Anda di halaman 1dari 7

Proposal Penelitian

“Anak cerdas meraih nilai yang buruk di sekolah.”


Di ajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Penelitian Pendidikan
Dosen : Drs. Ruswandi Hermawan, M.Ed
Ira Rengganis, M.si

Disusun oleh :
Nurul Jannah 1003273
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
Topik
Dinamika perkembangan anak.
Judul
Anak cerdas meraih nilai yang buruk di sekolah.
BAB I
A.    Latar Belakang Masalah

Kondisi sumber daya manusia Indonesia yang sangat memprihatinkan. Salah satu
indikatornya adalah menurunnya Human Development Index (HDI) dari peringkat 104 di
tahun 1995 menjadi peringkat 108 dari 177 negara pada tahun 2006, bahkan sekarang
mungkin sudah bertambah menurun. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta aksara
mencapai 18,7 juta orang, setiap tahun 200.000-300.000 DO SD kelas I-III sebagai akibat
ketidaksiapan memasuki pendidikan dasar. Kondisi ini turut dipengaruhi oleh pengalaman
pendidikan yang dialami sebelumnya.
Salah satu masalah yang sering dihadapi para orang tua adalah anak-anak yang
cerdas, mungkin berbakat, namun tidak berprestasi sesuai kemampuannya. Untuk membantu
mengatasi permasalahan sebagaimana dipaparkan di atas, satu hal yang seyogyanya dipahami
oleh orang dewasa, baik pendidik itu sendiri adalah mengerti dinamika anak dan remaja.
Dinamika yang dimaksud adalah selain pemahaman tentang perkembangan, orang dewasa
dituntut pula memahami permasalahan anak dan remaja serta upaya penanganannya.

B.     Identifikasi Masalah


Bagaimana orang dewasa dapat mengamati perkembangan psikologi dan pendidikan pada
anak.

C.     Batasan Masalah


Batasan masalah dalam proposal ini hanya pada lingkaran anak umur 11 tahun kelas 5
Sekolah Dasar.

D.    Rumusan Masalah


1.      Apa yang dimaksud konsep perkembangan ?
2.      Bagaimana anak-anak yang jenius dapat meraih angka jelek disekolah ?
3.      Bagaimana peran orang tua di rumah ?
4.      Bagaimana peran pendidik di sekolah ?
E.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui konsep perkembangan.
2.      Untuk mengetahui penyebab anak-anak cerdas meraih nilai jelek.
3.      Untuk mengetahui peran orang tua di rumah.
4.      Untuk mengetahui peran pendidik di sekolah.
F.      Kegunaan Masalah
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
Memberikan kontribusi pada dunia pendidikan tentang penilaian hasil belajar. Sehingga dapat
meningkatkan pendidikan khususnya dalam sistem Perkembangan psikologis anak.
2.      Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pendidik atau lembaga pendidikan dalam pembuatan
instrumen evaluasi sebagai penilaian terhadap hasil belajar peserta didik sehingga diperoleh
instrumen yang memiliki validitas dan reabilitas tinggi. Bagi kepala sekolah dapat dijadikan
sebagai bahan masukan untuk supervisi terhadap program pengajaran dan kinerja pendidik.

BAB II
A.    Deskripsi Teori
1.      Pengertian Perkembangan
Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
proses yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Sedangkan dalam pentuk
perkembangan anaka itu sendiri, akan membentuk kepribadian anak, kepribadian adalah cirri
atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-
bentukan yang diterima oleh lingkungan. Proses perkembangan pada diri individu yang
sedang mengalami proses pendidikan perlu dipahami oleh para pendidik. Apakah peserta
didik mengalami perkembangan atau sebaliknya.
Tanggung jawab terhadap perkembangan individu sebagai peserta didik menjadi bagian
dari kehidupan pendidik. Individu dengan cirri-cirinya yang khas, akan terus mengalami
perkembangan yang meliputi aspek fisik, kognitif, emosi, moral, dan agama.
2.      Pengertian Anak yang kurang berprestasi
Bangsa kita terus berusaha mencari cara yang lebih baik untuk mendidik anak-anaknya.
Studi yang bersifat nasional dan komisi dasar secara rutin melaporkan data statistik
menyedihkan mengenai kurangnya dasar kecakapan yang dimiliki oleh anak, kurangnya
pengetahuan tentang ilmu, pemikiran kritis yang tidak cukup, dan kemampuan pemecahan
masalah yang rendah, serta kurangnya kesiapan umur untuk memasuki jenjang pendidikan.
Sebagai contoh : “Seorang anak pulang dari sekolah dengan wajah cemberut. Dia langsung
masuk ke kamarnya dan tidak keluar sampai sore hari. Dimas membayangkan ayahnya akan
marah besar karena mendapat nilai ulangannya buruk.”
Hasil evaluasi anak yang buruk sering membuat orang tua marah bahkan ada yang sampai
menghukum anaknya. Macam-macam jenis hukumannya, tidak boleh main keluar hingga
satu minggu, atau tidak mendapatkan uang saku selama satu minggu, hingga menghukum
secara fisik dan psikologis.
Saat hasil evaluasinya buruk, anak akan dirundung cemas dan ketakutan kepada orang
tuanya. Lebih dari itu anak bagaikan memakan buah simalakama. Ulangan dilaporkan orang
tua dihukum, tidak dilaporkan juga dihukum oleh pendidik. Jika pada akhirnya anak mencari
jalan penyelamatan diri, memalsu tanda tangan orang tua.
Jika usaha pemalsuan itu berhasil. Anak akan melakukan hal tersebut secara terus
menerus sampai tiba saatnya semua terbongkar. Pasti terbongkar, karena orang tua tidak tahu
kalau anaknya mendapat nilai jelek, orang tua mengira anaknya dalam keadaan baik-baik
saja. Sementara pendidik juga tidak marah, dan mengira ketidak mampuan anak sudah
diketahui oleh orang tuanya. Bisa jadi pendidik berpendapat bahwa orang tua tidak keberatan
dengan hasil evaluasi yang buruk.
Kemudian urusan nilai yang dipalsukan menjadi besar ketika orang tua yang merasa
anaknya baik-baik saja, tidak naik kelas. Pendidik tidak mau disalahkan karena orang tua
sudah menerima dan menandatangani hasil evaluasi si anak. Akhirnya orang tua begitu
kecewa. Marah. Malu.
Setiap orang tua pasti memiliki keinginan bahwa anaknya akan mencetak prestasi lebih
tinggi dari teman-temannya. Hal ini naluri yang biasa. Oleh karena itu jika kemudian demi
prestasi anak orang tua tidak segan-segan untuk menyikasa anaknya dengan berbagai les,
bahkan pasal berlapis jika anaknya ‘gagal’.
Ada satu pertanyaan, sebenarnya siapa yang menginginkan prestasi? Menurut seorang
psikolog, prestasi adalah perwujudan dari bakat dan kemampuan. Bakat merupakan
kemampuan bawaan yang berupa potensi. Potensi sudah ada di dalam diri, tetapi jika tidak
dilatih dan dikembangkan, maka tidak akan mendatangkan manfaat apa pun.
Kemampuan merupakan daya atau kesanggupan melakukan suatu tindakan. Kemampuan
ini didapat dari hasil pembawaan dan latihan. Kenyataannya, walau seorang anak memiliki
bakat dan kemampuan, tidak mudah membuat seorang anak berprestasi.
Banyak kenyataan di luar diri anak yang membuat kedua hal itu tidak muncul. Kenyataan
paling jelas adalah kenyataan keluarga, kenyataan media, dan kenyataan sekolah. Kenyataan-
kenyataan tersebut harus dilihat secara keseluruhan. Misalnya di rumah, bila setiap hari sang
anak mendapatkan gizi yang baik dan rangsangan yang tinggi dari keluarganya, anak bisa
berkembang dengan cepat dan cerdas.
Akan tetapi jika orang tua menuntut segala sesuatu dengan standar tinggi, begitu
tingginya sampai tidak satu pun anak bisa menjangkaunya. Anak tidak diberi kesempatan
untuk sekali-kali merasakan hal-hal di bawah standar yang ditetapkan. Jika prestasi anak
dibawah standar, maka akan mendapat hukuman.
Dari sini sudah bisa dipahami bahwa sebenarnya yang membutuhkan prestasi anak adalah
orang tua. Hal ini normal, karena tak seoarang tuapun yang ingin anaknya survive. Jika ingin
survive dalam kehidupan ya harus berani bertarung dalam carut-marut ekonomi. Hanya saja
pendekatan untuk mengejar prestasi anak, orang tua sering kelewatan. Prestasi itu bukan
sesuatu yang penting, menjadi penting ketika alat-alat industri yang menginginkan ketepatan,
efisien, dan angka-angka yang sebenarnya datangnya bisa dari mana saja.
Pola asuh yang salah pada anak akan bisa menyebabkan anak berperilaku negatif.
Perilaku negatif ini banyak macamnya.  Yang sering terjadi adalah anak menjadi anak yang
pembangkang, senang berbuat kerusakkan dan sering tidak patuh kepada orang tua.  Apabila
hal tersebut menimpa pada anak, bisa jadi penyebabnya adalah dari faktor orang tua yang
salah dalam mendidiknya.  Karena mau tidak mau orang tua berperan dalam pengasuhan
anak.
Perilaku buruk yang dilakukan seorang anak akan menjadi bahan perhatian semua pihak.
Akan banyak pihak yang membicarakan atau menanyakan kenapa si anak bisa berperilaku
seburuk itu.  Hal yang paling sering terjadi penyebabnya adalah dari faktor perhatian orang
tua kepada anaknya.  orang tua harus bertanggung jawab atas perilaku buruk yang dilakukan
anaknya.
Oleh karena itu, seorang anak adalah pembawa kehormatan keluarga.  Apabila anak bisa
berperilaku baik maka orang tuanyalah yang akan mendapat nilai lebih, namun sebaliknya
pula jikalau sang anak malah banyak membuat kekacauan maka yang akan mendapat nilai
jelek tentunya orang tuanya juga.
Ada beberapa penyebab kenapa anak bisa menjadi anak yang berperilaku buruk,
diantaranya adalah sebagai berikut
1.      Orang tua membiarkan anaknya berbuat kesalahan tanpa memberikan nasehat dan
bimbingan.
2.      Para orang tua tidak apresiatif terhadap kemauan dan prestasi anak.
3.      Kebiasaan orang tua yang selalu melarang anak tanpa diberi penjelasan.
4.      Orang tua menuntut berlebihan kepada anak tanpa melihat kapasitas dan kemampuannya.
5.      Selalu mengabulkan apa yang dipinta anak tanpa melihat manfaatnya terutama buat
perkembangannya.
6.      Orang tua tidak bisa memberikan contoh di dalam lingkup keluarga.
7.      Orang tua ringan tangan kepada anak dan melakukan kekerasan kepada anak apabila tidak
sesuai dengan kemauan orang tua.
Agar anak menjadi anak yang baik serta berbakti kepada orang tua diperlukan kerja sama
yang baik antara ayah dan ibu selaku orang tua.  Orang tua memang juga banyak kelemahan,
akan tetapi dengan kerjasama yang baik antara ayah dan ibu akan dapat saling menutupi
kekurangan. Anak adalah hasil dari pola asuh orang tua, oleh sebab itu setiap orang tua
bertanggung jawab atas apa yang telah diberikan kepada anak.

B.     Rencana Penelitian


Gantt Chart
Kegiatan
Pengumpulan
data
Analisis data
Desain
Program
Testing
Laporan
Implementasi
Minggu ke 1 2 3 4 5 6 7 8

C.     Pengajuan Hipotesis


Ho = Tidak ada hubungan antara anak jenius dan angka yang jelek, baik dari peran orang tua,
pendidik, dan lingkungan yang membentuk anak jenius memperoleh angka yang jelek.
Ha = Ada hubungan antara anak jenius mendapat angka yang jelek, baik dari peran orang tua,
pendidik, dan lingkungan.
D.    Metode Penelitian
Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural
sesuai dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulalsi, serta data yang
dikumpulkan terutama data kualitatif. Proses penelitian yang dimaksud antara lain melakukan
observasi terhadap orang dalam kehidupannya sehari-hari, berinteraksi dengan mereka, dan
berupaya memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia disekitarnya. Untuk itu,
peneliti harus terjun langsung kelapangan dengan waktu yang cukup lama.
Daftar pustaka
Arifin, Zainal. 2011.Penelitian Pendidikan Metode Paradigma Baru. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.

Nurhisan, Achmad Junika dan mubiar agustin. 2011. Dinamika Perkembangan Anak dan
Remaja : Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan.Bandung : PT. Refika Aditama

Rimm, Sylvia. 1997. Why Bright Kids Get Poor Grades. Jakarta : PT.Grasindo.

Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral Intelektual, Emosional, dan
Sosial Sebagai Wujud Integritas membangun Jati Diri. Jakarta : PT. Bumi Raksa

http://www.otakunggul.com/ ( Diunduh tanggal 04 Januari 2013)


http://persahabatanindahnya.wordpress.com/2012/07/20/nilai-anak-jelek-haruskah-disikapi-
dengan-emosi/ ( diunduh tanggal 04 januari 2013)
http://www.timothywibowo.com/blog/tiga-misteri-dibalik-nilai-anak-yang-hancur/ (diunduh
10 Januari 2013)

Anda mungkin juga menyukai