Anda di halaman 1dari 17

Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

urnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1


Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang
Rawat Inap RSUD Tebet Tahun 2017

Analysis of Infection Prevention and Control Program’s Implementation in Inpatient Ward at


Tebet Hospital, 2017

Tetyana Madjid1, Adik Wibowo2

1
Program Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia Departemen Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia
2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia

E-mail: tetyanamdj@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Tebet melalui
pengamatan terhadap tindakan pemasangan infus, mengganti perban, menyuntik dan menangani limbah oleh perawat
di ruang rawat inap, juga dicari data tentang karakteristik perawat, kebijakan, sarana dan prasarana, pengawasan
serta pelaporan infeksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, unit analisis adalah 105
jumlah tindakan. Hasil menunjukkan sebagian besar dari 4 tindakan telah dilakukan perawat dengan baik, analisis
data menggunakan univariat, bivariat, multivariat regresi logistik. Variabel yang paling mempengaruhi tindakan
tersebut adalah pelaporan infeksi. Saran untuk rumah sakit memperbaiki struktur organisasi, menugaskan perawat
IPCN purna waktu, meningkatkan efektifitas pelatihan.

Kata kunci: pencegahan dan pengendalian infeksi; pengendalian infeksi di rumah sakit; pengendalian infeksi

ABSTRACT

The focus of this research is indentifying infection prevention and control program in Tebet hospital through
observation of nursing action on infusion, bandage, injecting and waste management, and indentifying nurse’s
characteristics, policies, facilities, monitoring and reporting of infection. This research using qualitative and
quantitative approach. Unit analysis of this research is 105 of actions mentioned above by all nurses in the inpatient
room. The results of this study show that most of the actions performed by the nurses were good, analysis with
univariat, bivariat and logistic regression of multivariat. The most affecting variables is the reporting of infection.
Suggestions for hospitals is to improve organizational structure, assign full timen IPCN nurses and improve training
effectiveness

Keywords: infection prevention and control; healthcare associated infections (hais); infection control in hospital.
PENDAHULUAN

Jurnal ARSI/Oktober 2017 58


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

Saat ini pelayanan kesehatan yang bermutu publikasinya (2000) yang bertajuk To err is
telah menjadi sorotan dunia. Kualitas dari Human, memperkirakan 44,000 - 98,000
sebuah pelayanan kesehatan telah menjadi penduduk amerika meninggal setiap tahunnya
tuntutan dari setiap lapisan masyarakat. akibat kesalahan medis, yang mana hal ini
Menyikapi hal tersebut, beberapa negara seharusnya dapat dicegah. Disampaikan
mulai menyusun berbagai indikator terkait bahwa angka ini jauh melebihi angka
dengan mutu pelayanan kesehatan tersebut kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker
yang salah satunya dikenal dengan akreditasi. bahkan AIDS.
Menyikapi permasalahan mutu rumah sakit
ini, berbagai negara menyusun kebijakannya Hal ini memunculkan kekhawatiran di
terkait dengan proses akreditasi yang berbagai negara akan dampak dari pelayanan
diberlakukan terhadap penyedia layanan kesehatannya. Menyadari pentingnya
kesehatan di wilayahnya. Di Indonesia permasalahan ini, keselamatan pasien
sendiri, akreditasi menjadi kewajiban yang kemudian diangkat menjadi salah satu
harus dilakukan oleh rumah sakit dan bahasan pada pertemuan- pertemuan
dilaksanakan setiap 3 tahun sekali, internasional, yang salah satunya adalah
sebagaimana dinyatakan pada Undang- World Health Assembly (WHA). WHO
Undang no 44 Tahun 2009 tentang Rumah SouthEast Asie Region (SEARO 2015) telah
Sakit (Kementerian Hukum dan Hak Asasi mengeluarkan strategi regional tahun 2016-
Manusia RI 2009). Hal ini kemudian 2025 terkait keselamatan pasien yang
dipertegas dengan terbitnya aturan turunan meliputi 5 objektif strategi dimana salah
undang-undang tersebut yaitu Peraturan satunya adalah pencegahan dan pengendalian
Menteri Kesehatan no 12 Tahun 2012 tentang infeksi akibat layanan kesehatan. Sejalan
Akreditasi Rumah Sakit (Kementerian dengan hal ini, kebijakan mengenai
Kesehatan RI 2012). Standar Akreditasi keselamatan pasien di Indonesia diatur dalam
Rumah Sakit terdiri dari beberapa indikator Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2011,
penilaian dimana salah satu dari sasaran didukung dengan penguatannya sebagai
tersebut adalah sasaran keselamatan pasien bagian dari akreditasi rumah sakit, dengan
(Komisi Akreditasi Rumah Sakit 2012). salah satu dari sasaran yang dituju adalah
pengurangan risiko infeksi.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan Infeksi akibat layanan kesehatan atau
pasien lebih aman yang meliputi asesmen Healthcare Associated Infections (HAIs)
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang adalah infeksi yang terjadi pada pasien
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan, selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas
dan analisis insiden, meminimalkan kesehatan lainnya. Infeksi tersebut tidak
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya ditemukan atau tidak sedang berinkubasi pada
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat saat pasien masuk. Termasuk dalam definisi
melaksanakan suatu tindakan atau tidak ini adalah infeksi yang didapat di rumah sakit
mengambil sebuah tindakan yang seharusnya namun baru bermanifestasi setelah pasien
diambil (Kementerian Kesehatan RI 2011b). keluar. Selain pada pasien, HAIs dapat terjadi
Keselamatan pasien merupakan bagian pada tenaga kesehatan dan staf rumah sakit.
mendasar dari sebuah pelayanan 1 kesehatan. (WHO 2010). Data global HAIs hingga saat
ini masih sangat terbatas, namun mengacu
Institute of Medicinedi Amerika Serikat pada
pada laporan WHO berdasarkan tinjauan pada

Jurnal ARSI/Oktober 2017 59


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

literatur dari berbagai studi nasional atau pada peningkatan resistensi antibiotik dan
multisenter pada tahun 1995 -2010 ekonomi negara akibat tingginya biaya
didapatkan data bahwa prevalensi kesehatan yang harus ditanggung. Dari sisi
keseluruhan HAIs di dunia berkisar antara 3,5 fasilitas pelayanan kesehatan, maka berbagai
% - 12 %, dimana prevalensi HAIs di negara dampak akan menurunkan mutu fasilitas
maju mencapai 7,6% sedangkan prevalensi di pelayanan kesehatan. Hal ini akan terus
negara berkembang didapatkan lebih tinggi berkembang dan menjadi semakin Tidak baik
yaitu mencapai 10,1% dengan variasi 5,7% bila tidak dilakukan upaya pencegahan dan
sampai 19,1%. Di negara maju yaitu Amerika pengendalian. Untuk itu, berbagai negara
Serikat memperkirakan 1,7 juta kejadian telah berperan aktif melakukan upaya untuk
infeksi (9,3 infeksi per 1.000 hari pasien atau mengatasi hal ini, termasuk Indonesia, yaitu
4,5 per 100 pasien yang masuk) di rumah salah satunya dengan membentuk Program
sakit di Amerika Serikat dan menyumbang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
lebih dari 98.000 pasien meninggal pada di Rumah Sakit.
tahun 2002. (WHO, 2011). The
EuropeanCenter for Disease Control and Beberapa penelitian yang dilakukan
Prevention (ECDC) dalam WHO (2015) menunjukkan bahwa upaya pencegahan yang
melaporkan prevalensi di eropa rata-rata dilakukan dapat menurunkan HAIs hingga 70
adalah 7,1%. % (Office of Disease Prevention and Health
2014). Sebagai panduan dalam pelaksanaan
Di Indonesia belum terdapat data nasional PPI, Kementerian Kesehatan telah
HAIs, akan tetapi Widodo dan Astrawinata, mengeluarkan pedoman teknis, pedoman
(2004) melaporkan data HAIs di Rumah Sakit manajerial dan surveilans yang saling
Cipto Mangunkusumo 1999 – 2002 yaitu 1,1 , melengkapi agar PPI di rumah sakit dapat
0,9 , 0,6 dan 0,4 %. Pada tahun 2003, terlaksana dengan baik dan benar.
Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Prof. Dr.
Sulianti Saroso melakukan survey ke 11 RS RSUD Tebet, didirikan pada April 2015,
di DKI Jakarta. Berdasarkan hasil tersebut, merupakan salah satu rumah sakit umum
didapatkan data prevalensi infeksi Kelas D milik pemerintah daerah khusus
nosokomial untuk Infeksi Luka Operasi (ILO) ibukota Jakarta yang berawal dari sebuah
18,9%, Infeksi Saluran Kemih (ISK) 15,1%, puskesmas. RSUD Tebet sendiri sudah secara
Infeksi Aliran Darah Primer(IADP) 26,4%, bertahap mulai melaksanakan program PPI
Pneumonia 24,5% dan infeksi saluran napas ini dan telah di evaluasi melalui akreditasi
lain15,1% serta infeksi lain setahun kemudian pada tahun 2016. Akan
32,1%.(Departemen Kesehatan RI 2008a) tetapi, kunjungan awal peneliti pada Oktober
2016, mengungkapkan beberapa fakta yang
Data tersebut diatas menempatkan kejadian belum mencerminkan terlaksananya program
infeksi sebagai salah satu penyebab kematian PPI di rumah sakit, yaitu penanganan limbah
dan kesakitan di fasilitas pelayanan medis habis pakai seperti jarum infus masih
kesehatan, selain itu juga berdampak pada bertumpuk dibawah meja perawat. Selain itu,
meningkatnya hari dan biaya perawatan, berdasarkan data laporan kejadian HAIs di
penggunaan antibiotik yang dapat membawa rumah sakit tahun 2016, didapatkan informasi

Jurnal ARSI/Oktober 2017 60


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

adanya kejadian plebitis pada bulan Januari dan FasilitasPelayanan Kesehatan


hingga Desember secara terus menerus. Lainnya dan pedoman PPI lainnya yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
Hal tersebut diatas dan diskusi yang RI.
dilakukan dengan manajemen rumah sakit 3. Untuk itu, rumah sakit diminta untuk
mendorong peneliti untuk melakukan membentuk Komite PPI dan Tim PPI
penelitian pada program PPI di rumah sakit yang langsung berada dibawah
sebagai upaya untuk meningkatkan upaya koordinasi Direktur.
pencegahan dan pengendalian infeksi di 4. Komite dan tim tersebut memiliki tugas,
RSUD Tebet. Adapun Penelitian dibatasi fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai
pada upaya PPI di rumah sakit khususnya pedoman ini
pada kegiatan yang sering ditemukan di ruang 5. Rumah sakit wajib memiliki Infection
rawat inap yang meliputi mengganti perban, Prevention Control Nurse (IPCN) yang
memasang infus, pemberian suntikan dan purna waktu yang pada penjelasan
penanganan limbah medis paska tindakan. tugasnya dalam bekerja IPCN dapat
dibantu beberapa IPCLN (Infection
TINJAUAN TEORITIS Prevention and Control Link Nurse) dari
tiap unit, terutama yang berisiko
Dunia telah menyampaikan kebijakannya terjadinya infeksi. Adapun ketentuan dari
dalam upaya pencegahan dan pengendalian IPCN adalah IPCN yang bekerja purna
infeksi ini melalui konsep yang disampaikan waktu, dengan ratio 1 (satu) IPCN untuk
oleh World Health Organization (WHO), tiap 100 - 150 tempat tidur di rumah
serta beberapa lembaga internasional yang sakit.
bergerak di bidang kesehatan, seperti Center
for Disease Control and Prevention (CDC) Adapun kewajiban RS adalah membuat
dan International Federation of Infection kebijakan di tempatnya yang harus
Control (IFIC). Adapun konsep tersbut dilaksanakan dalam upaya pencegahan dan
diuraikan dalam bentuk pedoman –pedoman pengendalian infeksi di rumah sakit mengacu
yang kemudian menjadi acuan dalam terutama pada pedoman manajerial dan
penyusunan kebijakan pencegahan dan pedoman teknis PPI yang telah dikeluarkan
pengendalian infeksi akibat HAIs sesuai oleh Kementerian Kesehatan. Dalam
dengan situasi, kondisi dan tahapan proses membuat kebijakan ini, rumah sakit perlu
oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. terlebih dahulu memahami beberapa hal
prinsip terkait PPI RS, yaitu diantaranya
Kebijakan Kementerian Keseahatan terkait kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
program PPI di rumah sakit adalah sebagai kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berikut : transmisi.
1. Semua rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya harus Kewaspadaan Standar
melaksanakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Kewaspadaan Standar diberlakukan terhadap
2. Pelaksanaan PPI yang dimaksud sesuai semua pasien, tidak tergantung dari jenis
dengan Pedoman Manajerial Pencegahan infeksi. Kewaspadaan Standar dirancang
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit

Jurnal ARSI/Oktober 2017 61


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

menular pada petugas kesehatan baik dari Selain itu, proses yang tidak kalah pentingnya
sumber infeksi yang diketahui maupun yang dalam pelaksanaan program PPI adalah
tidak diketahui Kewaspadaan Standar dilakukannya surveilans. Surveilans pada PPI
dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi di rumah sakit merupakan surveilans HAIs
penyakit menular pada petugas kesehatan yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencatat
baik dari sumber infeksi yang diketahui data, identifikasi, analisa, evaluasi data HAIs
maupun yang tidak diketahui. Kewaspadaan secara terus menerus di rumah sakit untuk
standar terdiri dari: kemudian memberikan rekomendasi ataupun
a. Kebersihan tangan/Handhygiene. laporan kejadian tersebut pada pihak yang
b. Alat Pelindung Diri (APD): sarung berkepentingan agar dapat segera dilakukan
tangan, masker, goggle (kaca mata upaya PPI yang diperlukan.
pelindung), face shield (pelindung
wajah), gaun. Tujuan surveilans infeksi rumah sakit
c. Peralatan perawatan pasien. (Kementerian Kesehatan RI 2011a) adalah
d. Pengendalian lingkungan. untuk mendapatkan data dasar Infeksi Rumah
e. Pemrosesan peralatan pasien dan Sakit, menurunkan Laju Infeksi RS,
penatalaksanaan linen. identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
f. Kesehatan karyawan atau Perlindungan Infeksi Rumah Sakit, meyakinkan para tenaga
petugas kesehatan. kesehatan tentang adanya masalah yang
g. Penempatan pasien. memerlukan penanggulangan, mengukur dan
h. Hygiene respirasi/Etika batuk. menilai keberhasilan suatu program PPI di
i. Praktek menyuntik yang aman. RS, memenuhi standar mutu pelayanan medis
j. Praktek untuk lumbal punksi. dan keperawatan dan salah satu unsur
pendukung untuk memenuhi akreditasi RS.
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
METODOLOGI PENELITIAN
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai
transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif
untuk diterapkan terhadap pasien yang dan kuantitatif dengan menggunakan desain
diketahui maupun dugaan terinfeksi atau penelitian cross sectional atau desain potong
terkolonisasi patogen yang dapat lintang yaitu dengan mempelajari dinamika
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dan hubungan antara variable bebas dan
dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. terikat dengan cara pengumpulan data
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi: a. sekaligus pada suatu saat. Data kuantitatif
Kontak. yang digunakan adalah data primer dengan
b. Melalui droplet. menggunakan kuesioner. Data kualitatif pada
c. Melalui udara (Airborne). penelitian ini didapatkan dengan cara melalui
d. Melalui common vehicle (makanan, air, pengamatan langsung dan wawancara
obat, alat, peralatan). mendalam terkait kebijakan rumah sakit,
e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus). sarana dan prasarana yang menunjang,
pengawasan yang dilakukan pada
pelaksanaan program PPI dan pelaporan

Jurnal ARSI/Oktober 2017 62


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

kejadian infeksi (surveilans) yang dilakukan. penilaian dilakukan dengan melihat adanya
Populasi pada penelitian ini adalah 16 orang variabel yang memiliki p-value < 0,05 dan
perawat pelaksana yang bertugas di ruang nilai OR paling tinggi sebagai variabel
rawat inap RSUD Tebet, Jakarta. independen yang paling dominan dalam
Pengambilan sampel pada penelitian ini mempengaruhi variabel dependen.
adalah dengan mengambil semua total
perawat pelaksana yang bertugas di ruang Untuk metode kualitatif, pengumpulan data
rawat inap RSUD Tebet Jakarta. dilakukan oleh peneliti dan 1 orang asisiten
penelitian melalui pengamatan langsung
Untuk metode kuantitatif, instrumen yang terhadap pelaksanaan tindakan mengganti
dipergunakan adalah kuesioner untuk perban, memasang infus, pemberian suntikan
perawat pelaksana yang terdiri lembar dan penanganan limbah medis paska
persetujuan, identitas dan karakteristik tindakan yang dilakukan oleh 16 perawat di
perawat, pertanyaan tentang PPI yang ruang rawat inap. Penilaian ini dilakukan
pengetahuan, kebijakan rumah sakit, dengan menggunakan form check list yang
ketersediaan sarana dan prasarana, dibuat peneliti dengan mengacu pada SOP
pengawsan dan penanganan limbah medis tindakan yang diamati di RSUD Tebet.
paska tindakan. Analisis data dilakukan Pengamatan dilakukan berulang hingga
menggunakan analisis univariat, bivariat dan peneliti yakin kegiatan pemasangan infus,
multivariat. Analisis univariat dilakukan penggantian perban, pemberian suntikan dan
untuk mendeskripsikan variabel-variabel penanganan limbah medis paska yang
yang merupakan ciriciri perawat yaitu dilakukan pada saat pengamatan tidak
meliputi pengetahuan, lama kerja, dipengaruhi oleh keberadaan pengamat.
pendidikan, pelatihan dan umur, serta
variabel kebijakan, ketersediaan sarana dan Selanjutnya dilakukan wawancara mendalam,
prasarana, pengawasan dan pelaporan informan pada penelitian ini terdiri dari
kejadian HAIs. Analisis bivariat dilakukan Direktur Rumah Sakit, Ketua Tim
untuk mengetahui hubungan variabel bebas Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, IPCN
dan variabel terikat, dengan menggunakan (Perawat PPI) , Kepala perawat di ruang
uji chi-square. Pada penelitian ini variabel rawat inap dan 2 Perawat pelaksana untuk
dependen adalah jumlah tindakan yang mendapat informasi lebih mendalam dan
dilakukan oleh 16 perawat yang meliputi komprehensif setelah dilakukannya
tindakan mengganti perban, memasang pengamatan. Wawancara mendalam
infus, menyuntik dan penanganan limbah dilakukan sendiri oleh peneliti terhadap
medis paska tindakan. Disebabkan setiap masing-masing informan secara terpisah.
tindakan membutuhkan 1 orang perawat, Instrumen pengumpulan data yang digunakan
maka jumlah n pada variabel independen dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan,
adalah sama dengan jumlah n total pada alat perekam dan buku catatan yang
tindakan yaitu 105. Analisis multivariat dipergunakan untuk mencatat jawaban
dilakukan menggunakan uji regresi logistik responden.
dengan 4 tahap, yaitu penetapan variabel
independen sebagai variabel utama, Validasi data dilakukan dengan cara validasi
pemodelan analisis multivariat, memilih metode dan sumber (Wibowo, 2014).
variabel yang dianggap penting yang masuk Validasi metode dalam pengumpulan data
dalam model dan pemodelan akhir dimana berupa validasi kuesioner dengan jenis

Jurnal ARSI/Oktober 2017 63


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

pertanyaan tertutup, pengamatan pelaksanaan PPI dengan baik lebih besar dibandingkan
tindakan mengganti perban, memasang infus, perawat yang masih melakukan tindakan PPI
menyuntik dan penanganan limbah medis dengan tidak baik. Tindakan PPI yang
paska tindakan dilakukan dan wawancara dilakukan dikatakan baik karena tindakan
mendalam. Validasi sumber dilakukan tersebut sudah dilakukan sesuai dengan SOP
melalui telaah dokumen. Analisis data pada dengan memperhatikan prinsipprinsip PPI
penelitian ini yang berkaitan dengan tindakan yang
menggunakan analisis konten (Wibowo, dilakukan, yaitu melakukan cuci tangan dan
2014) menggunakan APD yaitu sarung tangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hal ini merupakan salah satu kekuatan bagi
rumah sakit dalam melakukan upaya
Berikut ini akan disampaikan hasil dari pencegahan dan pengendalian infeksi yang
pengamatan yang dilakukan pada tindakan diakibatkan pelayanan kesehatan (HAIs).
PPI yang maliputi tindakan mengganti Walaupun demikian, rumah sakit juga
perban, memasang infus, pemberian suntikan dipandang perlu melakukan upaya lebih
dan penanganan limbah medis paska tindakan terhadap peningkatan kompetensi perawat,
oleh perawat di ruang rawat inap karena hasil pengamatan menunjukkan masih
(ditampilkan dalam tabel 1). terdapat 23% dari tindakan PPI yang
dilakukan dengan tidak baik, artinya belum
Pada hasil pengamatan terhadap 105 tindakan sesuai dengan SOP atau belum
PPI yang dilakukan oleh responden memperhatikan prinsip-prinsip PPI tersebut.
didapatkan 81 (77,1%) tindakan dengan
kategori baik dan 24 (22,9%) tindakan Distribusi frekuensi dari variabel yang diduga
dengan kategori tidak baik. Berdasarkan berhubungan dengan tindakan PPI
tindakan yang diamati, kategori tidak baik ditampilkan dalam tabel 3.
didapatkan berturut-turut sebanyak 71,4%
pada tindakan pemasangan infus, 66,7% pada Dari 16 responden perawat diruang rawat
tindakan mengganti perban, 24,4% pada inap didapatkan 69 % responden berumur
pemberian suntikan dan 12% pada tindakan lebih atau sama dengan dari 27 tahun.
penanganan limbah. Adapun penilaian secara Menurut Stephen dalam Silitonga (2013),
komposit terhadap tindakan pada pengamatan seseorang yang lebih muda cenderung
dapat dilihat pada tabel 2. mempunyai fisik yang kuat dan dapat bekerja
keras. Diharapkan rentang usia responden
Pada tindakan PPI sebagai komposit, kategori yang masih cukup muda dimana masih
tidak baik yaitu 22,9% didapatkan berturut- mempunyai fisik yang kuat dan bekerja keras
turut oleh tindakan pemberian suntikan (10,5 menjadi salah satu potensi yang baik dalam
%), penanganan limbah medis (5,7%), menerapkan program pencegahan dan
pemasangan infus (4,8%) dan mengganti pengendalian infeksi. Seluruh perawat
perban (1,9%). Adapun dari total tindakan mempunyai tingkat pendidikan yang sama
yang diamati didapatkan secara keseluruhan yaitu D3 keperawatan. Pada masa kerja
proporsi perawat yang melakukan tindakan didapatkan 56 % responden memiliki masa

Jurnal ARSI/Oktober 2017 64


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

kerja kurang dari 1,4 tahun. Menurut Gibson menempatkan pengetahuan melalui
didalam Silitonga (2013) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu
semakin lama seseorang bekerja tingkat komponen penting dari upaya pencegahan
prestasi semakin tinggi, prestasi yang tinggi dan pengendalian infeksi. IFIC (2011)
berasal dari perilaku yang baik. Teori ini mengemukakan pada analisis risiko
menunjukkan adanya hubungan yang positif munculnya HAIs bahwa kurangnya
antara lama kerja dengan pekerjaan yang pengetahuan merupakan salah satu faktor
dilakukannya, dalam hal ini adalah kesalahan yang sering terjadi, yang biasanya
keterampilan dalam melakukan tindakan PPI didapatkan pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang meliputi pemasangan infus, mengganti dimana pelatihan dan pengawasan kurang
perban, pemberian suntikan dan penanganan mendapatkan perhatian. Kementerian
limbah medis paska tindakan. Mengacu pada Kesehatan sendiri menekankan melalui
teori tersebut, diharapkan potensi peningkatan pedoman manajerial PPI di rumah sakit agar
terhadap penerapan program PPI dapat melakukan pengembangan terhadap
menjadi jauh lebih baik lagi mengingat masa kemampuan SDM PPI melalui pelatihan PPI.
kerja responden yang akan semakin Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa
bertambah sehingga responden menjadi lebih pengetahuan merupakan domain yang sangat
terampil lagi. penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Uraian tersebut diatas
Pada pelatihan PPI didapatkan seluruh menyampaikan pentingnya pengetahuan
responden belum pernah mengikuti pelatihan dalam penerapan PPI. RSUD Tebet sendiri
PPI. Kementerian Kesehatan melalui sudah berupaya melakukan pelatihan akan
Pedoman Manajerial PPI di Rumah Sakit dan tetapi telaah dokumen yang dilakukan
Fasilitas Kesehatan Lainnya menyatakan menunjukkan bahwa pada pelaksanaannya
bahwa untuk meminimalkan risiko terjadinya ternyata pelatihan yang dilakukan belum
infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan seluruh perawat mengikuti, terutama perawat
kesehatan lainnya perlu diterapkan diruang rawat inap, sehingga pelatihan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), maupun sosialisasi yang dilakukan belum
yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, berjalan secara efektif sesuai tujuan yang
pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan diharapkan. Untuk itu perlu komitmen yang
pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. kuat baik dari SDM rumah sakit untuk
Sejalan dengan hal ini, Simanjuntak didalam menghadiri pertemuan maupun dari
Pancaningrum, 2011, menyebutkan bahwa pelaksana kegiatan (manajemen dan komite
kemampuan dan keterampilan kerja PPI) untuk melakukan evaluasi dan mencari
seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, cara agar pengetahuan dapat tetap
pelatihan dan masa kerja dimana pendidikan tersampaikan pada seluruh perawat.
dan pelatihan yang ditempuh seseorang
merupakan investasi sumber daya manusia. Pada distribusi responden terhadap kebijakan
Dengan demikian rumah sakit dirasa perlu rumah sakit didapatkan sebanyak 11 orang
mempertimbangkan untuk dilakukannya (69 %) perawat di ruang rawat inap
pelatihan PPI dasar yang diikuti oleh seluruh mempunyai persepsi yang baik terhadap
SDM rumah sakit. kebijakan rumah sakit. Pada telaah dokumen
dan wawancara didapatkan informasi
56 % responden menunjukkan tingkat penempatan struktur organisasi PPI dan
pengetahuan yang kurang. WHO IPCN belum mengacu pada kebijakan

Jurnal ARSI/Oktober 2017 65


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

Kementerian Kesehatan, yaitu dimana sesuai dengan tugas pengawasan IPCN yang
struktur organisasi berada langsung dibawah tercantum didalam Keputusan Direktur
Direktur rumah sakit dan IPCN yang purna tentang Pembentukan Komite PPI RSU
waktu. Kecamatan Tebet tahun 2016 pada uraian
tugas, yaitu monitoring ke ruangan dilakukan
Dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana setiap hari. Diharapkan RSUD Tebet IPCN
didapatkan 93,75% responden memiliki memiliki tenaga IPCN yang purna waktu
persepsi adanya ketersediaan sarana dan sehingga dapat melakukan tugas dan
prasarana yang baik. Hal ini tidak jauh fungsinya dengan lebih baik dan program PPI
berbeda dengan hasil yang didapatkan pada dapat berjalan dengan efektif.
pengamatan. Hasil yang diperoleh baik
melalui pengamatan maupun persepsi Distribusi responden pada pelaporan kejadian
perawat menunjukkan ketersediaan sarana infeksi (HAIs) menunjukkan sebanyak 10
dan prasarana di RSUD Tebet sudah baik. orang (62,5%) mempunyai persepsi adanya
Walaupun begitu, rumah sakit diharapkan pelaporan HAIs di rumah sakit yang baik.
dapat melengkapi kekurangan yang Pelaporan kejadian infeksi (HAIs) atau
ditemukan, yaitu pada sarana lap bersih dan surveilans merupakan salah satu aspek yang
kering atau tissue serta poster petunjuk penting untuk dilakukan dalam PPI. Hal ini
langkah cuci tangan agar semakin baik lagi. didukung oleh WHO yang menempatkan
surveilans sebagai salah satu faktor penting,
Pada pengawasan didapatkan Pada distribusi bahkan harus ada dalam program PPI. Pada
responden terhadap pengawasan didapatkan Pedoman surveilans disampaikan bahwa
sebanyak 12 orang (75%) perawat di ruang pelaporan kejadian HAIs merupakan
rawat inap mempunyai persepsi yang baik indikator yang digunakan dalam mengukur
terhadap kebijakan rumah sakit. WHO dan menilai keberhasilan program PPI di
menyampaikan bahwa pengawasan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dalam
merupakan salah satu komponen penting penelitian ini di RSUD Tebet. Pelaporan
dalam penerapan PPI. IFIC (2011) kejadian infeksi (HAIs) menunjukkan
menyebutkan bahwa pengawasan yang kualitas pelayanan kesehatan di fasilitas
kurang pada suatu fasilitas pelayanan pelayanan kesehatan. Selain itu, pelaporan
kesehatan merupakan salah satu faktor yang kejadian infeksi (HAIs) adalah salah satu
berperan terhadap munculnya HAIs. bentuk pengawasan yang dilakukan didalam
Kementerian Kesehatan sendiri melalui program PPI, dimana telah dinyatakan
pedoman manajerial PPI menempatkan sebagai sebuah proses yang terbukti efektif
pengawasan sebagai tugas yang melekat menurunkan HAIs (WHO, 2002b). Pada
komite PPI, khususnya IPCN. Di RSUD wawancara yang dilakukan didapatkan bahwa
Tebet, pengawasan PPI dilakukan oleh IPCN sudah dilakukan pencatatan kejadian HAIs
yang sekaligus adalah kepala perawat. yang ditemukan. Pelaporan dilakukan secara
Pengawasan dilakukan satu minggu sekali berjenjang dari penanggung jawab di
terhadap tiap unit secara bergiliran ruangan, yaitu IPCLN yang melakukan
dikarenakan keterbatasan dari IPCN yang pencatatan di tiap unit untuk kemudian
masih belum purna waktu. Hal ini belum dikoordinasikan bersama dengan IPCN dan
dibahas pada pertemuan Komite PPI. Hasil

Jurnal ARSI/Oktober 2017 66


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

dari pembahasan tersebut kemudian akan Kesimpulan


dilaporkan pada pimpinan rumah sakit.
Adapun tindak lanjut dari pimpinan rumah 1. Sebanyak 77 % tindakan PPI di RSUD
sakit dikatakan masih berupa lisan. Telaah Tebet sudah dilakukan sesuai SOP rumah
dokumen memperlihatkan adanya bukti sakit.
pelaporan kejadian HAIs dari Komite PPI 2. RSUD Tebet memiliki peluang yang
kepada Direktur Rumah Sakit. cukup besar untuk meningkatkan upaya
PPI di rumah sakit. Potensi ketersediaan
Dari uji bivariat dengan menggunakan Chi sumber daya manusia yang masih
Square didapatkan 3 variabel yang memiliki terbilang muda, lama kerja yang masih
hubungan yang bermakna terhadap tindakan berpotensi untuk semakin meningkat,
PPI yang meliputi tindakan mengganti keseragaman tingkat pendidikan D3
perban, memasang infus, menyuntik dan keperawatan dan belum diikutinya
penanganan limbah medis paska tindakan, pelatihan PPI merupakan celah sekaligus
dengan nilai pvalue < 0,05 yaitu lama kerja, potensi yang dapat dimanfaatkan oleh
kebijakan dan laporan HAIs dan 4 variabel RSUD
menunjukkan hubungan yang tidak bermakna Tebet.
terhadap tindakan PPI yang diamati dengan 3. RSUD Tebet sudah memiliki kebijakan
nilai p-value > 0,05 yaitu pengetahuan, umur, rumah sakit yang baik, yang ditunjukkan
pengawasan dan ketersediaan sarana dan dengan adanya struktur organisasi komite
prasarana (ditampilkan dalam tabel 4). PPI yang sudah melibatkan unit –unit
lainnya dan tersediannya SOP yang
Berdasarkan hasil analisis multivariabel mendukung pelaksanaan program PPI.
dengan mengontrol semua variabel yang ada Akan tetapi struktur komite belum
pada pemodelan multivariabel, maka mengacu pada kebijakan Kementerian
didapatkan variabel pelaporan kejadian Kesehatan dan peran komite PPI
infeksi (HAIs) yang memiliki hubungan dirasakan belum maksimal, salah satunya
bermakna dengan tindakan PPI yang meliputi adalah peran pengawasan dari komite
tindakan mengganti perban, memasang infus, medik melalui IPCN.
menyuntik dan penanganan limbah medis 4. Ketersediaan sarana dan prasarana yang
paska tindakan (p-value = 0,02). Sedangkan menunjang tindakan pemasangan infus,
variabel lain yaitu Lama kerja dan kebijakan mengganti perban, menyuntik dan
sebagai konfounding. Hasil analisis penanganan limbah sudah baik.
menunjukkan nilai OR pada laporan kejadian 5. Di RSUD Tebet sudah dilakukan
HAIs adalah 5,4 yang artinya laporan pelaporan kejadian HAIs oleh perawat
kejadian HAIs yang baik meningkatkan IPCLN dan IPCN yang prosesnya
peluang dilakukannya tindakan PPI dengan dimulai dari pengumpulan data, analisa,
baik sebanyak 5,4 kali dibandingkan laporan evaluasi hingga pelaporan.
kejadian HAIs yang kurang baik setelah 6. Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat
dikontrol oleh variabel lama kerja dan lama hubungan yang bermakna antara lama
kebijakan. kerja perawat, kebijakan dan pelaporan
kejadian infeksi (HAIs) perawat dengan
KESIMPULAN DAN SARAN tindakan PPI.
7. Variabel yang paling besar dan paling
kuat pengaruhnya terhadap tindakan PPI

Jurnal ARSI/Oktober 2017 67


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

meliputi tindakan mengganti perban, narasumber dari Perdalin atau


memasang infus, menyuntik dan Kementerian Kesehatan agar seluruh
penanganan limbah medis paska tindakan SDM rumah sakit dapat terlibat.
adalah pelaporan kejadian infeksi Dalam hal ini rumah sakit dapat
(HAIs). berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan ataupun Kementerian
Saran Kesehatan.
d. Mempertimbangkan penyediaan
Mengacu pada permasalahan yang telah tenaga IPCN yang purna waktu jika
diuraikan, maka sebagai upaya perbaikan memungkinkan.
untuk meningkatkan program PPI di rumah e. Meningkatkan pelaporan kejadian
sakit disarankan hal-hal sebagai berikut: HAIs dengan dengan
mengikutsertakan tenaga IPCN dan
1. Bagi Dinas Kesehatan: IPCLN pada pelatihan surveilans
a. Agar meningkatkan pengawasan PPI.
terhadap pelaporan penyakit menular f. Melengkapi sarana dan prasarana
khususnya pada pelaksanaan cuci tangan dengan menempelkan
program PPI di rumah sakit melalui prosedur cuci tangan disetiap
pemantauan terhadap laporan penempatan cairan antimikroba yang
kejadian HAIs. ada.
b. Agar membantu peningkatan g. Memberikan penghargaan kepada
kualitas kemampuan IPCL dan Komite
IPCLN rumah sakit dengan PPI, yang dapat berupa insentif, sesuai
menyelenggarakan pelatihan PPI dengan
baik dasar maupun lanjutan. beban kerjanya

2. Bagi Direktur Rumah Sakit: 3. Bagi Komite PPI:


a. Agar menempatkan komite PPI a. Melibatkan manajemen rumah sakit
langsung dibawah direktur rumah dalam pelaksanaan evaluasi PPI
sakit pada struktur organisasi rumah yang dilakukan setiap bulan.
sakit. b. Melakukan revisi terhadap SOP,
b. Memaksimalkan pengadaan terutama SOP yang sering digunakan
pelatihan dan sosialisasi dengan seperti SOP pemasangan infus.
meningkatan komitmen SDM untuk penyuntikan yang aman dan
menghadiri kegiatan tersebut. mengganti perban.
Komitmen dapat diberikan dengan c. Melakukan sosialisasi kembali
kesepakatan bersama melalui sistem kepada seluruh perawat terkait SOP
reward dan juga punishment. dan akses terhadap SOP setiap 3
c. Melakukan pelatihan PPI dasar bulan sekali, atau bila diperlukan.
melalui in house training, dimana d. Komite PPI bersama dengan bagian
pelatihan dilakukan di rumah sakit pendidikan dan pelatihan rumah
dengan mengundang dan sakit melakukan evaluasi dan
menggunakan modul dan

Jurnal ARSI/Oktober 2017 68


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

perencanaan ulang terutama maupun lokasi, pada 2 IPCN dan 5


terhadap waktu pelaksanaan IPCLN yang telah ditetapkan oleh
pelatihan sehingga dapat dihadiri direktur.
oleh lebih banyak perawat. c. Melakukan revisi terhadap SOP,
Diantaranya dapat dilakukan dengan terutama SOP yang sering
cara : digunakan seperti SOP pemasangan
- Mengadakan pelatihan yang sama infus. penyuntikan yang aman dan
secara berulang ( bergelombang) mengganti perban.
atau lebih dari 1 kali sehingga d. Komite PPI bersama bagian
dapat dihadiri oleh seluruh pendidikan dan pelatihan rumah
perawat. sakit melakukan evaluasi dan
- Memberikan informasi perencanaan ulang terutama
kesimpulan atau hasil pelatihan, terhadap waktu pelaksanaan
perubahan SOP ataupun SOP pelatihan sehingga dapat dihadiri
baru melalui media cetak (brosur, oleh lebih banyak perawat.
leflet, laporan hasil pelatihan) dan Diantaranya dapat dilakukan dengan
media sosial ( whats app, cara :
facebook). - Mengadakan pelatihan yang sama
e. Melakukan evaluasi terhadap secara berulang ( bergelombang)
pelatihan ataupun sosialisasi yang atau lebih dari 1 kali sehingga
dilakukan. Evaluasi dapat diminta dapat dihadiri oleh seluruh
secara tertulis setelah dilakukannya perawat.
pelatihan (post test), secara lisan - Memberikan informasi
pada saat pengawasan, maupun kesimpulan atau hasil pelatihan,
melalui monitoring bulanan. perubahan SOP ataupun SOP
f. Memaksimalkan peran IPCN dengan baru melalui media cetak (brosur,
membagi tugas IPCN, terutama pada leflet, laporan hasil pelatihan) dan
fungsi pengawasan, baik waktu media sosial ( whats app,
pengawasan maupun lokasi, pada 2 facebook).
IPCN dan 5 IPCLN yang telah e. Melakukan sosialisasi kembali
ditetapkan oleh direktur. kepada seluruh perawat terkait SOP
dan akses terhadap SOP setiap 3
bulan sekali atau bila diperlukan.
Adapun sarat tersebut diatas berdasarkan f. Melibatkan manajemen rumah sakit
target waktu pelaksanaannya dikelompokkan dalam pelaksanaan evaluasi PPI
sebagai berikut: yang dilakukan setiap bulan.
1. Jangka pendek (0 – 3 bulan) g. Melengkapi sarana dan prasarana
a. Menempatkan komite PPI langsung cuci tangan dengan menempelkan
dibawah direktur rumah sakit pada prosedur cuci tangan disetiap
struktur organisasi rumah sakit. penempatan cairan antimikroba
b. Memaksimalkan peran IPCN yang ada.
dengan cara membagi tugas IPCN,
terutama pada fungsi pengawasan, 2. Jangka menengah (3-6 bulan)
baik terhdap waktu pengawasan a. Melakukan evaluasi terhadap
pelatihan ataupun sosialisasi yang

Jurnal ARSI/Oktober 2017 69


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

dilakukan. Evaluasi dapat diminta Cardo, D.M. & Soule, B.M., 1999. Hospital infection prevention and
control: A global perspective.
secara tertulis setelah dilakukannya Am.J.Infect.Control, 27(0196–6553 (Print)), pp.233–235.
pelatihan (post test), secara lisan Departemen Kesehatan RI, 2008a. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 270/MENKES/SK/III/2007 Tentang Pedoman
pada saat pengawasan, maupun Manajerial Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah
Sakit Dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Jakarta:
melalui monitoring bulanan. Departemen Kesehatan RI.
b. Memaksimalkan pengadaan Departemen Kesehatan RI, 2008b. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
pelatihan dan sosialisasi dengan 382/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman Pencegahan dan
meningkatan komitmen SDM untuk Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
menghadiri kegiatan tersebut. Direktur RSUD Tebet, 2016. Keputusan Direktur Tentang
Komitmen dapat diberikan dengan Pembentukan Komite PPI Rumah Sakit Umum Kecamatan
Tebet, Indonesia: RSUD Tebet.
kesepakatan bersama melalui sistem Erwin & Rahmat, B., 2009. Kepatuhan Kebersihan Tangan pada
Perawat yang Belum Mengikuti Pelatihan Pencegahan
reward dan punishment. Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. thesis.
Universitas Indonesia. Available at: www.lib.ui.ac.id.
Gaynes, R.P., 1997. Surveillance of nosocomial infections: A
3. Jangka panjang (6 bulan – 1 tahun) fundamental ingredient for quality. Infection Control and
a. Meningkatkan pelaporan kejadian Hospital Epidemiology, 18(1), pp.1475–478. Available at:
http://www.jstor.org/stable/info/10.1086/595954.
HAIs dengan mengikutsertakan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2016. Keputusan
tenaga IPCN dan IPCLN pada Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
2451 Tahun 2016 Tentang Penetapan Pusat Kesehatan
pelatihan surveilans PPI. Masyarakat Kecamatan Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah,
Indonesia.
b. Melakukan pelatihan PPI dasar Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2014. Penetapan Pusat Kesehatan
melalui in house training, dimana Masyarakat Kecamatan Menjadi Rumah Sakit Kelas Umum
Kelas D, Indonesia.
pelatihan dilakukan di rumah sakit Halton, K., 2009. Setting hospital infection control policy: a
dengan mengundang dan decision-making framework incorporating health economics
and healthcare epidemiology.
menggunakan modul dan Hastono, S.P., 2016. Analisis Data Kesehatan I., Depok: PT Raja
narasumber dari Perdalin atau Grafindo Persada.
Institute of Medicine, 2000. To err is human: building a safer health
Kementerian Kesehatan agar seluruh system L. T. Kohn, J. M. Corrigan, & M. S. Donaldson, eds.,
SDM rumah sakit dapat terlibat. Washington, D.C.
International Federation of Infection Control, 2011. IFIC Basic
Dalam hal ini rumah sakit dapat Concepts of Infection Control, Malta.
berkoordinasi dengan Dinas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2009. Undang-
Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
Kesehatan ataupun Kementerian Indonesia. Available at: www.depkes.go.id.
Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, 2011a. Pedoman Surveilans Infeksi
Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan RI. Available at:
c. Memberikan penghargaan kepada http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/2037.
Komite PPI, yang dapat berupa Kementerian Kesehatan RI, 2012. Peraturan Menteri Kesehatan 12
tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, Indonesia.
insentif, sesuai dengan beban Available at: www.depkes.go.id.
kerjanya. Kementerian Kesehatan RI, 2011b. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Indonesia. Available at:
www.depkes.go.id.
DAFTAR PUSTAKA Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012. Instrumen Akreditasi Rumah
Sakit Standar Akreditasi Versi 2012 1st ed., Jakarta: Komisi
Allegranzi, B. & Pittet, D., 2009. Role of hand hygiene in Akreditasi Rumah Sakit.
healthcare-associated infection prevention. Journal of Hospital Kusbaryanto, 2010. Peningkatan Mutu Rumah Sakit dengan
Infection, 73(4), pp.305–315. Available at: http://dx.doi.org/ Akreditasi. Mutiara Medika, 10, pp.86–89. Available at:
10.1016/j.jhin.2009.04.019. journal.umy.ac.id.
Astuti, Y., 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kusmayati, Y., 2004. Hubungan Fungsi Manajemen dengan
Petugas Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Kepatuhan Perawat Pelaksana Dalam Upaya Pencegahan
Ruang Rawat Intensif RS Medistra Tahun 2004. Thesis. Infeksi Nosokomial di ruang perawtan Bedah RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia. Available at: www.lib.ui.ac.id. Jakarta Tahun 2004. Thesis. Universitas Indonesia. Available
at: www.lib.ui.ac.id.

Jurnal ARSI/Oktober 2017 70


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1

Molina, V.F., 2012. Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan dan World Health Organization, 2002a. Guidelines on Prevention and
Pengendalian infeksi di RUMKITAL Dr. Mintohadjo Jakarta Control of Hospital Associated Infections, New Delhi: World
Tahun 2012. Thesis. Indonesia. Health Organization.
Nasution, W.N., 2013. Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan World Health Organization, 2015. Health care-associated infections
Kepatuhan Petugas Kesehatan Dalam Pelaksanaan Fact sheet, Available at:
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Terkait Rawat Inap http://www.who.int/gpsc/country_work/gpsc_ccisc_fact_sheet_
RSUD Pasar Rebo Tahun 2011. Thesis. Universitas Indonesia. en.pdf.
Available at: www.lib.ui.ac.id. World Health Organization, 2004. Practical Guidelines for Infection
Office of Disease Prevention and Health, 2014. Why Are Healthcare Control in Health Care Facilities, India: WHO. Available at:
- Associated Infections http://www.wpro.who.int/publications/docs/practical_
Important ? Emerging Issues in Healthcare - Associated guidelines_infection_control.pdf.
Infections. , pp.3–5. World Health Organization, 2002b. Prevention of Hospital-Acquired
Pancaningrum, D., 2011. Tesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infections second., World Health Organization. Available at:
Kinerja Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rs Haji Jakarta
http://www.who.int/csr/resources/publications/
Tahun 2011. Thesis. Universitas Indonesia.
drugresist/en/whocdscsreph200212.pdf?ua=1
Rohani, N., 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Perawat dalam Upaya Pencegahan Infeksi World Health Organization, 2011. Report on the Burden of Endemic
Nosokomial di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Bekasi Tahun Health Care-Associated Infection Worldwide.,
2009. Thesis. Universitas Indonesia. Available at:
www.lib.ui.ac.id.
SEARO, 2015. Regional strategy for patient safety in the WHO
South-East Asia Region, India: South-East Asia Regional World Health Organization, 2006. Standard Precautions in Health
Office. Available at: Care, Available at:
http://apps.who.int/iris/handle/10665/173574. www.who.int/csr/resources/publications/4EPR_AM2.pdf.
Silitonga, B.L., 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan World Health Organization, 2010. The Burden of Health Care-
dengan Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Associated Infection Worldwide, World Health Organization.
Bhakti Yudha Depok Tahun 2013. Thesis. Universitas Indonesia. Available at: www.who.int/gpsc/country.../summary_20100
Wibowo, A., 2014. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan 430_en.pdf [Accessed November 17, 2016].
kedua., Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. World Health Organization;Joint Commission International, 2007.
Widodo, D. & Astrawinata, D., 2004. Surveillance of nosocomial The nine Patient Safety Solutions: Preamble, Available at:
infections in Dr . Cipto Mangunkusumo National General http://www.who.int/patientsafety/events/07/02_05 _2007/en/.
Hospital , Jakarta , 1999-2002. , 13(2), pp.1999–2002.
Table 1. Tindakan PPI Berdasarkan Pengamatan Terhadap Perawat di RSUD Tebet
Tahun 2017

Table 2. Tindakan PPI Sebagai Komposit

Tabel 3. Distribusi Responden Terhadap Variabel yang Berhubungan dengan Tindakan


PPI Di RSUD Tebet Tahun 2017
No Variabel Frekuensi (n=16) Persentase
1 Pendidikan (D3) 16 100

Jurnal ARSI/Oktober 2017 71


Madjid, Analisis Penerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

2 Umur (median = 27)


≥ 27 tahun 11 69
< 27 tahun 5 31
3 Lama Kerja (median =1,4)
≥ 1,4 tahun 9 56
< 1,4 tahun 7 44
4 Pelatihan 16 100
5 Pengetahuan
Baik 7 43
Kurang 9 56
6 Kebijakan
Baik 11 69
Kurang 5 31
7 Ketersediaan sarana dan prasarana
Baik 15 93,75
Kurang 1 6,25
8 Pengawasan
Baik 12 75

Jurnal ARSI/Oktober 2017 72


Madjid, Analisis P
Jurnal Administrasi Rumah Sakit

enerapan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap RSUD Tebet
Volume 4 Nomor 1Tahun 2017

Kurang 4 25
9 Pelaporan kejadian HAIs
Baik 10 62,5
Kurang 6 37,5

Tabel 4. Hasil Akhir Uji Multivariat Regresi Logistik

95,0% C.I.for
Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Lama kerja 721 588 1.504 1 .220 2.057 650 6.509
Kebijakan 1.061 629 2.843 1 092 2.889 842 9.918
HAIs 1.698 729 5.429 1 020 5.464 1.310 22.797
Constant -5.799 1.191 23.709 1 000 003

Jurnal ARSI/Oktober 2017 73

Anda mungkin juga menyukai