Anda di halaman 1dari 50

RIWAYAT AKHIR SAMPAH

(Studi Kasus terhadap Arsitektur Limbah)

PROPOSAL PERANCANGAN
2019/2020

OLEH :
SITI FARADIBA SYAMSUL
D511 16 321

DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI : TUGAS AKHIR SARJANA TEKNIK ARSITEKTUR
JUDUL : RIWAYAT AKHIR SAMPAH (Studi Kasus terhadap
Arsitektur Limbah)
PENYUSUN : SITI FARADIBA SYAMSUL
NIM : D511 16 321

Menyetujui

Laboratorium Desain Arsitektur

Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin

Ketua,

Dr. Ir. Triyatni Martosenjoyo, M.Si


NIP. 19570729 198601 2 001

Mengetahui

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin

Ketua,

Dr. Eng. Rosady Mulyadi, ST. MT


NIP. 19700810 199802 1 001

ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini yang berjudul Riwayat Akhir Sampah (Studi Kasus
terhadap Arsitektur Limbah). Tak lupa pula shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para sahabatnya. Beliau yang telah
memperjuangkan ilmu dan membawa umatnya dari jaman kebodohan ke jaman
kepintaran serta menjadi suri tauladan bagi kita semua, umat manusia.

Proposal ini dapat terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai
pihak yang memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk, serta kerja sama, baik
pada tahap awal pemilihan judul, pengumpulan data-data hingga proposal ini
dapat terselesaikan. Penulis haturkan terima kasih kepada Dr. Ir. Triyatni
Martosenjoyo, M.Si., Ir. Syarif Beddu, M.T., Ir. Syavir Latief, M.Si., dan Rahmi
Amin Ishak, S.T., M.T., selaku dosen Laboratorium Perancangan yang telah
memberikan bimbingan dan arahan. Tak lupa pula berterima kasih kepada seluruh
pihak yang terkait, dan berharap agar proposal ini dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita untuk mempelajari tentang Riwayat Akhir Sampah (Studi
Kasus terhadap Elemen Bangunan).

Penulis berharap para pembaca dapat memberikan kritik atau saran untuk
perbaikan penulisan yang lebih baik.

Makassar, Oktober 2019


Penyusun,

Siti Faradiba Syamsul

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
1. Non Arsitektural........................................................................................3
2. Arsitektural................................................................................................4
C. Tujuan dan Sasaran Pembahasan..................................................................4
1. Tujuan Pembahasan...................................................................................4
2. Sasaran Pembahasan..................................................................................4
D. Batasan Masalah dan Lingkup Pembahasan.................................................5
1. Batasan masalah........................................................................................5
2. Lingkup pembahasan.................................................................................5
BAB II......................................................................................................................5
A. Sampah..........................................................................................................5
1. Pengertian Sampah....................................................................................5
2. Sumber – sumber.......................................................................................7
3. Jenis – jenis Sampah..................................................................................8
4. Komposisi Sampah..................................................................................10
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah. . .11
6. Hubungan Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan........................12
B. Teknik Pengolahan Sampah........................................................................16
1. Pengertian................................................................................................16
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah....................22
3. Metode Pengolahan Sampah...................................................................23
4. Hambatan Dalam Pengolahan Sampah...................................................29

iv
C. Eco-Architecture.........................................................................................31
1. Pengertian Eco-Architecture...................................................................31
2. Ekologi dan Eko-Arsitektur.....................................................................32
3. Gaya-Gaya Eko-Arsitektur......................................................................38
4. Pola Perencanaan Eko-Arsitektur............................................................40
BAB III..................................................................................................................43
1. Jenis Pembahasan........................................................................................43
2. Waktu Pengumpulan Data..........................................................................44
3. Pengumpulan Data......................................................................................44
1. Studi Pustaka...........................................................................................44
2. Studi Literatur..........................................................................................44
3. Survey Lapangan.....................................................................................45
4. Analisis Data...............................................................................................45
E. Sistematika Pembahasan.............................................................................45
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................47

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahap Pengolahan sampah...................................................................12


Gambar 2. Diagram lubang resapan biopori..........................................................23
Gambar 3. Lubang biopori yang siap pakai (dilihat dari atas)...............................23
Gambar 4. Pencahayaan dan bayangan mempengaruhi orientasi di dalam ruang. 29
Gambar 5. gedung perkantoran atau industri bertingkat yang menggunakan
pencahayaan alam tanpa sinar panas dan tanpa penyilauan................30
Gambar 6. orientasi bangunan terhadap sinar matahari.........................................32

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Sampah di Setiap Kota atau Negara........................................6

vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan permasalahan yang sudah mendunia. Hampir di
setiap daerah memiliki kesulitan dalam menangani maupun mengolah
sampah. Kota Makassar yang merupakan kota metropolitan di Indonesia
bagian timur juga tidak luput dari masalah persampahan. Hampir setiap bahu
jalan di Kota Makassar berserakan sampah, belum lagi tanah-tanah kosong
yang dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Sementara (TPS) liar sebelum
akhirnya dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Sesuai dengan Peraturan Daerah RTRW Kota Makassar, Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) ditempatkan pada kecamatan Manggala yang biasa
disebut dengan TPA Tamangapa. TPA ini telah dibangun sejak tahun 1993,
dengan luas yang sebelumnya 14.3 Ha berubah menjadi 16.8 Ha. Jumlah
sampah yang masuk pada tahun 2019 berkisar 1000-2000 ton perhari yang
membuat TPA Antang ini kian menyempit. Menurut Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Kota Makassar, dengan bertambahnya jumlah sampah di tiap
tahun, lahan di TPA Antang kini hanya dapat menampung sampah hingga
tahun 2020 mendatang. Akibatnya pemerintah mencari upaya dan inovasi
terbaru dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Salah satu rencana yang tertulis pada PERDA RTRW kota Makassar,
pemerintah berencana akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
(PLTSa) sebagai upaya dalam pengurangan jumlah sampah di TPA
Tamangapa dan juga membantu kebutuhan listrik masyarakat sekitar. Namun
pemerintah masih membutuhkan inovasi atau solusi lainnya dalam menjawab
permasalahan ini, karena TPA Tamangapa sudah sangat mengganggu pada
ekosistem lingkungan dan masyarakat sekitar terutama saat peristiwa
kebakaran yang terjadi pada bulan September kemarin. Permasalahan
lingkungan yang ditimbulkan cukup terlihat, baik pencemaran terhadap tanah,

1
air, udara dan sisi visual yang tampak kumuh. Hal ini lah yang kemudian kita
kaitkan dengan solusi secara arsitektural.
Arsitektur adalah hasil dari dialog manusia dengan lingkungannya
sehingga perkembangan arsitektur perlu dihiasi dan dipengaruhi oleh pola
hubungan diantara manusia, lingkungan hidup dan arsitektur itu sendiri.
Dalam pandangan arsitektur, permasalahan yang berada di TPA Tamangapa
dapat teratasi dengan me-Rejuvenate kembali lahan tersebut, yang tadinya
mindset kumuh, kotor dan bau akan diubah menjadi mindset bersih, berguna,
tak berbau dan tentunya tidak merugikan pihak manapun. Produk arsitek yang
baik adalah produk yang tidak mengedepankan ego atau arsitek semata,
melainkan produk yang dapat menyeimbangkan antara ekosistem lingkungan,
masyarakat sekitar, dan fungsi dari desain tersebut.
Maka dari itu, jika ditinjau dari PERDA RTRW Kota Makassar,
Kecamatan Manggala ditetapkan sebagai sub PKK III dimana berfungsi
sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan rendah, sedang, tinggi, serta
kawasan industri pengolahan. Kecamatan Manggala juga diperuntukkan
sebagai kawasan perdagangan dan jasa dalam skala pelayanan lingkungan.
Dari apa yang ditetapkan oleh PERDA dan apa yang menjadi titik
permasalahan, sisi arsitektur melahirkan solusi dengan meggunakan teori
kotor dan bersih yakni berupa kawasan yang terdiri dari 3 zona, zona pertama
yakni zona inti atau zona kotor dimana terdapat proses pemilahan,
pengolahan dan pemrosesan sampah yang kemudian menjawab fungsi
kecamatan sebagai kawasan industri pengolahan. zona kedua yakni zona
transisi atau pengalihan dimana terdapat proses penelitian, pengolahan produk
hasil zona pertama sebelum dipasarkan, area workshop sebagai bagian
pengenalan, yang kemudian menjawab fungsi kecamatan sebagai kawasan
jasa dalam skala pelayanan lingkungan. dan Zona ketiga yakni zona higienis
atau terluar dimana terdapat proses komersil yang kemudian menjawab fungsi
kecamatan sebagai kawasan perdagangan dalam skala pelayanan lingkungan
dan pusat kegiatan perumahan.

2
Dari ketiga zona tersebut, diharapkan terciptanya suatu siklus yang akan
terus berulang tanpa menciptakan limbah baru. Yang dimaksud ialah
keseluruhan sampah yang telah menggunung akan diolah menjadi energi
listrik, gas, sandang, papan, pangan, yang kemudian diperjual-belikan. Hasil
limbah dari aktivitas di dalam kawasan baik di zona kedua maupun ketiga
akan dikembalikan pada zona pertama untuk di-olah kembali. Hal ini lah
yang akan menjadi point dalam kawasan, dimana terjadi proses berulang
antara produksi dan konsumsi sehingga masayarakat dapat langsung
menyaksikan proses pemilahan sampah yang benar pada saat zona komersil
dan pengolahan sampah yang baik pada zona pertama. Dengan adanya
kawasan ini diharapkan pula dapat meningkatkan taraf hidup pemulung dan
pengepul, dapat membuka peluang kerja bagi mereka yang bergerak dibidang
lingkungan hidup, serta dapat memberi peluang usaha bagi masyarakat
sekitar.
Selain pembagian zona pada kawasan, Eko-Aristektur juga menjadi
solusi terhadap permasalahan yang ada di TPA Tamangapa. Eko-Arsitektur
berfungsi sebagai sarana edukasi serta analisis untuk mewujudkan fasilitas–
fasilitas fisik yang berwawasan lingkungan, dengan di lakukannya
perencanaan secara Eko-Arsitektur, maka akan di wujudkannya suatu
sinergisitas (keselarasan) antara Fasilitas fisik dengan lingkungan. Salah satu
gaya Eko-Arsitektur yang akan di-angkat ialah Arsitektur Limbah atau Daur
ulang, dimana seluruh rancang bangunan maupun kawasan menggunakan
limbah atau bahan daur ulang sebagai bahan utama, mulai dari jalan, taman,
lantai, dinding, interior, serta atap dari bangunan. Keluaran yang di harapkan
dari penerapan ini ialah apa yang mereka pijak, tempati, pakai, konsumsi
semuanya merupakan hasil dari daur ulang.
Maka berdasarkan dengan uraian di atas, saya mengangkat judul yang
mewakili fasilitas tersebut berupa “Riwayat Akhir Sampah (Studi Kasus
terhadap Arsitektur Limbah”

3
B. Rumusan Masalah
1. Non Arsitektural
Adapun beberapa masalah non-arsitektural yang di hadapi, yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan sampah, jenis-jenis sampah, dan
hubungannya terhadap manusia maupun lingkungan?
b. Bagaimana teknik pengolahan sampah pada kawasan Riwayat Akhir
Sampah?
c. Apa yang dimaksud dengan Eko-Arsitektur dan pola perencanaannya?

2. Arsitektural
Adapun beberapa masalah arsitektural yang di hadapi dalam proses
perancangan Riwayat Akhir Sampah, yaitu :
a. Bagaimana mengelompokkan berbagai jenis kegiatan di Riwayat Akhir
Sampah guna mengetahui fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk
mengoptimalkan aktivitas jual beli.
b. Bagaimana menentukan besaran ruang pada bangunan berdasarkan
fungsi dan studi besaran ruang yang berlaku?
c. Bagaimana penerapan Eko-Arsitektur terutama Arsitektur Limbah pada
kawasan Riwayat Akhir Sampah?
d. Bagaimana menentukan bentuk fisik bangunan Riwayat Akhir Sampah
sesuai dengan fungsinya dan penggunaan sistem struktur dengan beban
yang dipikul?

C. Tujuan dan Sasaran Pembahasan


1. Tujuan Pembahasan
Tujuan yang ingin dicapai adalah menyusun acuan perancangan
kawasan Riwayat Akhir Sampah sebagai solusi kebutuhan Kota Makassar
untuk mengoptimalkan potensi pengolahan sampah yang nantinya dapat
ditransformasikan kedalam tahapan desain fisik bangunan.
2. Sasaran Pembahasan
Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah menyusun kriteria
perancangan yang berisi kriteria dan syarat perencanaan perancangan
Riwayat Akhir Sampah yang meliputi aspek :

4
a. Non Arsitektural
1) Menganalisis kebutuhan pengguna pada kawasan Riwayat Akhir
Sampah
2) Mengidentifikasi jenis kegiatan yang akan diwadahi sebuah kawasan
Riwayat Akhir Sampah
b. Arsitektural
1) Mengadakan studi tentang tata fisik makro yang meliputi :
a) Analisis lokasi
b) Penentuan Tapak
c) Tata pola lingkungan
2) Mengadakan studi tentang tata fisik mikro yang meliputi :
a) Pengelompokan tata ruang
b) Analisis kebutuhan dan besaran ruang
c) Penentuan pola organisasi ruang
d) Penentuan sistem struktur dan utilitas

D. Batasan Masalah dan Lingkup Pembahasan


1. Batasan masalah

Batasan masalah dibuat untuk mempersempit ruang masalah yang


diperoleh dari berbagai analisa. Pembahasan dibatasi pada perancangan
yang berorientasi pada fungsi kawasan Riwayat Akhir Sampah di TPA
Tamangapa.
2. Lingkup pembahasan

Lingkup Pembahasan dalam perancangan Riwayat Akhir Sampah


antara lain lebih menekankan pada fungsi bangunan sebagai wadah
pengolahan sampah plastik, jual beli, edukasi, promosi serta pemasaran di
bidang Arsitektur.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah
1. Pengertian Sampah
Sejumlah literatur mendefinisikan sampah sebagai semua jenis limbah
berbentuk padat yang berasal dari kegiatan manusia dan hewan, dan dibuang
karena tidak bermanfaat atau tidak diinginkan lagi kehadirannya
(Tchobanoglous, et al., 1993 dalam Kementerian Pekerjaan Umum, 2011).
Dalam PP No. 18/1999 dan PP No. 85/1999 tentang pengelolaan limbah
berbahaya dan beracun, secara umum limbah didefinisikan sebagai bahan
sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi (Kementerian Pekerjaan
Umum, 2011). Menurut Pusat Penelitian Pengembangan Permukiman
(Puskim,2001), sampah merupakan suatu bahan buangan yang bersifat
padat, cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi persyaratan, tidak
dikehendaki, dan merupakan hasil sampingan dari kehidupan sehari-hari.
Definisi sampah terlihat lebih sederhana seperti yang tertuang dalam UU
Nomor 18 tahun 2008 yang menyatakan bahwa sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses yang berbentuk padat.
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu
yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya (Chandra, 2006). Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa
sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat
padat. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah
sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia
(termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia
(human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan
sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki
dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.

6
Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah
(waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,
atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil
kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan
demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut :
a. Adanya sesuatu benda atau bahan padat
b. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia
c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003)

2. Sumber – sumber

a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)


Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan
rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan
baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas,
plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan
bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman.
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-
tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah
ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan,
perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini
berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya
sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar (rubbish).
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri
dari : kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban,
onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan
sebagainya.

7
e. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang
berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari
proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam,
plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya:
jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang
patah, dan sebagainya.
g. Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya
tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-
batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa :
kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan
sebagainya (Notoatmojo, 2003).
3. Jenis – jenis Sampah

Sampah dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, menurut jenis


sampah dibagi menjadi: sampah organik seperti daun dan lain-lain, sampah
plastik, sampah kertas dan kelompok logam serta kayu (Soekarman, 1983).
Sedangkan, menurut Syahrul dan Ollich (1985) sampah dapat digolongkan
kedalam beberapa kategori, diantaranya berdasarkan sumbernya, yaitu : (1)
sampah hasil aktifitas rumah tangga termasuk dari asrama, rumah sakit,
hotelhotel dan kantor; (2) sampah hasil kegiatan industri dan pabrik; (3)
sampah hasil kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan,
dan peternakan yang sering juga disebut sebagai limbah pertanian; (4)
sampah hasil kegiatan perdagangan, misalnya pasar dan pertokoan; (5)
sampah dari hasil kegiatan pembangunan; dan (6) sampah dari sekitar jalan
raya.

8
Selanjutnya kategorisasi lain yang ditetapkan oleh WHO membagi
sampah berdasarkan sumber penghasilan, yaitu : (1) sampah rumah tangga
(domestic wastes); (2) sampah pasar (commercial wastes); (3) sampah
binatang dan pertanian (agricultural and animal wastes); dan (4) sampah
pertambangan (mining wastes) (WHO, 1971 dalam Syahrul dan Ollich,
1985).
a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
1) Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik dan
sebagainya.
2) Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan
dan sebagainya.
b. Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar
1) Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik,
kain bekas dan sebagainya.
2) Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003).
c. Sampah berdasarkan karakteristiknya
1) Abu (Ashes)
Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar,
baik di rumah, di kantor maupun industri.
2) Sampah Jalanan (Street Sweeping)
Berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, terdiri dari kertas-
kertas, kotoran dan daun-daunan.
3) Bangkai Binatang (Dead Animal)
Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit
atau kecelakaan.

9
4) Sampah pemukiman (Household refuse)
Yaitu sampah campuran yang berasal dari daerah perumahan.
5) Bangkai Kendaraan (Abandoned vehicles)
Yang termasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk,
kereta api, satelit, kapal laut dan alat transportas lainnya.
6) Sampah industri
Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan
hasil bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.
7) Sampah hasil penghancuran gedung/bangunan (Demolotion waste)
Yaitu sampah yang berasal dari perombakan gedung/bangunan.
8) Sampah dari daerah pembangunan
Yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung,
perbaikan dan pembaharuan gedung. Sampah dari daerah ini
mengandung tanah batu-batuan, potongan kayu, alat perekat, kertas
dan lain-lain.
9) Sampah Padat Pada Air Buangan (Sewage Solid)
Sampah yang terdiri dari benda yang umumnya zat organik hasil
saringan pada pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan.
10) Sampah Khusus
Yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam
pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif dan zat
yang toksis. (Mukono, 2006).
4. Komposisi Sampah

Menurut Achmadi (2004) secara umum komposisi dari sampah di setiap


kota bahkan negara hampir sama, yaitu :

No. Komposisi Sampah Persentase


1. Kertas dan Karton ± 35%
2. Logam ±7%

10
3. Gelas ± 5%
4. Sampah halaman dan dapur ± 37%
5. Kayu ± 3%
6. Plastik, karet, dan kulit ± 7%
7. Lain-lain ± 6%
Tabel 1. Komposisi Sampah di Setiap Kota atau Negara

Komposisi atau susunan bahan-bahan sampah merupakan hal yang


perlu diketahui, hal ini penting kegunaannya untuk pemilahan sampah
serta pemilihan alat atau sarana yang diperlukan untuk pengelolaan
sampah.

5. Hubungan Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan

Menurut Chandra, Budiman (2006) pengelolaan sampah di suatu daerah


akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu
sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan juga ada yang negatif.
Pengaruh positif dari pengelolaan sampah ini terhadap masyarakat dan
lingkungan, antara lain :
a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa
dan dataran rendah.
b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk
c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses
pengelolaan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah
pengaruh buruk sampah terhadap ternak.
d. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk
berkembang biak serangga atau binatang pengerat.
e. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya
dengan sampah.
f. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
g. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya
masyarakat.

11
h. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana
kesehatan suatu Negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk
keperluan lain.

Sedangkan pengaruh negatif dari sampah terhadap kesehatan,


lingkungan maupun sosial ekonomi dan budaya masyarakat, antara lain :
a. Pengaruh terhadap kesehatan
1) Pengolahan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah
sebagai tempat perkembangbiakan sektor penyakit seperti lalat atau
tikus
2) Insidensi penyakit Demam Berdarah dengue akan meningkat karena
vector penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng
maupun ban bekas yang berisi air hujan
3) Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara
sembarangan misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca dan
sebagainya
4) Gangguan psikosomatis, misalnya sesak nafas, insomnia, stress dan
lain-lain.

b. Pengaruh terhadap lingkungan


1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan
gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk
3. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan
bahaya kebakaran yang lebih luas
4. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan
menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air akan menjadi
dangkal
5. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat
menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air
permukaan atau sumur dangkal

12
6. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat
seperti jalan, jembatan dan saluran air.
7. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat
8. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial
budaya masyarakat setempat
9. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan
minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah
tersebut
10. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat
dan pihak pengelola (misalnya kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi)
11. Angka kasus kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja dan
produktifitas masyarakat menurun
12. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang
besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang
13. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah
wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat
setempat
14. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi
menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis
15. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu
lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.

Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah dapat menimbulkan gangguan


keseimbangan lingkungan dan kesehatan. Gangguan itu yaitu: (1)
pencemaran udara dan bau yang tidak sedap; (2) sampah bertumpuk-tumpuk
dapat menimbulkan kondisi physicochemis yang dapat mengakibatkan
kenaikan suhu dan perubahan pH; (3) kekurangan oksigen pada daerah
pembuangan sampah; (4) gas-gas yang dihasilkan selama dekomposisi
sampah dapat membahayakan kesehatan dan kadang-kadang beracun dan
dapat mematikan, (5) penularan penyakit yang ditimbulkan oleh sampah;
dan (6) secara estetika pemandangan yang tidak nyaman untuk dinikmati.

13
Sampah secara umum dapat menimbulkan pencemaran baik udara, air,
maupun tanah. Pencemaran pada tanah terutama adalah pencemaran
terhadap air permukaan dan air dalam tanah yang sangat membahayakan
bagi kesehatan manusia. Disamping itu, pencemaran bahan kimia dapat
menimbulkan kerusakan tanah sehingga mempengaruhi kegunaan
sumberdaya tersebut (Miner et al., 2000).
Menurut Sirodjuddin (2008), efek sampah terhadap manusia dan
lingkungan adalah:
1) Dampak terhadap kesehatan
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah: (a)
penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum, penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai; (b) penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur
kulit); (c) penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan, salah
satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia), cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau sampah; (d)
sampah beracun, seperti yang terjadi di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh
raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh
pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
2) Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi
Potensi bahaya sampah terhadap keadaan sosial dan ekonomi yang
dapat ditimbulkan adalah: (a) membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan
yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana; (b) memberikan
dampak negatif terhadap kepariwisataan; (c) menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya
pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan

14
pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas); (d) pembuangan sampah padat ke badan air dapat
menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas
pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain; (e)
infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk
pengolahan air.
3) Dampak terhadap kualitas udara dan air
Macam pencemaran udara yang ditimbulkannya misalnya
mengeluarkan bau yang tidak sedap, debu gas-gas beracun. Pembakaran
sampah dapat meningkatkan karbonmonoksida (CO), karbondioksida
(CO2) nitrogen-monoksida (NO), gas belerang, amoniak dan asap di
udara. Macam pencemaran perairan yang ditimbulkan oleh sampah
misalnya terjadinya perubahan warna dan bau pada air sungai,
penyebaran bahan kimia dan mikroorganisme yang terbawa air hujan dan
meresapnya bahan-bahan berbahaya sehingga mencemari sumur dan
sumber air. Bahan-bahan pencemar yang masuk kedalam air tanah dapat
muncul ke permukaan tanah melalui air sumur penduduk dan mata air.
Jika bahan pencemar itu berupa B3 (bahan berbahaya dan beracun)
misalnya air raksa (merkuri), chrom, timbale, cadmium, maka akan
berbahaya bagi manusia, karena dapat menyebabkan gangguan pada
syaraf, cacat pada bayi, kerusakan sel-sel hati atau ginjal.

B. Teknik Pengolahan Sampah


1. Pengertian

Techobanoglous (1977) dalam Maulana (1998) mengatakan


pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara), pengumpulan,
pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah
dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan
masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam

15
(conservation), keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dan juga
mempertimbangkan sikap masyarakat.
Menurut Cunningham (2004) tahap pengelolaan sampah modern terdiri
dari 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau
dihancurkan.

Produk Digunakan Dibuang Sampah

Pengolahan tahap akhir : Pengolahan tahap awal :


Sanitary landfill (penimbunan Reduce (mengurangi)
berlapis) Reuse (menggunakan
Incenaration (Pembakaran) kembali)
Open dumping Recycle (mendaur ulang)

Gambar 1. Tahap Pengolahan sampah

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2011), pengelolaan sampah


adalah semua kegiatan yang bersangkut paut dengan pengendalian
timbulnya sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan
pemrosesan akhir/pembuangan sampah, dengan mempertimbangkan faktor
kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor-
faktor lingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respon masyarakat.
Menurut UU No 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah didefinisikan
sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan
meliputi : (a) pembatasan timbulan sampah; (b) pendauran ulang sampah;
dan/atau (c) pemanfaatan kembali sampah. Kegiatan penanganan meliputi:
(a) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; (b) pengumpulan dalam bentuk
pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara (TPS) atau tempat pengolahan sampah 3R skala
kawasan (TPS 3R), atau tempat pengolahan sampah terpadu; (c)
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari

16
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah 3R terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat
pengolahan sampah terpadu (TPST); (d) pengolahan dalam bentuk
mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau (e)
pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman
(Kementerian Pekerjaan Umum, 2011). Faktor - faktor dalam pengelolaan
sampah disajikan pada Gambar 1, sedangkan pola operasional penanganan
TPA disajikan pada Gambar 2.
Menurut Darmasetiawan (2004), pembuangan sampah di Indonesia
mengalami beberapa tahapan perkembangan metode dalam pelaksanaannya
yaitu:
(1) Open dumping
Cara ini dilakukan di hampir seluruh perkotaan di Indonesia sampai
akhir tahun 70-an. Penerapan cara ini umumnya dikarenakan alasan
keterbatasan sumber daya baik kemampuan teknis manusia maupun
kemampuan pendanaan. Cara pembuangan secara open dumping
banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan lingkungan
seperti: perkembangan vektor penyakit berupa lalat dan tikus, polusi
udara oleh debu, bau dan gas yang dihasilkan, polusi air akibat
banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul dan meresap kedalam
tanah, estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.
Skema TPA dengan sistem open dumping disajikan pada Gambar 3.
(2) Controlled landfill
Pada awal tahun 80-an dikenal metode controlled landfill. Metode
ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik
sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Skema
TPA dengan sistem controlled landfill disajikan pada Gambar 4.
Berdasarkan SNI T-11-1991-03 dalam Basyarat (2006), ada beberapa
metode pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jenis

17
pengolahan sampah di TPA perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi
lokasi, pembiayaan, teknologi, dan keamanannya. Berbagai cara
pengelolaan sampah di TPA, yaitu open dumping, controlled landfill dan
sanitary landfill.
1. Lahan urug terbuka atau open dumping (tidak dianjurkan), dalam hal
pengelolaan ini sampah hanya dibuang atau ditimbun disuatu tempat
tanpa dilakukan penutupan dengan tanah sehingga dapat menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan seperti perkembangan vektor penyakit,
bau, pencemaran air permukaan dan air tanah serta rentan terhadap
bahaya kebakaran dan longsor. Open dumping menggunakan pola
menghamparkan sampah di lahan terbuka tanpa dilakukan penutupan lagi
dengan tanah. Metoda open dumping dapat menimbulkan keresahan
terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya, selain juga telah
mengganggu keindahan kota.
2. Penimbunan terkendali (controlled landfill), merupakan teknologi
peralihan antara open dumping dengan sanitary landfill. Pada metode
controlled landfill dilakukan penutupan sampah dengan lapisan tanah
secara berkala.
3. Lahan urug saniter (sanitary landfill), pada metode ini sampah di TPA
ditutup dengan lapisan tanah setiap hari sehingga pengaruh sampah
terhadap lingkungan akan sangat kecil. Sanitary landfill Ini merupakan
salah satu metoda pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi
yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup
tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar
tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi
sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dulu
sebelum dibuang ke sungai atau ke lingkungan. Di sanitary landfill
tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas
penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
sanitary landfill, yaitu:

18
a) Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang
b) Memerlukan lahan yang luas
c) Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan
dampak lingkungan
d) Aspek sosial harus mendapat perhatian
e) Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan gas
f) Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi
dengan zat-zat beracun)
g) Memerlukan pemantauan yang terus menerus
4. Lahan urug saniter yang dikembangkan (improved sanitary landfill).
Salah satu pengembangan dari motode sanitary landfill adalah model
Reusable Sanitary Landfill (RSL). RSL merupakan teknologi
penyempurna sistem pembuangan sampah yang berkesinambungan
dengan menggunakan metode supply ruang penampungan sampah padat.
RSL diyakini dapat mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai
dengan tidak mencemari air tanah. Cara kerjanya, sampah ditumpuk
dalam satu lahan. Lahan tempat sampah dipadatkan, lahan tersebut
dikatakan sebagai ground liner. Ground liner dilapisi dengan
geomembran, lapisan ini yang akan menahan meresapnya air lindi ke
dalam tanah dan mencemari air tanah. Bagian atas lapisan geomembran
dilapisi lagi dengan geo-textile yang gunanaya menahan kotoran
sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi
dikeringkan. Untuk menyerap panas dan membantu pembusukan, sampah
yang telah dipadatkan ditutup menggunakan lapisan geo-membran untuk
mencegah menyebarnya gas metan.
Krisnandar (2007) mengemukakan bahwa yang diperlukan dalam
penyelesaian masalah yang dilakukan secara sistematis dan terintegrasi
dalam menangani sampah di Indonesia yakni dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan, dalam hal ini tidak hanya berpangku pada
pemerintahnya. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah: (1)
mengurangi timbunan sampah dengan konsep 3R (reduce/mengurangi

19
jumlah sampah, reuse/menggunakan kembali sampah yang masih bisa
digunakan, recycle/mendaur ulang sampah agar bisa dimanfaatkan
kembali); (2) peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha; (3)
peningkatan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah seperti
regionalisasi pengelolaan sampah khususnya kota-kota besar; (4)
pengembangan teknologi baru dan tepat guna yang masih terjangkau oleh
masyarakat dan dunia usaha; (5) perbaikan sturktur kelembagaan dan
peningkatan profesionalisme pengelola sampah; (6) peningkatan
kampanye hidup bersih dan sehat.
Beberapa pendekatan teknologi pengelolaan sampah, dikemukakan
oleh Tusy (1999) dalam Basyarat (2006), yaitu:
1. Penanganan sampah terintegrasi (integrated solid waste management),
dilakukan melalui hirarki pengelolaan sebagai berikut:
a. Pengurangan sampah pada sumbernya (source reduction). Tahap
ini meliputi pengurangan jumlah atau toksisitas sampah, hal ini
sangat efektif dalam mengurangi kuantitas sampah, biaya
penanganan, serta dampak terhadap lingkungan yang dilakukan
melalui perancangan dan fabrikasi bahan pengemas produk dengan
kandungan toksisitas yang rendah, volume bahan yang minimum
serta tahan lama.
b. Daur ulang sampah melalui pemisahan dan pengelompokan
sampah; persiapan sampah untuk diguna ulang, diproses ulang, dan
difabrikasi ulang; penggunaan, pemrosesan dan fabrikasi sampah.
c. Transformasi limbah dalam upaya merubah bentuk sampah melalui
proses fisika, kimia maupun biologi. Keuntungan tahap ini antara
lain meningkatnya efisiensi sistem dan operasi pengelolaan
sampah; diperolehnya bahan yang dapat diguna ulang (re-use) dan
di daur ulang (recycling); dan diperolehnya produk hasil konversi
(seperti kompos) dan energi dalam bentuk panas dan biogas.

20
d. Landfilling, cara ini merupakan alternatif terakhir dan dilakukan
terhadap sampah yang tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat
dimanfaatkan lagi.
2. Teknologi proses dan pemisahan sampah, teknologi ini digunakan
untuk pemisahan pemrosesan bahan sampah.
3. Teknologi konversi secara thermal, teknologi ini digunakan untuk
mengurangi volume sampah sekaligus untuk mendapatkan energi
yang dapat dikelompokan menjadi proses pembakaran (combustion),
gasifikasi (gasification) dan pirolisa (pyrolisis).
4. Teknologi konversi secara biologis, teknologi ini digunakan untuk
memanfaatkan sampah melalui proses biologis yang dapat
menghasilkan kompos, energi (gas methan) atau gabungan keduanya.
5. Teknologi konversi secara kimiawi, cara ini digunakan untuk
memproses sampah dengan menghasilkan produk kimia seperti
glukosa, furtural, minyak, gas sintetis, selulosa asetat.
6. Landfilling, merupakan usaha terakhir setelah dilakukan proses-proses
sebelumnya.

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Sampah


Kenyataan yang ada saat ini, sampah menjadi sulit dikelola oleh karena
berbagai hal :
1) Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan
masyarakat untuk mengelola dan memahami masalah persampahan
2) Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan
keselarasan pengetahuan tentang persampahan
3) Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan dan konstruksi di segala bidang
termasuk bidang persampahan
4) Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar,
menimbulkan pencemaran air, udara dan tanah, sehingga juga
memperbanyak populasi vector pembawa penyakit seperti lalat dan tikus
5) Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas
juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya

21
sehingga cepat rusak, Ataupun produk manufaktur yang sangat rendah
mutunya, sehingga cepat menjadi sampah
6) Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Tembuangan Akhir
(TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi
pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan
penggunaan tanah
7) Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya
dipakai sebagai tempat pembuangan sampah
8) Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan
9) Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca
yang semakin panas.
10) Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya dan memelihara kebersihan
11) Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini
kebanyakan sampah dikelola oleh pemerintah
12) Pengelolaan sampah di masa lalu dan saat sekarang kurang
memperhatikan faktor non teknis dan non teknis seperti partisipasi
masyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.

3. Metode Pengolahan Sampah


a. Penerapan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah
misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan
sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara Reduce
(mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang
sampah), sedangkan 4-R ditambah Replace (mengganti) mulai dari
sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi
dengan Replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat
penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat
perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah.
1) Reduce

22
Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan
minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin banyak
kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan
dengan program reduce:
a) Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan
sampah dalam jumlah besar
b) Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau
fungsi lain
c) Gunakan baterai yang dapat di charge kembali
d) Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang
memerlukan
e) Ubah pola makan (pola makan sehat : mengkonsumsi makanan
segar, kurangi makanan kaleng/instan)
f) Membeli barang dalam kemasan besar (versus kemasan sachet)
g) Membeli barang dengan kemasan yang dapat di daur ulang (kertas,
daun dan lain-lain)
h) Bawa kantong/tas belanja sendiri ketika berbelanja
i) Tolak penggunaan kantong plastik
j) Gunakan rantang untuk tempat membeli makanan
k) Pakai serbet/saputangan kain pengganti tisu
l) Kembali kepemakaian popok kain bagi para ibu
2) Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih
barang-barang yang bisa dipakai kembali. Dan juga menghindari
pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan
dengan program reuse:
a) Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang
b) Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill)

23
c) Kurangi penggunaan bahan sekali pakai
d) Plastik kresek digunakan untuk tempat sampah
e) Kaleng/baskom besar digunakan untuk pot bunga atau tempat
sampah
f) Gelas atau botol plastik untuk pot bibit, dan macam-macam
kerajinan
g) Bekas kemasan plastik tebal isi ulang digunakan sebagai tas
h) Styrofoam digunakan untuk alas pot atau lem
i) Potongan kain/baju bekas untuk lap, keset, dan lain-lain
j) Majalah atau buku untuk perpustakaan
k) Kertas koran digunakan untuk pembungkus
3) Recycle
Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-
barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua
barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-
formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah
menjadi barang lain.
Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan
dengan program recycle:
a) Mengubah sampah plastik menjadi souvenir
b) Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos
c) Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau mainan miniatur
4) Replace
Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih memperhatikan
barang yang digunakan sehari-hari. Dan juga mengganti barang-
barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan
lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan bahan-bahan yang
ramah lingkungan seperti mengganti kantong plastik dengan
keranjang saat berbelanja, atau hindari penggunaan styrofoam karena
banyak mengandung zat kimia berbahaya.
5) Replant

24
Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau
lingkungan sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan,
lahan kosong dan lain-lain. Penanaman kembali ini sebagian
menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah.
b. Pengomposan
Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik
sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam
suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan
bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat
digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan (Santoso, 2009).
Usaha pengomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat yang
dapat ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan maupun
kesehatan. Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain :
1) Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang
mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan
proses yang canggih dengan peralatan modern
2) Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual
sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal
(padat modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi

Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat


secara ekonomis, yaitu :
1) Pengomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan
mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah
2) Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu
yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang.
Dengan demikian akan mengurangi investasi lahan TPA
3) Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh
tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetitif dan
ekonomis yang berarti kompos dapat dijual

25
4) Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat
meningkatkan efisiensi penggunaannya

Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses


pembuatan kompos adalah :
1) Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang
bersih dan sehat
2) Proses pengomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat
mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada
sampah (Santoso, 2009).
c. Lubang Resapan Biopori (LBR)
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara
vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman sekitar
100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal,
tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan
sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Biopori adalah
pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas
fauna tanah atau akar tanaman (Tim Biopori IPB, 2011).

Gambar 2. Diagram lubang resapan biopori

26
Gambar 3. Lubang biopori yang siap pakai (dilihat dari atas)
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara :

1) Meningkatkan Daya Resapan Air


Lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang
resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Sebagai
contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm
maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm2 atau
hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk
lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang
resapan 78.5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan
kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm2.
Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka
biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh
karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya
dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang
resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan
meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.
2) Mengubah sampah organic menjadi kompos
Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah
organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber
energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui
proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal
sebagai kompos. Melalui proses tersebut maka lubang resapan biopori

27
selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi
sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap
periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada
berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis
tanaman lainnya. Bagi mereka yang senang dengan budidaya
tanaman/sayuran organik maka kompos dari LRB adalah alternatif
yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
3) Memanfaatkan fauna tanah dan atau akar tanaman
Seperti disebutkan di atas lubang resapan biopori diaktifkan oleh
organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman.
Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan rongga-
rongga atau liang-liang di dalam tanah yang akan dijadikan "saluran"
air untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan
aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan
senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga
kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan.
Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan
pakan kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu.
Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi
humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke
atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi pemanasan
global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.langsung dari
manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat
menghemat tenaga dan biaya.
Dengan hadirnya lubang-lubang resapan biopori dapat dicegah
adanya genangan air, sehingga berbagai masalah yang diakibatkannya
seperti mewabahnya penyakit malaria, demam berdarah dan kaki
gajah (filariasis) akan dapat dihindari (Tim Biopori IPB, 2011).

4. Hambatan Dalam Pengolahan Sampah


Menurut Slamet (2004) masalah pengelolaan sampah di Indonesia
merupakan masalah yang rumit karena :

28
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan
masyarakat untuk mengelola dan memahami persoalan persampahan
b. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan
keselarasan pengetahuan tentang persampahan
c. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien menimbulkan
pencemaran udara, tanah dan air, gangguan estetika dan memperbanyak
populasi lalat dan tikus
d. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir
sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi
pembuangan sampah, juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan
penggunaan tanah.
e. Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya
dipakai tempat pembuangan sampah
f. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan
g. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca
yang panas.
h. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya dan memelihara kebersihan.
i. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini
kebanyakan sampah dikelola oleh jawatan pemerintah.
j. Pengelolaan sampah dimasa lalu dan saat ini kurang memperhatikan
faktor non teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan tentang
hidup sehat dan bersih.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa faktor yang lebih dominan
menimbulkan hambatan dalam pengelolaan sampah adalah kurangnya
pengetahuan, tentang pengelolaan sampah, kebiasaan pengelolaan sampah
yang kurang baik dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah (Rohani, 2007).

29
C. Eco-Architecture
1. Pengertian Eco-Architecture
Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali
diperkenalkan oleh Haeckel, seorang ahli biologi, pada pertengahan
dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, Oikos yang
berarti rumah, dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harafiah
ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (KRISTANTO,
Ir. Philip. 2002. Ekologi Industri, Ed.I. ANDI; Yogyakarta. 11).
Ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu “study of
the total impact of man and other animals on the balance of nature”.
Rumusan ekologi yang menekankan pada hubungan makhluk hidup
dikemukakan dalam buku William H. Matthews et. Al. sebagai berikut :
“ecology focuses the interrelationship between living organism and their
environment”, sedang rumusan Joseph van Vleck lebih mengetengahkan
isi dan aktifitas hubungan makhluk hidup, yaitu “ecology is study of such
communities and how each spesies takes to meet its own needs and
contributes toward meeting the need of its neighbours”.
Definisi ekologi menurut Otto Soemarwoto adalah “ilmu tentang
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”.
(HARDJASOEMANTRI, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan, Cet. Ke-
12, Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press;Yogyakarta. 1996. 2)Secara
bahasa, eko-arsitektur merupakan sebuah istilah yang terdiri dari dua kata,
yaitu eko (eco) dan arsitektur (architecture) dimana eko merupakan
singkatan dari kata ekologi (ecology), sedangkan arsitektur merupakan
sebuah kata yang berdiri sendiri. Bila digabungkan – eko-arsitektur, istilah
ini dapat diartikan sebagai arsitektur yang ekologis (Olga,2011).
Menurut Metalinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada
rancangan arsitektur atau eko arsitektur bukan merupakan konsep
rancangan bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan
bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap

30
untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai
pentingnya keberlangsungan ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep
rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dan
ekosistem didalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan juga dapat
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan
ekonomi.
Sue Roaf (2003) menambahkan bahwa eko-arsitektur melihat
bangunan sebagai bagian dari ekologi yang lebih luas dari bumi dan
bangunan sebagai bagian dari habitat yang hidup. Konsep eko arsitektur
merupakan sebuah upaya dalam perancangan arsitektur yang dilakukan
untuk menyikapi hubungan antara arsitektur dengan lingkungannya agar
meminimalisir kerugian yang dapat ditimbulkan oleh alam. Adapun tujuan
dari perancangan arsitektur melalui pendekatan eko-arsitektur adalah
sebagai upaya untuk turut menjaga keselarasan bangunan manusia dengan
alam dalam jangka waktu yang panjang (I Ketut dan Wanda).
2. Gaya-Gaya Eko-Arsitektur
Ragam dan gaya bangunan eko-arsitektur bukan bertujuan prestis atau
simbolik, tetapi menumbuhkan motivasi kuat untuk menciptakan
sustainable architecture dan keselarasan dengan alam.
a. Arsitektur Vernakular (Tradisional)
Adalah gaya kedaerahan yang dibuat ahli bangunan tradisional,
tanpa campur tangan arsitek akademisi. Arsitektur vernacular umumnya
sangat tanggap terhadap alam sekitar. Para ahli bangunan terikat pada
ketentuan adat, sehingga mereka tidak sekedar membangun rumah
tetapi juga membangun komunitas budaya. Arsitektur vernakular
merupakan karya empiric dalam mengatasi bencana alam, serta
memiliki fungsi memelihara alam. Contohnya, rumah pedesaan Sunda
dilengkapi kolam ikan sebagai pengendali aliran air permukaan di
perbukitan.
b. Arsitektur Bioklimatik
Adalah bangunan dengan pengendalian udara alami yang nyaman.
Di kawasan tropis basah, musim kemarau umunya panas dan gerah.
Tubuh berkeringat namun tak mudah menguap. Bangunan sebagai kulit
ketiga manusia, berfungsi sebagai ruang untuk menguapkan keringat di
kulit dan kelembaban dinding bangunan. Jendela, pintu, lubang atap
atau lubang dinding diperlukan untuk mengendalikan sinar ultra violet,
infra merah dan panas matahari yang berlebihan. Rancangan khas

31
arsitektur bioklimatik tropis antara lain mementingkan atap sebagai
pelindung panas dan hujan, dinding yang mengandalkan panas dan
lubang-lubang dinding yang leluasa untuk ventilasi udara. Contohnya
Ken Yeang House di Malaysia, menggunakan Atap Ganda untuk
mencegah radiasi matahari.
c. Arsitektur Hijau
Merupakan rancangan arsitektur yang menghindari material buatan
yang dapat mencemari alam. Bahan bangunan diambil dari material
alami. Dinding bisa dibangun dari tanah liat, batu alam, atau kayu. Atap
disusun dari bilah kayu, dedaunan, atau ijuk. Sisa bahan bangunan
dapat dikembalikan kea lam tanpa menimbulkan pencemaran. Rencana
bangunan arsitektur hijau menyesuaikan keadaan fisik alam serta
pemandangan sekitar dengan sifat kinetic-grafitasi alam, sehingga
bangunan benar-benar terkesan kokoh berdiri di atas bumi. Contoh
rumah bumi adalah galeri affandi di Yogyakarta, yang mengekspresikan
daun waru jatuh dari langit. Demikian juga Perumahan Kali Code
Yogyakarta yang dirancang YB. Mangunwijaya, yang merupakan
arsitektur terasering sungai.
d. Arsitektur GeoProp
Adalah rancangan arsitektur yang meniru bentuk alam sekitarnya,
atau rancangan arsitektur yang mengembangkan benda-benda alam
sebagai fungsi bangunan. Secara fisik rancangannya dapat berupa
rumah pohon, arsitektur lereng gunung (Arsitektur Yunani), dll.
Arsitektur ini bertujuan menimbulkan motivasi yang kuat untuk
merawat alam sekitar. Tokoh-tokoh penganjurnya antara lain Rudolf
Doernach (Jerman).
e. Arsitektur Daur Ulang
Adalah rancangan yang memanfaatkan barang bekas menjadi material
bangunan, perabot, dll. Yang dinilai kembali dari segi pemanfaatan,
dampak kesehatan, dan daya tahannya. Sesuai dengan kebutuhan
membangun, sehingga dihasilkan bentuk, ukuran, tekstur, dan warna
bangunan yang tidak sama satu dengan yang lain, namun indah dan
harmonis, dan bertahap. Arsitektur benda daur ulang : Reinhard Kanuka
Fuchs, arsitek kelahiran Jerman yang tinggal di Auckland. Sedangkan
dari Indonesia, YB. Mangunwijaya membangun Rumah Retret di Salam
Magelang dengan botol bekas dan tutup pasta gigi.
f. Arsitektur Hunian Eko-Komunitas
Adalah kumpulan bangunan yang mengekspresikan kerjasama
sekelompok masyarakat dalam menciptakan lingkungan sosial, yang
mampu memenuhi kebutuhan mereka akan air, energi dan makanan.
Contohnya adalah aristektur permakultur yang dikembangkan di
Selandia Baru. Ini merupakan sinergi antara perkebunan, pertanian
terpadu, komunitas pro lingkungan, bangunan ekologis, arsitektur

32
taman, serta program hemat energy dalam satu kawasan. Hunian eko-
komunitas, halaman dan atap rumah bisa dijadikan lahan pertanian,
perikanan atau peternakan dan energy didapat dengan meminjam energi
alam.
g. Arsitektur Analogi Alam
Adalah arsitektur yang rancangan bangunannya meniru bentuk benda-
benda alam namun memanfaatkan teknologi maju. Contohnya, gedung
Opera Sidney karya Jorn Utzon dan Arup yang melukiskan musim
kawin kura-kura, kapel Notre Dame di Ronchamp karya arsitek besar
Le Corbusier dari Perancis, yang menyerupai ikan pari beristirahat.
Analogi alam belum tentu bernilai ekologis, jika bahan bangunan dan
teknologinya merusak alam sekitar. Untuk menyempurnakannya,
arsitektur ini sebaiknya didukung konsep arsitektur hijau.
3. Pola Perencanaan Eko-Arsitektur
a. Pola Perencanaan
Pola perencanaan Eko-Arsitektur selalu memanfaatkan alam sebagai
berikut :
1) Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus
melindungi sinar panas, angina dan hujan.
2) Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang
digunakan saat pembangunan harus seminimal mungkin.
3) Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-
Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa
kesilauan
4) Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan
terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai
dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang
memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat
banyak energi.
b. Dasar-Dasar Eko-Arsitektur
1) Holistik
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan,
sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar
kumpulan bagian.
2) Memanfaatkan pengalaman manusia
Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan
pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.
3) Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu
yang statis
4) Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi
keselamatan kedua belah pihak.

33
c. Pola perencanaan Orientasi Alam
1) Penyesuaian pada lingkungan alam setempat
2) Mengehemat energy alam yang tidak dapat diperbaharui dan
mengirit penggunaan energi.
3) Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).
4) Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan
material yang masih dapat digunakan di masa depan.
5) Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energy (listrik, air)
dan limbah (air limbah, sampah).
6) Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan
pemeiharaan perumahan.
7) Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.
8) Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhan sehari-
harinya.
9) Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology),
teknologi alternative atau teknologi lunak.

d. Dampak Anti EkoArs


1) Dengan mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali
bahwa dalam perencanaan maupun pelaksanaan, eko-arsitektur tidak
dapat disamakan dengan arsitektur masa kini.
2) Perencanaan eko-arsitektur merupakan proses dengan titik
permulaan lebih awal. Dan jika kita merancang tanpa ada perhatian
terhadap ekologi maka sama halnya dengan bunuh diri mengingat
besarnya dampak yang terjadi akibat adanya klimaks secara ekologi
itu sendiri.

34
e. Unsur-unsur Pokok Eko-Arsitektur
1) Unsur-unsur alam yang dijadikan pedoman oleh masyarakat
tradisional antara lain udara, air, api, tanah (bumi),
2) Merupakan unsur-unsur pokok yang sangat erat dengan kehidupan
manusia di bumi. Dalam kehidupan masyarakat modern pun juga
harus tetap memperhatikan unsur-unsur tersebut karena sedikit saja
penyalahgunaan unsur alam tersebut besar akibatnya terhadap
keseimbangan ekologis.
3) Adapun unsur-unsur pokok eko-arsitektur dapat dilihat pada gambar
berikut ini.

35
f. Kecerdasan ekologis
1) Kecerdasan ekologis dituangkan dalam bentuk kerifan local
berwawasan ekologis. Alam semesta bukan hanya sumber eksploitasi,
tetapi sebagai rumah hidup bersama yang terus dilindungi, dirawat,
ditata, bukan dihancurkan.
2) Kualitas manusiawi (kebajikan moral) mencerdaskan manusia dalam
menggalakkan pembangunan yang ramah lingkungan. Sebagai mitra
alam semesta, manusia ikut bertanggung jawab atas masa depan
seluruh kosmos.
3) Kecerdasan ini mengingatkan, manusia tidak boleh membiarkan masa
depan planet terancam pemanasan global
g. Hh
h. joh

D. Studi Literatur
1. Der Grüne Punkt di Jerman
Der Grüne Punkt didirikan pada tahun 1990 sebagai sistem ganda pertama.
Sebagai sistem pertama dari jenisnya di seluruh dunia, telah menyediakan
koleksi nasional paket penjualan bekas dan memperoleh bahan baku dari
mereka untuk ekonomi siklus tertutup. Sekarang Der Grüne Punkt adalah
penyedia terkemuka sistem take-back.
https://www.gruener-punkt.de/en/services/logistics-suppliers/waste-
management.html

2. MEILO di Jerman
Perusahaan MEILO untuk pemulihan bahan yang disortir mbH & Co. KG
mengoperasikan pabrik penyortiran canggih untuk pengemasan ringan di
situs seluas 32.000 m² di situs Gernsheim dekat Darmstadt.

36
Perusahaan Daur Ulang MEILO untuk Bahan Daur Ulang mbH & Co. KG
mengoperasikan pabrik penyortiran canggih untuk kemasan ringan dengan
kapasitas 120.000 ton di lokasi Gernsheim dekat Darmstadt di lokasi
seluas 32.000 m². Perusahaan ini adalah perusahaan patungan dari dua
perusahaan pembuangan limbah menengah, Meinhardt Städtereinigung
GmbH & Co. KG dan Lobbe Entsorgung West GmbH & Co. KG.
https://www.meilo-gernsheim.de/startseite/

https://www.meilo-gernsheim.de/startseite/

3. Inij
4.

BAB III
METODE PEMBAHASAN

A. Jenis Pembahasan
Jenis pembahasan adalah kualitatif deskriptif yaitu metode yang
memaparkan semua data baik arsitektural maupun non-arsitektural. Dimana
data arsitektural diperoleh dengan melakukan studi literatur mengenai
bangunan sejenis dan membuat tabulasi, sebagai perbandingan pada proses
perancangan. Data juga diperoleh melalui dokumentasi foto dan mapping,
serta mengikuti standar dan peraturan nasional untuk dijadikan acuan pada
perancangan sesuai dengan fungsi bangunan. Sedangkan data non-arsitektural

37
diperoleh melalui peraturan-peraturan pemerintah, serta standar-standar yang
berlaku secara nasional, kemudian menyimpulkan data terkait dengan
menggunakan diagram, tabulasi, dan data statistik.

B. Waktu Pengumpulan Data


Waktu penyusunan proposal ini dimulai pada bulan September 2019,
dengan waktu pengumpulan data yang dimulai pada 02 September 2019
sampai dengan 5 Oktober 2019.

C. Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu metode pengumpulan data arsitektural maupun


non-arsitektural dengan cara mencari dan mengumpulkan data mengenai
perancangan kawasan Riwayat Akhir Sampah, yang bersumber dari
internet, buku, karya ilmiah, dan atau jurnal berupa data dan hasil kajian
terdahulu yang berkaitan dengan rancangan yang akan dibahas.
2. Studi Literatur

Studi literature dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai


kelebihan dan kekurangan sarana pusat daur ulang yang memiliki fungsi
serta kesesuian dengan Riwayat Akhir Sampah, sebagai pertimbangan
dalam menyelesaikan masalah rancangan. Studi literatur diperoleh dengan
cara membandingkan beberapa pusat daur ulang untuk dijadikan
pertimbangan dalam merancang proyek sejenis, dan selanjutnya
menggunakan hasil pertimbangan tersebut diterapkan pada perancangan
Riwayat Akhir Sampah di TPA Tamangapa.
3. Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan untuk mengetahui lokasi dan tapak yang


sesuai dengan fungsi dan zona kawasan Riwayat Akhir Sampah

38
D. Analisis Data
Dalam perancangan arsitektur, tahapan metode analisis merupakan hal
yang sangat penting, karena analisis dalam merumuskan konsep rancang
arsitektur termasuk hal yang vital. Analisis yang digunakan dalam merancang
kawasan Riwayat Akhir Sampah diantaranya :
1. Analisi fungsi
2. Analisis aktivitas dan pengguna
3. Analisis ruang
4. Analisis tapak
5. Analisis bentuk
6. Analisis struktur
7. Analisis utilitas

E. Sistematika Pembahasan
1. BAB I membahas tentang hal yang melatarbelakangi alasan mengapa
memilih perancangan fasilitas Riwayat Akhir Sampah dengan cara
studi dan telaah pustaka tentang alasan pentingnya Riwayat Akhir
Sampah dibangun. Selanjutnya merumuskan masalah perancangannya
secara arsitektural dan non-arsitektural. Setelah itu menentukan tujuan
serta sasaran pembahasan dari perancangan Riwayat Akhir Sampah.
2. BAB II berisi tentang Tinjauan Pustaka yang berhubungan Riwayat
Akhir Sampah melalui studi pustaka yaitu mencari data-data terkait
yang bersumber dari buku, jurnal, karya ilmiah, dan internet. Selain itu
data-data juga diperoleh melalui studi literatur, yaitu mencari
bangunan yang memiliki fungsi sejenis dengan Riwayat Akhir
Sampah, setelah itu membandingkan bangunan tersebut dan
menggunakan hasil perbandingan tersebut pada perancangan Riwayat
Akhir Sampah.
3. BAB III berisi tentang metode pembahasan dari perancangan Riwayat
Akhir Sampah meliputi jenis pembahasan, waktu pengumpulan data,
pengumpulan data yang terdiri dari studi pustaka, studi literatur, dan
survey lapangan, analisis data dan sistematika pembahasan.

39
4. BAB IV membahas tentang tinjauan khusus tentang Riwayat Akhir
Sampah, meliputi tapak yang sesuai dengan Riwayat Akhir Sampah,
pelaku, kegiatan, dan kebutuhan ruang dari Riwayat Akhir Sampah.
5. BAB V membahas tentang Konsep Dasar Perancangan yang meliputi
data dan analisis makro (Analisis pemilihan tapak, iklim, view, dll)
dan mikro (kebutuhan ruang, sifat ruang, besaran ruang, dll) pada
perancangan bangunan Riwayat Akhir Sampah.

40
DAFTAR PUSTAKA

Jenna, R. Jambeck. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean.
University of Georgia.
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Djambatan,
Jakarta, 2004
Tchobanoglous, George., Teisen Hilary., Eliasen. (1993). Integrated Solid Waste
Management, Mc.Graw Hill: Kogakusha, Ltd
----------, 1999 : Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999, tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Sekretariat Bapedal,
Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999. Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. 7 Oktober 1999. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999. Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2011). Pengelolaan Air Limbah dan
Persampahan di Indonesia.
________. (Agustus, 2014). Pengelolaan Sampah Banjarsari, Jakarta. Regional
Center for Community Empowerment of Housing and Urban Development
(RC-CEHUD). Diakses lewat
http://puskim.pu.go.id/rccehud/2014/01/21/pengelolaan-sampah-
banjarsarijakarta/?lang=id )
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Soemirat, Juli, 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Azwar, A, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta, Yayasan
Mutiara.
Manik, K.E.S., 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta.

41
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Soekarman. 1983. Pemanfaatan Tinja dan Sampah DKI Jakarta untuk Menunjang
Pembangunan Nasional. CV. Era Swasta. Jakarta.
Syahrul, M dan A. Ollich. 1985. Usaha-usaha Pemusnahan Sampah di
Kotamadya Ujungpandang. Univ Hasanudin. Ujungpandang.
Mukono, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University
Press, Surabaya.
Achmadi, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi, Jakarta.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Hadiwiyoto, S. (1983). Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu.
Jakarta.
Miner, John. B. 1992. Industrial Organizational Psychology. Mc Graw-Hill Inc.
Singapore.
Sirodjuddin, Ardan. (2008). SMK Lebih Menjanjikan Masa Depan Dibandingkan
Dengan SMA. [Online]. Available FTP:
http://ardansirodjuddin.wordpress.com/2008/06/03/smk-lebih-
menjanjikanmasa-depan-di-banding-sma/. Tanggal Akses 27 Januari 2013.
Tchobanoglous (1977) Integrated Solid Waste Management Engineering
Prinsiples and Management Issues. Megraw Hill, New York.
Cunningham, Donald.J. 2004. Mind, Culture, and Activity no.2 vol.11. Indiana
University.
Darmasetiawan,martin. 2004, Sarana sanitasi Perkotaan. Ekamitra Engineering.
Jakarta.
Basyarat, A. 2006. Kajian Terhadap Penetapan Lokasi TPA Sampah
Leuwinanggung Kota Depok. Semarang. Program Pascasarjana Magister
Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
Krisnandar, D. 2007. Mengelola Sampah Agar Tidak Menjadi ‘Sampah’.
Suyoto, Bagong. 2008. Fenomena Gerakan Mengolah Sampah. Jakarta: Prima
Media.

42
Adi Budi Yulianto, Ahmad Ariesta, Dimas Purwo Anggoro Heru Heryadi,
Muhammad Bahrudin, Giono Santoso. 2009 . Buku Pedoman Pengolahan
Sampah Terpadu : Konversi Sampah Pasar Menjadi Kompos Berkualitas
Tinggi. Jakarta

43

Anda mungkin juga menyukai