Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

(PEMERIKSAAN PLASENTA, SELAPUT KETUBAN, DAN TALI PUSAT)

DOSEN PEMBIMBING :

MARLINA TURNIP, SST., M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 3

YUNITA RAMAYANTI (1915401061)

OKTA DEVIKA (1915401062)

TITIK RAHMAWATI (1915401063)

ALFI IDAMAYANTI (1915401064)

RIKA AYUNDA MEGA (1915401065)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN TANJUNG KARANG

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan
makalah berkaitan dengan “Pemeriksaan Plasenta, Selaput Ketuban, Dan Tali Pusat” sebagai
kewajiban untuk memenuhi tugas dosen Ibu Marlina Turlip, SST.,M.kes mata kuliah Asuhan
Kebidanan Persalinan.
Penulis mengharapkan dengan adanya Makalah ini pembaca dapat memahami tentang
Pemantauan Tumbuh Kembang Balita
Tak ada gading yang tak retak, itulah ungkapan kerendahan hati penulis bahwa
makalah ini tak luput dari kesalahan dan kekurangan, baik dari segi teknis penulisan maupun
substansinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung dan membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 25 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN


A. Pemeriksaan Plasenta...................................................................5
B. Pemeriksaan Selaput Ketuban......................................................9
C. Pemeriksaan Tali Pusat..................................................................

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemeriksaan Plasenta?
2. Bagaimana Pemeriksaan Selaput Ketuban?
3. Bagaimana Pemeriksaan Tali Pusat?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Plasenta.
2. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Selaput Ketuban.
3. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Tali Pusat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMERIKSAAN PLASENTA
Pemeriksaan plasenta setelah persalinan merupakan keterampilan yang sangat penting
yang dilakukan oleh bidan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya perdarahan
pascapartum dan infeksi.

Plasenta adalah struktur berbentuk diskus yang memiliki dua permukaan yaitu
permukaan maternal dan permukaan janin. Terkadang plasenta berkembang dengan struktur
dan tampilan abnormal seperti plasenta sirkumvalat. Plasenta melebar di bawah permukaan
endometrium dan kantong embrionik membesar di atasnya, endometrium di antara keduanya
terdesak dan hancur, menyebabkan terbentuknya membrane aseluler, dan dapat memengaruhi
penempelan plasenta di desidua sehingga meningkatkan risiko terjadinya abrupsio plasenta.
Plasenta memiliki cincin tebal putih_abu-abu menonjol yang mengelilingi bagian tengah
permukaan janin, cincin tersebut terjadi akibat terlipatnya selaput janin ke arah belakang
(Blackburn & Loper ,1992).

Pada kehamilan cukup bulan, berat plasenta sekitar 500-600 gr (kira-kira 1/6 berat
badan bayi) , diameternya 15-20 cm dengan tebal 2-3 cm. pengekleman tali pusat yang terlalu
dini dapat menyebabkan plasenta menjadi lebih ringan. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah
darah yang dialirkan dari plasenta ke bayi pada saat kelahiran. Plasenta yang besar dapat
berhubungan dengan ibu yang diabetes dan kehamilan kembar, plasenta yang kecil
berhubungan dengan terjadinya defisiensi pertumbuhan intrauterine kronis.

Pada bagian permukaan janin, plasenta tampak berkilau karena lempeng korion ,
membrane tipis yang bersambungan dengan korion, dan amnion, yang menutupi permukaan.
Pada bagian permukaan janin terdapat 50-60 lobus atau kotiledon yang terbagi dalam 1-5
lobus. Terkadang plasenta terdiri atas dua (bipartal atau tiga (tripartal) lobus yang berbeda
dengan tali pusat berada disetiap lobusnya. Tali pusat tersebut sebenarnya hanya satu, tetapi
saat mendekati permukaan plasent a tali pusat tersebut mengalami percabangan dua atau tiga
untuk mengalirkan darah ke setiap lobus.

5
Pembuluh darah, cabang vena dan arteri umbilikalis tampak dengan jelas keluar dari
titik insersi tali pusat, yangbiasanya terletak di tengah atau agak kesamping . tali pusat
tertanam di tepi plasenta insersi “battledore” biasanya tidak signifikan, perlekatannya rapuh,
meningkatkan resiko terlepas pada saat penarikan tali pusat terkendali, insersi “velamentosa”
yaitu insersi tali pusat pada selaput janin, dimana pembuluh darah mengalir menembus
selaput janin menuju plasenta . perlekatannya sangat rapuh, dapat putus pada saat penarikan
tali pusat terkendali . pembuluh darah dapat berada di ostirium maupun artificial, akan
menimbulkan perdarahan janin yang massif.

Pada plasenta bagian permukaan maternal, plasenta terdiri dari 15 – 20 koti ledon
(yang oleh septum) yang muncul dari 2 vili utama atau lebih serta percabangannya. Selama
trimester kedua dan ketiga, dapat terjadi penumpukan fibrin disekitar vili, yang menyebabkan
infark vili yang terpisah. Hal ini biasanya tidak signifikan kecuali jika kejadiannya
berlebihan, memengaruhi pertukaran nutrisi dan produk sisa antara sirkulasi ibu dan janin
sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi pertumbuhan intrauterine. Klasifikasi akibat
penumpukan garam kapur pada permukaan dapat dirasakan seperti berpasir, hal ini tidak
signifikan.

Terkadang kotiledon berada di selaput ketuban, terpisah dari plasenta, tetapi


dihubungkan oleh pembuluh darah lobus “suksemturiata”. Bila tertinggal dalam uterus, dapat
mencetuskan perdarahan pasca partum dan infeksi seperti halnya jika selaput ketuban yang
tertinggal didalam uterus. Selaput plsenta harus diperiksa dengan cermat untuk adanya lobus
yang hilang, dicurigai bila terdapat lubang yang tidak jelas penyebabnya pada koriun,
terutama bila pembuluh darah mengalir kearah lubang dan tiba-tiba berhenti mengalir.

Plasenta yang pucat dapat terjdi akibat pengkleman tali pusat yang terlambat sehingga
darah yang tertinggal diplasenta hanya sedikit, dapat pula mengindikasikan terjadinya anemia
intrauterine. Mekonium juga dapat terlihat pada plasenta bagian permukaan janin, yang
merupakan tanda-tanda infeksi dan hiperbilirubinemia. Plasenta yang berbau busuk sering
mengindikasikan adanya infeksi intrauterine.

Cara Memeriksa Plasenta dan Selaputnya :


Letakkan plasenta di atas bagian yg datar.Periksa sisi maternal (yang menempel pada dinding
uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh tidak ada yang bagian yang
hilangPasangkan bagian-bagian placenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak
ada bagian yang hilangPeriksa placenta bagian fetal (yang menghadap ke janin) untuk

6
memastikan tidak ada kemungkinan hubungan dengan plasenta lain (suksenturiata)Evaluasi
selaput untuk memastikan kelengkapannya dengan mempertemukan setiap tepi selaput
ketuban sambil diamati ada tidaknya tanda robekan dari tepi selaput ketuban.

a) Prosedur Pemeriksaan Plasenta :

1. Jelaskan prosedur pada orang tua, dan tanyakan apakah nereka ingin mengopserpasi
pemeriksaan
2. Siapkan alat :
– Sarung tangan dan apron
– Kantong sekali pakai untuk plasenta
– Penutup pelindung sekali pakai
– Plasenta
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan dan apron
4. Letakkan plasenta diatas penutup (letakkan diatas permukaan datar) dengan
permukaan janin menghadap keatas, cacat ukuran, bentuk dan bahu serta warnanya.
5. Periksa tali pusat, catat panjangnya, titik insersi dan kemungkinan adanya simpul
6. Hitung jumlah pembuluh darah diujung potongan tali pusat (bila ujungnya sudah
hancur, potong lagi sedikit tali pusat, dan hitung jumlah pembuluh darah yang ada).
7. Observasi permukaan janin untuk adanya ketidakteraturan
8. Pegang tali pusat dengan tali tangan non-dominan, angkat plasenta dan periksa
robekan selaput plasenta dan kembalikan ketempatnya
9. Buka membran plasenta ke arah luar, periksa adanya pembuluh darah atau lobus
tambahan, atau adanya lubang yang tidak penyebabnya
10. Pisahkan amnion dan korion, tarik amnion ke arah belakang melewati dasar tali pusat
11. Balik plasenta sehingga permukaan maternal berada diatas
12. Periksa kotiledon, periksa kelengkapannya, catat ukuran dan jumlah area yang
mengalami infark atau terdapat bekuan darah
13. Timbang dan cuci plasenta bila diindikasikan
14. Buang placenta dan bereskan alat dengan benar
15. Cuci tangan
16. Diskusikan hasilnya dengan orang tua
17. Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai

7
Bila diperlukan darah tali pusat,misalnya pada ibu dengan rhesus-negatif, maka
dianjurkan agar darah tali pusat diambil dari plasenta bagian permukaan janin pada saat
pembuluh darah berkongesti dan dapat dilihat. Sampel harus diambil secepatnya sebelum
darah membeku dan biasanya dilakukan sebelum pemeriksaan plasenta.

Dibeberapa unit meternitas, plasenta dikumpukan dan bekukan untuk tujuan penelitian,
yang dapat meliputi plasenta atau tali pusat. Darah tali pusat dapat didonorkan ke London
Cord Blood Bank dan digunakan untuk berbagai penyakit hematologis, seperti leukemia.
Penelitian histologi dapat diperlukan untuk situasi tertentu, seperti kelahiran kembar,
kelahiran praterm, lahir mati, dan kecurigaan infeksi.

b) Tanda Pelepasan Dan Penurunan Plasenta :

1. Perdarahan : 30-60 ml darah dapat keluar dari vagina ( hal ini juga dapat terjadi akibat
pelepasan plasenta parsial, meskipun perdarahan sering kali lebih banyak, atau akibat
laserasi).
2. Pemanjangan tali pusat : hal ini terjadi karena penurunan plasenta, tetapi dapat juga
terjadi bila tali pusat bergulung dan kemudian melurus.
3. Uterus membulat, mengeras, meninggi, mobile dan terasa melengking : hal ini dikaji
dengan mempalpasi pundus, hal ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat
menyebatkan kontraksi yang tidak teratur, mengakibatkan pelepasan sebagian
plasenta dan selaput ketuban, dan perdarahan hebat. Fundus dapat teraba dibawah
umbilikalis, dan teraba lebih lebar, sampai plasenta telepas dan turun kebagian bawah
uterus. Tinggi fundus bertambah, biasanya diatas umbilikalis, dengan fundus yang
menyempit.

c) Pengendalian Perdarahan

Perdarahan dari tempat pelepasan plasenta dapat terjadi banyak dan cepat, karena pada
kehamilan aterm sirkulasi plasenta diperkirakan sebesar 500-800 ml /menit. Mengendalikan
perdarahan merupakan hal yang sangat penting.tubuh berupaya mengendalikan perdarahan
melalui 3 cara :

1. Serat oblik bagian tengah dari uterus berkontraksi dan beretraksi , sehingga terjadi
komplikasi pembuluh darah yang mwngalir disekitar nya. Hal ini menyebabkan
kekusutan pembuluh darah sehingga aliran darah melambat dan berhenti,
memungtkinkan terbentuknya bekuan darah.

8
2. Dinding uterus mengecil, menimbulkan tekanan pada daerah plasenta.
3. Mekanisme pembekuan darah mulai bekerja pada daerah bekas plasenta, pada sinus
dan pembuluh darah yang robek. Jaringan yang rusak melepaskan trombokinase yang
mengubah protrombin menjadi thrombin . hal ini dikombinasikan lagi dengan
trombosit untuk membentuk bekuan. Agar proses pembekuan darah berlangsung
secara efisien diperlukan vitamin K, kalsium dan factor pembekuan lainnya.

B. PEMERIKSAAN SELAPUT KETUBAN

Amnion dan korion terdiri dari selaput janin, yang tampak menyatu sebenarnya tidak .
menarik salah satunya dapat merusaknya, amnion dapat ditarik kearah tali pusat. Amnion
terasa halus, tembus cahaya dan liat, sedangkan karion lebih tebal, keruh dan rapuh. Korion
mulai terdapat di tepi plasenta dan melebar ke sekitar desidua. Setelah kelahiran, selaput
ketuban akan berlubang karena dilewati bayi. Bila selaput ketuban tampak tidak rata,
kemungkinana ada bagian yang tertinggal di uterus. Hal ini dapat mempengaruhi
kontraktillitas uterus dan mencetuskan perdarahan pascapartum. Hal ini juga menjadi media
tumbuhnya mikroorganisme, yang menjadi pencetus infeksi. Bekuan pascapartum yang
keluar harus diperiksa untuk adanya selaput ketuban.

C. PEMERIKSAAN TALI PUSAT


Pemeriksaan tali pusat mengenai data yang berhubungan dengan : Panjang tali pusat,
Bentuk tali pusat (besar, kecil, atau terpilin-pilin), Insersi tali pusat, Jumlah vena, dan Arteri
pada tali pusat.

Tali pusat terdiri dari dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis, dikelilingi oleh jeli
warthon dan ditutupi oleh amnion. Tali pusat dengan dengan jumlah pembuluh darah kurang
dari tiga mengindikasikan adanya abnormalitas congenital, bayi harus di rujuk ke dokter anak
dan sampel tali pusat diperlukan dianalisis. Panjang tali pusat adalah 50 cm (berkisar 30 – 90
cm), diameter 1-2 cm dan berbentuk spiral untuk melindungi pembuluh darah dari tekanan.
Tali pusat yang pendek adalah tali pusat yang panjangnya kurang dari 40 cm, dan hal ini
biasanya tidak signifikan, kecuali jika terlalu pendek, karena pada saat anin turun kerongga
panggul tali pusat akan tertarik dan terjadi juga tarikan pada plasenta. Tali pusat yang terlalu
panjang dapat melilit janin atau tersimpul, sehingga terjadi penyumbatan pembuluh darah,
risiko presentasi atau prolaps tali pusat mengalami peningkatan jika tali pusat terlalu panjang,
terutama bila bagian terendah janin tidak sesuai dengan serviks. Lilitan palsu dapat terjadi

9
jika pembuluh darah lebih panjang dari tali pusat dan memebentuk lingkaran di jeli wharton,
hal ini tidak begitu bermakna. Tali pusat yang terlalu besar atau terlalu kecil akan sulit untuk
diklem setelah kelahiran.

1. Pengkleman Tali Pusat

Kebiasaan memotong tali pusat mulai diperkenal kan pada abat ke – 17, bersamaan dengan
dilakukan nya praktik persalinan ditempat tidur. Akibatnya, tempat tidur menjadi basah oleh
darah dan kemudian pengkleman tali pusat mulai banyak dilakukan untuk mengurangi hal
tersebut.

Pelepasan plasenta tergantung pada kemampuan uterus untuk berkontraksi dan beretraksi,
memeras plasenta. Bila tali pusat di klem, terjadi tahanan balik di plasenta, memecah aliran
darah kebayi. Ukuran plasenta tidak banyak berkurang dan dijaga agar tidak terjadi kompresi.
Hal ini dapat menghambat kontraksi dan retraksi, memperlambat proses pelepasan. Efek dari
hal ini ada dua macam :

1) Penundaan pelepasan plasenta,yang berarti penundaan penutupan pembuluh darah ibu


yang rupture, meningkatnya ukuran bekuan retroplasenta dan meningkatnya resiko
perdarahan.
2) Serviks dapat mengalami retraksi sebelum plasenta dikeluarkan, menyebabkan
tertahanya plasenta, yang sering memerlukan tindakan manual untuk mengeluarkan
plasenta dan selaput janin dibawah anastesia epidural, spinal atau umum.

2. Pengkleman Tali Pusat Dan Isoimunisasi Rhesus

Bila tali pusat sudah dijepit, akan lebih banyak darah janin yang tertinggal di plasenta,
meningkatkan tekanan didalam plasenta. Pada saat uterus berkontraksi, tekanan meningkat
lagi dan permukaan pembuluh darah plasenta mengalami rupture. Sel darah janin dilepaskan
kedalam rongga uterus dan dapat masuk kesirkulasi ibu. Bila bayi memiliki rhesus positif
sedangkan ibu mempunyai rhesus negative, ibu akan memproduksi antibody yang
berlawanan dengan sel darah dengan rhesus positif. Isoimunisasi rhesus dapat mempengaruhi
kehamilan berikutnya karena antibody cukup kecil untuk dapat menembus plasenta dan
melakukan hemolisis terhadap sel janin jika janin memiliki rhesus positif. Semua ibu dengan
rhesus negative yang memiliki bayi dengan rhesus positif harus mendapatkan anti
immunoglobulin D pada saat persalinan untuk mengurangi risiko terjadinya isoimunisasi.

10
3. Pengkleman Tali Pusat Dan Dampaknya Pada Bayi

Pada persalinan kala III, selama tali pusat masih berdenyut, 75-125 ml darah masih
dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Darah tambahan ini diperlukan untuk sirkulasi paru
yang baru terbentuk. Pengkleman tali pusat yang terlalu cepat akan mengurangi jumlah darah
yang dialirkan ke bayi, sehingga menimbulkan hipovolaemia. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya sindrom distres pernapasan dan memburuknya kondisi bayi yang lahir dengan Hb
rendah. Kinmond et al. (1993) menemukan bahwa memperlambat penjepitan tali pusat
memungkinkan terjadinya aliran darah ke bayi, dan memperbaiki kondisi bayi praterm.

Bila obat oksitosin diberikan dan tali pusat tidak dijepit, akan terjadi resiko aliran darah yang
berlebihan dari plasenta ke bayi yang masih dapat menerima setengah dari jumlah volume
darah totalyang ada ditubuhnya. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya ikterik dan bila sudah
memburuk, dapat terjadi beban sirkulasi yang berlebihan. Oleh karena itu untuk
mencegahnya, tali pusat harus diklem sesegerra mungkin bila diberikan oksitosin.

Bila bayi ditempatkan 40 cm lebih rendah dari introitus, transpusi plasenta akan
selesai secaraa fisiologis dalam waktu 30 detik, bila bayi berada diatas 40 cm, proses
transfusi plasenta terjadi lebih lambat. Bila diperlukan obat oksitosin, bayi dapat ditempatkan
dibawah introitus selama 30 detik (posisi tersebut ideal untuk posisi ibu tegak, all fours atau
berjongkok, dan sulit bila posisi ibu semirekumben atau miring kekiri). Setelah itu, barulah
obat oksitosik dapat diberikan dan tali pusat diklem. Ujung tali pusat ibu dapat dibiarkan
tanpa diklem untuk mengurangi gangguan proses fisiologis.

11
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.413
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.413-8
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
12
Surabaya: POGI; 2004.h.413-8
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.413-8
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.413-8
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.413-8
13
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.413-8
Chalik TMA. Mekonium dalam cairan
ketuban. Dalam:
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Hariadi
R, penyunting.
Edisi perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.
Surabaya: POGI; 2004.h.41
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Daftar Pustaka

1. Wiknjosasro, Gulardi. 2014. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.


2. Chalik TMA. 2004. Mekonium dalam cairan ketuban. Surabaya.
3. Sayed Ahmed WA, Hamdy MA. 2018 Optimal management of umbilical cord prolapse.
Green-top Guideline 
4. Healthline.2020. Pregnancy Complications: Placenta Accreta.
5. Cleveland Clinic. 2020. Placenta Accreta: Diagnosis and Tests.

15

Anda mungkin juga menyukai