Anda di halaman 1dari 18

Assalamualaikum

wr.wb.
Nama : Hindun Rifngatunnisa
NIM : 19/AFM/021
PENELITIAN
PENGGUNAAN
ANTI BUIH Azis Tejpan 2013, menyatakan bahwa buih terjadi karena pengaruh
TERHADAP adanya intervensi udara yang besar kedalam cairan. Akibatnya buih
DETERJEN akan terjadi dengan adanya substansi di dalam cairan yang
menurunkan tegangan permukaan cairan dan mengurangi
(DEGREASING pekerjaan yang harus di laksanakan untuk memperluas permukaan.
AGENT) DAN Yang berhubungan erat dengan kecepatan pembentukan buih suatu
PENGOLAHAN AIR cairan adalah stabilitas buih itu sendiri. Apabila tegangan
permukaan cairan cenderung konstan untuk mengurangi tegangan
LIMBAH INDUSTRI permukaan, maka tegangan permukaan rendah akan menimbulkan
PENYAMAKAN buih yang stabil (Watson E.G. 2011).
KULIT
PENELITIAN Buih tidak akan menjadi masalah apabila segera pecah setelah
PENGGUNAAN ANTI mencapai permukaan air. Namun pada prakteknya buih sering kali
BUIH TERHADAP tidak segera pecah, dan bahkan ikut terbawa aliran air.sungai,
DETERJEN sehingga mengganggu pemandangan. Buih dalam unit pengolahan
air limbah dapat mengganggu proses pengolahannya, terutama
(DEGREASING untuk proses biologi. Terjadinya buih yang berlebihan di permukaan
AGENT) DAN air akan menghambat proses sirkulasi udara dan juga mengganggu
PENGOLAHAN AIR masuknya sinar matahari yang dibutuhkan untuk perkembangan
LIMBAH INDUSTRI mikrobia dalam lumpur aktif, sehingga juga mengganggu
PENYAMAKAN KULIT perkembangan mikrobia (Manh, L.D, 2008).
Azis (2011), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan buih ialah
dispersi gas dalam cairan seperti biasa terjadi dalam air yang
mendidih. Seperti halnya emulsi dan suspensi, maka buih
merupakan penyebaran gas dalam cairan yang berkelanjutan.
Secara umum luas jarak antara sebaran dengan phase berkelanjutan
(continous phase) adalah besar. Faktor yang menstabilkan untuk
dispersi adalah sifat tegangan permukaan, gerakan suhu partikel,
resistensi medium, elastisitas permukaan yang tinggi dari partikel
cairan dan films (Savarino, 2010)
Anti buih digunakan juga dalam produk-produk seperti sabun,
minuman dsb. Sering kali minyak dicampurkan dalam bahan
surfaktan, sehingga dapat mencegah timbulnya buih, seperti
misalnya penggunaan minyak silicon sebagai hair conditioner dalam
shampo. Dikatakan lebih lanjut bahwa pengaruh mekanisme
perusakan buih oleh anti buih dari minyak tidak sepenuhnya
dimengerti dan merupakan subyek penelitian yang intensif.(Ponda,
2013)
PENELITIAN
PENGGUNAAN ANTI Dalam penelitian ini digunakan bahan yang meliputi surfaktan
BUIH TERHADAP (degreasing agent/deterjen), dan anti buih yang diperoleh dari
beberapa industri penyamakan kulit serta air limbah kulit dan
DETERJEN lumpur aktif. Surfaktan yang dimaksud adalah neopalin, gelon PK,
(DEGREASING teepol, dan tergolik A. Sedangkan anti buih yang dimaksud ada dua
AGENT) DAN jenis yaitu: Anti buih Defoamer 5050 dan anti buih Silicone.
PENGOLAHAN AIR Peralatan yang digunakan adalah Gelas ukur, pipet volume,
LIMBAH INDUSTRI pengaduk dan peralatan gelas lainnya.
PENYAMAKAN KULIT
Pertama-tama adalah kharakterisasi terhadap bahan deterjen
(Neopalin, Gelon PK, Teepol dan Tergolik A) yakni. dengan
diperlakukannya penambahan anti buih (demoamer 5050 dan anti
buih silicone), dengan cara membuat larutan yang terdiri dari
surfaktan/deterjen dalam akuades dengan konsentrasi 0,1%; 0,2%
dan 0,3%. Ambil dan masukkan 200 ml larutan tersebut ke dalam
labu ukur volume 1000 ml, selanjutnya diberi udara agar terjadi
CARA KERJA buih. Buih yang terjadi diamati setiap dua menit, dan ke dalam labu
ukur tersebut ditambahkan 3 tetes bahan anti buih.
Volume buih yang terjadi dicatat pada setiap pengamatan dan
perlakuan yang satu dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Pengamatan dihentikan setelah volume buih konstan. Selanjutnya
anti buih diuji cobakan terhadap air limbah kulit yang diberi lumpur
aktif yang divariasi dan diaerasi agar keluar buih.
Hasil
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa, pada
penggunaan neopalin 0,1% pada awal perlakuan
hanya menimbulkan buih sebesar 30 ml, selanjutnya
dengan penambahan 3 tetes anti buih pada interval
waktu 2 menit volume buih menurun. Pada
pengamatan 8 menit perlakuan dengan
penambahan 12 tetes anti buih, terlihat buih yang
terjadi hanya sekitar 5 ml, dan keadaan ini konstan
hingga akhir percobaan, yakni pada pengamatan 14
menit. Perlu diketahui bahwa sejak pengamatan ke
IV (8 menit), pada percobaan dengan menggunakan
neopalin ini sudah tidak lagi ada penambahan anti
buih.
Gambar 2
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada
penggunaan neopalin 0,2% buih yang timbul
pada 2 menit pertama, adalah sebesar 600 ml,
selanjutnya dengan penambahan anti buih
sebanyak 3 tetes setiap interval waktu 2 menit,
terlihat volume buih semakin menurun. Pada
pengamatan ke 13 atau selama 26 menit
perlakuan buih kelihatan stabil sampai akhir
percobaan yaitu pada 2 ml. Dengan kata lain
penggunaan anti buih defoamer 5050 0,2 %
masih lebih baik dari pada penggunaan neopalin
0,1 %.
Gambar 3
Dari gambar 3 diatas dapat dilihat bahwa: pada
penggunaan neopalin 0,3% buih yang timbul
pada 2 menit pertama, adalah sebesar 50 ml.
Selanjutnya volume buih semakin menurun
menjadi 5 ml dan stabil setelah 24 menit
pengamatan, sampai akhir pengamatan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 4 jenis deterjen
yang digunakan terlihat Teepol menghasilkan buih paling sedikit
dan tidak sebanyak seperti deterjen yang lain. Besarnya volume
buih setiap deterjen secara kwantitatif dan kwalitatif tidak sama.
Hal ini menunjukkan bahwa bahan penyusun atau komponen
deterjen yang satu berbeda dengan yang lain, sehingga
mengakibatkan kelakuan yang berbeda dari setiap deterjen, walau
pada perlakuan yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Xia He
Pembahasan (2011) yang menyatakan bahwa terbentuknya buih sangat
dipengaruhi oleh komponen penyusun deterjen, media dan
aerasinya. Semakin besar jumlah zat aktif pembentuk buih, semakin
banyak buih yang terbentuk. Semakin besar udara atau oksigen
yang dihembuskan kedalam media akan semakin besar volume
buih. Demikian pula apabila dalam media terdapat banyak
kandungan protein, lemak, karbohidrat, dan minyak maka
kemungkinan akan timbul buih sangat besar.
a. Penggunaan anti buih Defoamer 5050 terhadap deterjen dengan
konsentrasi 0,1% dapat menurunkan terjadinya buih bervariasi antara
75 – 98% dalam waktu kurang dari 20 menit, dengan pemakaian anti
buih 12 tetes.
b. Pemakaian teepol pada konsentrasi 0,1 %, tidak menimbulkan
buih. Pada awal perlakuan buih paling besar terjadi pada penggunaan
tergolik A yaitu sebesar 650 ml dan stabil pada 10 ml.
c. Penggunaan anti buih Defoamer 5050 terhadap deterjen dengan
konsentrasi 0,2% dapat menurunkan terjadinya buih bervariasi 95 –
100%. Pada umumnya volume buih sudah mulai konstan/stabil pada
pengamatan 16 menit.
d. Penggunaan anti buih Defoamer 5050 terhadap deterjen dengan
konsentrasi 0,3% dapat menurunkan terjadinya buih bervariasi 90 –
100%. Buih yang terjadi tertinggi pada perlakuan deterjen Gelon PK
yaitu sebesar 250 ml. Penghilangan buih baru kelihatan jelas pada
pengamatan ke VI (setelah 32 menit perlakuan). Volume buih
terendah terjadi pada perlakuan dengan Teepol.
Berdasarkan atas hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Semua zat anti buih pada dasarnya dapat mengurangi buih.
b. Degreasing agent yang banyak menimbulkan buih adalah
Tergolik A, dan yang paling sedikit menimbulkan buih adalah Teepol
dan buihnya paling mudah diatasi.
Kesimpulan c. Anti buih Defoamer 5050 mempunyai pengaruh menurunkan
volume buih lebih baik dibanding anti buih silicon
d. Pemberian anti buih defoamer 5050 pada air limbah kulit
mempunyai volume buih terkecil pada penambahan lumpur aktif
sebesar 50 ml. e. Semakin banyak lumpur aktif yang digunakan
pada penggunaan anti buih silicon . maka buih yang
ditimbulkan.semakin sedikit.
Azis T, Holt, L, keener, K, Groninger J, (2011), Performance of Grease
Abatement Devices for Removal of Fat oil, and Grease, “ J
Environ Eng 137(1) 84-92
Azis T , (2013), Fat, Oil and Grease in pipelines and sewer cost
billions in repair, Industrial water World England
Brian Kiepper , 2011, Characterization 0f Spent Fat, oil and Grease,
Daftar pustaka Collecge of Agricultural & Environmental Sciences department
of Biological & Agricultural Engeerin, Atlanta.
Chantraine, F et all. 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The
Dissolution and Mechanical Properties of Detergent Tablets :
How to Control Interfaces by Surfactan Localization. Journal of
Surfactan and Detergent. 12:59-71.
Referensi https://youtu.be/-Vv-dlEU0iU

video

Anda mungkin juga menyukai