RIDHA MAGHFIROTUNNISA
P27224017150
SARJANA TERAPAN BERLANJUT PROFESI BIDAN
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013
tercatat sebesar 248.422.956 jiwa, yang terdiri atas jumlah penduduk laki-laki sebesar
125.058.484 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 123.364.472 jiwa. Jumlah penduduk
Indonesia meningkat dengan relatif cepat. Diperlukan kebijakan untuk mengatur atau
membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan penduduk
makin meningkat. Sedangkan Jawa Tengah saat ini adalah Provinsi dengan jumlah penduduk
terbesar ketiga di Indonesia sebesar 32.684.579 jiwa (Kemenkes RI, 2013; h. 4).
Berdasarkan dari data BKKBN Jawa Tengah tahun 2015 yang diperoleh pada bulan
September peserta KB aktif Implant sebanyak 613.837 (11.95 %) akseptor. Sedangkan
berdasarkan data BKKBN jumlah akseptor KB IUD di Provinsi Jawa Tengah untuk periode
tahun 2013 dan 2014 mengalami penurunan. Tahun 2013 tercatat jumlah akseptor KB aktif
sebanyak 5.388.214 orang dengan jumlah akseptor KB IUD sebanyak 471.560 (8,75%).
Tahun 2014 tercatat jumlah akseptor KB aktif sebanyak 5.299.177 orang dengan presentase
akseptor KB IUD 463.036 (8,73%) (Dinkes Provinsi Jateng, 2014).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak jumlah akseptor lama KB
Implant tahun 2013 sebanyak 888 peserta, sedangkan pengguna akseptor lama KB Implant
pada tahun 2014 sebanyak 1.019 peserta, dan untuk tahun 2015 pengguna akseptor KB aktif
Implant sebanyak 13.873 peserta. Sehingga dari data diatas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan laju pengguna KB Implant dari tahun 2013-2015 mempunyai peningkatan di
setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Puskesmas Wonosalam II Kabupaten Demak tahun
2013 terdapat 5.913 PUS, data yang diperoleh akseptor KB aktif Implant sebanyak 488
(8,3%) akseptor dengan peserta KB baru Implant sebanyak 17 (0,3%) akseptor. Sedangkan
tahun 2014 terdapat 6.035 PUS, data yang diperoleh akseptor KB aktif Implant sebanyak 457
(7,57%) akseptor dengan jumlah peserta KB baru Implant sebanyak 43 (0,71%) akseptor.
Sehingga pada tahun 2015 terdapat 5.860 PUS, data yang diperoleh akseptor KB aktif
Implant sebanyak 457 (7,80%) akseptor dengan peserta KB baru Implant sebanyak 69
(1,17%) akseptor. Salah satu peranan penting Bidan adalah meningkatkan jumlah penerimaan
dan kualitas metode KB kepada masyarakat, sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan
bidan. Dalam melakukan pemilihan metode kontrasepsi perlu diperhatikan ketetapan bahwa
makin rendah pendidikan masyarakat, semakin efektif metode KB yang dianjurkan yaitu
susuk KB atau AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit) (Manuaba, 2010; h. 593).
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana Pada Ny. P P2a0 Usia 39 Tahun
dengan Akseptor Kb Implant/Akbk Di Puskesmas Tangen denganpendekatan
manajemen kebidanan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif pada klien dengan KB implat.
b. Melakukan pengkajian data objektif pada klien dengan KB implant.
c. Melakukan analisis pada klien dengan KB implant.
d. Melakukan pelaksanaan tindakan pada klien dengan KB implant.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan pengalaman dalam
melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada klien dengan KB implant,
sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis didalam melaksanakan tugas sebagai
bidan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan asuhan kebidanan pada klien
dengan KB implant.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang alat kontrasepsi KB
Implant.
4. Bagi Lahan Praktik
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada klien terutama pada
akseptor KB.
5. Bagi Masyarakat
Merupakan informasi kepada masyarakat tentang alat kontrasepsi KB Implant.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kontrasepsi Implant
1. Pengertian Implant
Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat
mencegah terjadinya kehamilan antara tiga sampai lima tahun, metode ini dikembangkan
oleh the Population Council, yaitu suatu organisasi internasional yang didirikan tahun
1952 untuk mengembangkan metode kontrasepsi. Implant merupakan alat kontrasepsi
yang dipasangkan di bawah kulit lengan atas yang berbentuk kapsul silastik yang lentur
dimana di dalam setiap kapsul berisi hormon levernorgestril yang dapat mencegah
terjadinya kehamilan. Kontrasepsi implant ini memiliki cara kerja menghambat terjadinya
ovulasi, menyebabkan selaput lendir endometrium tidak siap dalam menerima
pembuahan (nidasi), mengentalkan lendir dan menipiskan lapisan endometrium dengan
efektivitas keberhasilan kontrasepsi implant sebesar 97-99% (BKKBN, 2014)
Menurut Saifuddin (2010) kontrasepsi implant ini dapat bekerja efektif selama 5
tahun untuk jenis norplan dan 3 tahun untuk jenis jadena, indoplant, dan implanton.
Kontrasepsi implant ini dapat digunakan oleh semua ibu dalam usia reproduksi serta tidak
mempengaruhi masa laktasi, pencabutan serta pemasangan implant perlu pelatihan,
kemudian setelah dilakukan pencabutan implant maka kesuburan dapat segera kembali,
kontrasepsi implant memiliki efek samping utama terjadinya perdarahan bercak dan
amenorhea.
Cara kerja dan efektifitas implant adalah mengentalkan lendir serviks yang dapat
mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga terjadi implantasi, mengurangi
transportasi sperma, menekan ovulasi, serta efektif dalam mencegah kehamilan yaitu
dengan kegagalan 0,3 per 100 tahun (Marliza, 2013). Mekanisme kerja implant untuk
mencegah terjadinya kehamilan melalui beberapa cara yaitu :
a. Mencegah ovulasi
Disini lender serviks menjadi kental dan sedikit sehingga menghambat pergerakan
spermatozoa, implant kemungkinan besar juga menekan poliferasi siklik
endometrium yang dipicu oleh esterogen sehingga endometrium tetap dalam keadaan
atrofi (BKKBN, 2014).
Efektifitas implant ini pada jenis norplant akan berkurang sedikit setelah 5 tahun dan
pada tahun ke enam kira-kira 2,5 – 3 % akseptor menjadi hamil. Kemudian untuk
jenis jadena sama efektifnya dengan norplant pada 3 tahun pertama pemakaiannya,
selanjutnya efektifitasnya berkurang namun belum diketahui penyebabnya,
kemungkinan karena kurangnya pelepasan hormon (BKKBN, 2014).
Kontrasepsi implant memiliki keuntungan adalah memiki daya guna yang tinggi,
perlindungan dalam jangka waktu yang panjang, pengembalian kesuburan yang cepat
setelah dilakukan pencabutan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas dari
pengaruh esterogen, tidak mengganggu dalam kegiatan senggama, tidak mengganggu
produksi ASI, klien hanya perlu kembali untuk kontrol bila terdapat keluhan selama
pemakaian kontrasepsi, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Pemakaian
kontrasepsi implant ini juga memiliki keuntungan non kontrasepsi diantaranya
(Saifuddin, 2010) adalah mengurangi rasa nyeri, mengurangi jumlah darah haid,
mengurangi atau memperbaiki anemia, melindungi dari terjadinya kanker endometrium,
menurunkan angka kejadian kanker jinak payudara, melindungi diri dari beberapa
penyebab radang panggul, menurunkan angka kejadian endometritis.
e. Pasca keguguran.
h. Memiliki tekanan darah yang < 180/110 mmHg dengan masalah pembuluh darah
hormon esterogen.
Menurut Saifuddin (2010) beberapa klien dapat mengalami perupahan pola haid berupa
pendarahan bercak (spotting), hipermenorhea, atau meningkatkan darah haid serta
amenorhea. Beberapa keluahan dari klien yang sering dialami dalam penggunaan metode
kontrasepsi implant ini adalah:
a. Nyeri kepala, nyeri payudara, perasaan mual, atau pening.
HIV/AIDS.
h. Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3 per 100.000 perempuan
per tahun).
6. Efek Samping
c. Ekspulsi, maka lakukan penanganan dengan cabut kapsul ekspulsi kemudian periksa
apakah kapsul yang lain masih di tempat lalu pastikan ada atau tidaknya infeksi pada
daerah insersi kemudian bila tidak ada infeksi dan kapsul baru 1 buah pada tempat
insersi yang berbeda, namun bila ada infeksi pada daerah insersi maka lakukan
pencabutan pada seluruh kapsul dan pasang kapsul yang baru pada lengan lain atau
manganjurkan klien untuk menggunakan kontrasepsi lain.
d. Infeksi pada daerah insersi, bila terjadi infeksi tanpa nanah maka bersihkan dengan
sabun, air atau antiseptik lalu berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari lalu implant
jangan dilepas serta anjurkan klien untuk datang 1 minggu kemudian. Bila keadaan
tidak membaik maka cabut implant dan pasang di lengan yang lainnya atau mencari
metode kontrasepsi lainnya.
e. Berat badan naik atau turun, maka berikan informasi pada klien bahwa perubahan
berat badan 1-2 kg adalah normal. Kaji ulang jika terjadi perubahan berat badan 2 kg
atau lebih namun apabila perubahan tidak dapat diterima maka bantuklien untuk
mencari kontrasepsi lain (BKKBN, 2014).
7. Waktu Pemakaian Kontrasepsi Implant
Menurut Saifuddin (2010) waktu dalam pemakaian alat kontrasepsi implant dapat
dimulai dalam keadaan dimana ketika mulai siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7, tidak
memerlukan alat kontrasepsi tambahan. Ketika klien tidak haid, insersi dapat dilakukan
setiap saat dengan syarat tidak memungkinkan hamil atau tidak sedang hamil, disarankan
untuk tidak melakukan hubungan seksual atau gunakan metode kontrasepsi lain sampai 7
hari pasca pemakaian kontrasepsi. Insersi dapat dilakukan bila diyakini klien tidak sedang
hamil atau diduga hamil. Bila diinsersi setelah hari ke-7 dalam siklus haid maka klien
tidak dapat melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi
tambahan sampai 7 hari pasca pemasangan implant.
Bila klien menyusui selama 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinannya, maka
insersi dilakukan setiap saat, bila klien menyususi penuh dan tidak perlu adanya
kontrasepsi tambahan. Bila setelah 6 minggu melahirkan dan terjadinya haid kembali,
insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi klien tidak boleh melakukan hubungan seksual
atau menggunakan alat kontrasepsi tambahan sampai 7 hari pasca insersi. Bila klien
menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi implant,
maka insersi dapat dilakukan setiap saat, bilamana diyakini klien tersebut tidak dalam
keadaan hamil atau diduga hamil atau klien menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya
dengan benar. Bila kontrasepsi yang digunakan ibu sebelumnya adalah kontrasepsi
suntik, maka kontrasepsi implant dapat diberikan saat jadwal disuntik ulang tersebut dan
tidak memerlukan kontrasepsi tambahan. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah IUD maka
klien yang ingin mengganti alat kontrasepsinya menjadi implant maka dapat dilakukan
insersi pada hari ke-7 dengan syarat tidak boleh melakukan hubungan seksual atau
menggunakan alat kontrasepsi tambahan lainnya selama 7 hari, dan IUD segera dicabut.
Bagi klien pasca keguguran, maka insersi dalam dilakukan kapan saja.
1. Usia
Menurut Saifuddin (2010) usia yang baik menggunakan kontrasepsi implant adalah usia
reproduksi yaitu 20-35 tahun.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses balajar untuk setiap individu itu sendiri dalam
pencapaian pemahaman dan memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi lagi tentang objek
tertentu atau yang spesifik dimana hal ini diperoleh dengan formal yang akan berefek pada
induvidu lainnya terkait dengan pola pikir, perilaku, serta akhlak sesuai dengan
pendidikannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakuk oleh Lontaan, dkk pada tahun 2014 di Kabupaten
Talaud tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi pasangan
usia subur menunjukkan bahwa terdapat tidak selalu terdapat hubungan antara pendidikan
dengan pemilihan kontrasepsi, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah responden dan
karakteristik dari setiap penelitian yang dilakukan, hubungan dengan pendidikan dengan
pola pikir, presepsi dan perilaku dari masyarakat merupakan hal yang berperan dimana
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin rasional dalam pengambilan berbagai
keputusan dalam hal ini keputusan dalam pemilihan kontrasepsi yang ingin digunakan
sesuai keinginan serta kebutuhan masing-masing.
3. Paritas
Paritas merupakan jumlah kelahiran hidup dan mati yang dimiliki dari suatu
kehamilan dari usia 28 minggu ke atas yang pernah dialami oleh ibu. Paritas sebanyak 2-3
kali adalah paritas yang paling aman ditinjau dari sudut pandang kematian maternal.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) adalah paritas yang memiliki angka kematian
maternal yang lebih tinggi dimana lebih tinggi paritas, maka lebih tinggi kematian
maternal. Untuk resiko pada paritas satu dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih
baik sedangkan untuk paritas tinggi ditangani dengan dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana, kemudian sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan (Wiknjosastro, 2013). Menurut Nursalam (2014) paritas adalah jumlah anak
yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu, dimana paritas ini sangat berpengaruh terhadap
penerimaan seseorang pada pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan seorang ibu maka
penerimaannya akan semakin mudah. Jenis paritas terbagi menjadi :
1) Primipara, yaitu seorang ibu yang telah melahirkan bayi untuk pertama kalinya.
2) Multipara, yaitu seorang ibu yang telah melahirkan bayi yang sudah beberapa
3) Grande Multipara, yaitu ibu yang sudah melahirkan bayi sebanyak lima kali atau
lebih.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan seseorang akan menentukan gaya hidup serta kebiasaan dari masing-
masing indidvidu sehingga dalam hal ini pekerjaan memiliki peranan yang cukup penting
dan erat kaitannya dengan pemikiran seseorang serta dari keputusan yang diambil
seseorang dalam menentukan jenis kontrasepsi yang digunakannya.
5. Pengetahuan
Pengetahuan adalah salah satu faktor yang menjadi dasar terjadinya perilaku kesehatan
pada sesesorang dimana pengetahuan menjadi hasil tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan pada objek tertentu. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenal benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya atau gejala yang timbul dari pengamatan akal
(Notoatmodjo, 2012).
6. Dukungan suami
Dukungan suami dalam penggunaan alat kontrasepsi khususnya implant merupakan satu
faktor penguat (reinforcing factor) yang dapat mempengaruhi seseorang dalam
berperilaku, dimana setiap tindakan yang dilakukan secara medis harus mendapat
dukungan atau partisipati kedua pihak suami atau istri karena menyangkut kedua organ
reproduksinya.
7. Efek samping
Implant memiliki beberapa efek samping dalam pemakaiannya. Menurut Pinem tahun
2009 hingga saat ini pelayanan kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti
menggunakan alat kontrasepsi relatif masih banyak dengan alasan efek samping.
8. Ketersediaan alat
Kelengkapan alat kontrasepsi adalah bagian yang harus dimiliki pos-pos pelayanan
keluarga berencana sesuai dengan metode kontrasepsi yang akan diberikan. Keberhasilan
pelayanan KB ditentukan beberapa unsur, salah satunya adalah kondisi tempat pelayanan
seperti sarana prasarana yang memenuhi standar baku pelayanan (BKKBN, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Musu tahun 2012 diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan bermakna antara ketersediaan alat dengan pengggunaan alat
kontrasepsi implant.
9. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup pada seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan dari seseorang untuk bertindak terhadap
suatu hal tertentu. Sikap seseorang merupakan bentuk reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012).
10. Budaya
Dalam masyarakat, tidak seluruh praktik biomedis dan ilmu pengetahuan yang
berasal dari pihak tertentu yang diperlukan dapat dipahami dengan baik oleh anggota
komunitas yang ada di masyarakat. Dalam hal ini, terkait dengan pelayanan medis serta
keperawatannya belum seluruhnya memenuhi kebutuhan yang ada maupun harapan
mereka. Kepercayaan merupakan hal penting yang ada dan masih erat kaitannya dengan
masyarakat, kepercayaan itu sendiri berupa suatu keyakinan yang dimiliki seseorang atau
sekelompok masyarakat terhadap suatu objek atau hal lainnya berdasarkan pertimbangan
oleh para tokoh dengan unzur religi di dalamnya seperti keterampilan, pengalaman,
kejujuran, toleransi, dan adanya kemurahan hati. Elemen-elemen tersebut tidak menjadi
sesuatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya melainkan harus ditransmisikan
serta dikreasikan melalui mekanisme di bidang sosial budaya dalam suatu unit sosial
seperti keluarga, komunitas dan lainnya, dimana kepercayaan tersebut dapat diperoleh
dari orang tua, kakek, nenek, tokoh masyarakat sehingga hal tersebut dapat
mempengaruhi seseorang dalam memutuskan sesuatu yang terbaik bagi dirinya sesuai
kebutuhannya (Notoatmodjo, 2003)
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Menarche : 13tahun
Siklus : Teratur (28 hari)
Lama : 6 hari
Sifat darah : Encer
Warna ;;: : Merah segar
Bau ;;; : Khas darahhaid
7. Data Psikososial
a. Dukungan keluarga
B. DATA OBJEKTIF
1. PemeriksaanUmum
a. KedaanUmum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Keadaan Emosional : Stabil
d. Berat Badan : 60 kg
e. Tinggi Badan : 155 cm
f. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Suhu : 36,7 ⁰C
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
2. PemeriksaanFisik
a. Kepala
1) Rambut
Warna hitam, bersih, tidak mudah rontok
2) Muka
Tidak ada oedema, tidakpucat
3) Mata
Konjungtiva merah muda dan sklera putih bersih
4) Telinga
Simetris, tidak ada secret atau serumen, pendengaran baik
5) Hidung
Bersih, tidak ada secret
6) Mulut dan gigi
Bibir merah kering, tidak ada caries gigi, tidak oedema dan lidah bersih
b. Ekstremitas
1) Atas
Simetris,tidak ada oedema,jari kuku tidak mengalami kelainan dan tidak
pucat
2) Bawah
Simetris, tidak ada oedema, jari kuku tidak mengalami kelainan, terdapat
reflek patella pada kaki kanan dan kiri
c. Genetalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
C. ANALISA
1. Diagnosa kebidanan
Ny. P P2A0 umur 39 tahun dengan akseptor KB implant/ AKBK
2. Masalah
Tidak ada
3. Kebutuhan
Tidak ada
D. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan kepada ibu bahwa keadaan ibu normal, meliputi pemeriksaan TTV:
1) Tekanan Darah : 110/60 mmHg
2) Suhu : 36,7 ⁰C
3) Nadi : 84 kali/menit
4) Respirasi : 20 kali/menit
2. Memberitahukan kepada ibu tujuan, indikasi, kontra indikasi dan juga prosedur
kegiatan pemasangan KB implant atau AKBK
Evaluasi :ibu telah mengerti dan menyetujuinya
3. Memberitahu ibu untuk membersihkan lengan kiri dan memposisikan ibu di tempat
tidur
Evaluasi : Lengan ibu sudah bersih dan ibu sudah berbaring ditempat tidur
4. Melakukan tindakan informed consent kepada ibu
Evaluasi :ibu telah menandatangani dan menyetujui surat informed consent
5. Petugas memakai APD level 2 dan menyiapkan alat
Evaluasi : petugas telah memakai APD level 2 dan menyiapkan alat
6. Petugas melakukan pemasangan KB implant/AKBK sesuai prosedur, yaitu:
a. Melakukan desinfeksi lengan yang akan dipasang implant menggunakan betadine
secara sirkuler, setelah itu memakai kain duk steril
Evaluasi :telah dilakukan desinfeksi lengan
b. Menyuntikkan anestesi local yaitu lidocaine, dan tunggu sekitar 1 menit lalu
lakukan pengujian efek anestesi apakah bagian yang sudah dilakukan tindakan
anestesi sudah tidak merasakan sakit.
Evaluasi :telah dilakukan tindakan anestesi dan ibu sudah tidak merasakan sakit di
bagian yang dianestesi
c. Mengeluarkan pendorong dari bungkus, lalu memasukkan kapsul implant
kedalam trocar
Evaluasi :telah dilakukan pengeluaran kapsul
d. Memasukkan trocar kedalam kulit dan dorong pendorong sambil ditarik sampai
kapsul keluar, lalu cek kapsul apakah sudah benar-benar terpasang. Arahkan
trocar kesamping kurang lebih membentuk sudut 30o dan ulangi seperti langkah
sebelumnya
Evaluasi :telah dilakukan pemasangan kapsul implant
e. Melakukan pengecekan kapsul apakah sudah benar-benar terpasang
Evaluasi :kapsul telah terpasang
f. Mengeluarkan trocar dan pendorong lalu melakukan desinfeksi dan lakukan
penutupan luka menggunakan plester.
Evaluasi :telah dilakukan penutupan luka insisi dan kapsul implant telah terpasang
g. Meminta ibu untuk merasakan keberadaan kapsul yang terpasang
Evaluasi :ibu telah merasakan kapsul yang terpasang dan merasakan senang
7. Membersihkan alat-alat dan cuci tangan
Evaluasi : alat-alat sudah dibersihkan dan sudah cuci tangan
8. Melakukan edukasi dan kunjungan ulang kepada ibu 3 hari lagi
Evaluasi :ibu bersedia untuk melakukan kunjungan ulang
9. Memberikan asam mefenamat No X, 3 kali sehari, untuk mengurangi nyeri setelah
pemasangan KB implant/AKBK
Evaluasi : ibu bersedia untuk meminum asam mefenamat No X, 3 kali sehari
10. Melakukan dokumentasi
Evaluasi : telah dilakukan dokumentasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian
Pada tanggal 2 Maret 2021 Ny.P datang ke Puskesmas Tangen untuk pemasangan
Implant, Ny.P mengatakan suami sudah setuju dengan metode konrasepsi implant ini.
Pemasangan KB implant pada Ny.P dilakukan pada lengan kiri atas. Hal ini sesuai
dengan teori Affandi (2012) yang mengatakan implant merupakan kontrasepsi yang
digunakan pada lengan kiri atas, memiliki kelebihan praktis, efektif, tidak menekan
produksi ASI, dan masa pakai jangka panjang (5 tahun). Kontrasepsi implant ini memiliki
cara kerja menghambat terjadinya ovulasi, menyebabkan selaput lendir endometrium
tidak siap dalam menerima pembuahan (nidasi), mengentalkan lendir dan menipiskan
lapisan endometrium dengan efektivitas keberhasilan kontrasepsi implant sebesar 97-99%
(BKKBN, 2014).
Analisa
Ny.P usia 39 tahun P2A0 dengan akseptor KB implant
Penatalaksanaan
Pelaksanaan asuhan keluarga berencana pada Ny.P dilakukan di Puskesmas Tangen.
Prosedur pemasangan KB implant sudah sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh
saifuddin tahun 2006.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Asuhan keluarga berencana dengan Ny P usia 39 tahun P2A0 dengan KB implant. Pada
pelaksanaan asuhan keluarga berencana penulis telah memberikan penjelasan mengenai
keuntungan dan kerugian menggunaan KB implant, setelah Ny.P mengetahui
penjelasanya,lalu dilakukan pemasangan KB implant dengan baik dan benar.
5.2 Saran
Diharapkan Puskesmas dapat mempertahankan pelayanan asuhan kebidanan implan yang
sudah baik kepada klien dan diharapkan bidan selalumeningkatkan pengetahuannya
sesuai perkembangan IPTEK.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, 2014. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
http://fk.unsoed.ac.id/