Anda di halaman 1dari 27

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2019/2020

MODUL : Koagulasi-Flokulasi
PEMBIMBING : Irwan Hidayatulloh S.T, M.T

Praktikum : 01 September 2019


Penyerahan Laporan : 08 Oktober 2019

Oleh :

Kelompok : VII (Tujuh)


Nama : 1. Sahrul Mulyadi NIM 171411025
2. Sherly Dea Y.L NIM 171411026
3. Teguh Fatwa P NIM 171411027
Kelas : 3A – D3 Teknik Kimia

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri rumah tangga secara pesat di Indonesia dewasa ini
mengakibatkan masalah pencemaran lingkungan terutama pencemaran lingkungan
perairan. Industri rumah tangga kebanyakan tidak memperhatikan sistem
pembuangan limbah. Limbah biasanya langsung dibuang ke badan air tanpa
mengalami pengolahan terlebih dahulu.
Pemerintah saat ini sangat menekankan adanya kesadaran bagi industri yang
sudah beroperasi dan yang akan dibangun agar air limbah yang dibuang ke perairan
harus memenuhi standar baku mutu yang telah ditentukan dalam Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 06 tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Industri. Salah satu industri rumah tangga yang menimbulkan pencemaran
lingkungan perairan adalah industri Jasa Cuci (laundry). Limbah cair hasil laundry
merupakan limbah organik dan anorganik yang berasal dari pencucian pakaian
dengan bahan pembersih pakaian. Air limbah ini bila dilihat dari komposisi
kimianya masih mengandung surfaktan, builders (senyawa fosfat), dan bahan aditif
(pemutih dan pewangi) (Yuliani. L, Purwanti 2012: hal 822). Polutan tersebut
umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut. Sebelum dibuang ke lingkungan,
limbah cair industri harus diolah untuk melindungi keselamatan masyarakat dan
kualias lingkungan sekitarnya. Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk
menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-
kadang juga untuk menyisihkan unsur hara (nutrient) berupa nitrogen dan fosfor
(Departemen Perindustrian, 2007).
Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair
industri tahu diantaranya termasuk koagulasi dan flokulasi. Untuk mengatasi
permasalahan limbah cair tahu di atas dapat dilakukan pengolahan dengan metode
koagulasi dan flokulasi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mempraktikan proses koagulasi dan flokulasi.
1.2.2 Mengamati terjadinya proses koagulasi dan flokulasi.
1.2.3 Mengamati karakteristik proses koagulasi dan flokulasi pada
berbagai jenis air baku.
1.2.4 Menentukan dosis terbaik dalam melakukan proses koagulasi dan
flokulasi.
BAB II
LANDASAN TEORI

Koagulasi adalah dicampurkannya koagulan dengan pengadukan secara


cepat guna mendestabilisasi koloid dan solid tersuspensi yang halus dan massa inti
partikel kemudian membentuk jonjot mikro (mikro flok). Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi proses koagulasi sebagai berikut :
a. Suhu Air
Bila suhu air diturunkan, maka besarnya daerah pH yang optimum pada
proses koagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.
b. Derajat Keasaman (pH)
Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH
yang optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang
berbeda satu sama lainnya.
c. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan berdasarkan pada pertimbangan segi ekonomis
dan daya efektivitas daripada koagulan dalam membentuk flok. Koagulan
dalam bentuk larutan lebih efektif disbanding koagulan dalam bentuk
serbuk atau butiran.
d. Kadar Ion Terlarut
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu
pengaruh anion lebih besar daripada kation. Dengan demikian ion natrium,
kalsium, dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
proses koagulasi
e. Tingkat Kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan yang rendah proses destabilisasi akan sukar terjadi.
Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi
akan berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis
koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif.
f. Dosis Koagulan
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi
sangat tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan. Bila pembubuhan
koagulan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan
inti flok akan berjalan dengan baik.
g. Kecepatan Pengadukan
Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok.
Bila pengadukan terlalu lambat mengakibatkan lambatnya flok terbentuk
dan berlaku sebaliknya.
h. Alkalinitas
Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi
dalam air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan
menghasilkan ion hidroksida pada reaksi hidrolisis koagulan.
Flokulasi adalah pengadukan perlahan terhadap larutan jonjot mikro yang
menghasilkan jonjot besar dan kemudian mengendap secara cepat. Ada dua jenis
proses flokulasi yaitu :
a. Flokulasi Perikinetik
Flok yang diakibatkan oleh adanya gerak thermal (panas) yang dikenal
sebagai gerak brown. Gerak acak dari partikel-partikel koloid yang
ditimbulkan karena adanya tumbukan molekul-molekul air akan
mengakibatkan terjadinya gabungan antar partikel lebih sangat kecil 1 < 100
milimikron.
b. Flokulasi Orthokinetik
Yaitu suatu proses terbentuknya flok yang diakibatkan oleh terbentuknya
gerak media (air) misalnya pengadukan.
Proses koagulasi-flokulasi merupakan salah satu cara pengolahan limbah
cair untuk menghilangkan partikel-partikel yang terdapat didalamnya. Pada
pengolahan air setelah dilakukan koagulasi dan flokulasi maka partikel-partikel
padat yang terbentuk dipisahkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

Percobaan ini dilakukan dalam skala laboratorium dan dilaksanakan di


Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Bandung.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Pada percobaan ini memerlukan alat jartest, turbidimeter, pH meter,
kerucut imhoff, gelas kimia 1000 mL, gelas kimia 100 mL, pipet
ukur 10 mL, dan bola hisap.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu air baku
berupa air limbah laundry, tawas [Al2(SO4)3] 1%, PAC, FeCl3
3.2 Prosedur Kerja

Siapkan semua peralatan, bahan kimia, dan air baku.

Aduk air baku yang diukur kekeruhannya.

Kedalam masing-masing gelas kimia 1000 mL masukan 800 mL air baku.

Kedalam masing-masing air baku didalam gelas kimia 1000 mL


ditambahkan koagulan dengan variasi volum yang berbeda tiap gelas.

Lakukan pengadukan pada JARTEST pada kecepatan putar 100 rpm


selama 1 menit

Tambahkan dalam masing-masing gelas flokulan aquclear 3 mL 0,1 %.

Lanjutkan dengan kecepatan putar 60 rpm selama 10 menit.

Tuangkan masing-masing air yang sudah diflokulasi kedalam kerucut


imhoff dan biarkan mengendap selama 1 jam.
Ukur kekeruhan masing-masing air yang telah diendapkian dalam kerucut
Imhoff.

Catat tinggi endapan dari masing-masing kerucut.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Praktikum


a. Tawas
pH awal air limbah : 8
kekeruhan awal : 110,4 NTU

Kurva Waktu Pengendapan terhadap Tinggi


Endapan
7
6
Tinggi Endapan

5 100 ppm
4 125 ppm
3 150 ppm
2 175 ppm
1 200 ppm
0 225 ppm
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu Pengendapan (menit)

Kurva 1 waktu pengendapan terhadap tinggi endapan

Kurva Dosis Koagulan terhadap Kekeruhan


120

100
Kekeruhan (NTU)

80

60

40

20

0
0 50 100 150 200 250
Dosis Koagulan (ppm)

Kurva 2 dosis koagulan terhadap kekeruhan


b. PAC
pH awal air limbah : 8
kekeruhan awal : 110,4 NTU

Kurva Waktu Pengendapan terhadap Tinggi


Endapan
14
100 ppm
Tinggi Endapan(cm) 12
150 ppm
10
200 ppm
8
250 ppm
6
300 ppm
4
350 ppm
2
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu Pengendapan (menit)

Kurva 3 waktu pengendapan terhadap tinggi endapan

Kurva Dosis Koagulan terhadap Kekeruhan


120

100
Kekeruhan (NTU)

80

60

40

20

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Dosis Koagulan (ppm)

Kurva 4 dosis koagulan terhadap kekeruhan


4.2. Pembahasan
4.2.1. Sahrul Mulyadi (171411025)
Pada praktikum kali ini digunakan air limbah yaitu berupa limbah
air cucian laundry yang memiliki warna keruh tetapi hanya terdapat
sedikit endapan di dasar air. Yang membuat air berwarna keruh yaitu
padatan tersuspensi dan partikel koloid.
Partikel koloid sulit mengendap secara gravitasi karena partikel
koloid bersifat stabil yang disebabkan oleh gaya van der walls, dimana
gaya tersebut merupakan gaya tarik-menarik antara dua massa yang
besarnya tergantung jarak antara keduanya. Selain itu, partikel koloid
juga mempunyai gaya elektrostatik yang menjaga agar partikel tersebut
stabil, sehingga diperlukan pengolahan yang bisa mendestabilkan koloid
yaitu proses koagulasi-flokulasi.
Koagulasi merupakan proses destabiliasi koloid menggunakan
koagulan dan pengadukan cepat selama satu menit. Dari pengamatan
selama praktikum, pada proses kaogulasi terbentuk flok-flok yang kecil.
Setelah itu dilakukan proses flokulasi dengan menambahkan flokulan,
penambahan flokulan ini bertujuan untuk menyatukan flok-flok kecil
yang terbentuk supaya menjadi lebih besar. Pada proses flokulan
pengadukan dilakukan pada rpm rendah dengan waktu yang lama, hal
ini dilakukan supaya flok-flok kecil yang terbentuk dari hasil koagulasi
tidak hancur.
Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan pada jartest. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui dosis optimum koagulan. Koagulan yang
digunakan yaitu tawas dan PAC sedangkan flokulan yang digunakan
yaitu poliakrilamid. Variasi dosis koagulan tawas yang digunakan yaitu
100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 175 ppm, 200 ppm, dan 225 ppm. Untuk
variasi dosis koagulan PAC yang digunakan sedikit berbeda dengan
tawas yaitu 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, 300 ppm dan 350
ppm. Sedangkan flokulan yang digunakan sama untuk semua jenis
variasi yaitu 3 ml poliakrilamid 0,01%.
Pertama air limbah diukur pH dan kekeruhan awalnya lalu
dimasukkan ke dalam 6 gelas kimia 1000 ml yang disediakan sebanyak
800 ml dan dimasukkan ke jartest. Koagulan dengan variasi yang
berbeda dimasukkan secara bersamaan lalu pengadukan dinyalakan
dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit. Setelah itu ditambahkan
flokulan secara bersamaan dan pengaduk dinyalakan kembali dengan
kecepatan 60 rpm selama 10 menit.
Dari grafik waktu pengendapan terhadap ketinggian endapan
dengan variasi dosis koagulan tawas yang berbeda, dapat disimpulkan
bahwa kecepatan pengendapan tertinggi didapatkan pada dosis 225 rpm
yaitu dengan ketinggian 6 cm pada menit ke 60, dosis tersebut
merupakan dosis terbaik yang ditambakan pada proses jartest ini.
Sedangkan dari grafik dosis koagulan tawas terhadap kekeruhan dapat
disimpulkan bahwa pada dosis 225 ppm juga merupakan dosis terbaik,
karena nilai kekeruhan yang dihasilkan lebih rendah daripada dosis
koagulan tawas yang lain yaitu dengan efisiensi penurunan kekeruhan
51,01%. Hasil tersebut bisa dibilang cukup rendah, hal tersebut bisa
diatasi dengan menambahkan dosis koagulan.
Dari grafik waktu pengendapan terhadap ketinggian endapan
dengan variasi dosis koagulan PAC yang berbeda, dapat diketahui
bahwa pada dosis kaogulan PAC 300 memiliki ketinggian endapan 12
cm pada menit ke 60. Ketinggian endapan pada dosis 300 ppm
merupakan yang paling tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa dosis
300 ppm merupakan dosis terbaik yang ditambahkan pada jartest ini.
Sedangkan dari grafik dosis koagulan tawas terhadap kekeruhan dapat
disimpulkan bahwa pada dosis 350 rpm juga merupakan dosis terbaik,
karena nilai kekeruhan yang dihasilkan lebih rendah daripada dosis
koagulan PAC yang lain yaitu dengan efisiensi penurunan kekeruhan
92,68%.
Dilihat dari hasil koagulasi-flokulasi dangan menggunakan
koagulan tawas dan koagulasi-flokulasi dengan menggunakan koagulan
PAC, pada dosis yang sama koagulan PAC memiliki efisiensi
pengolahan yang lebih baik daripada koagulan tawas, pada dosis 100
ppm, koagulan PAC memiliki efisiensi pengolahan 15,51% sedangkan
pada dosis koagulan tawas memiliki efisiensi pengolahan 8,24%. Hal ini
berlaku pada variasi dosis yang lain, sehingga bisa dibilang koagulan
PAC lebih baik daripada koagulan tawas, hal ini terjadi karena PAC
mengalami hidrolisis lebih mudah dibandingkan tawas, mengeluarkan
polihidroksida yang memiliki rantai molekul panjang dan muatan listrik
besar dari air limbah sehingga membantu memaksimalkan gaya fisis
dalam proses flokulasi (Malhotra 1994).
Dari hasil praktikum dapat diketahui hal yang mempengaruhi proses
koagulasi-flokulasi yaitu diantaranya dosis koagulan, jenis koagulan
dan pH. Pada proses ini limbah laundry memiliki pH 9, nilai pH tersebut
masuk kedalam rentang pH optimum untuk proses koagulasi-flokulasi
baik itu untuk koagulasn tawas maupun koagulan PAC.

4.2.2. Sherly Dea Yolandita Lukman (171411026)


Pada praktikum ini dilakukan proses pengolahan air baku dengan
metode koagulasi dan flokulasi. Metode koagulasi ini merupakan
metode pengolahan air dimana koagulan akan membentuk padatan
tersuspensi menjadi jonjot mikro atau mikro flok. Hal ini terjadi karena
koagulan yang ditambahkan akan berikatan dengan air baku sehingga
menyebarkan ion kedalam padatan tersuspensi yang terdapat pada air
baku sehingga terjadi ikatan kimia membentuk flok-flok mikro. Padatan
tersuspensi ini merupakan produk mineral-mineral alam seperti tanah
liat, lumpur dan sebagainya atau berasal dari organic / penguraian
tanaman atau hewan (Rosariawari:Vol 5.1). Sedangkan metode
flokulasi ini merupakan metode pengolahan air dimana mikro flok yang
sudah terbentuk akibat dari proses koagulasi akan bersatu menjadi flok-
flok besar lalu kemudian mengendap.
Air baku yang digunakan pada saat praktikum yaitu air limbah
laundry yang praktikan dapat dari tempat laundry di dekat kampus
politeknik negeri bandung. Ada 2 koagulan yang digunakan yaitu tawas
[Al2(SO4)3] dan PAC (Poly Alumunium Chloride). Sedangkan flokulan
yang digunakan yaitu flokulan poliakrilamid 0,01 %. Koagulan yang
digunakan dosisnya divariasikan. Untuk koagulan tawas [Al2(SO4)3]
dosis yang digunakan yaitu 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 175 ppm, 200
ppm dan 225 ppm. Untuk koagulan Poly Alumunium Chloride dosis
yang digunakan yaitu 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, 300 ppm,
dan 350 ppm. Sedangkan untuk flokulan poliakrilamid yang
ditambahkan untuk setiap gelas kimia sama banyak jumlahnya sebanyak
3 mL.
Proses pertama yaitu merupakan proses koagulasi. Proses ini
dilakukan pada kecepatan putar pengaduk tinggi dalam waktu satu
menit. Kecepatan putar pengaduk yang digunakan yaitu sebesar 100
rpm. Pengadukan cepat ini ditujukan agar kondisi homogen antara air
baku limbah laundry dengan koagulan cepat tercapai. Pada proses ini
perlu diperhatikan nilai pH dari air baku yang sudah ditambah koagulan.
pH dari air baku ini tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena
jika pH terlalu tinggi atau terlalu rendah maka padatan tersuspensi akan
sulit untuk membentuk flok-flok mikro sehingga kebutuhan koagulan
untuk mengikat padatan tersuspensi menjadi besar dan mengakibatkan
bertambahnya biaya operasi. pH optimum untuk koagulan tawas
[Al2(SO4)3] yaitu berkisar 6,0 - 8,0. Sedangkan pH optimum untuk
koagulan PAC yaitu berkisar 4,5 - 7,0. Dari pengamatan praktikan pada
proses pembentukan flok-flok mikro menggunakan koagulan tawas
[Al2(SO4)3] lebih lambat jika dibandingkan dengan proses pembentukan
flok-flok mikro menggunakan koagulan PAC.
Proses kedua yaitu proses flokulasi. Proses ini dilakukan pada
kecepatan putar pengaduk rendah dalam waktu 10 menit. Kecepatan
putar pengaduk yang digunakan yaitu sebesar 60 rpm. Pengadukan
lambat pada proses ini ditujukan untuk meningkatkan saling hubung
antar flok-flok mikro yang sudah terbentuk pada proses koagulasi yang
goyah sehingga meningkatkan penyatuannya (aglomerasi) dimana flok
makro yang terbentuk dari proses flokulasi ini nantinya akan diendapkan
selama 1 jam serta dilakukan pengukuran ketinggian dan volumenya
setiap 5 menit.
Dari hasil praktikum, dapat dilihat bahwa semakin besar dosis
koagulan yang digunakan maka akan semakin besar volume dan
ketinggian endapan yang terbentuk. Hal ini berlaku untuk koagulan
tawas [Al2(SO4)3] dan juga koagulan PAC. Selain itu, dapat dilihat juga
bahwa untuk dosis koagulan yang sama menggunakan koagulan yang
berbeda, maka akan berbeda hasilnya juga. Seperti pada dosis koagulan
100 ppm, volume dan tinggi endapan yang terbentuk dari proses
koagulasi menggunakan koagulan tawas lebih sedikit dibanding volume
dan tinggi endapan yang terbentuk dari proses koagulasi menggunakan
koagulan PAC. Untuk waktu yang dibutuhkan pun lebih cepat pada
koagulan PAC. Hal ini disebabkan karena PAC memiliki muatan listrik
positif yang tinggi sehingga PAC dapat dengan mudah menetralkan
muatan listrik pada permukaan padatan tersuspensi dan dapat mengatasi
serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai
sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel-partikel padatan
tersuspensi tersebut saling mendekat dan membentuk gumpalan / massa
yang lebih besar.
Karakterisasi air dilakukan terhadap salah satu sifat penting yaitu
kekeruhan. Analisis kekeruhan dilakukan pada keadaan awal air baku
limbah laundry dan keadaan akhir setelah dilakukan proses koagulasi
serta flokulasi. Untuk menguji tingkat kekeruhan air baku ini digunakan
alat turbidimeter yang sudah dikalibrasi sebelumnya. Dari hasil analisis,
diperoleh nilai kekeruhan kondisi awal air baku yaitu 110,4 NTU dan
nilai kekeruhan kondisi akhir air baku setelah pengolahan seperti tertera
pada tabel 7 dan tabel 14. Nilai kekeruhan ini berbanding terbalik
dengan besarnya dosis koagulan yg digunakan. Semakin besar dosis
koagulan maka semakin kecil nilai kekeruhan yang mengindikasikan
semakin jernih air di peroleh. Dari hasil perhitungan diperoleh efisiensi
pengolahan terbesar yaitu pada penggunaan koagulan PAC dengan dosis
350 ppm sebesar 92,68 %. Nilai efisiensi ini sudah termasuk nilai
efisiensi yang tinggi sehingga diperoleh dosis terbaik dari praktikum ini
yaitu dengan koagulan PAC 350 ppm dan flokulan poliakrilamid 0,01%
3 mL.
4.2.3. Teguh Fatwa Panuntun (171411027)
Koloid adalah padatan tersuspensi yang mempunyai muatan negatif
pada permukaannya sehingga menyebabkan antar partikel koloid saling
tolak menolak antar satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan
koloid bersifat stabil dalam air dan sulit untuk mengendap.
Menurut Furuya et al, (1998) dari Damagoj J.G (1999), Untuk
menghilangkan atau mengurangi padatan tersuspensi dalam air,
dilakukan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses
menggumpalkan partikel-partikel koloid menjadi flok-flok kecil
dengan penambahan bahan kimia yang disebut koagulan. Koagulan
memiliki muatan listrik yang berlawanan dengan partikel koloid,
sehingga akan mengganggu kestabilan lapisan-lapisan luar partikel
koloid. Gaya tolak akan diperkecil sehingga gaya tarik menarik akan
bebas bekerja, sehingga sesama partikel koloid dapat saling mengendap
dan menggumpal. Hal ini disebut dengan proses destabilisasi koloid.

Flokulasi adalah proses menggumpalkan flok-flok kecil menjadi


flok yang cukup besar. Cara mengoperasikan koagulasi dan flokulasi
adalah dengan menambahkan koagulan ke dalam air baku dengan
rentang pH tertentu yang sesuai dengan kondisi optimum jenis kogulan
yang ditambahkan, kemudian melakukan pengadukan.

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan koagulasi dan flokulasi


dengan menggunakan air limbah laundry sebagai air baku. Tujuan
dalam melakukan percobaan ini adalah untuk mempraktikkan dan
mengamati proses koagulasi dan flokulasi serta dengan tujuan khusus
untuk menentukan dosis terbaik koagulan dalam melakukan proses
koagulasi dan flokulasi.

Pada praktikum kali ini, air baku sebelum dimasukkan ke dalam


masing-masing gelas kimia harus diaduk terlebih dahulu agar tercapai
kondisi yang sama pada setiap gelas. Untuk proses koagulasi dilakukan
penambahkan koagulan [Al2(SO4)3] ke dalam masing-masing air baku
800 ml di dalam gelas kimia 1000 ml dengan variasi konsentrasi yang
berbeda tiap gelas (100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 175 ppm, 200 ppm,
dan 225 ppm). Untuk percobaan koagulasi selanjutnya, digunakan
senyawa PAC dengan konsentrasi 100, 150, 200, 250, 300, 350 ppm
(prosedur sama dengan koagulasi memakai tawas). Pada proses
flokulasi dilakukan penambahan (3 mL) flokulan (Polyacrilamyde
0,01%) yang sama pada setiap gelas. Pada proses flokulasi,
penambahan flokulan pada masing-masing air baku harus dilakukan
secara bersamaan supaya waktu pengendapan seragam. Proses
koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan menggunakan seperangkat
alat jartest.

Perbedaan prinsip koagulasi dan flokulasi terdapat pada kecepatan


pengadukan dan lama pengadukkan. Pada saat melakukan proses
koagulasi, pengadukan dilakukan secara cepat (100 rpm) dengan waktu
yang singkat (1 menit) agar terjadi kontak yang intens antara koagulan
dan partikel koloid sehingga dapat mempercepat proses destabilisasi
koloid dan dapat membentuk flok-flok kecil. Sedangkan, pada saat
melakukan proses flokulasi, pengadukan dilakukan secara lambat (60
rpm) dengan waktu yang lebih lama (10 menit) agar terjadi
penggumpalan/penggabungan flok-flok kecil untuk membentuk
partikel yang lebih besar dan dapat mengendap sehingga mudah untuk
dipisahkan. Supaya flok yang terbentuk lebih besar, pH harus dijaga
pada nilai optimumnya. pH optimum untuk koagulan tawas adalah 6-8
(Lestari. T, “Keefektifan Penambahan Dosis Tawas Dalam
Menurunkan Kadar TSS Pada Limbah Cair Rumah Makan” : 2016, hal
4) dan untuk PAC 5 – 8 (Husaini, dkk., “Comparison of Experimental
and Commercial Coagulants Using Jar Test Method” : 2018, Vol. 14,
hal 32). Jika pH tidak sesuai dengan rentang tersebut, proses
penggumapalan menjadi tidak baik. Hal tersebut menyebabkan flok –
flok yang terbentuk pecah (keadaan terlalu asam atau terlalu basa
menyebabkan zat dapat terlarut) dan tidak dapat diendapkan.

Berdasarkan pengamatan secara visual, ketika melakukan proses


koagulasi pada masing-masing air baku terlihat pembentukan flok-flok
kecil. Sedangkan ketika melakukan proses flokulasi terlihat
pembentukan flok-flok besar yang lebih besar dari hasil penggumpalan
flok-flok kecil. Selain itu, terlihat bahwa semakin besar konsentrasi
koagulan maka air baku terlihat semakin jernih.
Setelah melakukan proses koagulasi dan flokulasi, air baku
didiamkan dalam kerucut Imhoff selama 60 menit dan dilakukan
pengambilan sampel setiap 5 menit untuk dilakukan pengukuran
terhadap kekeruhan air baku dengan menggunakan turbidimeter.

Berdasarkan data dan grafik hasil pengukuran kekeruhan masing-


masing air baku terhadap waktu, dapat ditentukan bahwa dosis
koagulan terbaik untuk tawas adalah sebesar 225 ppm sedangkan PAC
pada 350 ppm. Seperti yang disebutkan sebelumnya, hal tersebut
terlihat pada parameter kekeruhan dan endapan padatan dimana
kekeruhan pada konsentrasi tersebut adalah yang paling rendah dengan
pembentukkan endapan yang paling banyak. Dilihat secara kuantitatif,
penggunaan koagulan tawas dapat menurunkan kekeruhan awal air
baku 110,4 NTU menjadi 54,08 NTU sedangkan untuk PAC kekeruhan
akhirnya yaitu 8,08 NTU. Dapat dihitung nilai efisiensi penurunan
kekeruhan menggunakan tawas yaitu, 51,01% sedangkan PAC 92,68%.
Hasil pengendapan tawas masih kurang baik (yang baik sekitar 87 -
100% menurut Hussaini,.dkk: 2018, hal 38). Untuk meningkatkannya,
dapat memperbesar dosis tawas.
BAB V
SIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat diketahui:


1. Dosis koagulan terbaik
Tawas : 225 ppm
PAC : 350 ppm
2. Efisiensi penurunan kekeruhan terbesar
Tawas : 51,01%
PAC : 92,68%
3. Ketinggian endapan tertinggi ynag dihasilkan
Tawas : 6 cm
PAC : 12,6 cm
DAFTAR PUSTAKA
Nirwantoro Nur,Dwi.2012.”Koagulasi-Flokulasi”.Bandung:Politeknik Negeri
Bandung
Rahimah,Zikri dkk.2016.”Pengolahan Limbah Deterjen Dengan Metode Koagulasi
Flokulasi Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC”.Kalimantan
Selatan:Universitas Lambung Mangkurat.
Yuliati,Suci.2006.”Proses Koagulasi Flokulasi”.Bogor:Institut Pertanian Bogor.
Lestari,T. 2016. “Keefektifan Penambahan Dosis Tawas Dalam Menurunkan Kadar
TSS Pada Limbah Cair Rumah Makan”. Surakarta: Universitas
Muhammaddiyah.
Hussaini, dkk,.2018. “ Perbandingan Koagulan Hasil Percobaan Dengan Koagulan
Komersial Menggunakan Metode Jar Test” . Bandung: Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara.
LAMPIRAN
 Data pengamatan
Tabel 1. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis Tawas 100 ppm
Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 0 0
10 0,3 0,1
15 0,3 0,1
20 0,8 0,5
25 0,8 0,5
30 0,8 0,5
35 0,8 0,5
40 0,8 0,5
45 1 0,6
50 1 0,6
55 1 0,6
60 1 0,6

Tabel 2. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis Tawas 125 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 1,7 1,4
10 1,8 1,6
15 1,8 1,6
20 1,8 1,7
25 1,8 1,7
30 1,9 1,8
35 2 1,8
40 2 1,8
45 2 1,8
50 2 1,8
55 2 1,8
60 2 1,8

Tabel 3. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis Tawas 150 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 2,9 3,5
10 2,9 3,5
15 2,9 3,5
20 3 3,5
25 3 3,5
30 3 3,5
35 3 3,5
40 3 3,5
45 3 3,5
50 3 3,5
55 3,1 3,5
60 3,1 3,5

Tabel 4. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis Tawas 175 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 3,5 4,5
10 3,5 4,5
15 3,5 4,5
20 3,5 4,5
25 3,5 4,5
30 3,5 4,5
35 3,5 4,5
40 3,5 4,5
45 3,5 4,5
50 3,5 4,5
55 3,5 4,5
60 3,5 4,5

Tabel 5. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis Tawas 200 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 4,6 7
10 4,6 7
15 4,6 7
20 4,6 7
25 4,6 7
30 4,6 7
35 4,6 7
40 4,6 7
45 4,6 7
50 4,6 7
55 4,7 7
60 4,7 7

Tabel 6. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis Tawas 225 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 5,8 11
10 5,9 12
15 5,9 12
20 5,9 12
25 5,9 12
30 5,9 12
35 6 12
40 6 12
45 6 12
50 6 12
55 6 12
60 6 12

Tabel 7. Nilai Kekeruhan Air Baku dan Efisiensi Hasil Proses


Koagulasi-Flokulasi Menggunakan Koagulan Tawas
Dosis Kekeruhan Efisiensi
(ppm) (NTU) (%)
100 101,3 8,24
125 96,64 12,46
150 84,14 23,79
175 81,63 26,06
200 74,66 32,37
225 54,08 51,01

Tabel 8. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis PAC 100 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 4,5 6
10 5 7
15 4,8 7
20 4,8 7
25 4,8 7
30 4,8 7

Tabel 9. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis PAC 150 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 6,6 15
10 7 15
15 6,8 15
20 6,8 15
25 6,9 15
30 6,9 15
Tabel 10. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis PAC 200 ppm
Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 8,1 20
10 8,1 20
15 8,1 20
20 8,1 20
25 8,1 20
30 8,1 20

Tabel 11. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis PAC 250 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 9,7 31
10 9,8 32
15 9,7 31
20 9,7 31
25 9,8 32
30 9,8 32

Tabel 12. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis PAC 300 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 11,2 44
10 11,1 44
15 11,1 44
20 11,1 44
25 10,7 40
30 10,7 40

Tabel 13. Koagulasi-Flokulasi dengan Dosis PAC 350 ppm


Tinggi Volume
Waktu
Endapan Endapan
(Menit) (cm) (mL)
5 12,6 60
10 12,4 58
15 12,2 57
20 12,2 57
25 12 56
30 12 56

Tabel 14. Nilai Kekeruhan Air Baku dan Efisiensi Hasil Proses
Koagulasi-Flokulasi Menggunakan Koagulan PAC
Dosis Kekeruhan Efisiensi
(ppm) (NTU) (%)
100 93,28 15,51
150 63,78 42,23
200 36,70 66,76
250 19,51 82,33
300 14,15 87,18
350 8,08 92,68

 Contoh perhitungan penentuan dosis koagulan


Dosis tawas : 100 ppm
800 𝑚𝐿 𝑥 100 𝑚𝑔
Berat tawas = 1000 𝑚𝑔

= 80 𝑚𝑔
 Contoh Perhitungan Efisiensi Pengolahan
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Efisiensi = 𝑥 100%
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
110,4−101,3
= 𝑥 100%
110,4

= 8,24 %
 Gambar Proses Koagulasi-Flokulasi
Gambar 1. Proses Jartest

Gambar 2. Proses Pengendapan di Corong Imhoff

Anda mungkin juga menyukai