Anda di halaman 1dari 10

Teknik Bleaching pada Kasus Diskolorisasi Parah Gigi Nonvital

Kontrol Klinis selama 48 Bulan

Abstrak
Tujuan: Untuk mencatat secara rinci, keberhasilan jangka panjang dari perawatan bleaching
menggunakan hidrogen peroksida pada gigi yang sangat gelap.

Pertimbangan klinis: Diskolorisasi gigi merupakan keluhan estetika yang penting bagi pasien.
Karena kondisi ini relatif umum, bahan dan teknik yang benar mampu mengembalikan warna
gigi dengan minimal invasif dan konservatif. Dalam kasus ini, digunakan asosiasi antara teknik
bleaching mediate (walking bleach) dan immediate (internal/eksternal) menggunakan bahan
bleaching berupa hidrogen peroksida.

Kesimpulan: Gabungan teknik bleaching adalah solusi terapi konservatif untuk mengembalikan
warna alami gigi insisiv sentral kanan atas yang menggelap setelahnya perawatan endodontik
yang dilakukan lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Teknik bleaching yang digunakan tidak
menimbulkan risiko bagi pasien seperti resorbsi akar dan warna yang dihasilkan stabil selama
periode 48 bulan, dimana hal ini menunjukkan keberhasilan pada teknik yang digunakan daam
kasus ini.

Signifikansi klinis: Perawatan dengan teknik bleaching yang adekuat pada kasus gigi nonvital
yang menggelap memiliki tingkat keberhasilan dalam mengembalikan estetika gigi yang baik
dan warna yang natural dalam jangka waktu lama.

Pendahuluan
Diskolorisasi gigi anterior merupakan salah satu penyebab keluhan estetik pasien karena
memiliki dampak negatif terhadap penampilan, sehingga berdampak pada psikososial.
Diskolorisasi gigi nonvital dapat terjadi akibat dari nekrosis pulpa, perdarahan pulpa akibat
trauma, jaringan pulpa yang tersisa setelah perawatan endodontik, bahan restorasi yang ada di
kamar pulpa, perawatan atau bahan sealing yang tersisa dari saluran akar dan resorbsi akar.

Bleaching internal adalah teknik konservatif yang diindikasikan untuk perawatan gigi
yang nonvital dan yang menggelap, teknik ini mampu memberikan hasil yang dapat diterima
secara estetis. Namun, ada beberapa keterbatasan pada teknik ini bila gigi mengalami
diskolorisasi yang parah dan dalam jangka waktu yang lama. Beberapa kekhawatiran juga
dilaporkan seperti diskolorisasi berulang dan resorbsi akar eksternal, yang menurut Bersezio et al
merupakan efek samping yang cukup jarang terjadi dengan defisit pada uji klinis secara acak dari
follow-up pasien, namun kondisi ini dianggap berpotensi signifikan untuk memberikan efek
negatif pada teknik ini. risiko biologis juga dapat terjadi seperti perubahan pada jaringan
periodontal atau elemen gigi lainnya.

Namun demikian, ketika diagnosis akibat diskolorisasi sudah ditegakkan dan perawatan
yang tepat telah ditetapkan, klinisi harus mempertimbangkan teknik bleaching sebagai salah satu
alternatif perawatannya, karena lebih konservatif daripada prosedur restoratif atau prostetik. Di
antara teknik bleaching gigi nonvital yang ada saat ini, walking bleach merupakan salahsatu
pilihan yang terdiri dari gabungan bleaching agent—natrium perborat (powder) dan 20%
hidrogen peroksida (liquid)—yang dimasukkan ke dalam kamar pulpa dan dibiarkan selama
beberapa waktu, kemudian ditutup dengan tumpatan sementara. Teknik lain yang digunakan
adalah bleaching internal dan eksternal, di mana bleaching agent (hidrogen peroksida 35%)
hanya diaplikasikan selama beberapa waktu, bersamaan pada permukaan luar dan dalam (ruang
pulpa) pada gigi.

Variasi dari banyak teknik bleaching pada perawatan gigi nonvital dapat dilakukan tetapi
hanya sedikit monitoring jangka panjang dan juga catatan pada literatur mengenai bleaching
pada gigi nonvital saat ini. Dengan demikian, tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk mencatat
secara rinci keberhasilan langsung selama 48 bulan dari gabungan antara teknik walking bleach
dan teknik bleaching internal/eksternal pada gigi nonvital dalam jangka waktu lama.

Laporan Kasus
Seorang pasien wanita berusia 41 tahun dating dengan keluhan gigi insisivus sentral
kanan atas yang sangat gelap berbeda dengan gigi sebelahnya (Gambar 1) akibat perawatan
endodontik dan meminta dilakukan perawatan yang akan menghasilkan senyum yang harmonis.
Pasien melaporkan bahwa perawatan endodontik tersebut dilakukan ketika dia masih sangat
muda kurang lebih 20 tahun yang lalu. tidak ada trauma gigi, hanya adanya fistula, gejala nyeri,
tidak ada lesi karies. Pada anamnesa awal, pasien menunjukkan kesehatan umum yang baik.
Meskipun pada evaluasi oral didiagnosis periodontitis sedang pada gigi posterior dan gingivitis
dengan jumlah kalkulus yang tinggi pada gigi anterior. Pretreatment dan kontrol pada kondisi ini
dilakukan sebelum memulai perawatan bleaching.

Untuk memulai perawatan bleaching, radiografi awal dilakukan untuk mengevaluasi


kondisi perawatan endodontik dan jaringan periodontal. Tidak ada lesi periapikal, perawatan
endodontik memuaskan hanya ada resorbsi pada soft bone di regio servikal gigi anterior, sesuai
dengan usia pasien (Gambar 2). Warna awal gigi pada foto menunjukkan penggelapan yang
parah jika dibandingkan dengan gigi lainnya. Pada saat datang, pasien dijelaskan mengenai
kemungkinan perawatan bleaching tidak dapat mencapai hasil yang diinginkan.
Untuk teknik bleaching yang dipilih adalah gabungan teknik, (internal/external bleaching
dan walking bleach). Untuk teknik bleaching internal/eksternal, bahan yang digunakan hidrogen
peroksida 35% (Whiteness HP Blue Calcium—oleh FGM Dental Products, Join ville, SC,
Brazil) dan untuk teknik walking bleach menggunakan natrium perborat (powder) dengan
hidrogen peroksida 20% (liquid; Whiteness perborate—FGM Dental Products).

Untuk hasil maksimal, dibutuhkan isolasi pada gigi yang adekuat. Panjang tepi servikal-
incisal (bagian vestibular) mahkota diukur dengan bantuan probe, dengan tujuan sebagai
referensi untuk pembuatan servical cap yang akan digunakan pada pintu masuk saluran akar.
Restorasi yang sudah ada sebelumnya dihilangkan untuk mengakses ruang pulpa, kemudian gutta
percha yang tersisa dibuang dan bahan pengisi lainnya juga dikeluarkan sampai kedalaman 2 mm
dibawah CEJ (Gambar 3A-C) untuk memungkinkan saluran akar tersegel saat aplikasi bleaching
agent di seluruh bagian koronal gigi. Cervical cap dibuat menggunakan pasta kalsium hidroksida
(ASFER lt- Sao Caetano do Sul, Brazil) dengan semen ionomer kaca mengikuti outline garis
servikal gigi (Vitrebond; 3MTM- Campinas, SP, Brazil).

Bleaching agent hidrogen peroksida 35% (Whitness HP Blue Calcium—FGM Dental


Product) dimasukkan secara internal ke dalam kamar pulpa dan secara eksternal di seluruh
permukaan vestibular (Gambar 4A,B) selama 45 menit, sesuai dengan instruksi pabrik yang
diaplikasikan menggunakan microbrush (Gambar 4C). Setelah itu hilangkan seluruh agent
bleaching dari kamar pulpa maupun permukaan vestibular sampai bersih. Kemudian dilanjutkan
dengan bahan hidrogen peroksida (20%; Whiteness perborate—FGM Dental Products)
dimasukkan secara internal ke dalam kamar pulpa diikuti dengan bahan sodium perborate
(Whiteness perborate—FGM Dental Products Gambar 5A-C) untuk melakukan teknik walking
bleach. Selanjutnya kavitas ditutup dengan penumpatan sementara menggunakan semen ionomer
kaca, untuk menjaga bleaching agent tetap berada di dalam kamar pulpa (Produk Gigi Maxion-R
—FGM; Gambar 6).

Setelah 1 minggu prosedur, gigi tampak sedikit lebih putih (Gambar 7A). Bleaching
agent kemudian dikeluarkan dari ruang pulpa dan ulangi prosedur sebelumnya (teknik bleaching
eksternal/internal dan walking bleach). Total ada dua sesi untuk walking bleach dan tiga sesi
untuk prosedur bleaching internal/eksternal. Setelah sesi kedua, daerah servical tampak lebih
putih (Gambar 7B). Setelah sesi ketiga, gigi yang gelap sudah mulai sama warnanya dengan gigi
di sekitarnya (Gambar 7C)
Setelah mencapai efek bleaching yang diinginkan, Tumpatan sementara dibongkar
kemudian dibersihkan dengan aquades steril dan dikeringkan, setelah itu aplikasikan kalsium
hidroksida (ASFER lt, S~ao Caetano do Sul, Brazil) ke dalam kamar pulpa dan biarkan selama 7
hari. Kavitas kembali ditutup dengan bahan tumpatan sementara yaitu semen ionomer kaca
(Maxxion-R—FGM Produtos Odontológicos). Pada sesi berikutnya, restorasi dibongkar dan
kamar pulpa kembali diirigasi, cap servical dipertahankan, dan dilakukan restorasi direk pada
bagian palatal dengan bahan resin komposit (Filtek z350 XT-3MTM, Campinas, SP, Brazil)
sebagai finishing tahap bleaching pada elemen gigi.

Untuk mengoptimalkan hasil estetika dan memenuhi harapan pasien, dilakukan bleaching
eksternal pada lengkung rahang atas dan bawah, menggunakan teknik home whitening, dengan
karbamat perokside pada 16% (Clariant home—Angelus, Londrina, PR, Brazil), diaplikasikan
menggunakan silicone tray dan digunakan saat tidur setiap hari, selama 2 minggu. Setelah
produk selesai digunakan, pasien menggunakan agen desensitisasi (ClariantD-Sense—Angelus,
Londrina, PR, Brazil) yang mengandung 2% natrium fluorida dan 5% kalium nitrat yang
dioleskan ke dalam tray selama 30 menit, setiap hari di rumah. Setelah perawatan ini, restorasi
yang sudah diganti pada elemen gigi insisiv sentral kanan atas pasien mencapai warna gigi yang
harmonis dan warna putih natural yang memenuhi harapan pasien (Gambar 8). Kasus ini
ditindaklanjuti secara klinis dengan foto grafik perbandingan warna gigi dan radiografi selama 6
bulan, 1, 2, dan 4 tahun setelah perawatan (Gambar 9A-C). Hasil bleaching stabil selama 48
bulan, dan tidak ditemukan regresi warna atau bukti resorbsi servikal eksternal (Gambar 10A,B).
Diskusi
Diskolorisasi gigi dapat bervariasi tergantung etiologi, estetika, lokasi, dan tingkat
keparahannya. Penentuan etiologi diskolorisasi gigi ini penting untuk keperluan diagnosis kasus
yang benar, dan perlu diikuti dengan pemilihan teknik bleaching terbaik. Dalam kasus ini,
etiologi perubahan warna berasal dari intrinsik, yaitu terkait dengan adanya sisa-sisa jaringan
pulpa dan/atau material endodontik yang ada didalam kamar pulpa setelah terapi endodontik,
selain itu adapula kemungkinan penyebab pigmen ekstrinsik yang juga mempengaruhi gigi yang
ada disekitar rongga mulut pasien. Mengingat tingkat keparahan diskolorisasi gigi yang tinggi
dan jangka waktu yang lama pasca menerima perawatan endodontik (kurang lebih 20 tahun),
prognosis pada perawatan bleching ini tidak begitu menguntungkan, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan diawal perawatan untuk mengendalikan ekspektasi pasien terhadap hasil perawatan.
Untuk kasus diskolorisasi akibat intrinsik, yang paling diindikasikan perawatannya
adalah bleaching menggunakan teknik intra-kanal. Teknik walking bleach yang digabungkan
dengan teknik internal/eksternal digunakan untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam waktu
yang lebih singkat, sesuai dengan penelitian lain. Hidrogen peroksida 35% dan kombinasi
hidrogen peroksida 35% dan natrium perborat dipilih karena tingkat keparahan diskolorisasi
pada kasus ini termasuk tinggi dan kebutuhan akan bahan dengan konsentrasi tinggi diperlukan
mendapatkan hasil yang lebih baik. Natrium perborat dapat dicampur dengan air, yang meskipun
hasilnya mungkin tidak lebih memuaskan seperti ketika digabungkan dengan hidrogen
peroksida, juga membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Namun, beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada
penggabungan dua bahan tersebut.

Hasil dari bleaching seringkali tidak dapat diprediksi dan pencapaian warna gigi kembali
natural juga tidak dapat dijamin. Beberapa penulis telah mengatakan bahwa diskolorisasi gigi
dalam jangka waktu yang lama tidak memberikan respon yang memuaskan terhadap perawatan
bleaching internal karena yang mana jangka waktunya singkat, ini mungkin berkaitan dengan
kurangnya jumlah kasus yang dilaporkan, perbedaan teknik bleaching yang digunakan dan/atau
kualitas dari restorasi akhir gigi yang telah mengalami diskolorisasi dalam waktu yang lama.
Namun, dalam kasus ini, hasilnya memuaskan dan tahan lama meskipun perubahan warna telah
berlangsung selama kurang lebih 20 tahun. Keberhasilan teknik yang digunakan dalam kasus
klinis ini juga menjelaskan poin-poin yang memerlukan studi lebih lanjut dan catatan kasus
klinis yang juga menggambarkan keberhasilan perawatan gigi nonvital jangka panjang.

Dilaporkan bahwa tindak lanjut klinis dan radiografis dari gigi yang menerima bleaching
internal harus dilakukan setidaknya dalam 7 tahun, untuk mengevaluasi tidak hanya stabilitas
warna yang diperoleh, tetapi juga adanya kemungkinan perubahan lain seperti resorbsi servikal.
Dalam kasus ini, tindak lanjut dilakukan secara berkala selama 4 tahun hingga saat ini, dan tidak
menunjukkan diskolorisasi gigi berulang atau resorbsi servikal. Mekanisme terjadinya resorbsi
servikal belum dipahami dengan baik. Dari observasi yang didapatkan 257 kasus resorbsi
servikal 24,1% disebabkan oleh perawatan ortodontik, 15,1% karena trauma gigi, 5,1% karena
pembedahan, dan 3,1% karena bleaching internal. Attin et al, menunjukkan bahwa pasien yang
menjalani terapi bleaching pada usia muda sering mengalami resorbsi eksternal dan penjelasan
yang mungkin terjadi adalah karena tubulus dentin yang lebar pada gigi permanen muda
sehingga hidrogen peroksida dapat lebih mudah penetrasi ke dalam periodonsium.

Sebuah studi baru-baru ini dari Bersezio et al mengkorelasikan bleaching internal dengan
adanya inflamatory markers (RANK-L dan IL-1β) yang mengarah pada terjadinya resorbsi akar
dan destruksi tulang pada jaringan periodontal. Mereka menemukan adanya peningkatan level
inflamatori ini ketika dilakukan teknik walking bleach dengan hidrogen peroksida (35%) atau
karbamid peroksida (37%) selama 3 bulan pasca bleaching. Meskipun penelitian ini tidak
menanggapi fakta klinis adanya resorbsi akar yang dapat terjadi akibat bleaching internal, ini
memperingatkan adanya kemungkinan efek yang berbahaya dari teknik ini. Pasien yang
memiliki penyakit periodontal bisa lebih rentan terhadap resorbsi servikal, dimana teknik
bleaching ini tentu tidak direkomendasikan, karena akan mengakibatkan defisiensi inflamatory
biomakers balance. Dalam kasus ini kondisi jaringan periodontal awal pada pasien telah
dikendalikan sebelum memulai perawatan bleaching, tidak ada resorbsi servikal yang ditemukan
secara klinis pasca 4 tahun bleaching internal. Kami dapat berspekulasi adanya peningkatan
inflamatory makers seperti dalam penelitian yang disebutkan di atas, namun peningkatan ini
tidak cukup untuk mendorong terjadinya resorpsi serviks pada kasus ini. Sayangnya, keberadaan
inflamatory makers tidak dievaluasi, karena penelitian ini tidak memungkinkan untuk membahas
pengaruhnya dengan benar.

Upaya untuk menghindari terjadinya resorbsi servikal pada kasus ini telah dilakukan,
seperti pembuatan servikal cap untuk mencegah difusi bleaching agent ke dalam tubulus dentin
yang berdekatan dengan enamel-cement junction dan dapat mengakibatkan terhambatnya aksi
agent inflamasi pada jaringan gingiva dan kemungkinan terjadinya resorbsi tulang. Preparasi
akhir dengan kalsium hidroksida dan air suling (aquades) dilakukan selama 7 hari diakhir tahap
bleaching, hal ini direkomendasikan untuk memungkinkan terjadinya alkalisasi media untuk
menghindari kemungkinan kerusakan pada ligamen periodontal, sehingga dapat juga mencegah
terjadinya reabsorbsi servikal. Fakta lain yang mungkin berkontribusi pada tidak tampaknya
resorbsi servikal adalah anatomi gigi yang baik menurut Bersezio et al, variabilitas anatomi harus
dipertimbangkan, begitu adanya defek/kecacatan pada anatomi gigi hal ini dapat berkontribusi
pada penyebaran agent bleaching keluar akar, yang dapat menyebabkan proses inflamasi kronis
dan mengakibatkan resorbsi servikal.

Literatur lainnya melaporkan terjadinya regresi warna dalam jangka waktu yang lama
pada gigi nonvital relatif tinggi. Beberapa penelitian yang diamati setelah 2 tahun, diskolorisasi
berulang 10%, setelah 5 tahun 25% dan setelah 8 tahun 49%. Pada penelitian lain, tingkat
keberhasilan bleaching pada gigi nonvital tanpa regresi warna setelah 6 tahun adalah 45%, yang
menyimpulkan bahwa bleaching pada gigi nonvital tidak dapat dianggap efektif secara
keseluruhan dalam jangka panjang.

Dalam kasus klinis ini, tidak ditemukan diskolorisasi berulang selama 4 tahun masa
tindak lanjut, yang mungkin dapat dijelaskan karena adanya kontrol bakteri yang dilakukan
selama perawatan, dan juga, dengan tidak adanya infiltrasi pigmen dan bakteri setelah dilakukan
restorasi akhir, yang bisa menjadi kemungkinan penyebab regresi warna pada gigi nonvital. Saat
ini, penutupan kavitas yang baik pada resin komposit yang digunakan juga mencegah terjadinya
migrasi pada pigmen warna dan bakteri ke dalam kamar pulpa sehingga membantu terjadinya
stabilitas warna. Hal ini sesuai dengan Abbott, yang menyatakan bahwa semua gigi yang
menunjukkan regresi warna dalam perawatannya menunjukkan hasil restorasi yang tidak
memuaskan. Meskipun demikian, mekanisme yang menyebabkan regresi warna pada gigi
nonvital belum sepenuhnya dipahami dan jika terjadi berulang maka, perawatan bleaching baru
dapat direkomendasikan.
Empat tahun adalah periode tindak lanjut yang cukup lama, kemudian tindak lanjut
jangka panjang selama mungkin, kira-kira 10 sampai 20 tahun diinginkan untuk mengkonfirmasi
keberhasilan kasus klinis ini. Karena teknik ini tidak dapat direproduksi di laboratorium
menggunakan model studi in vitro, sejumlah besar laporan kasus sangat penting untuk
mendukung pernyataan tentang hasil yang diperoleh, seperti tidak adanya resorbsi servikal dan
regresi warna. Meskipun demikian, penelitian ini menyoroti aspek penting dari pendekatan
teknik untuk bleaching gigi nonvital dan harus dipertimbangkan ketika menghadapi kasus klinis
seperti yang disebutkan.

Kesimpulan
Untuk kasus yang disajikan, teknik bleaching internal/eksternal menggunakan hidrogen
peroksida efektif untuk gigi yang mengalami devitalisasi dalam jangka waktu yang lama, serta
mampu memulihkan estetika alami gigi tanpa menimbulkan risiko yang signifikan terhadap
pasien. Selain itu, teknik ini stabil selama 48 bulan, yang dibuktikan dengan keberhasilan pada
perawatan dengan teknik bleaching yang telah digunakan.

Anda mungkin juga menyukai