Anda di halaman 1dari 11

SOSIOLOGI DAN POLITIK

SAP 5

KEPARTAIAN DAN DINAMIKA POLITIK INDONESIA

KELOMPOK 1:

1. NIUSS GWIJANGGE 1406305063


2. AVEN MARIA JENIARY
3. I MADE SUHARTANA PUTRA 1506205003

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN AJARAN 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Partai politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat Barat yang dimulai
di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka pikiran Barat bahwa Negara adalah
organisasi kekuasaan untuk menjamin bahwa kehidupan antara Individu yang semua bebas dan
berkuasa tidak mengakibatkan masalah sekuriti pada Individu. Organisasi kekuasaan yang dibagi
dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif atau Trias Politica,
merupakan perimbangan (checks & balances) antara tiga kekuasaan itu. Untuk menjadikan
kekuasaan legislatif mampu melakukan kontrol yang efektif terhadap dua kekuasaan lainnya,
khususnya terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris pada tahun 1678 membentuk partai politik,
yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi Partai Konservatif yang seringkali
berkuasa di negaranya hingga masa kini.
Kemudian parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20 menjadi
wahana penting dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Menjadi
pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat dapat menjadi organisasi dan wahana efektif
dalam Republik Indonesia dengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila negara
bukan organisasi kekuasaan, melainkan organisasi kesejahteraan. Tulisan ini berusaha mencari
jawaban terhadap pertanyaan itu untuk kepentingan masa depan kehidupan bangsa Indonesia
yang adil, maju dan sejahtera.
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan
aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest
aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest
articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan
kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan
pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judul ini ialah untuk untuk mengetahui bagaimana
sejarah perkembangan partai politik di indonesia, agar dapat mengetahui lebih jelasnya, penulis
akan membahasnya pada bab-bab berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.           PARTAI – PARTAI POLITIK


Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan
bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses
politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung
antara rakyat di satu Pihak dan pemerintah di Pihak lain. Partai politik umumnya dianggap
sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses
memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah
menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai.
Di negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat
mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan
menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-
negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa
rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai
tujuan itu, partai politik merupakan alat yang baik.
Pada permulaan perkembangannya di negara-negara Barat seperti Inggris dan Perancis,
kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen.
Kegiatan ini mula-mula bersifat elitist dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum
bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga
berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur
pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena dirasa
perlu memperoleh dukungan dari pelbagai golongan masyarakat, kelompok-kelompok politik
dalam parlemen lambat laun berusaha memperkembangkan organisasi massa, dan dengan
demikian terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam parlemen
dengan panitiapanitia pemilihan yang sefaham dan sekepentingan, dan lahirlah partai politik.
Partai semacam ini menekankan kemenangan dalam pemilihan umum dan dalam masa antara
dua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Ia bersifat patronage party (partai lindungan) yang
biasanya tidak memiliki disiplin partai yang ketat.
1.            Definisi Partai Politik
Di bawah in disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik :
Carl J. Friedrich: Partai politik adalah "sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuuasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan
yang bersifat idiil maupun materiil" (A political party is a group of human beings, stably
organized with the oh jective of securing or maintaining for its leaders the control of a
government, with the further objective of giving to members of the party, through such control
ideal and material benefits and advan tages).
R.H. Soltau: "Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisir, yang bertindak sebagai suatu ke- dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk satuan
politik dan yang bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum
mereka" (A group of citizens more or Less, who act as a political unit and who, by the use of
their voting power, aim to control the government and carry out t general policies).
Sigmund Neumann dalam karangannya Modern Political Parties mengemukakan definisi
sebagai berikut: "Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha
untuk          menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar
persaingan dengan suatu golongan atau golongan golongan lain yang mempunyai pandangan
yang berbeda" (A political party is the articulate organization of society's active political agent.
those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular
support with another group or groups holding divergent views).
2.             Fungsi Partai Politik
Dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi:
1)            Partai sebagai sarana komunikasi politik.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam
masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas. pendapat dan aspirasi
seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas , apabila tidak ditampung dan digabung
dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan "penggabungan
kepentingan" (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan
dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan "perumusan kepentingan" (interest
articulation).
Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai. Partai politik selanjutnya merumuskannya
sebagai usul kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai untuk
diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public
policy). Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah
melalui partai politik.
Di lain fihak partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan
rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus
informasi serta dialog dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, di mana partai politik
memainkan peranan sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah, antara
pemerintah dan warga masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut
sebagai broker (perantara) dalam suatu bursa idee-idee ("clearing house of ideas"). Kadang-
kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar,
sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.
2)            Partai sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik juga main peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political
socialization). Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana
seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku
dalam masyarakat di mana is berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-
angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa.
Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik.
Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai harus
memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan "image" bahwa is
memperjuangkan kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan partai, partai
politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawabnya
sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Di
negara-negara baru partai-partai politik juga berperan untuk memupuk indentitas nasional dan
integrasi nasional.
3)            Partai politik sebagai sarana recruitment politik.
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut
aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian
partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan
lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di
massa mendatang akan .mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
4)            Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management).
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat
merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk
mengatasinya. Dalam praktek politik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi tersebut di atas tidak
dilaksanakan seperti yang diharapkan. Misalnya informasi yang diberikan justru menimbulkan
kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat; yang dikejar bukan kepentingan nasional akan
tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat pengkotakan politik; atau konflik tidak
diselesaikan, akan tetapi malah dipertajam.
4.            Partai Politik di Indonesia
Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya
kesadaran nasional. Dalam suasana itu semua organisasi, apakah dia bertujuan social (seperti
Budi Utomo dan Muhammadiah) atau terang-terangan menganut azas politik/agama (seperti
Sarikat Islam dan Partai Katolik) atau azas politik/sekuler (seperti PNI dan PKI), memainkan
peranan penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa ini
menunjukkan keanekaragaman, pola mana diteruskan dalam masa merdeka dalam bentuk sistim
multi-partai.
Dengan didirikannya Volksraad maka beberapa partai don organisasi bergerak melalui
badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi dalam Volksraad, yakni Fraksi Nasional di
bawah pimpinan Husni Thamrin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-putra) di bawah
pimpinan Prawoto dan "Indonesische Nationale Groep" di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar Volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari nasional. Pada tahun partai-
partai politik dan menjadikannya semacam dewar 1939 dibentuk K.R.I. (Korste Rakyat
wakil        Indonesia) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia, tang merupakan
gabungan dari partai-partai beraliran nasional), MIA (Majelisul Islamil a'laa Indonesia, yang
merupakan gabungan partai-partai beraliran Islam yang terbentuk pads tahun 193 7) dan MRI
(Majelis Rakyat Indonesia, yang merupakan gabungan organisasi buruh).
Dengan demikian kepartaian kembali ke pola multi-partai yang telah dimulai dalam zaman
kolonial. Banyaknya partai tidak meng untungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil.
Pemilihan umum yang diadakan pada tahun 1955 membawa penyederhanaan dalam jumlah
partai dalam arti bahwa dengan jelas telah muncul empat partai besar, yakni Masyumi, PNI, NU
den PKI. Akan tetapi partai-partai tetap tidak menyelenggarakan fungsinya sebagaimana yang
diharapkan. Akhirnya, pada masa Demokrasi Terpimpin partai-partai dipersempit ruang-
geraknya

5. DINAMIKA POLITIK DI INDONESIA


Pembahasan dinamika politik di Indonesia di bagi menjadi 4 periode :
1. Periode Demokrasi Liberal (Th. 1945-1959)
Dalam periode ini dibahas berlakunya Konstitusi yaitu UUD 1945, KRIS 1949 dan UUDS 1950
a. Masa berlakunya UUD 1945, Periode I (tanggal 18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

Dalam masa pemerintahan ini sistem kabinetnya presidensiil (sesuai dengan pasal 17 UUD
1945). Sistem kabinet presidensiil tidak berlangsung lama, karena adanya maklumat pemerintah
14 November 1945 yang isinya agar presiden bertanggung jawab kepada KNIP (yang berfungsi
sebagai badan legislatif) dengan demikian berubah ke sistem kabinet parlementer.

Penerapan sistem kabinet parlementer di masa ini ternyata mengakibatkan stabilitas nasional
tidak mantap. Hal ini dilihat dari silih bergantinya kabinet pada masa itu.

b. Dinamika Politik Indonesia Masa KRIS tanggal 27 Desember-17 Agustus 1950

Bentuk negara serikat, sistem kabinetnya parlementer. Dalam pemerintahannya meletakkan


hubungan pusat dan daerah seperti hubungan pemerintah pusat dengan negara bagian. Dalam
sistem ini parlemennya terdiri 2 badan (bikameral) yaitu: senat (mewakili negara bagian) dan
DPR. Pada masa KRIS negara Indonesia dibagi 16 bagian, yang pada akhirnya negara-negara
bagian tersebut saling menggabungkan diri sehingga menjadi 3 negara bagian yaitu :
1. Negara Republik Indonesia
2. Negara Indonesia Timur
3. Negara Sumatera Timur
Dari ketiga negara bagian inipun akhirnya saling menggabungkan diri menjadi negara kesatuan.

c. Dinamika Politik Indonesia Pada Masa UUDS Th. 1950 (tanggal 17 Agustus 1950-5 Juli
1950) dengan ciri-ciri :
- Bentuk negara kesatuan
- Sistem kabinet parlementer

Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, maka timbullah partai-partai


politik yang jumlahnya sangat banyak, yakni 28 partai.

Pemilu th. 1955 diadakan 2 kali yaitu :


1. Pemilu I, tanggal 19 September 1955 untuk memilih anggota parlementer (DPR)
2. Pemilu II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.
Badan Konstituante bertugas membentuk UUD yang baru.

Dalam menjalankan tugas badan konstituante tidak pernah membuahkan hasil, padahal kondisi
negara dalam keadaan yang memprihatinkan. Melihat kondisi ini presiden Soekarno punya usul
kembali ke UUD 1945. Usul ini mendapat dua tanggapan kelompok I mau kembali ke UUD
1945, tetapi Pancasilanya seperti dalam piagam Jakarta, yang sila I : Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kelompok II, setuju kembali ke
UUD 1945 sepenuhnya. Akhirnya diadakan pemungutan suara, dengan kuorum rapat 2/3 dari
anggota hadir yang memenuhi kuorum. Putusan ini tidak pernah tercapai dan pada akhirnya
kuorum rapatpun tidak tercapai. Bahkan sebagian anggota menyatakan tidak akan datang dalam
sidang yang akan datang. Berdasarkan keadaan darurat luar biasa ini demi persatuan, kesatuan
dan stabilitas nasional presiden Soekarno mengeluarkan “Dekrit Presiden 5Juli 1959” yang
isinya:
1. Pembubaran Badan Konstituante
2. Berlaku kembali UUD 1945 dan tidak memberlakukan UUDS
3. Pembentukan MPR dan DPAS

Kegagalan badan konstituante disebabkan parpol-parpol lebih mementingkan kepentingan


parpolnya. Partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada
kabinet, sehingga kabinetnya jatuh bangun. Walaupun sudah diadakan pemilu, namun segala
bidang kehidupan terjadi instabilitas. Dengan keluarnya dekrit presiden 1959 ini telah
mengakhiri sistem politik liberal yang kemudian diganti dengan sistem demokrasi terpimpin dan
berlakunya kembali UUD 1945.

2. Periode Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966) 

Dengan dengan ciri-ciri : konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945, Bentuk negara Kesatuan,
Sistem pemerintahan Kabinet Presidensiil

Pada masa pemerintahan orde lama banyak terjadi penyimpangan 


a. Lembaga negara tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 
b. Asas musyawarah mufakat diganti dengan demokrasi terpimpin yang berakibat terjadinya
kultus individu.
c. DPR hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan presiden karena tidak menyetujui RAPBN yang
diajukan presiden dan sebagai gantinya presiden mengangkat DPR GR
d. MPRS dan DPR GR yang seluruh anggotanya diangkat oleh presiden yang seharusnya berada
diatas presiden tetapi selalu tunduk kepada presiden
e. MPR mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup, yang dikukuhkan dalam Tap
MPRS No. III/MPRS/66

3. Masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998) 

Pemerintahan orde baru adalah pemerintahan yang menegakkan negara Kesatuan RI berdasrkan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru lahir sejak dikeluarkan
SUPER SEMAR, dari presiden Soekarno kepada Letjen. Soeharto untuk mengambil tindakan
yang dianggap perlu demi keamanan, keselamatan rakyat, bangsa dan negara Kesatuan RI.

Dalam bidang ketatanegaraan banyak ditempuh upaya-upaya konstitusional. Penyelenggaraan


Pemilu selama orde baru telah berlangsung sebanyak 6 kali.
Pemerintah Orde Baru berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya pendapatan perkapita dan pembangunan sarana dan prasarana fisik, dengan
meningkatnya pendapatan perkapita dan pembangunan sarana prasarana fisik, yang dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun pembangunan di bidang mental dan budaya-
budaya terjadi kemerosotan. Sehingga terjadi KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) yang
semakin meluas dan akhirnya terjadi krisis kepercayaan. Dalam bidang politik, krisis
kepercayaan ini dibuktikan oleh maraknay unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen,
pelajar, LSM dan politisi yang menuntut presiden Soeharto mundur dan menyuarakan
“Reformasi”. Karena presiden Soeharto sudah tidak mendapat dukungan rakyat akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto mengundurkan diri dan yang menggantikannya adalah
wakil presiden B.J Habibie.

4. Periode Reformasi (21 Mei 1998 sampai sekarang)

Dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21
Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
a. Habibie

Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga
melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan
Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut
dari Indonesia pada Oktober 1999.
Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa
pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
b.Abdurrahman Wahid
Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P pimpinan
Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena jabatan
presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden.
Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih
kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil
presiden.
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang
makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman
Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur
untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman
Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati
Soekarnoputri.
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi
Presiden Indonesia ke-5.

c.Megawati Soekarnoputri
Megawati dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena
merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang
lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan
yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring
dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat
sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang ‘dingin’.
Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia, dan
pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai
presiden.

d. Susilo Bambang Yudhoyono


Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung pertamanya.
Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas
penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat,
Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya.
Berdasarkan hasil perolehan suara , sesuai dengan pasal 66 ayat 2 UU No. 23/2003, maka kelima
pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut belum memenuhi syarat yang ditentukan
UU. Karena belum memenuhi syarat yang ditentukan UU, maka diadakan pemilihan presiden
dan wakil presiden yang kedua kali yang mendapat suara mayoritas 1 dan 2.

Dengan data suara diatas yang berhak untuk maju pemilu putaran ke dua yaitu
1. Suara mayoritas 1 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Muhammad Yusuf Kalla, dengan
prosentase perolehan 33,574%
2. Suara mayoritas 2 pasangan Megawati Soekarno Putri – Hasyim Musadi, dengan prosentase
perolehan 26,605%
Pemilu putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004, yang dimenangkan oleh
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Muh. Yusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden
RI periode 2004 – 2009
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu kelompok yang
teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita
yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan kebijakan-
kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan (movement) dan berbeda
juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau istilah yang lebih banyak digunakan pada
dewasa ini yang memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang ingin
melakukan perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Amal, Ichlasul. “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”, PT Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
Budiarjo,Mariam .“Partisipasi dan Partai Politik”.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1998.
“Dasar-Dasar Ilmu Politk”. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.

Anda mungkin juga menyukai