Anda di halaman 1dari 14

25

TRAKEOSTOMI
Robert H. Maisel, M.D.

Trakeotomi. dan trakeostomi adalah kata yang seringkali digunakan untuk tindakan pembukaan
dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat sementara. Trakeotomi per definisi, adalah
suatu irsisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma agar
udara dapat masuk ke paru-pam dengan rnemintas jalan napas bagian atas. Stoma perrnanen setelah
laringektomi yang dibuat dengan menjahitkan kulit pada mukosa trakea sebaiknya disebut sebagai
trakeostomi permanen.

SEIARAH TRAKEOSTOMI

Tindakan bedah ini memiliki reputasi yang panjang sampai baru-baru ini kurang baik. McClelland
percaya terdapat lima periode dalam perkernbangan dan penerirnaan tindakan trakeostomi yang dapat
dilihat. Catatan trakeostomi yang paling awal terkubur dalam legenda. Buku suci agama Hindu Rig
Veda yang ditulis antam tahun 2000 dan 1000 SM menjelaskan "satu tindakan yang dapat menyatukan
kembali pipa udara bila rawan leher dipotong." Namun, para ahli sejarah menganggap Asclepiades
yang lahir sekitar 124 SM merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak ada catatan
bedah mengenai keberhasiian tindakan ini sebelum Brasalova (1500-1570) mengemukakan pena-
nganan bedah yang berhasil pada angina Ludwig pada tahun 1546. Pada era kedua, dari tahun 1546
hingga 1833, tindakan bedah seperti ini sangat ditakuti, dan hanya 28 trakeostorni yang dilaporkan ber-
hasil selama tiga abad ini.
Trousseau dan.Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka melakukannya untuk
rnenangani kasus difteria dengan angka keberhasilan 25 persen (angka penyembuhan yang cukup
tinggi pada saat itu). Era trakeostomi yang ketiga terangkat pada lahun 1921 saat Chevalier Jackson
mengemukakan teknik-teknik modern dan menentang insisi kartilago krikoid atau cincin trakea per-
tama. Saran ini, bila diikuti, mengurangi angka komplikasi yang tinggi akibat stenosis subglotis iatro-
genik. Selama masa ini, indikasi untuk trakeostomi hampir eksklusif merupakan sumbatan jalan napas
bagian atas.
Era keempat.dimulai tahun 7932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan napas dapat dilakukan
pada kasus-kasus paralisis pernapasan yang sulit, khususnya poliomielitis. Galloway juga ikut berpe-
ran dalam mengarahkan pemikiran dalam era ini, dengan melakukan trakeostomi untuk indikasi seperti
cedera kepala, cedera dada yang berat, intoksikasi barbiturat, dan kontroljalan napas pasca bedah. Era
ini merupakan masa-masa yang penuh rasa antusias. Selama tahun-tahun ini, lahirlah ungkapan'Jika
anda mempertimbangkan trakeostomi, lakukanlah", dan pepatah ini rnasih diikuti oleh sebagian dokter
untuk menghindari trakeostorni pada saat kritis.
474 BAGIAN TUJUH-PENYAKIT TRAKEA DAN ESOFAGUS

Intubasi yang Lama

Sejak awal 1960-an, kecenderungan melakukan trakeostomi guna memin-


t ntuhr' si cnd otr akca yt tE
hatiiatitelah meryubah tas sumbatan dan mengatasi akumulasi sekret atau kegagalan ventilasi mulai
indikasi trakcoslomi muncul ke permukaan. Intubasi endotrakea telah menjadi lebih kompetitif, di
"darurat".
mana perawatannya dapat lebih baik termasuk penghisapan trakea yang se-
ring, serta pemakaian udara lembab dan tuba baru yang dibuat dari plastik
guna mengurangi pembentukan keropeng, dengan demikian tidak lagi memerlukan penggantian tuba
yang sering. Kecepatan intubasi dan kemudahan ekstubasi serta dapat dihindarkannya komplikasi
trakeostomi membuat teknik ini menarik.
Intubasi yang lama menimbulkan beberapa komplikasi dengan angka kesakitan dan bahkan kema-
tian bermakna. Antara lain sinusitis akut; destruksi hidung, mukosa dan kartilago; otitis media serosa;
dan gangguan laring dan subglotis. Gangguan laring dapat lebih sukar diatasi dibandingkan stenosis
trakea akibat trakeostomi, karena laring merupakan organ berotot fungsional dan bukan hanya suatu
tuba berongga untuk menghantarkan udara. Rekonstruksi laring mungkin sukar dan rehabilitasi terka-
dang tidak memuaskan.
Saat ini, di berbagai pusat, intubasi dilakukan pada kasus-kasus darurat atau jika tuba dianggap
dapat dilepaskan dalam satu minggu. Setelah 72 jam, bila tuba masih diperlukan, barulah dilakukan
trakeostomi. Telah terjadi sedikit komplikasi pada daerah laring dan subglotis bilamana menjalankan
protokol ini. Namun intubasi dewasa yang lama jelas meningkatkan risiko dan keparahan komplikasi.

lntubsiyang lama lebih


Pada anak dan bayi, intubasi yang lebih lama ternyata cukup berhasil.
dapat ditdcransi pada bayi Tuba dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama hingga enam hari,
d an nc onatus di ba nd i ngkan
seperti yang diperlihatkan penelitian klinis. Bayi dapat ditangani untuk waktu
orang dcwasa.
yang lebih lama, oleh karena akan lebih sulit melakukan dan merawat trakeos-
tomi pada kelompok usia ini. Bahkan pada neonatus, intubasi hingga lebih dari enam bulan telah
dilaporkan berhasil. Namun adakalanya terjadi komplikasi laring setelah intubasi yang lama pada
anak.
Frekuensi stenosis subglotis dapat rneningkat dengan semakin banyaknya bayi yang menderita ber-
bagai sindrom distres pernapasan yang diatasi dengan tindakan ini, dan perlu berhati-hati terhadap
dorongan untuk melakukan intubasi. Ungkapan yang lebih baru, "jika anda mernpertirnbangkan tra-
keostomi, lakukanlah intubasi, dan pertimbangkan lagi" cukup bijaksana, namun harus mengingat
kenyataan bahwa intubasi adalah suatu tindakan sementara dan harus dihentikan atau digantikan de-
ngan tuba trakeostomi.
Argumentasi mengenai intubasi versus trakeostomi masih belum dapat diselesaikan. Namun demi-
kian, jika memilih intubasi, maka peralihan menjadi trakeostomi setelah enam hari pada anak, dan
setelah T2hingga 96 jam pada dewasa nemberikan hasil yang paling memuaskan saat ini.

INDIKASI
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan napas dan gangguan non-obstruktif
yang mengubah ventilasi. Tiap lesi yang menyunbat atau dapat menyumbat jalan napas bagian atas
harus dipintas. I-esi laring kongenital seperti stenosis subglotis, paralisis pita suara, penyakit inflamasi
yang menyumbat jalan napas (mis., angina Ludwig yang mengangkat dasar mulut dan lidah, dan me-
nutup jalan napas faring), epiglotitis dan lesi-lesi vaskular, neoplastik atau traumatik yang timbul me-
lalui mekanisme serupa merupakan indikasi utama trakeostomi.
Gejala obstruksi jalan napas bagian atas menakutkan baik bagi pasien maupun dokternya. Timbul
dispnea dan stridor, biasanya inspirasi (bunyi gagak) bila lesi terletak pada atau di atas pita suara
sejati. Stridor ekspirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di bawah rima glotidis, bernada tinggi
dan menimbulkan mengi. Retaksi pada insisura suprasternal dan supraklavikular dan celah iga men-
2s-TRAKEOSTOMI 475

cerminkan suatu usaha untuk menciptakan tekanan negatif intratoraks guna


Kcgclisahan pada anak
menarik udara ke dalam paru-paru. Pasien dapat tampak pucat atau sianotik,
dcngan obslruksi jalan napas
sementara disfagia atau mengiler memhri kesan adanya obstruksi mekanis
tidak boleh dilangani dengan
p cmb eri an scd asi be rat,
saat rnenelan. Kegelisalmn yang menyertai tanda-tanda ini adalah khas pada
anak-anak dan harus mewaspadakan dokter akan kemungkinan perlunya me-
ngendalikan jalan napas segera. Sedasi berat merupakan kontra indikasi absolut pada anak yang
gelisah dengan distres pernapasan, sarnpai jalan napas yang tersumbat dapat dipintas, kekecualian pada
saat pembedahan. Pada obstruksi mekanis pemapasan, anak yang seurula gelisah namun kemudian
rnenjadi tenang tanpa tanda-tanda ke.legaan, berada dalam bahaya ketuatian, sehingga nemerlukan tin-
dakan segera.
Pasien kategori kedua tidak mengalami obstruksi jalan napas bagian atas, namun kemampuan
membersihkan sekret atau ventilasi yang tidak efektif atau kedua-duanya, menjadi berkurang. Pasien
dengan obstruksi sekret akibat hilangnya silia, ketidakmampuan batuk oleh karena nyeri (fraktur iga)
atau akibat cedera SSP dapat tenggelam dalam sekret yang dihasilkannya. Kegagalan membenihkan
sekret menimbulkan sumbatan rnukus yang shunt darah arteri pulmonalis. Shunt ini menyebabkan
hipoksia oleh karena alveoli yang mengalami ventilasi tidak mampu mentransfer cukup oksigen.
Pengambilan sarnpel darah arteri rnenunjukkan PO2 yang rendah, PCOz rendah minimal (oleh karena
rasio kemampuan difusi karbondioksida yang 20:1 terhadap oksigen), dan peninggian pH. Pernberian
oksigen serta koreksi patofisiologi dengan jalan trakeostorni yang memungkinkan penghisapan sekret
dan dengan demikian dapat mengatasi rnasalah hilangnya refleks batuk, merupakan terapi yang
memadai.
Sindrom hipoventilasi alveoli atau blok kapiler-alveoli dapat diakibatkan paresis pernapasan (po-
liomielitis), emfisema paru kronik, atau gangguan mekanis pada dinding dada (flailchest). Kondisi-
kondisi ini sering memerlukan ventilasi terbimbing serta pengendalian sekret.
Patofisiologi gangguan ventilasi kronik berbeda dari yang dijelaskan di atas dalam hal adanya
retensi CO2, berkurangnya dorongan pernapasan. Pasien-pasien ini perlu pengamatan cerrnat. Dorong-
an pernapasan pada pasien demikian mungkin akibat hipoksia akibat narkosis CO2 yang menghambat
pusat pernapasan di medula oblongata biasanya merangsang pernapasan sesuai dengan kadar CO2'
Trakeostomi dengan inspirasi udan kaya oksigen dapat mencetuskan henti napas akibat hilangnya
stimulan pernapasan yang terakhir ini, dan ventilasi terbirirbing mungkin diperlukan.

ANATOMI
Trakea merupakan suatu tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago (elastin) yang tidak
penuh di bagian posterior. Trakea berawal di bawah kanilago krikoid yang berbentuk cincin stempel
dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam toraks di mana ia membelah menjadi dua
bronkus utama pada karina. Pembuluh besarpada leher berjalansejajar dengan trakea di sebelah lateral
dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan
lateral. Ismus melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima.
Saraf laringeus rekurens terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan
menufupi trakea di bagian depan adalah otot-otot leher suprasternal, yang melekat pada kartilago tiroid
dan hioid.

TEKNIK BEDAH
Trakeostomi Elektif pada Orang Dewasa
Bila pembedahan tidak mendesak, maka trakeostomi dilakukan di ruang operasi, kecuali bila kon-
disi pasien memerlukan peralatan yang tidak praktis sehingga menyusahkan perjalanan ke ruang
476 BAGI.AN TUJUH-PENYAKIT TRAKEA DAN ESOFAGUS

Jauh hbih hr,ik nclakukan


operasi. Pasien berbaring telentang dengan bagian kaki tempat tidur direndah-
trakcostomi di ruang oprasi kan 30 derajat guna menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vern leher.
daipda di kamar pcnduita.Suatu selimut terlipat ditempatkan di antara skapula agar leher cukup ter-
ekstbrsi, dan leher anterior dibenihkan secara antisepsis dan ditutup. Ahli
bedah dan asistennya mengenakan sarung tangan dan masker bila mengoperasi di tempat, serta me-
ngenakan baju kamar bedah bila mengoperasi di ruang operasi. Setelah penerangan ruangan dipastikan
memadai, maka jaringan subkutan diinfiltrasi dengan lidokain dan epinefrin 1:100.000. Insisi kulit
sebaiknya horizontal. Insisi dibuat dengan skalpel tajam setinggi pertengahan antara tonjolan krikoid
dan insisura suprasternalis. Insisi sedikitnya 2 irci dan mencapai batas-batas medial otot sternokleido-
mastoideus. Setelah insisi kulit mencapai otot platisma, diseksi dilakukan vertikal tetap pada garis te-
ngah. Diseksi dilakukan secara tajam dan tumpul memakai gunting dan hemostat. Dua klem Allis me-
rupakan retraktor otot-otot leher yang baik, otot ini dibelah pada garis tengah dan diretraksi ke lateral
hingga terlihat fasia pretrakealis. Palpasi yang sering pada trakea selama melakukan insisi akan
memastikan bahwa diseksi dilakukan tetap pada garis tengah. Diseksi vertikal pada garis tengah meng-
hindari sebagian besar vena, dan seandainya ada yang ditemukan, rnaka segera di kauterisasi atau
dipotong, atau diligasi dan retraksi. Kelenjar tiroid dengan ismus yang terletak di atas trakea, biasanya
dapat diretraksi ke bawah, dengan demikian dapat langsung mencapai keempat cincin trakea yang per-
tama. Bila kelenjar tidak mudah diretraksi, rnaka ismus harus diklem, dipotong dan ditambatkan jauh
dari garis tengah lapangan operasi.
Sampai dengan tahap operasi ini pada pasien yang sadar, diinjeksikan lidokain 4 persen trans
trakea untuk mencegah spasme batuk hebat setelah insisi dan intubasi. Bilamana digunakan suatu tuba
trakeostomi dengan bermariset, maka manset harus dikernbangkan pada saat ini dan diperiksa dalam
air apakah ada kebocoran sebelum dilakukan insisi pada dinding trakea.

Palpasi kartilago krikoid dan tiroid serta identifikasi keduanya dapat.men-


Cin cin trakca di i dc nti likasi
dan dihitung. cegah trakeostomi tinggi. Cincin kedua dan ketiga diidentifikasi dan setelah
kait krikoid ditempatkan di bawah krikoid guna menarik trakea ke atas dan ke
dalam luka, insisi trakea dapat dimulai di sebelah anterior, dengan segera di bawah cincin kedua. Ja-
ringan diangkat berukuran cukup besar agar mernadai untuk lumen tuba, sedikitnya pada cincin ketiga
atau bila perlu cincin keempat. Dapat pula dibuat insisi vertikal tanpa perlu mengangkat jaringan kar-
tilago. Eksisi tiga atau lebih cincin trakea terlalu berisiko, dan percobaan binatang memperlihatkan
kejadian stenosis trakea yang cukup bermakna setelah tindakan ini. Tuba trakeostorni yang dipakai
pada orang dewasa adalah Jackson No. 7 atau tuba lain dengan diameter sebelah dalam yang seban-
ding (8 mm) (Iabel 25-l). Hemostasis absolut dapat tercapai pada tahap ini, dan pita urnbilikus yang
mengikat tuba trakeostomi di sekeliling leher, diikat erat sarnbil memfleksikan kepala. Insisi kulit tidak
dijahir (Gbr. 25-I).

fuba yang dibngkapi mansct


Balon yang harus lentur, kemudian dikembangkan. Tersedia manset yang
mc m pu nyai' tek a na n y a ng telah diproduksi secara tepat dan tersedia cukup lentur; bila tidak menggu-
rcndah (lentur) guna
nakan manset tersebut, rrranset dapat diregang sebelumnya dengan metode
mcncegah pembntukan
jaringan parut. Getfin.

Trakeostomi pada Anak

Dalam pelaksanaan trakeostomi elektif pada anak dan bayi, maka semakin kecil pasien, semakin
diperlukan pula suatu ventilasi terkontrol dengan rnasker atau tuba. Jika jalan napas terkontrol, maka
suatu insisi horizontal akan lebih tnemuaskan secara kosmetik, sedangkan diseksi garis tengah $ecara.
teliti adalah penting oleh karena pernbuluh-pembuluh besar terletak berdekatan. Palpasi tuba endo-
trakea atau bronkoskop memudahkan tindakan ini. Saat inspirasi, kupula pleura meluas ke dalam leher,
2s-TRAKEOSTOMI 177

TABEL 25-1. TUBA TRAKEOSTOMI


TUBA TUBA
JACKSON SHILEY TUBA
(LOGAM) (Pvc) TUBA T-ANZ ENDOTRAKEA
DL DD DL DD DL DD Ukuran
USIA UKURAN (nrm) (mm) (mm) (French)
Kurang dari 3 bulan 00 4,5 2,80 4,5 3,t 15
3 hingga 6 bulan 0 5,0 3,20 5,0 3,4
6 hingga 12 bulan 1 5,5 3,20 5,5 3,'7 T7
t hingga 2 tahun a 6,0 3,70 6,0 4,1 20
2hingga 3 tahun t 7,0 4,70 7,O 4,9 22
3 hingga 4 tahun 4 8,0 5,70 8,5 5,0 GTf5 20F 5,0 mm
4 hingga 5 tahun 5 9,0 6,40 GT16 24 6,0 mm 24
5 hingga 12 tahun 6 10,0 7,4O 10,00 7,0 GT7 28 7,0 mm 26
Lebih dari 12 tahun 32
Dewasa
Wanita 7 11,0 8,30 GT18 32F 8,0 mm
Wanita dan pria 8 12,0 9,30 12,0 8,5 GT19 36F 9,0 mm

Catatan: Untuk ukuran anak, tuba Shiley menawarkan potongan melintang yang lebih besar di sebelah dalam
bila dibandingkan dengan tuba Jackson.
Setelah usia enam bulan, anak memerlukan ukuran tuba sekurang-kurangnya sama dengan usia mereka pada
ulang tahun berikutnya (hingga ukuran 6).
3F=1cm.
Identifikasi ukuran dari seluruh tuba intratrakea kini telah distandarisasi. Suatu komite dari American Standard
Institute mengharuskan semua pabrik untuk memberi pengenal pada tuba intratrakea yaitu dengan diameter inter-
nal dalam milimeter.
Suatu aturan sederhana untuk mengingat dalam memilih tuba endotrakea untuk anak dalarn situasi gawat
darurat adalah dengan melihatjari kelingking anak tersebut. Ukuran kelingking anak kira-kira mendekati diameter
luar dari tuba endotrakea yang dipilih.

terutarna dalam pernapasan beftekanan positif. Hal ini harus dihindarkan sela-
Jahilan sutera yang dibuat
pada pcmbdahan digun* ma diseksi, karena kupula dapat n.renekan trakea. Menakik kupula akan me-
kan scbagai psmandu nirnbulkan pneuln"otoraks. Aspirasi jarurn pada trakea rnerupakan prosedur
sc an dai nya tcrja di dck a-
nulasi yang tidak discngaja. yang dapat diterima pada anak, untuk memastikan agar suatu pembuluh besar
arteri jangan sampai dikelirukan dengan jalan napas. Jahitan sutera dibuat
antero-lateral pada kedua sisi garis tengah, menembus dua cincin trakea sebelum dibuat suatu insisi
vertikal pada cincin kedua dan ketiga (dan kadang-kadang keempat). Sekali lagi, kartilago krikoid dan
cincin pertama tidak boleh diganggu. Jaringan trakea tidak dieksisi pada anak. Gunakan ukuran tuba
yang sesuai dengan lumen trakea

Tindakan bedah darurat guna nengendalikan jalan napas dapat dilakukan


Kr ik oti rotomi s cb aik ny a
dihidari pada bayi. dengan krikotirotomi atau trakeostomi. Suatu insisi kulit vertikal akan mengu-
rangi perdarahan,.dan prosedur dapat dilakukan dengan cepat, tetap pada garis
tengah. Kartilago tidak boleh dieksisi sebelum jalan napas terkontrol dan kanula terpasang. Kartilago
krikoid dan cincin pertama harus dihindari. Jika krikotirotorni mendadak diputuskan, maka dapat
dilakukan dengan suatu trokar Mosher atau pisau skalpel. Leher diekstensikan, kartilago krikoid dan
tiroid diidentifikasi dan membran krikotiroid diinsisi. Jalan napas dipertahankan dengan retraktor atau
bila ada, dengan ukuran tuba endotrakea atau trakeostomi yang sesuai. Prosedur krikotirotomi me-
mungkinkan pencapaian segera pada jalan napas, arnan karena prosedur ini tepat di bawah pita suara
sejati dan pada daerah yang relatif tidak berdarah; tindakan ini diteruskan dengan trakeostomi biasa
sesegera mungkin dalam kondisi terkontrol. Demikian pula suatu trakeostorni darurat, dapat dilakukan
47T BAGIAN TUJUH-PENYAKIT TRAKEA DAN ESOFAGUS

GAMBAR 25-1. Teknik trakeostomi elektif. A, Setelah insisi kulit horizontal, maka suatu diseksi vertikal pada garis tengah
leher akan memaparkan trakea.4 Ismus tiroid diretraksi dari lapangan operasi, atau dibelah di garis tengah dan diikat. Selanjut-
nya jaringan anterior dalam celah kedua dan ketiga bersama cincinnya diangkat (berbentuk elips vertikal). C, Pada anak tidak
ada pengangkatan elips. Jahitan sutera dibuat anterolateral pada kedua sisi garis tengah menembus dua cincin trakea. D, Tuba
logam tampak memasuki stoma. d Tuba lrakeostomi pada tempatnya.

dengan memotong kartilago krikoid dan cincin pertama bila tidak ada bahaya dini yang dikenali oleh
ahli bedah. Tindakan ini juga dilanjutkan dengan suatu insisi pada cincin ketiga dan keempat dan pe-
ngangkatan tuba yang pertama; tidak ada komplikasi bilamana prosedur ini dikenali dan diperbaiki
dalam 24 jam.

Modifikasi Standar Trakeostomi pada Situasi Khusus

Pasien dengan hipoventilasi alveolar yang berat dan pasien apnea tidur obstruktif yang berat (OSA)
seringkali memerlukan trakeostomi permanen. Pasien obesitas mungkin mengalami kesulitan dalam
2s_TRAKEOSTOMI 479

mempertahankan suatu stoma pennanen tanpa menimbulkan perdarahan,


T rak costom I f la p mcn gu-
ra ng i lnsidcn s pcmbc nlukan granulasi ataupun jaringan parut. Trakeostomi flap memungkinkan suatu
ladngan granulaEi dan tclap stoma yang bersih dengan perawatan minilnal, narnun masih memerlukan
palm jika lcrjadi dekanulasi.
suatu penggunaan tuba trakeostorni atau suatu penutup storna.

Flap kulit leher diangkat dengan menyertakan selapis jaringan lemak oleh karena pembuluh plek-
sus subdermal yang memasok kulit di atasnya terletak pada lapisan ini. Tindakan undermining ke
lateral hingga otot sternokleidomastoideus, ke bawah hingga manubrium, dan ke atas hingga tulang
hioid, danjaringan adiposa diangkat hingga terlihat otot-otot leher (Gbr. 25-2). Insisi trakea diperlihat-
kan pada Gambar 25-3, dan flap kulit dijahitkan pada trakea seperti yang terlihat pada Gambar 25-4.
Setelah penyembuhan lengkap, suatu kanula Montgornery dapat digunakan sebagai s/er?t trakeostomi.
Kanula ini selalu disumbat kecuali bila metnerlukan ventilasi di malam hari (Gbr. 25-5).
Seperti yang dijelaskan di atas, trakeokanula Montgomery mernungkinkan kanulasi trakea tanpa
tuba trakeostomi. Lumen trakea tidak ditutup. Tindakan ini menirnbulkan iritasi minimal pada mukosa
trakea dan memungkinkan suatu jalan napas bagian atas yang lebih paten dan luas pada saat-saat di
mana jalan napas tidak tersurubat.
Tuba Communitrach rnerupakan penernuan baru dari suatu ide yang kuno yang mernungkinkan
pasien dengan perawatan ventilator untuk berbicara. Tuba ini mempunyai saluran terpisah untuk udara
yang dapat disuplai dari luar sebanyak 3 hingga 5 liter per menit. Udara mengalir lewat saluran khusus
dalam trakeostomi dan di kirirn ke atas urelalui lubang-lubang tuba ke dalam trakea. Aliran udara
hanya berjalan ke atas (ke arah laring), oleh karena uranset balon trakea mencegah aliran ke bawah.
Alira udara melalui laring dan rnenghasilkan suara yang pelan namun cukup dinengerti.

Suatu alternatif trakeostorni pada neonatus yang mengalami stenosis sub-


P cm bcl ah an k ikoi d anlcri or
mc naw ar kan su atu altcr mtil
glotis didapat adalah dengan pembelahan krikoid anterior. Kartilago krikoid,
t* had ap tr akcosto ni pad a dua cincin trakea teratas dan bagian bawah dari kartilago tiroid dibelah di
kclonpok anak tcrtcntu
dcngan stcn os is sub gl oti s.
garis tengah di atas suatu tuba endotrakea. Alak ditempatkan pada unit
perawatan intensif anak selama intubasi lebih kurang sepuluh hari. Perlu
diperhatikan untuk menghindari gerakan kepala yang berlebihan, dan berikan antibiotik guna men-
cegah infeksi spesies Stophylococcus atau Pseudomonns yang didapat dari rumah sakit. Pada hari
kesepuluh, tuba endotrakea dapat dilepaskan.
Rasional untuk prosedur tersebut adalah bahwa stenosis subglotis selalu Iunak pada stadium awal.
Hal ini diakibatkan pembentukan jaringan granulasi pada ruang subglotis. Jaringan granulasi sebagian

GAMBAR 25-2. Insisi kulit leher depan. (Dari Sahni R,


Blakley B, Maisel RH: Flap tracheostomy in sleep apnea
patients. [:ryn goscope 95(2):221-223, 1985.)
480 BAGIAN TUJUH_PENYAKIT TRAKEA DAN ESOFAGUS

(1 GAMBAR 2$-3. A, Suatu


insisi memotong cincin tra-
kea. B, Flap trakea. (Dari
Sahni R, Blakley B, Maisel
RH: Flap tracheostomy in
sleep apnea patients, bry-
ngoscope 95(2):22L-223,
1e85.)

besar memiliki komponen edematosa, dan pernbelaban krikoid anterior merupakan suatu prosedur
dekompresif yang memungkinkan lepasnya edema dari cincin krikoid utuh. Dengan cara ini, proses
jaringan granulasi yang mengarah pada pembentukan sikatriks yang kaku menjadi terganggu.
Meskipun prosedur ini baru diperkenalkan sejak kurang lebih enam tahun yang lalu, telah cukup
banyak pengalaman yang dikumpulkan untuk membuktikan bahwa angka keberhasilannya kini sekitar
75 persen. Dengan demikian, jumlah besar neonatus dengan stenosis subglotis didapat, dapat di-
ekstubasi dan tidak memerlukan jalan napas buatan dalam bentuk suatu trakeostomi. Kini, prosedur ini
dicadangkan untuk anak di bawah tiga tahun di mana stenosis subglotis nasih dalam stadiurn jaringan
granulasi yang lunak. Karena plqsedur ini bersifat dekompresif, maka tidak akan berhasil bilamana
stenosis subglotis sudah berkembang rnenjadi sikatrjks yang padat dan kaku. Anak tenebut tetap harus
diekstubasi dengan cara lain dan tidak memiliki patologi glotis lailnya yang memerlukan pintas jalan
napas (trakeostomi).

GAMBAR 25-4. Stoma setelah flap trakeokutaneus dirapatkan.


(Dari Sahni R, Blakley B, Maisel RH: Flap tracheostomy in sleep
apnea pati ents. [:ryngoscope 95 (2):221-223, 1985.)
2s-TRAKEOSTOMI 481

t:'l

ili i"''
|.: :,
''."2!- i":
? 9.:,i

&
GAMBAR2!5. Kanula trakea dari silikon, dirancang yang digunakan sebagai pengganli tuba rrakeostomi.A, Kanulahanya
masuk hingga permukaan dalam dinding anterior trakea, menghindari tonjolan benda asing ke dalam trakea. B, Kanula, lempeng
depan berbentuk sayap, sumbat dan pencuci cincin. Alur di sepanjang sumbu panjang kanula membantu drainase sekret dan ber-
fungsi sebagai pengenal bagian inferior dari kanula. Tiga cincin p€rtama di dekat flange, berbentuk segitiga untuk menbantu
memfiksasi kanula di tempatnya dan tidak mudah tergeser ke depan. Alur sisanya berfungsi menambarkan lempeng depan dan
pencuci cincin pada tempatnya. Sumbat mempunyai kepala untuk mencegahnya masuk terlalu dalam pada lumen kanula. C,
Tampak kanula trakea dari silikon untuk penggunaanjangka lama dengan dua pencuci dan suatu sumbat. Permukaan yang ber-
dekatan dengan batas intraluminal dibuat halus unluk memungkinkan dan mendorong perrumbuhan epitel baik dari trakea
maupun dari kulit. (Dari Montgomery WW, Montgomery SK: Manual for use of Montgomery laryngeal, tracheal and esophageal
prostheses. Ann Otol Rhinol Laryngol (Suppl 125) 95(4):1-16, 1986.)

Perawatan Segera Pasca Operasi

Jalan napas atas telah dipintas dan fungsinya sebagai sarana penghangat
lns is i tr akc oslomi tidak
dijahft scluruhnya. udara inspirasi hingga 36 oC, hurnidifikasi, dan pengeluaran partikel-partikel
asing telah hilang. Silia pada trakea telah kehilangan fungsi dan refleks batuk
menjadi tidak efektif. Pada perawatan awal dari stoma perlu dilakukan auskultasi dada dan pada anak
juga memerlukan radiogram dada segera untuk mencek posisi tuba agar tidak melampaui karina se-
hingga masuk ke bronkus kanan dan menyumbat bronkus kiri, serta untuk memastikan bahwa tidak
terjadi pneumotoraks. Radiogram perlu diperiksa oleh ahli bedah setelah prosedur selesai dilaksana-
kan. Emfisema mediastinum sering ditemukan pada radiogram dada dan fihn ulangan setelah 48 jarn
seharusnya tidak memperlihatkan perluasan emfiselna. Suatu kerah pelenbab yang mengalirkan udara
dingin jenuh air atau oksigen dipasang pada storna. Di samping tempat tidur perlu dipersiapkan
peralatan trakeostomi dan suatu tuba pengganti, gunting serta tersedia alat penghisap, demikian pula
bel untuk meminta pertolongan.
Sekret trakea banyak selama 24 hingga 48 jarn pertama setelab pembedahan tanpa memandang
penyakit primer yang memerlukan trakeostorni. Bronkore perlu dibenihkan karena sekret tersebut
dapat menyumbat dan menimbulkan ateleklasis, pneumonia dan shunt pembuluh pulmonalis. Refleks
4E2 BAGIAN TUJUH_PENYAKIT TRAKEA DAN ESOFAGUS

batuk tidak memadai dan sekret perlu diaspirasi melalui tuba. Tindakan ini
Sualu kasa pcmbalut yang
perlu dilakukan berulangkali, setidaknya tiap 15 menit dalam beberapa jam
I mggar ditcm palkan sck ila r
stoma tnked.
pertama. Setelah itu dapat dilakukan dalarn frekuensi sesuai kebutuhan per-
orangan berdasarkan banyaknya sekret, hasil auskultasi dada dan mende-
ngarkan pernapasan pasien. Pasien trakeostomi yang berbunyi menggelegak berada dalam risiko besar
dan harus dilakukan penghisapan. Teknik ini dilakukan dalam kondisi steril, setiap kalinya mengguna-
kan kateter sekali pakai yang baru. Operator harus mengenakan sarung tangan dan rnencuci tangannya
sebelum dan setelah melakukan tindakan pada penderita.
Sekret cenderung mengumpul pada'trakea, seringkali tepat di bawah tuba. Aspirasi bronkusjuga
perlu dan dapat dicapai dengan teknik penghisapan ini. Kateter dihubungkan dengan perangkat vakum
melalui suatu penghubung V (Gbr. 25-6). Tekanan jangan dibuat negalif sebelum penghubung V di-
sumbat. Cara yang dipilih adalah dengan meurasukkan kateter lewat lumen tuba.trakeostomi tanpa
tekanan hisap negatif. Bila tuba trakeostomi merniliki kanula dalam, rnaka kanula ini harus dikeluar-
kan sebelum tindakan dilakukan. Setelah kateter penghisap tidak lagi dapat masuk lebih jauh ke dalam
bronkus, maka kateter tenebut ditarik perlahanJahan dengan memutar pergelangan tangan sambil

GAMBAR 29-6. Teknik penghi-


sapan percabangan trakeobronkial
melalui lubang trakeostomi pen-
derita. A, Gunakan sarung tangan
steril pada tangan yang akan me-
megang tuba penghisap steril. .8,
Tuba dihubungkan dengan suatu
alat vakurn. C, Dengan menggu-
nakan suatu penghubung V, trakea
dan bronkus dapat dimasuki, dihi-
sap dan dihisap ulang hingga
bersih.
25_TRAKEOSTOMI 483

GAMBAR 2*-7, Trga tuba trakeostomi yang sering digunakan dan mudah didaparkan. A, Tuba Shiley no. 6 (juga tersedia de-
ngan manset yang tak dapat dilepas).,8, Tuba Lanz no. GT18 dengan manset bertekanan terkontrol yang memelihara tekanan
pada dinding trakea di bawah 26 mm Hg. C, Tuba logam Jackson. Manser karet dipasang oleh pemalai. Manset tersebut
tidak
terdapat pada tuba Pilling dengan manset.

ujung jari menutup penghubung V hingga seluruh kateter dikeluarkan. Tindakan ini kemudian ditrlangi
pada bronkus satunya setelah suatu periode istirahat. Periode istirahat ini perlu karena penghisap
vakum mengeluarkan udara dari paru-paru dan jika penghisapan diulangi dalarn selang waktu yang
berdekatan, volume resi,Ju paru-paru akan berkurang. Penghisapan ulang pada sisi yang sama dilanjut-
kan hingga auskultasi menjadi benih atau respirasi menggelegak lewat tuba trakeostomi menjadi reda.
Tuba dengan kanula dalam memerlukan pengeluaran dan pembersihan kanula yang sering. Tuba
PVC dan Silastic merupakan tabung yang kompak (one piece) dan tidak menyebabkan pengumpulan
mukus ataupun krusta seperti halnya tuba logam. Tuba ini harus dikeluarkan dan diperiksa 48 jam
setelah pembedalan, diganti dan diperiksa ulang setiap minggu untuk memastikan tidak ada bolus
mukus yang menyumbat lumen. Tuba plastik kini dirancang agar paling lunak pada suhu tubuh. Sifat
ini lebih lanjut akan mengurangi resistensi kekakuan ukuran dan arah trakea yang merupakan masalah
dengan tuba logam.
Kini tersedia manset plastik bertekanan rendah untuk tuba trakeostomi. Manset ini dirancang untuk
memelihara tekanan pada trakea agar tetap di bawah 25 cm HzO. Tekanan demikian mengurangi
irsidern stenosis akibat manset trakea. Salah satu tuba bertekanan rendah diperlihatkan pada Gambar
25-:7.
Orang dewasa yang awas dan berpendidikan dapat diajarkan perawatan stoma yang menyeluruh,
dan perawatan trakeostomi pada anak di atas enam bulan dapat dilakukan di rumah. Dokter perlu san-
gat berhati-hati dan harus memikirkan dengan cermat sebelum memulangkan anak yang berusia
kurang dari enam bulan sementara anak tersebut masih mengenakan tuba trakeostomi.

Komplikasi

Pada bayi dapt tcrjadi


Komplikasi Bedah. Komplikasi sering timbul selama pembedahan, na-
pw mun ahli bedah yang waspada akan dapal mengenali, mencegah dan meng-
umomcdi asti num r in ga n,

atasi komplikasi tersebut. Perdarahandapat dicegah dengan diseksi garis te-


ngah elektif, dengan mengikat semua pembuluh darah dan pemeriksaan yang cermat pada tiap per-
mukaan di mana darah merembes. Pneumotoraks rnenrpakan komplikasi trakeostomi pada anak-anak
akibat posisi pleura, ini dapat dicegah seperti yang telah dijelaskan di aras, dapat ditemukan secara dini
melalui auskultasi dan radiogram dada serta diatasi dengan pemasangan tuba dada. Insiders pada anak
adalah 3 penen; komplikasi ini jarang pada orang dewasa, namun bila terjadi biasanya dengan tekanan
intratoraks yang tinggi dan dengan rupwr bleb emfisematosa. Aspirasi tidak seharusnya terjadi, dan
484 BAGIAN TUJUH-PENYAKIT TRAKEA DAN ESOFACUS

Setclah dilakukaitra-
hentijantung yang dapat diakibatkan hilangnya rangsangan hipoksia terhadap
keosto mi di buat radi o gram respirasi, dapat diatasi dengan tindakan yang lazim, antara lain berupa ban-
dada pasca oprasi yang
tuan pernapasan hingga CO2 dapat dibersihkan dari medula oblongata. Pneu-
perlu segera dinilai olch
ahli bcdah. momediastinum tidak tergolong sebagai komplikasi, namun merupakan aki-
bat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus ditindak lanjut guna
memastikan tidak adanya perkembangan ke arah pneumotora.ks. Paralisis saraf rekuren jarang terjadi
dan harus dicegah dengan memperhatikan teknik bedah. Tuba harus terpasang pada jalan napas, tidak
menyumbat bronkus serta tidak mengenai dinding anterior trakea. Pengalaman klinis dan evaluasi
radiologik akan terdiagnosis dan mencegah kejaclian ini.
Komplikasi Lanjut. Konrplikasi ini cukup bcmrakna dalaur hal variasi dan jumlahnya, sehingga
perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan. Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh
utana, biasanya qrteri inominata. (Sebenarnya menghitung cincintrakea mulai dari kartilago krikoid
merupakan tindakan yang esensial). Tindakan urengekstensikan kepala pasien dan menarik trakea ke
atas dengan suatu pengait trakea dapat rnenggarnbarkan cincin trakea kesembilan. Trakeostomi rendah
(di bawah cincin trakea kelima) seringkali salah. Pernasangan manset yaug lama dengan akibat ne-
krosis dinding trakea juga ikut berperan dalam erosi pembuluh darah.'Mathog rnenganjurkan pema-
kaian tuba plastik lunak yang lebih auran. Penanganan dari perdarahan mayor tindakan darurat dan
memerlukan pemakaian tuba (dengan manset dalam keadaan terkembang) yung cukup panjang untuk
mencapai bagian distal dari pembuluh yang tererosi. Tindakan ini dapat mencegah aspirasi darah ke
dalam paru. Kesalahan dalarn menrbedah dan menjahit peurbuluh mungkin mengharuskan tindakan
sternotomi parsial.

Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi. An-


Perawatan luka sccara lokal
untuk mengatasi i nle ksi tibiotik profilaksis harus dilarang karena rnemungkinkan perkembangan bak-
Pseudomonas atau moni- teri oportunistik. Pseudo,nonas aeruginosa tidak jarang dapat dibiak dari
lhsis scringkali dapat
nenghindarkan
lokasi trakeostomi dan tidak selalu mbrupakan infeksi sistemik. Tindakan
pengobatan sistemik. yang perlu dilakukan mungkin hanyalah membasahi kasa dengan larutan
asam asetat 0,5 persen. Pasien yang mendapat banyak antibiotik mungkin
mengalami kontaminasi Candida albicans pada lokasi trakeostomi. Namun, sebelum memulai peng-
obatan sistemik, harus dicoba perawatan luka secara lokal.
Penanganan obstuksijalon napos akibat posisi luba yang tergeser atau oklusi lumen adalah berbe-
da, tergantung pada berapa lama terjadinya setclah peurbedahan. Bila telah melarnpaui 48 jarn dilaku-
kan trakeostolui, rnaka perawat dapat diperinlahkan untuk memotong tali pengikat leher, menge-
luarkan tuba, dan meneriksa lumen clan tuba. Sumbat mukus yang menutup lumen tuba harus dibenih-
kan. Memasukan kernbali tuba dapat dilakukan sctelah dokter datang. Tenaga yang terlatih dapat
diinstruksikan untuk memasukkan kait ke dalam stoma dan menahan jalan napas pada tempatnya,
sebelum mengeluarkan {an mengarnati tuba yang baru saja dipasang. Bila situasi tidak mendesak,
sebaiknya tindakan ini dilakukan sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik
dengan hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan napas dan menunjukkan jalur kernbali ke stoma
untuk penggantian tuba.
Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan telah menjalani intubasi
yang lama dengan tuba bennanset dan ventilasi terkontrol. Pasien denrikian memerlukan tuba naso-
gastrik, narnun sqringkali meninggal akibat penyakit prirnernya ataupun akibat pneumonia aspirasi
lewat fistula. Perbaikan bedah anrat kompleks dan melibatkan peneurpatan otot-otot leher di antara
trakea dan esofagus setelah perbaikan primer pada fistula.
Komplikasi mayor yang tersering adalah stenosis takea. Frekuensi komplikasi ini semakin me-
ningkat karena pasien seringkali memerlukan ventilasi terkontrol jangka larna dengan tuba bermanset.
Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan suafu parut pasca operasi yang
telah diperkirakan, dan bahwa gejala hanya akan timbul bila diameter lumen sama dengan atau kurang
dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalarn lumen, maka masalah dapat
diatasi dengan eksisi endoskopik atau .lnelnasang steilt pada jalan napas. Tuba bermanset dapat
25-TITAKEOS'TOMI 485

tlrellyebabkan obstruksi lltukosa sirkuurfcre nsial dalarn bcbcrapa jam. Manset harus dikentbangkan dan
kemudian sejumlah udara dilepaskan hingga nrcnimbulkan "bunyi." Mansct bertekanan rendah juga
bersifat protektif. Perbaikan stenosis trakea menjadi senrakin sulit bilanrana sikatriks nrakin panjang.

Kepuslakaan

Bryant LR, Trinkle JK, Dubilier L: Reappraisal of tracheal injuries from cuffed tracheostomy tubes: Experiments in dogs. JAMA
ll5:615_618, lq7t.
Lrw resistance in tracheoslomy lubcs. Ann Orol llhinol I_aryngol 82:827-830, 1973.
Cavo J, et al:
Chew.TOY, Canlrell RW: Tracheostomy: Complications and their managcment. Arch Otol 96:583445,1972.
Cotton RT, Myer CM, Bralcher GO, Fitton CM: Anterior cricoid split, lS77-1987. Arch Orolaryngol Ilead Neck Surg
I 14:130G-1302. 1988.
Cotton RT, Seid AB: Management of thc extubalion problcm in thc premalure child: Anlerior cricoid split as an allernative to
tracheotomy. Ann Otol Rhinol Laryngol 89:508-511, 19it0.
Fearon B, Cotton R: Surgical correction of subglottic slenosis of tho larynx in inlants and children. Ann Otol Rhinol l-aryngol
84:231:235,1974.
Goodall EW: The story of tracheotomy. Br.T Child Dis3l:76'1-252,7934.
Grillo tIC, Cooper JD, Geffin B, Ponloppian H: A low prcssure cuff for tracheoslonry tubcs to minimize tracheal injury. J
Thorac Cardiovasc S urg 62:898-90'7 ,1911.
Jackson C: I{igh tracheotomy and other errors: The chiel causes of chronic laryngeal stenosis. Surg Gynecol Olntet32:392-397,
t921.
Mathog RH, Kenan PD, Hudson WII: Delaycd massivc hcmorrhage following lracheostomy. Laryngoscope 81 :1O7-119,1971.
McClelland l{MA: Tracheostomy: Ils nranagcmcnl and allcrnalivcs. [)roc I{ Soc Med65:4O1-403,19'12.
Montgomery WW. Montgomery SK: Manual for use of Montgorrcry laryngcal, lracheal, and csophagcal prostheses. [Supple-
ment l25l 95(4);1-16, 1986.
Sahni R, Blakley BW, Maisel RH: Flap trachc,oslomy in slcep apnea paticnts. [-aryngoscopeg5(2):221-223,1985.
Schuller DE, Birck IIG: The safety of intubation in croup and epiglottitis: An eight ycar follow-up. I-aryngoscope 85:3346,
19'75.
Snow JB, Preslon WJ: Dry, aseptic melhod oI tracheolon]y care. Arch Orol 92:191-194, 1970.
Szachowicz E, Walsh J, Maisel RH: TALC lracheoslony tube: Nornral laryngeal spccch while on a ventilator. Otolaryngol
Head Neck Surg 89:221, 1981.

Anda mungkin juga menyukai