Anda di halaman 1dari 15

Biografi Descartes

Rene Descartes lahir di La Haye, Perancis 31 Maret 1959. Descartes


adalah seorang filsusuf berkebangsaan Perancis dan beragama katholik
sekaligus penganut bid’ah Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh
tokoh-tokoh gereja.Descartes juga dikenal sebagai Renatus Cartesius. Dia
merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis.Karyanya yang
terpenting adalah Discours de la method (1637) danMeditationes de prima
Philosophia (1641).Rene Descartes sering disebut sebagai “Bapak Filsafat
Modern”, menurut Bertnand Russel gelar itu diberikan kepada Descartes karena
dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang
berdiri di atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan rasional.
Descartes lahir dari sebuah keluarga borjuis.Ayah Descartes adalah ketua
Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas.Descartes merupakan
filosof yang memiliki kepribadian yang sangat rendah hati dan tidak pernah
menyombongkan diri dengan kemampuannya serta menjadi pioner munculnya
filsafat modern. Pada tahun 1604 – 1612, Descartes mengennyam Pendidikan
Matematika di Universitas Jesuit di La Flece, yang ternyata memberikan dasar-
dasar matematika modern jauh lebih baik daripada yang bisa diperolehnya di
kebanyakan Universitas pada tahun itu.
Dia mengasingkan diri untuk mempelajari Geometri di sebuah tempat
kecil yang bernama Fauborg St. Germain.Selama 20 tahun Descartes tinggal di
Belanda. Dia menginginkan kehidupan yang damai saait itu. Untuk mengurangi
kebenciannya terhadap Sains modern, ia mengadakan korespondensi dengan
Ratu Christina. Ratu tersebut terdorong untuk mendapat pelajaran dari
Descartes, hal itu karena kekaguman Ratu terhadap karya-karya Descartes.Dan
Descartes sendiri meninggal di Stockholm, Swedia 11 Februari 1650 pada usia
53 tahun. Kemudian jenazahnya dipindahkan ke Perancis pada tahun 1667 dan
tengkoraknya disimpan di Museum D’historie Naturelle di Paris.Dari salah satu
sumber, Descartes tidak pernah menikah, akan tetapi mempunyai anak kandung
perempuan yang meninggal saat usianya 5 tahun.

Pemikiran Descartes
1. Kebenaran Pengetahuan
Descartes memiliki misi filsafat yaitu berusaha mendapatkan pengetahuan
yang tidak dapat diragukan.Pengetahuan yang didapat dari pengamatan inderawi
tidak memberikan keterangan kepada manusia tentang hakikat dan sifat dunia luar.
Pengamatan inderawi hanya memberikan nilai praktis saja. Menurut Descartes,
kebenaran akan terwujud jika proses melalui indera masuk ke dalam pemikiran
rasional (akal budi).
Metode yang digunakannya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang
ada, yang kemudian mengantarkanya pada kesimpulan bahwa pengetahuan yang ia
kategorikan ke dalam 3 bagian dapat diragukan, yaitu:
a. Pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi dapat diragukan.
Contoh: memasukkan kayu lurus ke dalam air, kayu tersebut akan tampak
bengkok.
b. Fakta umum tentang dunia
Contoh: api itu panas, benda yang berat akan jatuh juga dapat diragukan.
Descartes menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang sama
berkali-kali dan dari sana kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut.
c. Logika dan matematika, prinsip-prinsip logika dan matematika jga dapat
diragukan.Ia menyatakan bagaimana jika ada suatu makhluk yang
berkuasa memasukkan ilusi dalam pikiran kita, dengan kata lain kita
berada dalam suatu matriks.

Berdasarkan keraguan tersebut, Descartes mengeluarkan premis yaitu cogito


ergo sum (aku berfikir, maka aku ada).Metode tersebut dihasilkan oleh Descartes
dengan menjunjung tinggi suatu keraguan untuk mengungkap sebuah kebenaran.
Diapun meragukan atas keberadaan dirinya, akan tetapi satu hal yang ia tidak
dapat ragukan adalah rasa ragu itu sendiri.Karena keraguan-raguan tersebutlah,
maka Descartes berpikir.
2. Metafisika
a. Realita
Descartes membagi realita menjadi 3, yaitu:
1. Benda material yang terbatas (objek fisik, seperti meja, kursi, tubuh
manusia dan sebagainya).
2. Benda mental-nonmaterial yang terbatas (pikiran dan jiwa)
3. Benda mental yang tak terbatas (Tuhan).
Dualism antara realita material dan mental berpengaruh pada
pembagian keilmuan.Realita material ditujukan bagi keilmuan baru yang
dibawa Galileo-Copernicus.Realita mental ditujukan bagi keilmuan
dalam bidang agama,etika dan sejenisnya.
b. Eksistensi Tuhan
Keberadaan Tuhan bukan dari dunia luar, melainkan dari diri sendiri.
Hakekat keberadaan Tuhan tidak mampu ditembus oleh indera maupun akal
manusia dan Tuhan adalah satu-satunya yang Maha Sempurna yang
memiliki kekuasaan tanpa batas. Menurut Descartes, terdapat 2 jalan untuk
menemukan bahwa Tuhan itu ada, yaitu:
1. Secara Klausa, yaitu manusia menemukan dalam dirinya
kesempurnaan, bahwa manusia mencari sendiri kebenaran yang
jelas dan terungkap bahwa ia mau mencapai kesempurnaan
pengetahuan
2. dirinya menyadari bahwa kemampuannya sangat terbatas, ada
penyebab pertama dari ide kesempurnaan ialah Tuhan yang Maha
Sempurna.
Menurut skema ada (eksistensi), manusia menerapkan prinsip
eksistensi dalam dirinya. Terlepas dari itu keeksistensiannya tidak mungkin
berdiri sendiri, tanpa ada kaitan apapun dengan suatu yang lebih nyata
keeksistensiannya.
Melalui tahapan pemikiran tersebut, dengan jelas ditemukan bahwa
asal kebenaran itu pasti berasal dari sesuatu yang kodratnya lebih sempurna,
yaitu Tuhan. Descartes tidak menyatakan bahwa ide Tuhan itu ciptaan akal
budi manusia, tetapi ide Tuhan yang berada dalam akal budi manusia yang
berasal dari Tuhan.
c. Ide
1. Innate Ideas, yaitu ide atau pemikiran bawaan sejak manusia
dilahirkan.Ide bawaan adalah gagasan Tuhan yang tak terbatas.Contoh,
kemampuan bahasa berupa “mesin bahasa” atau sebuah perangkat
pemerolehan bahasa yang terdapat pada otak manusia yang dapat
memahami aturan tata bahasa secara alamiah.
2. Adventitious Idea, yaitu ide yang berasal dari luar diri manusia.
3. Factitious Idea, yaitu ide yang dilahirkan oleh fikiran itu sendiri.
3. Etika
Menurut Descartes, manusia adalah makhluk yang bebas dan independen.
Untuk mencapai suatu kebebasan atau independen, manusia harus mampu
mengendalikan hasrat-hasrat jiwa. Dengan hasrat jiwa yang terkontrol, manusia bisa
mencapai kebebasan spiritual (jiwa). Tetapi, kata independen menurut Descartes
dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah bebas mutlak melainkan bebas ber
dasarkan penyelenggaraan Illahi.[25]  Dalam membangun filsafatnya, Descartes
membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan dalam menentukan kebenaran dan
keluar dari keraguan yang ada. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
Descartes adalah:[26]
·           Apakah mungkin memperoleh suatu pengetahuan yang benar?

·           Metode apa yang digunakan untuk mencapai pengetahuan pertama?

·           Bagaimana memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya?


·           Apa tolak ukur kebenaran pengetahuan?

Untuk mendapatkan pengetahuan yang pasti dan jelas, Descartes mengajukan


empat prinsip berikut ini:[27]
·           Seseorang hendaknya hanya menerima suatu pengetahuan yang terang dan jelas.

·           Metode Analisis. Yaitu Mengurai suatu masalah menjadi bagian-bagian kecil.


Apabila masalah itu masih berupa pernyataan, maka pernyataan tersebut harus diurai
menjadi pernyataan-pernyataan yang sederhana.

·           Pola pikir sintesa atau perangkaian. Mengarahkan pikiran dengan teratur, dengan
cara memulai dari hal-hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara
bertahap sampai kepada hal-hal yang lebih sulit dan komplek. Gagasan yang telah
diperoleh harus dirangkai untuk menemukan kemungkinan luasnya.

·           Melakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang telah diperoleh agar


dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut tidak mengandung
kerahuan sedikitpun.

Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang
kepastian pengetahuan ilmiah dan tugas dalam kehidupannya yaitu membedakan
kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya “semua
ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas”. Pada dasarnya visi dan filsafat
Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan matematika yang berasas pada
kepastian dan kejelasan serta perbedaan antara yang benar dan salah. Sehingga dia
menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti dan jelas. Hal itu
biasa Descartes sebut sebagai kebenaran yang Clear and Distinct. Dalam usahanya
untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan metode “Deduksi”,
yaitu dia mendeduksikan prinsip-prinsip kebenaran yang diperolehnya kepada
prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumya yang berasal dari definisi dasar yang jelas.
[28]
D.      Pemikiran Descartes tentang rasionalisme
Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme menekankan
akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas
dan terlepas dari pengamatan inderawi.[29] Rene Descartes dalam filsafatnya
mengemukakan metode kesangsian untuk merenungkan terus sesuatu hal sampai
tidak ada keragu-raguan lagi. Dia dijuluki sebagai “bapak filsafat modern” karena ia
menempatkan akal (rasio) pada kedudukan yang tertinggi, satu hal yang memang
didambakan oleh manusia di zaman modern. Menurut Descartes, untuk memperoleh
pengetahuan yang terang dan jelas, maka terlebih dahulu kita harus meragukan segala
sesuatu. Bagi Descartes, pengertian yang benar haruslah dapat menjamin dirinya
sendiri. Untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang tidak diragukan lagi
kebenarannya, Descartes menggariskan 4 langkah aturan sebagai berikut:[30]
1.      Kita harus menghindari sikap tergesa-gesa dan ragu dalam mengambil sesuatu
keputusan serta menerima yang dihadirkan pada akal secara jelas dan tegas sehingga
mustahil disangsikan.
2.      Setiap persoalan yang diteliti dibagikan dalam sebanyak mungkin bagi sejauh yang
diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
3.      Mengatur pikir sedemikian rupa dengan bertitik tolak dari objek yang sederhana
sampai pada objek yang lebih kompleks. Atau dari pengertian yang sederhana dan
mutlak sampai pada pengertian yang komplek dan nisbi.
4.      Setiap permasalahan ditinjau secara universal atau menyeluruh, sehingga tidak ada
yang dilalaikan.[31]
Asal  mula Descartes lebih mengutamakan akal/rasio untu memperoleh
pengetahuan adalah tidak puas dengan pengetahuan umumnya dengan alasan bahwa
misalnya panca indera itu banyak sekali membohong. Oleh sebab itu menurutnya
panca indra tidak boleh dijadikan dasar pengetahuan. Dan yang dapat dipercaya
kebenarannya adalah hanya pikiran manusia.Pada masa kekecewaannya pada
kebenaran pengetahuan yang berlangsung selama 9 tahun.Timbul suatu pertanyaan
pada dirinya sendiri yang tidak bisa dimungkiri lagi. Pertanyaan itu adalah: saya
berakal, jadi saya ada, sebagai makhluk yang kecewa. Itulah permulaan aliran pikiran
rasionalisme modern.Descartes menganggap ilmu yang pasti itu ilmu yang paling
utama dari segala ilmu pengetahuan, karena segala pokok ilmu pengetahuan bisa
ditemukan dalam ilmu tersebut.[32]
Untuk memenuhi rasa kekecewaannya Descartes tidak mengeluarkan pemikiran
yang baru, melainkan dia merubah haluan filsafat serta mendatangan
pembaharuan.Kalau filsafat kebanyakan atas dasar pikiran Aristoteles, maka
Descartes mengubahnya.Jadi filsafat itu muncul atau ada karena ilmu pengetahuan,
terlepas dari berbagai prasangkaan dan kepercayaan yang tidak berdasar pada
kebenaran.[33]
Salah satu cara yang ditempuhnya untuk membuktikan bahwa filsafat itu ada
karena ilmu pengetahuan ialah dengan menjadikan dasar filsafat itu kesangsian. Dia
menggunakan senjata ragu, tidak percaya kepada sesuatu.  Metode keraguan ini
dipergunakan sebagai sistem mencari kebenaran. Karena jika seseorang sudah ragu
dan tidak percaya pada sesuatu, maka dia akan mencari kebenarannya dengan akal
yang dia miliki.[34]
BAB III
A.      Kesimpulan
Rene Descartes adalah seorang filosof berkebangsaan Perancis yang menganut
agama katholik. Dia dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern. Descartes adalah
perintis adanya aliaran filsafat Rasionalisme, hal itu karena konsep yang dikeluarkan
olehnya yang awalnya berdasarkan keragu-raguan. Dengan rasa keragu-raguan itulah
Descartes berfikir untuk mencapai kebenaran dari suatu pengetahuan yang ia
dapatkan. Descartes mengeluarkan suatu premis yaitu cogito ergo sum (aku berfikir,
maka aku ada). Descartes lebih menekankan kemampuan berfikir manusia untuk
mencapai kebenaran daripada kemampuan indera, dan dogma-dogma yang telah
ditanamkan dalam agama. Cara berfikir itu oleh Descartes digunakan dalam
memikirkan tentang keberadaan Tuhan dan Benda (alam semesta). Terdapat beberapa
karya Descartes yang t lah dihasilkannya yaitu,Discours de la method (1637)
dan Meditationes de prima Philosophia (1641).
B.       Daftar Pustaka
S. Anggriani (25 Desember 2015). “Tokoh Filsafat Modern Rene Descartes (cogito ergo
sum)”.http://www.academia.edu. 
Utomojati, Wisnu. (25 Desember 2015). “Pemikiran Rasional Rene
Descartes”.http://wstarsscream.blogspot.com.
Burhanuddin, Afid (25 Desember 2015). “Rene Descartes; Biografi dan
Pemikiran”.http://afidburhanuddin.wordpress.
Khaeroni, Cahaya. (25 Desember 2015). “Epistemologi Rasionalisme Rene Descartes dan
Relevansi terhadap Pendidikan Islam”. http://cahayakhaeroni.blogspot.com.
Navia Harahap, Muhammad Ali (25 Desember 2015). “Dasar-dasar Penalaran
Logis”,http://pakuanpajajaranbogor.blogspot.com.
Azmi, Khaerul (2014). Filsafat Ilmu Komunikasi. cetakan II. Tangerang: Indigo Media.
Saleh, Nur Amin (25 Desember 2015). “Rene Descartes dan
Pemikirannya”.http://nuraminsaleh.blogspot.com.
Rasyid, Rizani (27 Desember 2015).“Pemikiran Rene Descartes tentang
Rasionalisme”.http://konsultasi-hukum-online.com.

KONSEP PEMIKIRAN ZAMAN RASIONALISME


Penulis: Rakay Sutamayapanna

Perkembangan ilmu pengetahuan selalu memberikan ruang gerak terhadap


munculnya inovasi dalam berbagai hal. Dalam dunia filsafat, munculnya Renaisance
dipandang oleh banyak kalangan sebagai awal munculnya inovasi dalam dunia
filsafat.Bertens (2011:44) menyatakan bahwa tidak mudah untuk menentukan
berhentinya abad Pertengahan, namun patokan yang bisa digunakan adalah
munculnya Renaisance yang berarti kelahiran kembali.
Pada perkembangan selanjutnya, renaisance menjadi awal munculnya aliran-aliran
filsafat modern.Di antara sekian banyak aliran tersebut, salah satunya adalah
rasionalisme. Untuk selanjutnya, makalah ini akan membahas mengenai Konsep
Pemikiran Zaman Rasionalisme.

Pengertian Rasionalisme

Rasionalisme adalah salah satu paham filsafat yang muncul pada abad
modern.Driyarkara (2006: 19) menyatakan bahwa istilah rasionalisme berasal dari
kata ratio yang berarti akal budi manusia.Rasionalisme adalah paham yang
mengajarkan bahwa sumber pengetahuan satu-satunya yang benar adalah rasio
atau akal budi. Lebih lanjut, Driyarkara juga menjelaskan bahwa rasionalisme adalah
pendirian dalam cara berpikir yang menjunjung tinggi rasio atau akal sedemikian
rupa. Huijbers (1993: 68) menjelaskan bahwa zaman rasionalisme berlangsung dari
pertengahan abad XVII sampai akhir abad XVIII.Istilah rasionalisme menandakan
semangat zaman itu mengenai pengutamaan akal budi manusia.Hal ini memberikan
dampak bahwa akal menjadi penentu yang mutlak terhadap segala sesuatu.

Para pemegang teguh paham rasionalisme menganggap ilmu pengetahuan adalah


segala sesuatu yang selalu dapat diterima dengan akal budi.Oleh karena itu, segala
hal yang tidak dapat diterima dengan rasio bukanlah ilmu pengetahuan dan harus
ditiadakan.Dengan demikian daat diketahui bahwa rasionalisme sangat
mementingkan akal budi dalam menemukan kebenaran.

Konsep Pemikiran Para Tokoh Rasionalisme

Wiramihardja (2009: 74) menyebutkan beberapa nama penting dalam aliran


Rasionalisme, di antaranya Descartes. Selain itu, Ahmad (2008: 86) menyatakan
dalam lingkungan filsof, para pemikir rasionalis adalah Rene Descartes, Baruch
Spinoza, dan Gottfried Leibniz. Dalam hal ini Rene Descartes (1595-1960)
dipandang sebagai bapak filsafat modern.Pada prinsipnya, pemikir-pemikir rasional
tersebut menuntut kenyataan sejati yang dilandasi pemikiran.

A. Konsep Pemikiran Rene Descartes (1595-1960)

            
Rene Descartes dianggap sebagai bapak filsafat modern karena ia adalah orang
pertama pada zaman modern yang membangun filsafat berdasarkan keyakinannya
sendir yang didasari pengetahuan akal. Descartes menyatakan bahwa dasar filsafat
adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, dan bukan ayat suci.Ia memnginginkan
filsafat dibebaskan dari dogmasi agama Kristen dan kembali kepada filsafat zaman
Yunani yang berdasarkan akal.

Konsep pemikiran Rene Descartes adalah yang terkenal adalah mengenai


keterkaitan pikiran dan materi.Wora (2006: 40) menjelaskan bahwa Descartes
menyebutkan pikiran sebagai res cogitans, yaitu pengamat yang berpikir, sedangkan
materi adalahres extensa, yakni realitas luar yang diamati.Konsep terkenal lainnya
dari Rene Descartes adalah Cogito Ergo Sum yang berarti “saya berpikir, maka saya
ada.”Dengan demikian Descartes menunjukkan bahwa segala sesuatu itu tidak ada,
kecuali kalau dipikirkan.Oleh karenanya, Descartes sangat mengagungkan rasio dan
apapun yang tidak dapat dipahami dengan rasional adalah tidak ada.

B. Konsep Pemikiran Spinoza (1632-1677)


Magee (2012: 92) menyatakan bahwa Spinoza adalah seorang polymath atau ahli
dalam banyak bidang termasuk bidang matematika.Keseimbangan, perspektif,
toleransi adalah dampak sosial dari filsafat Spinoza. Spinoza berpendapat bahwa
kebebasan berbicara sama sekali tidak mengganggu ketertiban umum. Hal itu justru
diperlukan untuk mewujudkan ketertiban umum.

Dalam makalahnya, Syekhuddin (2009)  menyebutkan bahwa Spinoza dianggap


sebagai orang yang tepat untuk mengemukakan pemikiran kaum rasionalisme. Dia
menyusun sebuah sistem filsafat yang menyerupai sistem ukur geometri.Karya
Spinoza yang berjudul Etika, disusun dengan tata letak seperti buku teks
geometri.Setiap pembuktian dimulai dengan berbagai definisi dan aksioma yang
sesuai kemudian barulah diikuti dengan argumennya.Pada akhir pembuktian ditulis
“QED” (quod erat demonstrandum) yang berarti “yang tadi hendak dibuktikan.”

C. Konsep Pemikiran Leibniz (1646-1716)


Magge (2008: 96) menjelaskan bahwa Leibnis adalah seorang yang luar biasa
jenius.Ia mengemukakan konsep energi kinetik. Ia menemukan logika matematika,
meskipun dia tidak menerbitkan hasil temuannya itu. Leibniz berpendapat bahwa
semua pernyataan yang benar harus mengikuti salah satu dari dua tipe logika, yaitu
1) perlu menelaah fakta-fakta untuk memastikan apakah suatu pernyataan itu benar
atau salah, dan 2) tidak perlu menelaah fakta-fakta, dalam arti bahwa pernyataan itu
pasti benar atau salah berdasarkan penggunaan unsur-unsur kalimat itu sendiri.

Dengan adanya kedua tipe logika tersebut, maka muncul dua jenis
pernyataan.Pernyataan dari hasil tipe logika yang pertama disebut pernyataan
sintetis.Sedangkan tipe logika yang kedua menghasilkan penyataan analitis.

Ide lain yang disumbangkan oleh Leibniz dalam filsafat disebut sebagai prinsip
alasan yang cukup. Prinsip ini menyebutkan bahwa suatu kasus yang terjadi pasti
memiliki alasan yang cukup untuk membuatnya terjadi.Hal ini kemudian memberikan
penawaran prinsip metode bagi para periset.

Pengaruh Konsep Rasionalisme terhadap Dunia Pendidikan

Pada pembahasan sub bab terdahulu, telah dikemukakan berbagai macam konsep
pemikiran dari para tokoh rasionalisme. Descrates mengemukakan bahwa logika
atau  rasio sangat penting, bahkan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggi dalam
menemukan kebenaran. Spinoza juga mengemukakan pendapatnya bahwa
pentingnya kebebasan dalam hal berbicara untuk membentuk suatu ketertiban
umum.Demikian pula halnya dengan Leibniz yang berhasil memformulakan dua
macam pernyataan, yaitu pernyataan sintetis dan analitis.

Semua hal yang diutarakan oleh para filsuf tersebut tentu memberikan dampak
terhadap dunia pendidikan.Ilmu pengetahuan sangat identik dengan penggunaan
rasio atau akal budi manusia dalam mengembangkannya.Sains selalu diidentikan
dengan rasionalitas.Rasio dalam dunia pendidikan sangat erat hubungannya dengan
daya pikir, penalaran, dan akal budi.Jika sesuatu itu dianggap sebagai hal yang tidak
masuk akal, cenderung tidak diartikan sebagai ilmu pengetahuan.

Lebih lanjut, kebebasan berbicara misalnya, sangat dibutuhkan untuk


perkembangan dunia pendidikan.Sebagai contoh, dunia pendidikan pada masa
konvensional menganggap guru sebagai pusat dari sumber belajar.Dengan begitu,
guru dianggap sebagai yang maha tahu.Sehingga pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dilakukan dengan metode ekpositori.Sedangkan siswa hanya sebagai
pendengar saja dan cenderung tidak dapat menyampaikan pendapat
pribadinya.Namun dengan adanya buah pemikiran para filsuf tersebut, kebebasan
berbicara mulai dihargai dan bahkan menjadi suatu hal yang patut ditumbuhkan di
kalangan siswa.

Dunia pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan berbagai macam


penelitian.Oleh karena itu, buah pemikiran Leibniz memberikan sumbangsih yang
besar.Dua tipe logika yang menghasilkan dua tipe pernyataan sangat berkaitan erat
dengan penelitian.Pada umumnya, suatu penelitian juga menganalisis sebab-sebab
yang memungkinkan terjadinya suatu kasus.Hal ini juga sejalan dengan ide Leibniz
tentang prinsip alasan yang cukup.

SIMPULAN
Munculnya renaisance adalah awal perkembangan filsafat modern.Salah satu
pemikiran yang timbul setelah renaisance adalah pemikiran
rasionalisme.Rasionalisme memiliki corak khusus, yaitu menekankan terhadap
pentingnya rasio atau nalar atau akal budi sebagai sumber untuk menemukan
kebenaran.Pemikiran ini muncul sebagai bentuk penentangan terhadap dogma
agama, khususnya agama Kristen yang hanya menekankan kebenaran pada iman
terhadap kitab suci.

Munculnya konsep pemikiran dari tokoh-tokoh rasionalisme memberikan dampak


yang sanyat besar terhadap perkembangan pendidikan.Penemuan kebenaran yang
juga mengutamakan aspek rasio, yaitu kemampuan daya pikir, nalar, dan akal budi
sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan.Demikian pula dengan adanya
kebebasan berbicara serta kedua tipe logika yang sangat membantu dalam
perkembangan dunia pendidikan dan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Saiyad Fareed. 2008. 5 Tantangan Abadi terhadap Agama dan Jawaban Islam terhadapnya.
Bandung: Mizan.

Bertens, K. 2011. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Driyarkara, Pater N. 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Huijbers, Theo. 1993. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Magee, Bryan. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius.

 
Wiramihardja, Sutardjo A. 2009. Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Filsafat, Logika dan
Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi. Bandung: PT Refika
Aditama.
 

Anda mungkin juga menyukai