Anda di halaman 1dari 10

Jumat, 31 Mei 2013

Hubungan Ekonomi Islam dengan Fiqih Muamalah

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Dalam realiti kehidupan, manusia berusaha mengerahkan daya, tenaga dan juga fikirannya untuk
memenuhi berbagai macam keperluan hidupnya seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.
Pengerahan tenaga dan fikiran ini penting bagi menyempurnakan kehidupannya sebagai individu dan
sebagai seorang anggota kepada sebuah masyarakat. Segala kegiatan yang bersangkutan dengan usaha
usaha yang bertujuan untuk memenuhi keperluan keperluan ini dinamakan ekonomi.

Dalam pengertian masa kini ekonomi ialah satu pengkajian yang berkenaan dengan kelakuan manusia
dalam menggunakan sumber-sumber untuk memenuhi keperluan mereka. Dalam pengertian Islam pula,
ekonomi ialah satu sains sosial yang mengkaji masalah masalah ekonomi manusia yang didasarkan
syariat Islam yaitu kepada Al-Qur’an dan Hadits.

Kita semua tidak dapat lepas dari masalah ekonomi seperti pengelolaan dan penggunaan harta dalam
kehidupan sehari-hari. Pertukaran barang, uang, dan jasa menjadi bagian tak terpisahkan dalam
kehidupan ini. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang melakukan kegiatan ekonomi
harus mengenal hukum-hukum syariat Islam yang berkaitan dengan hal tersebut seperti dalam Fikih
Muamalah yang membahas tentang syarat dan rukun dalam melakukan transaksi ekonomi.

Demikian pentingnya permasalahan ini, sehingga kita semua harus bersabar dan meluangkan waktu
mempelajari dasar-dasar dalam Fiqih muamalah dan berbagai jenisnya dalam menjalankan transaksi
ekonomi yang sesuai dengan Syariat Islam. Sehingga di dalam makalah ini saya akan menggali lebih
dalam tentang bagaimana hubungan ekonomi Islam dengan Fiqih Muamalah dalam kehidupan sehari-
hari.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari Ekonomi Islam dan Fiqih Muamalah?


2.      Bagaimana hubungan Ekonomi Islam dengan Fiqih Muamalah?

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian

1.      Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman
dan rukun Islam. Sedangkan menurut Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi Islam dengan
menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan
prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid.[1]

2.      Fiqih Muamalah

Muamalah adalah pertukaran harta dan yang berhubungan dengannya, seperti al-bai’ (jual-beli), as-


salam, al-ijaarah (sewa-menyewa), syarikat (perkongsian), ar-rahn(gadai), al-kafaalah, al-
wakalah (perwakilan), dan sejenisnya. Sedangkan Fiqh muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah
SWT, yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang
berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.[2]
B.     Ciri Ciri Utama Sistem Ekonomi Islam.

Salah satu ciri yang menonjol dalam sistem ekonomi Islam ialah sistem ini tidak boleh dipisahkan
daripada dasar dasar 'aqidah dan nilai nilai syari'at Islam.

Di segi aqidah, sistem ekonomi Islam dilandaskan kepada hakikat bahwa Allah adalah Pencipta dan
Pemilik alam semesta seperti firman Allah yang mafhumnya:

óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤‚y™ Nä3s9 $¨B ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur ’ÎûÇÚö‘F{$# x÷t7ó™r&ur öNä3ø‹
n=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 . . .

Artinya: "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) kamu
apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan ni'mat Nya untukmu zahir dan
batin."  (QS. Luqman [31]: 20)

Sementara di segi syari'at pula is menghubungkan sudut sudut mu'amalah sesama manusia.

Firman Allah yang mafhumnya:

ö’s1. . . Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB . . .

Artinya: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang orang kaya di kalangan kamu." (QS. Al-
Hasyr [59]: 7)

Sabda Rasulullah s.a.w yang artinya:

"Semua muslim atas muslim yang lain haram kehormatannya, hartanya dan darahnya." (HR. Tarmidzi)

Satu lagi ciri sistem ekonomi Islam yang membedakannya dengan sistem sistem yang lain ialah ia
mewujudkan keseimbangan di antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dalam sistem
ekonomi Islam kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah sehaluan dan selari, bukannya
bertentangan di antara satu sama lain sebagaimana yang dirumuskan oleh sistem sistem lain.

Untuk mewujudkan keseimbangan ini, sistem ekonomi Islam memberi kebebasan bagi anggota
masyarakat untuk terlibat dengan berbagai bagai jenis kegiatan ekonomi yang halal di samping
menyelaraskan beberapa bidang kegiatan tersebut menerusi kekuasan undang undang dan
pemerintahan.

C.    Hubungan Ekonomi Islam dengan Fiqih Muamalah

Muamalah adalah medan hidup yang sudah tersentuh oleh tangan-tangan manusia sejak zaman klasik,
bahkan zaman purbakala. Setiap orang membutuhkan harta yang ada di tangan orang lain. Hal ini
membuat manusia berusaha membuat beragam cara pertukaran, bermula dengan kebiasaan melakukan
tukar menukar barang yang disebut barter, berkembang menjadi sebuah sistem jual-beli yang kompleks
dan multidimensional. Perkembangan itu terjadi karena semua pihak yang terlibat berasal dari latar
belakang yang berbeda, dengan karakter dan pola pemikiran yang bermacam-macam, dengan tingkat
pendidikan dan pemahaman yang tidak sama. Baik itu pihak pembeli atau penyewa, penjual atau
pemberi sewa, yang berutang dan berpiutang, pemberi hadiah atau yang diberi, saksi, sekretaris atau
juru tulis, hingga calo atau broker. Semuanya menjadi majemuk dari berbagai kalangan dengan berbagai
latar belakang sosial dan pendidikan yang variatif. Selain itu, transaksi muamalah juga semakin
berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Sarana atau media dan fasilitator dalam melakukan
transaksi juga kian hari kian canggih. Sementara komoditi yang diikat dalam satu transaksi juga semakin
bercorak-ragam, mengikuti kebutuhan umat manusia yang semakin konsumtif dan semakin terikat
tuntutan zaman yang juga kian berkembang.

Oleh sebab itu, muamalah sangat erat dengan perekonomian Islam ini akan tampak bila kita melihat
salah satu bagiannya, yaitu dunia bisnis perniagaan dan khususnya level menengah ke atas. Seorang
yang memasuki dunia perbisnisan ini membutuhkan kepekaan yang tinggi, feeling yang kuat dan
keterampilan yang matang serta pengetahuan yang komplit terhadap berbagai epistimologi terkait,
seperti ilmu manajemen, akuntansi, perdagangan, bahkan perbankan dan sejenisnya. Atau berbagai
ilmu yang secara tidak langsung juga dibutuhkan dalam dunia perniagaan modern, seperti komunikasi,
informatika, operasi komputer, dan lain-lain. Itu dalam standar kebutuhan businessman(orang yang
berwirausaha) secara umum.

Bagi seorang muslim, dibutuhkan syarat dan prasyarat yang lebih banyak untuk menjadi wirausahawan
dan pengelola modal yang berhasil, karena seorang muslim selalu terikat. Selain dengan kode etik ilmu
perdagangan secara umum–dengan aturan dan syariat Islam dengan hukum-hukumnya yang
komprehensif. Oleh sebab itu, tidak selayaknya seorang muslim memasuki dunia bisnis dengan
pengetahuan kosong terhadap ajaran syariat dalam soal jual beli. Yang demikian itu merupakan sasaran
empuk ambisi setan pada diri manusia untuk menjerumuskan seorang muslim dalam kehinaan.

D.    Transaksi Ekonomi Islam yang berkaitan dengan Hukum Fiqih Muamalah

Transaksi ekonomi dalam Islam dapat dicontohkan seperti aktivitas di pasar yang para pedagangnya
menggunakan sistem perdagangan secara Islam.

1. Jual Beli

Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).
Firman Allah SWT:

3. . . ¨@ymr&ur ª!$# yìø‹t7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 . . .

Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al Baqarah (2) : 275).

Dalam jual beli terdapat rukun dan syaratnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

·      Penjual dan pembeli.

Syarat keduanya adalah berakal, baligh, dan berhak menggunakan hartanya.

·      Uang dan benda yang dibeli.

Syaratnya keduanya adalah: suci, ada manfaatnya, keadaan barang itu dapat diserahkan, barang itu
diketahui oleh si penjual dan si pembeli.
·      Ijab qabul.

Unsur utama dalam jual beli yaitu ketulusan antara penjual dan pembeli.

Selain rukun dan syaratnya, dalam jual beli terdapat istilah khiyar. Khiyar artinya boleh memilih antara
dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya. Jenis khiyat ada tiga macam yaitu khiyar majlis,
khiyar syarat dan khiyar ‘aibi. Khiyar majlismaksudnya, si pembeli dan si penjual boleh memilih antara
dua perkara selama keduanya masih tetap di tempat jual beli. Khiyar syarat maksudnya, khiyar itu
dijadikan syarat sewaktu akad. Dan khiyar ‘aibi maksudnya, si pembeli boleh mengembalikan barang
yang dibelinya, apabila terdapat cacat[3]

Macam jual beli

Dalam hal jual beli ada tiga macam yaitu jual beli yang sah dan tidak terlarang, jual beli yang terlarang
dan tidak sah, jual beli yang sah tetapi terlarang, monopoli dan najsi. Jual beli yang sah dan tidak
terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh agama artinya, jual beli yang memenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya. Sedangkan jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan
oleh agama, artinya jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli. Dan jual beli yang sah
tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan akad dalam jual beli tapi dilarang dalam agama
Islam karena menyakiti si penjual, si pembeli atau orang lain, menyempitkan gerakan pasaran dan
merusak ketentraman umum. Monopoli yaitu menimbun barang dengan tujuan supaya orang lain tidak
dapat membelinya dan najsyi adalah menawar barang dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain
agar membeli barang yang ditawarkannya.

Jual beli yang terlarang dan tidak sah diantaranya adalah: jual beli barang najis, Jual beli anak hewan
yang masih berada dalam perut induknya, jual beli yang ada unsur kecurangan dan jual beli sperma
hewan.

Jual beli yang sah tetapi terlarang diantaranya :membeli barang dengan harga mahal yang tujuannya
supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut, Membeli barang yang sudah dibeli orang lain
yang masih dalam hiyar, Mencegat para pedagang dan membeli barangnya sebelum mereka sampai
dipasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar. Membeli barang untuk ditimbul dan
setelah harganya mahal baru dijual, menjual barang yang menjadi alat maksiat bagi pembelinya, dan
mengecoh urusan jual belibaik dari pembeli maupun penjual dalam keadaan barang atau ukurannya.

2. Ariyah (Pinjam meminjam)

Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya
dengan tidak merusakkan zatnya agar dapat dikembalikan zat barang itu. Dalam hal ariyah terdapat
rukun dan syaratnya yaitu sebagai berikut:

a. Rukun Ariyah

1). Orang yang meminjamkan syaratnya berhak berbuat kebaikan sekehendaknya, manfaat barang yang
dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan.

2). Orang yang meminjam berhak menerima kebaikan

3). Barang yang dipinjam syaratnya barang tersebut bermanfaat, sewaktu diambil manfaatnya zatnya
tetap atau tidak rusak
Orang yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut
izin dari yang punya dan apabila barang yang dipinjam hilang, atau rusak sebab pemakaian yang
diizinkan , yang meminjam tidak menggantinya. Tetapi jikalau sebab lain, dia wajib mengganti.

b. Hukum Ariyah

Asal hukum meminjamkan sesuatu adalah sunat. Akan tetapi kadang hukumnya wajib dan kadang-
kadang juga haram. Hukumnya wajib contohnya yaitu meminjamkan pisau untuk menyembelih hewan
yang hampir mati. Dan hukumnya haram contohnya sesuatu yang dipinjam untuk sesuatu yang haram.

3. Perseroan

Perseroan adalah akad perjanjian antara dua orang atau lebih yang menetapkan hak milik bersama
dalam persekutuan. Perseroian yang kita ketahui diantaranya adalah PT, CV, NV, dan Firma.

Perseroan ada beberapa macam yang lebih peting dan berguna adalah serikat harta dan serikat kerja.

a. Serikat harta

Serikat harta atau serikat ‘Inan yaitu serikat yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk bersekutu harta
yang ditentukan dengan tujuan keuntungannya untuk mereka yang berserikat. Dalam berserikat
keikhlasan sangat diperlukan dan harus menghindari penghianatan.

Rukun serikat harta diantaranya:

·       Lafal akad atau sighat

·       Orang yang berserikat

·       Pokok atau modal dan pekerjaan

Jenis usaha dalam serikat perlu suatu kesepakatan yang disepakati oleh anggota serikat tersebut.
Keuntungan dan kerugian ddiperoleh dan ditanggung oleh setiap anggota serikat sesuai dengan hasil
musyawarah anggota serikat.

Perseroan yang dikategorikan dalam serikat inan antara lain:

·       PT (Perseroan Terbatas)

PT yaitu perusahaan yang modalnya didapat dari saham-saham yang memiliki harga nominal tertentu.
Dalam pendirian PT didirikan dengan akte notaries dan AD (Anggaran Dasar) nya harus disyahkan dari
menteri kehakiman.

·       Firma

Perseroan firma yaitu Persekutuan dari dua orang atau lebih yang berdagang bersama-sama dalam satu
nama dan bertanggung jawab bersama terhadap perdagangannya. Sehingga semuanya bekerja penuh
pada perusahaan

·       CV (Commanditaire Venootschaf)


Dalam C V tidak semua anggotanya turut bekerja dalam perusahaan. Ada yang hanya menyerahkan
modal untuk dikelola oleh anggota-anggota lainnya. Maka C V adalah bentuk perluasan dari firma. Baik C
V maupun Firma didirikan berdasarkan akte notaries dan segala bentuk aktivitas perusahaan
dicantumkan dalam aktenya.

b. Serikat Kerja (Serikat Abdan)

Serikat kerja yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih bersepakat atas suatu pekerjaan dan
masing-masing mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Penghasilannya dibagi menurut
perjanjian sewaktu akad. Serikat kerja ini hukumnya sah apabila tidak ada yang berkhianat.

Serikat kerja jenisnya bermacam-macam diantaranya adalah qirad, mukhabarah, muzaraah dan
musaqah.

1). Qirad

Qirat yaitu memberikan modal kepada orang lain untuk diperniagakan. Mengenai keuntungan, untuk
keduanya sesuai dengan perjanjian sewaktu akad. Akad dalam qirad adalah akad percaya mempercayai
dan semuanya harus didasari dengan ikhlas. Modal dalam qirad bisa berupa barang atau uang yang
dapat dihitung harganya. Agama Islam tidak melarang qirad. Dalam qirad terdapat unsur tolong
menolong dalam meningkatkan penghasilan.

Dalam qirat terdapat rukun-rukunnya diantaranya adalah:

·           Ada harta atau modal baik berbentuk uang atau barang

·           Pekerjaan atau usahanya perdagangan

·           Ada pembagian keuntuangan atau kerugian

·           Pemodal dan yang menjalankan modal telah baligh

2). Muzaraah dan mukhabarah

Muzaraah yaitu suatu kerjasama antara pemilik lahan pertanian baik berupa sawah atau ladang dengan
penggarap yang bibitnya asalnya dari penggarap dengan bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan
kesepakatan bersama. Apabila system yang digunakan muzaraah mengenai zakat ditanggung oleh
penggarap dan apabila benihnya asalnya dari pemilik sawah atau ladang dinamakan mukhabarah dan
zakatnya ditanggung oleh pemilik tanah tersebut.

3). Musaqah

Musaqah disebut juga dengan paroan kebun maksudnya, suatu kerjasama antara pemilik kebun dengan
pemelihara kebun dengan perjanjian dan kesepakatan bersama. Hal ini saling menguntungkan karena
kadang orang punya kebun tetapi tidak sanggup mengurusinya atau menggarapnya. Sedangkan orang
yang tidak punya kebun mendapat kesempatan untuk menggarap atau mengurusinya sehingga
mendapat suatu penghasilan yang bisa dinikmati bersama yang punya kebun.
Dalam hal musaqah terdapat rukun-rukunnya yaitu diantaranya adalah:

·       Pemilik kebun dan yang menggarap kebun sama-sama berhak membelanjakan harta keduanya

·       Semua pohon yang berbuah boleh diparohkan demikian juga hasil pertahunnya

·       Ditentukan masanya dalam mengerjakan kebun

·       Terdapat kesepakatan dalam pembagian hasil kebun.[4]

Bank Islami

Dalam rangka untuk menghindari unsur riba, maka bermunculan bank yang berdasarkan syari’ah
misalnya bank muamalat, bank syari’ah mandiri dan bank-bank lainnya yang berdasarkan syari’ah. Bank-
bank tersebut dalam operasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam dan tatacaranya
acuannya adalah Al Qur’an dan As Sunah.

Agar tidak terdapat unsur riba, nasabah yang akan mengadakan akad perjanjian dengan bank dapat
melaksanakan perihal sebagaimana berikut:

·       Mudarabah atau qirad

·       Syirkah atau perseroan

·       Wadiah atau titipan uang

·       qard hasan atau peminjaman yang baik

·       murabahah atau bank membelikan barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi dan
bank dapat minta tambahan atas harga pembeliannya.

Dengan adanya bank syari’ah maka umat islam dapat menghilangkan keragu-raguannya dalam
berurusan dengan bank. Selain itu hikmahnya dengan adanya bank syari’ah antara lain:

·           Mempermudah umat islam dalam menjalankan syari’at khususnya dalam bidang keuangan dan
perekonomian

·           Dapat menghindari unsur riba

·           Nyaman dalam berhubungan dengan bank karena sudah bersyari’ah Islam

·           Ekploitasi dari orang kaya terhadap orang miskin dapat terhindari[5]


BAB III

PENUTUP

Simpulan:

Ekonomi Islam dengan Fiqih Muamalah sangat erat hubungannya dengan perekonomian Islam, yaitu
dalam dunia bisnis perniagaan. Ketika seseorang yang ingin memasuki dunia perbisnisan harus
membutuhkan kepekaan yang tinggi, feeling yang kuat dan keterampilan yang matang serta
pengetahuan yang komplit terhadap berbagai epistimologi terkait, seperti ilmu manajemen, akuntansi,
perdagangan, bahkan perbankan dan sejenisnya. Berbagai ilmu yang secara tidak langsung juga
dibutuhkan dalam dunia perniagaan modern, seperti komunikasi, informatika, operasi komputer, dan
lain-lain. Itu dalam standar kebutuhan businessman (orang yang berwirausaha) secara umum.

Bagi seorang muslim, dibutuhkan syarat dan prasyarat yang lebih banyak untuk menjadi wirausahawan
dan pengelola modal yang berhasil, karena seorang muslim selalu terikat kepada Al-Qur’an dan Hadits
tentang masalah dalam bertransaksi. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang
melakukan kegiatan ekonomi harus mengenal hukum-hukum syariat Islam yang berkaitan dengan hal
tersebut seperti dalam Fikih Muamalah yang membahas tentang syarat dan rukun dalam melakukan
transaksi ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Yogyakarta, Ekonisia, 2003.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah. Bandung, Gunung Djati Press, 1997.

http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/kaidah-dasar-memahami-fikih-muamalah-maliyah-
fikih-ekonomi-islam.html

http://www.oocities.org/farouq1965/TPSM/3i.htm
[1]  Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h. 28

[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Bandung: Gunung Djati Press, 1997), h. 5

[3] http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/kaidah-dasar-memahami-fikih-muamalah-maliyah-
fikih-ekonomi-islam.html (Kamis, 11 April 2013 : 13.00 Wita)

[4] http://www.oocities.org/farouq1965/TPSM/3i.htm (Jumat, 12 April 2013 : 09.00 Wita)

[5] Heri Sudarsono, Op. Cit,  h. 30

Anda mungkin juga menyukai