pulpa

2. Menyikat gigi minimal dilakukan berapa kali sehari?


a. 1 x
b. 2 x
c. 3 x

3. Makanan yang dapat merusak gigi adalah


a. Semangka, jeruk, nanas.
b. Donat, permen, coklat
c. Bayam, sawi, wortel

4. Gigi taring berfungsi untuk


a. Memotong makanan
b. Mengoyak makanan
c. Mengunyah makanan
76

5. Jenis-jenis gigi yang benar adalah


a. Gigi seri, gigi geraham, gigi tunggal
b. Gigi seri, gigi taring, gigi lancip
c. Gigi seri, gigi taring, gigi geraham

6. Kapan kita sebaiknya periksa ke dokter gigi?


a. Seminggu sekali
b. 6 bulan sekali
c. 1 tahun sekali

7. Penyebab gigi berlubang adalah


a. Jatuh dari sepeda
b. Menggigit makanan yang keras
c. Sisa makanan yang menempel pada gigi dalam waktu yang lama

8. Cara menyikat gigi yang baik dan benar adalah


a. Disikat dengan penuh semangat dan keras
b. Disikat dengan pelan dan tepat
c. Disikat dengan cepat

9. Pasta gigi yang bagus adalah


a. Pasta gigi yang rasa buah
b. Pasta gigi yang mengandung fluoride
c. Pasta gigi yang harum

10. Akibat tidak menyikat gigi dengan baik dan benar adalah, kecuali
a. Gigi bersih dan sehat
b. Bau mulut tidak sedap
c. Sakit gigi
77

BAGIAN B : Perilaku

Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang sesuai dengan pertanyaan!

No Pertanyaan Sangat Setuju Kuran Tidak


setuju g setuju
setuju

1. Menyikat gigi minimal dua kali


sehari

2. Memperbanyak makan donat untuk


mencegah gigi berlubang

3. Kontrol kesehatan gigi ke dokter


gigi 6 bulan sekali

4. Menyikat gigi setiap hari sebelum


tidur

5. Gigi yang berlubang perlu


ditambal

6. Menyikat gigi di seluruh


permukaan gigi dengan keras
7. Selalu menyikat gigi setelah
sarapan
8. Menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluoride
9. Periksa ke dokter gigi hanya ketika
sakit gigi saja
10. Mengganti sikat gigi satu tahun
sekali
78

Panduan observasi cara menyikat gigi yang benar

BAGIAN B : Perilaku

Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang sesuai dengan


pertanyaan!

No Pertanyaan Sangat Setuju Kuran Tidak


setuju g setuju
setuju

1. Menyikat gigi minimal dua kali


sehari

2. Memperbanyak makan donat untuk


mencegah gigi berlubang

3. Kontrol kesehatan gigi ke dokter


gigi 6 bulan sekali

4. Menyikat gigi setiap hari sebelum


tidur

5. Gigi yang berlubang perlu


ditambal

6. Menyikat gigi di seluruh


permukaan gigi dengan keras

7. Selalu menyikat gigi setelah


sarapan

8. Menggunakan pasta gigi yang


mengandung fluoride

9. Periksa ke dokter gigi hanya ketika


sakit gigi saja

10. Mengganti sikat gigi satu tahun


sekali
79

Panduan observasi cara menyikat gigi yang benar

CHECK LIST EVALUASI


CARA MENYIKAT GIGI PADA SISWA SDN 01 TAMBAKASRI

Nama Siswa : ……………………………………………


Kelas : ……………………………………………
Jenis Kelamin : L/P
Tanggal : ……………………………………………

No Kegiatan SKOR
0 1 2
I Persiapan Sebelum Menyikat Gigi
Siswa menyebutkan dengan benar waktu yang
1
tepat untuk menyikat gigi dalam sehari
Siswa menyebutkan dengan benar frekuensi yang
2
tepat untuk menyikat gigi dalam sehari.
Menyiapkan pasta gigi, sikat gigi, gelas dan air
3
kumur
Menempatkan pasta gigi pada sikat gigi dengan
4
benar
II Pelaksanaan
Menyikat gigi depan yang menghadap kebibir
5 dalam keadaan tertutup dengan gerakan naik
turun
Menyikat gigi belakang kiri yang menghadap ke
6 pipi dalam keadaan tertutup dengan gerakan naik
turun sedikit
Menyikat gigi belakang kanan yang menghadap
7 kepipi dengan gerakan naik turun sedikit
memutar
Menyikat gigi belakang kiri bawah yang
8 menghadap kelidah dengan gerakan dari arah
gusi kearah tumbuhnya gigi
Menyikat gigi depan bawah yang menghadap
9 kelidah dengan gerakan dari arah gusi kearah
tumbuhnya gigi
10 Menyikat gigi belakang kanan bawah yang
80

menghadap kelidah dengan gerakan dari arah


gusi kearah tumbuhnya gigi
Menyikat gigi belakang kiri atas yang menghadap
11 ke langit – langit dengan gerakan dari arah gusi
ke arah tumbuhnya gigi sebanyak 8 – 10 kali
Menyikat gigi depan atas yang menghadap
12 kelangit-langit dengan gerakan dari arah gusi
kearah tumbuhnya gigi sebanyak 8-10 kali
Menyikat gigi belakang kanan atas yang
menghadap kelangit-langit dengan gerakan dari
13
arah gusi kearah tumbuhnya gigi sebanyak 8- 10
kali
Menyikat dataran pengunyahan gigi belakang kiri
14 bawah dengan gerakan maju mundur sebanyak 8-
10 kali
Menyikat dataran pengunyahan gigi belakang
15 kanan bawah dengan gerakan maju mundur
sebanyak 8-10 kali
Menyikat dataran pengunyahan gigi belakang kiri
16 atas dengan gerakan maju mundur sebanyak 8-10
kali
Menyikat dataran pengunyahan gigi belakang
17 kanan atas dengan gerakan maju mundur
sebanyak 8-10 kali
III Penyelesaian
Setelah menyikat gigi berkumur satu kali dengan
18
cara yang benar
19 Mencuci sikat gigi di bawah air meng
20 Menyimpan sikat gigi dengan benar
Keterangan :
0 = siswa melakukan semua tahapan dengan salah
1 = siswa hanya melakukan dengan benar sebagian tahapan
2 = siswa melakukan semua tahapan dengan benar

Panduan cara menyikat gigi yang benar :

1. Tahap persiapan menyikat gigi


● Waktu yang tepat menikat gigi, yaitu pagi setelah sarapan dan
malam sebelum tidur.
81

● Frekuensi menyikat gigi dalam sehari adalah minimal 2x


● Menyiapkan pasta gigi, sikat gigi, gelas dan air kumur
● Meletakkan pasta gigi di atas bulu sikat gigi sebesar biji jagung
2. Tahap menyikat gigi
● Gigi depan yang menghadap ke bibir dalam keadaan tertutup
disikat dengan gerakan naik turun sebanyak.
● Gigi belakang kiri yang menghadap ke pipi dalam keadaan tertutup
disikat dengan gerakan naik turun sedikit memutar.
● Gigi belakang kanan yang menghadap ke pipi dalam keadaan
tertutup disikat dengan gerakan naik turun sedikit memutar.
● Gigi belakang kiri bawah yang menghadap ke lidah disikat dengan
gerakan dari arah gusi kea rah tumbuhnya gigi.
● Gigi depan bawah yang menghadap ke lidah disikat dengan
gerakan dari arah gusi ke arah tumbuhnya gigi.
● Gigi belakang kanan bawah yang menghadap ke lidah disikat
dengan gerakan dari arah gusi ke arah tumbuhnya gigi.
● Gigi belakang kiri atas yang menghadap ke langit – langit disikat
dengan gerakan dari arah gusi ke arah tumbuhnya gigi.
● Gigi depan atas yang menghadap ke langit-langit disikat dengan
gerakan dari arah gusi ke arah tumbuhnya gigi.
● Gigi belakang kanan atas yang menghadap ke langit-langit disikat
dengan gerakan dari arah gusi ke arah tumbuhnya gigi.
● Pada dataran pengunyahan gigi belakang kiri bawah disikat dengan
gerakan maju mundur.
● Pada dataran pengunyahan gigi belakang kanan bawah disikat
dengan gerakan maju mundur.
● Pada dataran pengunyahan gigi belakang kiri atas disikat dengan
gerakan maju mundur.
● Pada dataran pengunyahan gigi belakang kanan atas disikat dengan
gerakan maju mundur.
3. Tahap penyelesaian
82

● Setelah menyikat gigi berkumur satu kali dengan cara posisi gigi
mengatup kemudian air dikumurkan di dalam rongga mulut,
kemudian membuangnya
● Mencuci sikat gigi di bawah air mengalir
● Menyimpan sikat gigi dengan benar
83

2. Panduan Observasi Penggunaan Alat Dasar Kedokteran Gigi

PANDUAN OBSERVASI
PENGGUNAAN ALAT DASAR KEDOKTERAN GIGI PADA SISWA SDN
01A TAMBAKASRI

Nama Siswa : ……………………………………………


Kelas : ……………………………………………
Jenis Kelamin : L/P
Tanggal : ……………………………………………

N KRITERIA SKOR
O
2 1 0
1 Membuka set alat dasar dari wadah
2 Alat dipegang dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah 
3 Jari manis dan atau jari kelingking sebagai titik tumpuan pada
jaringan keras gigi

4. Ketepatan pengunaan kaca mulut sesuai dengan kebutuhan


1. Pengaturan cahaya
2. Pemeriksaan lingual
3. Pemeriksaan bukal
4. Retraktor pipi
5. Retraktor lidah
6. Retraktor mulut

Panduan penggunaan alat oral diagnostik

1. Kaca mulut

Ciri - ciri :

a. Alat yang tangkainya dari logam / non logam dengan diujungnya


terdapat kaca berbentuk bulat
b. Macam permukaan kaca : datar dan cekung
a. diameter kaca ada beberapa macam
84

Kegunaan :

a. Melihat permukaan gigi yang tidak dapat di lihat langsung oleh


mata
b. Membantu memperluas daerah pekerjaan dengan menahan pipi,
lidah, dan bibir
c. Mengetahui ada tidaknya lubang (karies)
d. Melihat hasil preparasi (tumpatan)
e. Melihat kelainan rongga mulut
f. Tangkai pada ujungnya dapat digunakan untuk pemeriksaan
dengan cara diketuk (perkusi) dan digigit (drag) / diberi tekanan
pada gigi.

2. Pinset

Ciri - ciri:

a. Alat penjepit dari stainless steel dengan ujung jepitan yang


melengkung

Kegunaan :

a. Membantu menjepit kapas, tampon, kasa, cotton pellet dan juga


mata bur
b. Mengaplikasikan berbagai obat yang tidak boleh dipegang oleh
tangan sehingga dapat diaplikasikan di tempat yang tepat
c. Menggoyangkan gigi
85

3. Desain sertifikat
86

4. Desain pin
5. BOOKLET

MODUL DOKTER GIGI KECIL

RONGGA MULUT DAN BAGIAN-BAGIANNYA


Mulut adalah tempat pertama makanan masuk dalam tubuh dan juga merupakan awal dari
dimulainya pencernaan. Fungsi utama mulut adalah untuk tempat masuknya makanan,
minuman dan udara. Selain itu mulut atau rongga mulut juga berperan penting untuk fungsi
bicara dan pernafasan. Bagian-bagian utama dari mulut adalah bibir, lidah, gusi, langit-langit
dan gigi geligi. Berikut merupakan bagian-bagian dari mulut:

1. Bibir
Bibir adalah bagian terluar dari mulut. Bibir terdiri dari bibir atas dan bibir bawah.
Pertemuan antara bibir atas dan bibir bawah membentuk sudut mulut. Bibir berwarna
merah karena terdapat banyak pembuluh darah halus.
2. Lidah

Lidah merupakan indra pengecap yang strukturnya terdiri dari kumpulan otot rangka
pada lantai mulut. Terdapat tonjolan-tonjolan kecil atau papilla yang mengandung alat
pengecap untuk mengenal rasa manis, asin, asam dan pahit pada lidah. Fungsi lidah yang
88

lain adalah membantu proses menelan dan untuk menjilat dan membantu membentuk
suara waktu berbicara.
3. Gusi
Gusi adalah jaringan lunak yang menempel pada gigi berwarna merah muda. Gusi
melapisi tulang rahang, dan berhubungan dengan gigi melalui jaringan penyangga gigi.
Gusi yang sehat melekat erat sekitar mahkota gigi. Pinggiran dari gusi yang sehat terlihat
tipis (tidak menggelembung) dan mengkilap. Gusi yang tidak sehat mempunyai
pinggiran yang menggelembung dan seringkali gusinya berwarna merah menyala dan
mudah berdarah saat menyikat gigi. Gusi berfungsi untuk melindungi dan mengelilingi
akar gigi supaya tetap pada tempatnya.
4. Langit-langit
Langit-langit adalah bagian yang membentuk atap rongga mulut, terdiri dari langit-langit
keras yang didukung tulang dan langit-langit lunak. Bagian akhir dari langit-langit lunak
yaitu uvula (jaringan berbentuk bola kecil yang menggantung di atas bagian belakang
lidah), yang pada saat proses menelan, bersama langit-langit lunak, bergerak ke atas,
sehingga makanan tidak masuk ke rongga hidung dan orofaring (pertemuan rongga
mulut dan tenggorokan yang terdapat pada daerah belakang mulut).
5. Gigi geligi
Gigi geligi adalah organ tubuh yang berperan penting untuk mengunyah makanan. Sesuai
fungsinya gigi merupakan organ pertama dalam sistem pencernaan. Proses dan cara kerja
yang dilakukan gigi dinamakan mencerna makanan secara mekanis, untuk memudahkan
proses secara enzimatis. Karena pentingnya fungsi gigi untuk mengawali proses
pencernaan yang baik, gigi juga harus dirawat dan dipertahankan selama mungkin dalam
rongga mulut. Sebuah gigi terdiri atas mahkota dan akar gigi. Mahkota gigi adalah
bagian yang tampak dari luar dan terlihat saat kita membuka mulut atau sedang
tersenyum. Akar gigi adalah bagian gigi yang tertanam di dalam tulang. Struktur-struktur
yang membentuk gigi Gigi dibentuk oleh 4 lapisan struktur jaringan.
89

1. Email Email adalah lapisan terluar gigi yang menutupi seluruh mahkota gigi,
berwarna putih translusen dan merupakan struktur yang paling keras dari gigi karena
kandungan kalsium yang tinggi. Namun email rentan terhadap serangan asam dari
makanan baik langsung atau hasil fermentasi gula. Berbeda dengan tulang, email
tidak dapat memulihkan diri bila terjadi kerusakan.
2. Dentin Dentin adalah lapisan berwarna kuning, yang terletak di bawah lapisan email
pada mahkota gigi, sedangkan pada akar ditutupi sementum. Dentin merupakan
struktur penyusun gigi yang terbesar namun lebih lunak daripada email. Dentin
dapat memulihkan diri jika mengalami kerusakan.
3. Pulpa Pulpa disebut juga rongga gigi, adalah bagian terdalam dari gigi yang
dikelilingi lapisan dentin. Pulpa merupakan bagian gigi yang paling lunak karena
terdapat jaringan ikat, serabut pembuluh syaraf dan pembuluh darah. Pulpa
berhubungan dengan jaringan sekitar akar gigi termasuk juga dengan keseluruhan
jaringan tubuh.
4. Sementum
Sementum merupakan bagian gigi yang melapisi akar gigi. Fungsi sementum adalah
menghubungkan akar gigi dengan rahang.
Gigi geligi terbagi atas gigi depan dan gigi belakang. Gigi depan terdiri dari gigi seri dan
gigi taring, yang berfungsi memotong dan mengoyak/mencabik makanan. Gigi belakang
terdiri atas geraham kecil dan geraham. Sesuai bentuknya, pada saat mengunyah gigi
belakang berfungsi menggilas dan menghaluskan makanan.
90

1. Gigi seri Gigi seri atau gigi depan atau insisivus, terdiri atas gigi seri pertama dan
gigi seri kedua. Karena teletak di depan, gigi seri langsung terlihat saat kita
tersenyum. Gigi seri memiliki satu akar. Jumlah gigi seri 8, terdapat 4 di rahang atas
dan 4 di rahang bawah.
2. Gigi taring Gigi taring atau caninus terletak di sisi kiri dan sisi kanan setelah gigi seri
dan tampak di sudut mulut saat tersenyum. Akarnya satu dan lebih panjang dari gigi
seri, karena itu gigi ini kuat. Jumlah gigi taring ada 4, terdapat 2 di rahang atas dan 2
di rahang bawah. rahang. Jumlah akar tiap gigi tidak sama. Mahkota dan akar gigi ini
dibatasi oleh bagian yang disebut leher gigi.
3. Gigi geraham kecil Disebut juga gigi premolar, terdiri atas gigi premolar 1 dan
premolar 2. Gigi premolar tumbuh menggantikan geraham pada gigi anak dan
memiliki 1-2 akar. Jumlah premolar ada 8, terdapat 4 di rahang atas dan 4 di rahang
bawah. Pada anak-anak tidak terdapat gigi premolar.
4. Gigi geraham Disebut juga gigi molar, merupakan gigi yang hanya ada fase gigi
tetap, mahkotanya lebih besar dari gigi yang lain. Gigi molar memiliki 2-3 akar,
jumlahnya 12, di mana terdapat 6 di rahang atas, 6 di rahang bawah.
Manusia memiliki 2 fase pertumbuhan gigi yaitu gigi susu dan gigi tetap. Perkembangan
gigi susu dan gigi tetap dimulai dengan terbentuknya benih gigi sejak dalam kandungan.
1. Gigi Susu
91

 Gigi susu atau gigi sulung adalah gigi yang kita miliki saat kecil. Gigi susu mulai
tumbuh pada bayi umur 6 – 7 bulan dan yang pertama kali tumbuh adalah gigi
seri bawah. Selanjutnya gigigigi susu lainnya tumbuh sesuai waktunya hingga
lengkap berjumlah 20 gigi sampai usia 2,5 tahun.
 Sejak usia 6-7 tahun, mulai terjadi pergantian gigi susu ke gigi tetap. Proses
diawali tanggalnya gigi susu sesuai waktunya dan diikuti tumbuhnya gigi tetap
penggantinya. Fase transisi ini sering disebut sebagai fase gigi campuran.
 Gigi susu harus dijaga dari kerusakan dan dipertahankan sampai waktunya
tanggal. Karena gigi susu yang tanggal sebelum waktunya akan menggangu
pertumbuhan rahang yang normal. Kelainan yang bisa terjadi adalah letak gigi
tidak beraturan / menumpuk dengan gigi lainnya.
2. Gigi Permanen

 Gigi tetap atau gigi permanen adalah gigi yang digunakan sampai akhir hayat
kita. Diawali dengan tumbuhnya gigi molar pertama pada usia 6 – 7 tahun dan
akan tumbuh lengkap sampai gigi terakhir pada usia sekitar 18-20 tahun dengan
jumlah 32 gigi.
 Gigi geraham tetap yang pertama kali tumbuh tidak menggantikan gigi susu,
tumbuhnya tepat di belakang gigi geraham susu. Bila gigi tetap ini rusak tidak
92

akan ada lagi penggantinya. Gigi tetap harus dirawat dengan baik karena akan
dipakai seumur hidup.

PENYAKIT GIGI DAN MULUT


1. Gigi berlubang / Karies

Gigi berlubang / karies atau keropos adalah kondisi rusaknya lapisan email gigi yang
disebabkan hasil kerja kuman dalam plak di permukaan gigi. Bakteri dalam plak gigi
yang tidak dibersihkan dengan baik, menghasilkan asam yang perlahan tapi pasti
menghancurkan email gigi. Bila sudah terjadi lubang pada email, harus dilakukan
perawatan berupa penambalan untuk mencegah perluasan karies ke lapisan yang
lebih dalam. Karies gigi yang sudah mencapai dentin dan pulpa akan menimbulkan
rasa sakit bahkan pembengkakan (abses) di gusi dan pipi. Sakit gigi ini
mengakibatkan tidak hanya sulit bicara dan mengunyah, juga dapat menganggu
kesehatan tubuh secara keseluruhan yang berakibat terganggunya waktu belajar di
sekolah. Karies gigi adalah penyakit gigi yang diderita 60%- 90% anak usia sekolah
dan remaja.
2. Sariawan
93

Sariawan adalah proses luka berupa bercak putih dikelilingi kemerahan pada jaringan
lunak mulut, paling sering pada bibir, lidah dan gusi. Selain karena infeksi, sariawan
dapat timbul karena iritasi akibat tergigit saat makan, atau tergores kawat gigi pada
bibir tergigit, dan kurangnya vitamin C. Sariawan dapat dihindari dengan
mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, seperti: buah-buahan.
3. Plak Gigi
Plak gigi merupakan lapisan tipis pada permukaan gigi yang tidak berwarna, yang
terdiri dari sisa makanan dan kuman-kuman. Plak melekat pada permukaan gigi,
namun dapat dibersihkan melalui penyikatan gigi dengan cara yang benar. Plak dapat
menyebabkan gigi berlubang, terjadinya radang gusi, dan bau mulut.
4. Karang Gigi

Karang Gigi adalah kondisi di mana terjadi mineralisasi / pengerasan plak gigi yang
dibiarkan menumpuk terlalu lama dan menempel di permukaan gigi seperti batu
karang. Karang gigi sulit dibersihkan melalui penyikatan gigi. Selain mengakibatkan
gigi berlubang, karang gigi yang dibiarkan bisa menimbulkan iritasi dan peradangan
pada gusi, sampai kelainan yang lebih parah di mana terjadi kerusakan jaringan
penyangga gigi. Selain itu juga umumnya penderita juga mengalami halitosis / bau
mulut tidak sedap yang menetap.
5. Radang gusi
94

Bakteri dan plak yang menempel di gusi akan menyebabkan peradangan pada gusi
yang ditandai terjadinya pembengkakan gusi, warna gusi merah menyala dan mudah
berdarah bila disentuh. Meski masih dalam tingkat keparahan ringan, radang gusi
harus diobati sesegera mungkin, karena radang gusi adalah awal dari kerusakan
jaringan penyangga gigi lainnya.
6. Halitosis / Bau Mulut

Halitosis atau bau mulut adalah bau tidak sedap yang keluar dari mulut saat
menghembuskan nafas. Halitosis ini memiliki dampak yang tidak menyenangkan
ketika harus berinteraksi secara sosial dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa
percaya diri yang rendah pada penderita. Penyebab utama bau mulut adalah
kebersihan mulut yang buruk, adanya infeksi kronis pada mulut bisa menimbulkan
bau mulut yang menetap, selain itu, makanan tertentu, merokok, dan alcohol juga
dapat memicu halitosis.
7. Gigi berjejal

Gigi berjejal / berdesakan (crowding teeth) adalah kelainan susunan gigi akibat
ukuran gigi geligi dengan ukuran tulang rahang yang tidak seimbang. Kondisi ini
terjadi karena pertumbuhan rahang yang tidak normal. Meski faktor genetik berperan,
95

gigi berjejal lebih sering terjadi akibat gigi susu yang rusak dan tanggal sebelum
waktunya. Gigi berjejal dapat diperbaiki dengan perawatan menggunakan kawat gigi
oleh dokter gigi.

PENCEGAHAN PENYAKIT GIGI DAN MULUT


1. Memelihara kebersihan gigi dan mulut dengan menghilangkan plak dari permukaan
gigi dengan cara menyikat gigi secara teratur dan benar.
2. Untuk menguatkan gigi pakailah pasta gigi yang mengandung fluor saat menyikat
gigi.
3. Sikatlah gigi sekurang-kurangnya 2 kali sehari, pada waktu pagi selesai sarapan dan
malam sebelum tidur.
4. Sikatlah seluruh permukaan gigi secara menyeluruh hingga ke selasela gigi selama 2
menit. Kemudian bilaslah mulut dengan berkumur cukup satu kali.
5. Pilihlah sikat gigi yang berbulu halus, permukaannya datar, kepala sikat kecil. Bila
perlu gunakan benang gigi (dental floss) untuk membantu mengelaurkan sisa
makanan dan plak dari sela-sela gigi.
6. Biasakan memeriksakan kesehatan gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
7. Mengikuti kebiasaan baik untuk membantu pencegahan penyakit gigi dan mulut,
antara lain :
a. Setiap anggota keluarga harus mempunyai 1 sikat gigi, tidak boleh bergantian
atau saling meminjam karena dapat menularkan penyakit.
b. Bila sikat gigi sudah rusak bulunya, segera diganti yang baru, penggunaan sikat
gigi maksimal 3 bulan.
c. Hindari kebiasaan makan jenis makanan manis dan lengket yang merusak gigi
(permen, dodol, coklat, minuman bersoda, es krim dsb) biasakanlah menyukai
makanan berserat dan menyehatkan gigi (sayur-sayuran, buah-buahan seperti
apel, melon, pepaya).
d. Hindari kebiasaan menggigit jari, pensil, benang, membuka tutup botol dengan
gigi.
e. Segera periksakan ke dokter gigi/petugas kesehatan gigi, bila mengalami
ngilu/sakit pada gigi atau gusi berdarah.
f. Periksakan kesehatan gigi secara berkala ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali dan
lakukan perawatan gigi termasuk perawatan untuk gigi berjejal pada dokter
gigi/dokter gigi spesialis.
96

CARA MEMBERSIHKAN GIGI

Setiap hari, gigi harus selalu dibersihkan dengan menggunakan sikat gigi yang diberi
sejumput pasta gigi. Agar pembersihan gigi menjadi maksimal, kita harus pandai memilih
mana sikat gigi yang baik untuk gigi kita.
1. Pilihlah sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut karena yang keras dapat membuat
gusi terluka dan menimbulkan abrasi pada gigi, yaitu penipisan struktur gigi. Abrasi
dapat membuat bakteri dan asam menghabiskan gigi karena lapisan keras pelindung
enamel gigi telah terkikis.
2. Simpan sikat gigi di tempat yang kering dan ganti sikat gigi jika bulu sikat sudah rusak
dan
3. Jangan bergantian menggunakan sikat gigi dengan orang lain karena bakteri sikat gigi
dapat menular atau berpindah tempat ke orang lain.

Setelah mengetahui jenis sikat gigi yang baik untuk kita, kita juga perlu mengetahui
bagaimana cara menyikat gigi dengan baik dan benar. Berikut adalah cara menyikat gigi
dengan baik dan benar:
97
98

MACAM - MACAM ALAT DASAR DI KEDOKTERAN GIGI

1. KACA MULUT

Yaitu sebuah kaca kecil berbentuk bundar dan diberi gagang. Alat ini akan
dimasukkan ke dalam rongga mulut untuk melihat keadaan gigi dan jaringan di sekitar
gigi.

2. PINSET

Pinset gigi ini terbuat dari bahan stainless steel digunakan oleh dokter gigi untuk
mengambil sesuatu seperti kapas maupun kotoran, dari dalam rongga mulut pasien.
Alat ini tidak mudah berkarat dan dapat disterilkan.
99

3. SONDE

Alat instrument gigi yang digunakan untuk mencari gigi berlubang serta mengukur
kedalamannya, selain itu juga difungsikan untuk memeriksa sisa makanan (debris)
dan karang gigi (kalkulus)

Anda mungkin juga menyukai