Anda di halaman 1dari 3

Budaya Kopi di Indonesia

Oleh : Mustatho
Minggu, 06 Desember 2009 00:00

IMAGING WARUNG KOPI DI  KOTA YANG SEDANG MEKAR

Sangatta dalam dekapan perjalanan malam 2 jam

Pewarta-Indonesia, Hujan masih menyisakan ritik-rintik kecilnya. Bau aspal yang dari siang
tadi menyengat hidung para pengguna jalan Sengata-Bontang, malam itu hanya terkesan
membeku, tak lebih kuat dari angin malam yang bergerak gontai mengusung dan menyebarkan
dinginnya  ke hampir semua penduduk Jl. Yos Sudarso. Tak pelak, banyak pemilik rumah di
kanan kiri jalan utama kota Sengata itu memilih menutup rapat-rapat pintu rumah mereka guna
mengusir dingin yang terus menyayat.

Hujan mencipta dingin; dingin mencipta sepi, dan sepi menghapus semua harap dari toko-toko
dan warung yang betebaran mengapit jalan kota sengata; membayangkan ada pengunjung,
pun satu malam itu seakan tidak mungkin, alih-alih berharap lebih. Namun semua suasana
lengang yang hampir membisu itu tak sangggup bergeming dalam kebisuannya ketika suara
knalpot motor vespa produksi tahun 94 yang seharusnya diistirahkan majikannya itu
menderu-deru menyisir sepanjang jalan Yos Sudarso, Sengata Utara.

“Kawan, kita menghangatkan malam ini di Swarga bara aja, sxan bersikap elitis dengan
seumur-umur mencoba sekali ngopi dengan harga 50 rb secangkirnya disana”, celoteh awak
sambil tetap focus mempehatikan jalanan yang licin karena air hujan yang belum kering benar.
“Ah Kawan, dicoba aja emang tidak ada salahnya”, timpal Kawan lama awak (Samsul Bahri)
yang saat itu semingguan menjalani kehidupannya di Sengata Kutai Timur.

Memang, dingin malam itu seakan membenarkan semua tindakan yang mungkin dilakukan
untuk mengusirnya. Tak heran café bintang, dan tempat remang-remang lain disudut kota
Sengata tampak dipenuhi mobil-mobil mahal dari para pekerja perusahaan yang ada di
Sengata. Fortuner, strada, everest, memang menjadi pemandangan biasa yang bisa ditemui
melintasi jalanan kota sangatta disetiap menitnya; namun jika mobil-mobil mahal itu terparkir
rapi di remang-remang kelas ekonomi itu baru ada malam mini. Tak ayal dingin mengalahkan
gengsi dan nurani, mengusirnya dengan bagaimanapun cara.

1/3
Budaya Kopi di Indonesia

Oleh : Mustatho
Minggu, 06 Desember 2009 00:00

Namun kami memilih bersikap wajar, hanya sedikit menaikkan tensi dengan mengkonsumsi
kopi yang biasanya 5000 satu cangkirnya, malam itu sengaja memilih kopi mahal; 50.000 satu
gelasnya. “ya seperti inilah kawan, swarga bara (town hall) yang di  design oleh perusahan
tambang batu bara besar disini, KPC. Ini adalah bukit yang dijadikan lokasi mess untuk para
pekerja KPC itu”. Ujarku.

“wah kawan, kok sudah pada tutup warungnya”, ujar kawan Sam, “yang ada hanya toko
minuman dingin, sementara kopi dan jahe hangat pasti tidak adanya”. Lanjutnya. “iya kawan,
baiknya kita meluncur turun lagi, menelusuri Sengata, mencari warung kopi yang mungkin
masih buka”, tawarku.

Bunyi knalpot Vespa bututku kembali memecah sunyi malam, menggerus kebekuan yang
dicipta hujan. Menyusur hati-hati aspal jalan kota Sengata yang belum hilang licinnya. Sengata
memang tidak seperti kota-kota lainnya, terlebih jangan anda bandingkan dengan kota di Jawa.
Ibu kota dari kabupaten Kutai Timur ini adalah kota baru yang sedang mekar. Pemakaran Kutai
Timur terjadi pada medio tahun 1999 dari kabupaten Kutai Kartanegara. Tak heran sampai
akhir tahun 2009 ini, kota Sangatta terkesan kusam sebagai akses dari pembenahan kota.

Turun dari Swargabara, motor vespa kami menyusur jalan Yos Sudarso III, melintasi Pasar
Teluk Lingga sampai pertigaan jalan pendidikan. “cittt…cittt…”, terkadang rem kaki motor vespa
dengan bodi bercat biru tua itu tiba-tiba aku injak dan membuat kaget kawan Sam yang aku
bonceng dibelakang. “ada apa kawan?”, tegur kawan Sam. “gak kawan, kirain tadi warung
kopi”, tandasku. “santai aja kawan, biar saya yang memelototi setiap warung yang ada, nanti
pasti juga ketemu warung kopi”, pikir kawan sam optimis.

Laju Motor vespa memasuki jalan Yos Sudarso II, jalan antara pertigaan jalan pendidikan
sampai pertigaan jalan Apt.Pranoto. “belum ada juga kawan, warung kopinya”, informasi dari
kawan Sam dari belakang. “Bagaimana kalau kita ngopi di warung mbah yang esok tadi kita
singgahi?”, tawarku. “siap kawan”, kawan sam mengiyakan.

“Ringkasnya kawan, kota Sengata ini sebagai kota yang sedang mekar membutuhkan warung
kopi untuk menemani  laju pertumbuhannya. Lihat sepanjang jalan yang kita lewati tadi, tidak
ada satupun warung yang menspesialisasikan diri sebagai warung kopi. Padahal populasi
warga Sengata ini konon yang dominan adalah orang Jawa. Bandingkan dengan di daerah
Jawa sendiri, hampir-hampir dapat dipastikan di setiap sudut jalan ada warung kopi; setidaknya

2/3
Budaya Kopi di Indonesia

Oleh : Mustatho
Minggu, 06 Desember 2009 00:00

itu yang aku perhatikan dari kota Gresik, Lamongan dan kota tempat  lahir kawan tatok sendiri;
Tuban”, ujar kawan Sam diplomatis. “Iya kawan”, selaku.

“Ingat kawan, warung kopi juga bisa menjadi dalih pengalih kelesuan dan tempat melepas
penat bagi para karyawan Perusahaan-perusahaan besar di sini setelah mereka bekerja
seharian di PT mereka; Thiees, KPC, Pama, dan lain-lain. Dari sisi lebih positif warung kopi
bisa mengalihkan kecenderungan dan konsentrasi massa yang saat ini suka njajan di
remang-remang”, imbuh kawan Sam dengan berapi-api.

Perjalanan malam, 2 jam menyusuri jalan sepanjang kota Sengata itu memang tidak
membuahkan hasil. Kami berkesimpulan bahwa perlu ada investasi modal untuk mendirikan
warung kopi di Kota Sengata. “Tugas kita kawan, adalah membuat proposal ke Pemda Kutai
Timur untuk mendirikan warung kopi, sekaligus menghindarkan masyarakat dari
kecenderungan maksiat”. Kawan Sam mempungkasi pembicaraaan.

“Warung Kopi dan Usaha Menghindarkan Maksiat warga Kutai Timur”. Sangat masuk akal,
pikirku.

Ditulis sebagai Kata penghantar Kepergian Kawan Samsul Bahri kembali ke Lombok, setelah
seminggu sama-sama meminum air Mahakam di Kutai Timur, Kaltim. 05 – 12- 09.
                                                                            
                                              

(MUSTATHO’) Koordinator MPC1/081254447281

Sumber image: google.co.uk

3/3

Anda mungkin juga menyukai