Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jati

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Jati dikenal dunia

dengan nama teak (bahasa inggris), nama ilmiah jati adalah tectona grandis L.f.

Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (rata-rata 50%)

yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup

untuk menutupi atas permintaan kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara

konvensional dengan menggunakan biji, tapi produksi jati dengan jumlah besar

dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras.

Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam

biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta

menambah asam, basa atau bakteri, tapi alternatif tersebut masih belum optimal

untuk menghasilkan Jati yang cepat dan jumlah yang banyak (Anonim1, tt).

Tanaman Jati (Tectona grandis sp) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan

tahun dengan ketinggian mencapai 40-45 meter dengan diameter 1,8 – 2,4 meter.

Namun, tamanan Jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter dengan diameter

0,9-1,5 meter. Daun Jati umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan

tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar

60-70 cm x 80-100 cm sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 x

20 cm, berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar dipermukaan bawahnya.

Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah

darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


berbonggol dibuku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar,

berukuran 40 x 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun

dalam anak panyung menggarpu dan terletak di ujung ranting jauh di puncak

tajuk pohon. Buah tanaman Jati berbentuk agak gepeng berukuran 0,5-2,5 cm

berambut kasar dengan inti tebal berbiji tebal tapi umumnya hanya satu yang

tumbuh (Anonim1, tt).

2.1.1 Syarat tumbuh tanaman jati

a) Iklim

Secara umum tanaman Jati membutuhkan iklim dengan curah hujan

minimum 750 mm per tahun, optimum 1000-1500 mm per tahun dan maksimum

2500 mm pertahun (walaupun demikian, tanaman Jati masih dapat tumbuh di

daerah dengan curah hujan 3750 mm per tahun). Curah hujan secara fisik dan

fisologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya dan kualitas produk kayu. Suhu

udara yang dibutuhkan tanaman Jati minimum 13-17 0C, suhu optimum 32-42 0C

(tanaman Jati akan menghasilkan kualitas kayu yang baik). Kondisi kelembaban

lingkungan tanaman Jati yang optimal sekitar 80 % untuk fase vegetatif dan antara

60-70% untuk fase generatif (Sumarna, 2001, dalam Amelia Zulianti Siregar

2008).

b) Tanah

Secara geologis tanaman Jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal

dari formasi batu kapur, granit, gneis, mica, schist, batu pasir, kuarsa, endapan,

shale dan lempung (Edi Batara Mulya Siregar, 2005). Pertanaman jati akan lebih

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung berpasir, atau pada lahan liat

berpasir. Sesuai dengan sifat fisiologisnya untuk menghasilkan pertumbuhan

optimal tanaman Jati memerlukan kondisi solum tanah yang dalam dan keasaman

tanah atau pH optimum sekitar 6.0, namun kasus pada beberapa kawasan tanaman

Jati dengan tingkat pH rendah (4-5) dijumpai tanaman Jati yang baik, karena

tanaman Jati sensitive terhadap nilai rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam

tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki draenase baik akan

menghasilkan pertumbuhan baik pula karena akan mudah menyerap unsur hara

(Widyastuti & Sumardi, 2004 dalam Ameilia Zuliyanti Siregar, 2008).

Kondisi kesuburan lahan juga akan berpengaruh terhadap perilaku

fisiologis tanaman yang ditunjukan oleh perkembangan tiap tumbuh (tinggi dan

diameter). Unsur kimia pokok (macroelemen) yang penting dalam mendukung

pertumbuhan sebagai berikut : Kalsium (Ca), Pospor (P), Kalium (K), dan

Nitrogen (N) (Sumarna, 2001).

2.2 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kelas kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan

tertentu, sehingga apabila dimanfaatkan akan memberikan hasil yang maksimal.

Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kondisi lahan

aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kondisi lahan potensial). Kondisi lahan

aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber

daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan

untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi.

Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai

apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan (Ritung Sofyan, dkk, 2007)

Stuktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO, (1976) dapat di

bedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.

Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkatan ordo

kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan

lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat

kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada

masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi : (1)

Tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang

tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu : lahan sangat

sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai margin (S3). Lahan yang tergolong

ordo tidak sesuai (N) dibedakan menjadi dua kelas, yaitu: tidak sesuai saat ini

(N1) dan tidak sesuai permanen (N2). (2) Pada pemetaan tingkat tinjau (skala

1:100.000-1:250.000) tingkat kelas sesuai di bedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai

bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).

1) Kelas S1 (Sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang

berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor

pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas

lahan secara nyata.

2) Kelas S2 (Cukup sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor

pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh

petani sendiri.

3) Kelas S3 (Sesuai marginal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,

dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya,

memerlukan masuakan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2,

untuk mengatasi faktor pembatas pada kelas ini memerlukan modal tinggi,

sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah

atau pihak swasta.

4) Kelas N1 (Tidak sesuai saat ini): Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai

faktor pembatas yang sangat berat akan tetapi masih memungkinkan untuk

diatasi tapi dengan biaya yang rasional.

5) Kelas N2 (Tidak sesuai permanen): Lahan yang mempunyai pembatas sangat

berat, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap suatu penggunaan

tertentu yang lestari.

Subkelas adalah keadaan tingkat dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas

kesesuaian dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan

karakteristiklahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi

faktor pembatas terberat. Unit adalah keadaan tingkat dalam subkelas kesesuaian

lahan, yang didasarkan pada sifat tumbuhan yang berpengaruh dalam

pengelolaannya (Ritung Sofyan, dkk. 2007).

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


2.3 Kerawanan Longsorlahan

Rawan bencana adalah keadaan atau ciri-ciri khusus geologis, biologis,


hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, mereda, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Istilah kerawanan longsorlahan
adalah suatu tahap sebelum terjadi bencana longsorlahan (UU RI No. 24 th. 2007
tentang Penanggulangan Bencana, Pasal ayat 14).

Menurut Pedoman Penataan Ruang peraturan Mentri Pekerjaan Umum

No.22/PRT/M/2007 disebutkan bahwa tingkat kerawanan adalah ukuran yang

menyatakan tinggi rendahnnya atau besar kerugian bila terjadi bencana

longsorlahan yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan fisik alamiah dan

tingkat kerawanan karena aktifitas manusia. Penentuan tingkat kerawanan

longsorlahan dilakukan penilaian terhadap faktor-faktor fisik alami seperti

kemiringan, karakteristik tanah dan lapisan batuan, struktur geologi, curah hujan,

dan hidrologi lereng, serta faktor-faktor aktivitas manusianya sendiri seperti

kepadatan penduduk, jenis kegiatan, intensitas penggunaan lahan/lereng, dan

kesigapan pemerintah daerah dan masyarakat setempat dalam mengantisipasi

bencana longsorlahan. Suatu daerah berpotensi longsorlahan, dapat dibedakan ke

dalam tiga tingkat kerawanan yaitu :

a. Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan

tanah dan cukup padat permukimannya, atau terdapat kontruksi bangunan

10

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


sangat mahal atau penting. Pada lokasi seperti ini sering mengalami gerakan

tahan, terutama pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.

b. Kawasan dengan tingkat kerawanan sedang

Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan

tanah, namun tidak ada pemukiman serta kontruksi bangunan yang terancam

relative tidak mahal dan tidak penting.

c. Kawasan dengan tingkat kerawanan rendah

Merupakan kawasan dengan potensi gerakan tanah yang tinggi, namun tidak

ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia dan banguan kawasan

yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya

terdapat permukiman atau kontruksi penting/mahal, juga dikategorikan

sebagai kawasan sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.

2.4 Longsorlahan

Longsorlahan adalah suatu proses perpindahan masa tanah atau batuan

dengan arah kemiringan dari kedudukan semula, sehingga terlapis dari masa yang

mantap, karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan

translasi. Proses terjadinya longsorlahan dapat dijelaskan secara singkat sebagai

berikut: air meresap kedalam tanah sehingga menambah bobot tanah, air

menembus sampai kelapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir,

kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya bergerak mengikuti

lereng dan keluar dari lereng (Pedoman Penataan Ruang peraturan Mentri

Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007).

11

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


Pada umumnya kawasan rawan longsorlahan merupakan kawasan dengan

curah hujan rata-rata yang tinggi (di atas 2500 mm/tahun). Kemiringan lereng

yang curam ( lebih dari 40%), dan atau kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini

sering di jumpai alur air dan mata air yang umumnya berada di lembah-lembah

yang subur dekat dengan sungai. Di samping kawasan dan karakteristik tersebut,

kawasan lain yang dapat dikategorikan sebagai kawasan rawan bencana

longsorlahan adalah :

1) Lereng-lereng pada kawasan sungai, sebagai akibat proses erosi atau

penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.

2) Daerah tekuk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng

landai yang di dalamnya terdapat permukiman. Lokasi seperti ini merupakan

zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam.

Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami penigkatan tekanan

air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antara butir-butir partikel tanah

dan akhirnya memicu terjadinya longsorlahan.

3) Daerah yang dilalui struktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian.

Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%),

tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya

mata air di lembah tersebut. Retakan batuan dapat mengakibatkan

menurunnya kesetabilan lereng, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran

batuan apabila air hujan masuk kedalam retakan atau saat terjadi retakan pada

lereng. (Pedoman Penataan Ruang peraturan Mentri Pekerjaan Umum

No.22/PRT/M/2007).

12

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


Penetapan kawasan rawan bencana longsorlahan dilakukan melalui

identifikasi dan inventarisasi karakteristik (ciri-ciri) fisik alami yang merupakan

faktor-faktor pendorong yang menyebabkan terjadinnya longsorlahan. Secara

umum terdapat 14 (empat belas) faktor pendorong yang dapat menyebabkan

terjadinya longsorlahan adalah sebagai berikut :

a. Curah hujan yang tinggi;

b. Lereng yang terjal;

c. Lapisan tanah yang kurang padat dan tebal;

d. Jenis batuan (litologi) yang kurang kuat;

e. Jenis tanaman dan pola tanaman yang tidak mendukung penguatan lereng;

f. Getaran yang kuat (perelatan berat, mesin pabrik, kendaraan bermotor);

g. Susutnya muka air danau/bendungan;

h. Beban tambahan seperti kontruksi bangunan dan kendaraan angkut;

i. Terjadinya pengikisan tanah atau erosi;

j. Adanya material timbunan pada tebing;

k. Bekas longsoran lama yang tidak segera ditangani;

l. Adanya bidang diskontinuitas;

m. Penggundulan hutan, dan/atau

n. Daerah pembuangan sampah.

Keempat belas faktor tersebut lebih lanjut dijadikan dasar perumusan

kriteria (makro) dalam penetapan kawasan rawan bencana longsorlahan sebagai

berikut:

13

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


a. Kondisi kemiringan lereng 15% hingga 70%;

b. Tingkat curah hujan rata-rata tertinggi ( di atas 2500 mm per tahun);

c. Kondisi tanah, lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (lebih dari 2

meter);

d. Struktur batuan tersusun dengan bidang diskontinuitas atau struktur

retakan;

e. Daerah yang dilalui struktur patahan (sesar);

f. Adanya gerak tanah, dan/atau

g. Jenis tutupan lahan/vegetasi (jenis tumbuhan, bentuk tajuk, dan sifat

perakaran) (Pedoman Penataan Ruang peraturan Mentri Pekerjaan Umum

No.22/PRT/M/2007).

2.5 Penelitian Sebelumnya

Iwan Setyawan (2012), tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui

kualitas dan karakteristik lahan di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas

dan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman jati di Kecamatan

Pekuncen Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode survei dengan teknik pengambilan sampel area random sampling

dan analisis laboratorium tanah Unsoed. Teknik analisis data dengan

menggunakan matching, yaitu dengan cara mencocokan data kualitas dan

karakteristik lahan yang telah diperoleh dengan syarat tumbuh tanaman jati

(tectona grandis). Hasil dari penelitian yaitu tingkat kesesuaian lahan untuk

tanaman jati yang meliputi kelas sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai secara

permanen (S3), tidak sesuai sementara (N1) dan tidak sesuai permanen (N2).

14

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


Hendy Indra Setiawan (2013), tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk

mengetahui karakteristik dan kualitas lahan di daerah penelitian dan untuk

mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman jati di Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas. Metode yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan

metode matching, yaitu dengan cara mencocokan data karakteristik dan kualitas

yang diperoleh di lapangan atau laboratorium dengan syarat tumbuh tanaman jati.

Hasil dari penelitian yaitu tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman jati yang

meliputi kelas sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai secara permanen (S3), tidak

sesuai sementara (N1) dan tidak sesuai permanen (N2).

Khairul Umam (2014), tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

karakteristik dan kualitas lahan di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

dan mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman mahoni di Kecamatan

Ajibarang Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan yaitu dengan metode

survey dengan teknik pengambilan sampel area sampling. Hasil dari penelitian

yaitu dipeloreh tingkat satuan lahan untuk tanaman mahoni yaitu meliputi kelas

sesuai (S), kelas sesuai bersyarat (CS), dan kelas tidak sesuai (N).

Untuk lebih mempermudah penyajian berikut perbedaan dari ketiga peneliti


di atas dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian sebelumnya


Peneliti Tujuan Metode Hasil
Iwan Mengetahui kualitas dan Metode yang digunakan Peta Kesesuaian
Setyawan karakteristik lahan di dalam penelitian ini adalah Lahan Untuk
(2012) Kecamatan Pekuncen metode survei dengan Tanaman Jati
Kabupaten Banyumas dan teknik pengambilan (Tectona Grandis)
untuk mengetahui tingkat sampel area random di Kecamatan
kesesuaian lahan untuk sampling dan analisis Pekuncen
tanaman jati di Kecamatan laboratorium tanah Kabupaten
Pekuncen Kabupaten Banyumas
Banyumas.

15

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


Lanjutan Tabel.

Hendy Mengetahui karakteristik dan Metode yang digunakan Peta Kesesuaian


Indra kualitas lahan di daerah dalam penelitian ini adalah Lahan Untuk
Setiawan penelitian dan untuk metode survei dengan Tanaman Jati
(2013) mengetahui tingkat kesesuaian teknik pengambilan (Tectona Grandis)
lahan untuk tanaman jati di sampel area random di Kecamatan
daerah penelitian sampling dan analisis Ajibarang
laboratorium tanah analisis Kabupaten
data menggunakan Banyumas
matching
Khairul Mengetahui karakteristik dan Metode yang digunakan Peta Kesesuaian
Umam kualitas lahan di Kecamatan yaitu dengan metode Lahan Untuk
(2014) Ajibarang Kabupaten survei dengan teknik Tanaman Mahoni
Banyumas dan mengetahui pengambilan sampel area (Swetenia
tingkat kesesuaian lahan sampling analisis data Macrophyla) di
untuk tanaman mahoni di menggunakan matching. Kecamatan
Kecamatan Ajibarang Ajibarang
Kabupaten Banyumas Kabupaten
Banyumas
Munandar Mengetahui kelas kesesuaian Metode penelitian adalah Peta kesesuaian
2015 lahan yang baik untuk survei, pengamatan, lahan untuk
tanaman jati dan mengetahui pengukuran lapangan tanaman Jati
hubungan kelas sesesuaian analisis data menggunakan (tectona grandis) di
lahan Jati dengan kelas matching yaitu dengan Sub-DAS Logawa
kerawanan longsor cara mencocokan data
karakteristik dan kualitas
yang diperoleh di lapangan
dengan syarat tumbuh
tanaman Jati
Sumber : Iwan Setyawan (2012); Hendy Indra S (2013); dan Khairul Umam (2014);
Peneliti (2015)

2.6 Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka dapat disusun landasan teori

sebagai berikut. Penanaman vegetasi merupakan salah satu cara untuk mencegah

terjadinya longsorlahan. Tanaman Jati merupakan vegetasi sejenis pohon

penghasil kayu dengan kualitas yang tinggi. Tanaman Jati mempunyai daun yang

besar dan akar yang dalam sehingga daya serap airnya banyak dan akan cocok

untuk mencegah terjadinya longsorlahan dan erosi.

Kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di setiap wilayah tertentu berbeda-

beda tergantung dari keadaan iklim, tanah, dan syarat penggunaan tertentu.

16

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


Kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu jika dimanfaatkan akan

memberikan manfaat yang lebih maksimal dan merupakan gambaran bahwa lahan

tersebut bisa dikembangkan untuk kepentingan tertentu.

Kerawanan longsorlahan merupakan kemudahan suatu lahan untuk

terjadinya bencana longsor, kerawanan longsorlahan disebabkan karena faktor

fisik alamiah dan faktor aktivitas manusia. Penggunaan lahan yang tepat oleh

manusia akan mengurangi tigkat resiko kerawanan longsorlahan. Longsorlahan

merupakan bencana alam berupa gerakan massa tanah yang penyebab utamanya

adalah curah hujan yang tinggi, kemiringan lereng serta jenis vegatasi yang

tumbuh.

2.7 Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat dirumuskan kerangka pikir

pada Gambar 2.1 berikut ini:

Kualitas Lahan Syarat Tumbuh Tanaman Jati

Kelas Kesesuaian Lahan untuk


Tanaman Jati

Peta Kelas Kerawanan Peta Kesesuaian Lahan untuk


Longsorlahan Tanaman Jati

Hubungan Kelas Kesesuaian Lahan


Tanaman Jati pada Kelas Kerawanan
Longsorlahan

Gambar 2.1 Diagram Alir Kerangka Pikir

17

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015


2.8 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka hipotesisnya adalah :

“Kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) 50% terdapat pada kelas kerawanan

longsorlahan tinggi”.

18

Kesesuaian Lahan Tanaman..., Munandar, FKIP, UMP, 2015

Anda mungkin juga menyukai