Anda di halaman 1dari 5

Pendidikan Karakter

Koran Sindo
Rabu, 31 Januari 2018 - 06:20 WIB

Universitas asing. Foto/Dok/KORAN SINDO


A+ A-

Pemerintah memberi lampu hijau bagi perguruan tinggi (PT) asing swasta untuk beroperasi di
Tanah Air. Pada pertengahan 2018 ini bahkan diperkirakan 5-10 kampus asing akan
beroperasi di Indonesia melalui kemitraan dengan kampus lokal. Beberapa kampus tersebut
antara lain Central Queensland University, University of Cambridge, dan kampus dari
Taiwan. Pemerintah beralasan kebijakan ini diambil bukan hanya untuk meningkatkan
layanan pendidikan tinggi, tapi juga menyangkut era revolusi industri 4.0. Pemerintah juga
akan membatasi jumlah perguruan tinggi asing yang masuk Indonesia.
 
Seleksi bagi perguruan asing pun akan dilakukan dengan ketat agar tidak berdampak buruk
bagi bangsa. Kementerian akan memastikan hanya perguruan asing unggul yang beroperasi di
Indonesia. Tentu, semua berharap masuknya perguruan tinggi asing swasta ke Indonesia
bukan sekadar meningkatkan kualitas pendidikan Tanah Air, tapi juga meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM)-nya. Bukan sekadar hard skill,  melainkan soft skill  juga harus
meningkat. Apalagi, pada 2018 ini pemerintah tengah fokus meningkatkan kualitas SDM
yang dianggap kurang kompetitif atau kurang fit dengan kebutuhan industri. Dengan
demikian, serapan tenaga kerja ke dunia industri masih belum maksimal. Pembangunan
infrastruktur dan membaiknya iklim investasi Tanah Air akan berdampak pada kebutuhan
tenaga kerja yang mumpuni.
 
Terkait dengan soft skill  atau pendidikan karakter di mana Indonesia masih sangat lemah
tentu harus menjadi fokus. Memang SDM Indonesia banyak, namun hanya pada tataran hard
skill , sedangkan kemampuan soft skill  masih menjadi pekerjaan rumah. Soft skill  yang
merupakan bagian pendidikan karakter juga menjadi fokus program pemerintah, yaitu
Revolusi Mental. Pintar otak saja tidak cukup, namun pintar hati juga lebih dibutuhkan.
Dalam dunia usaha ternyata kemampuan soft skill  lebih dikedepankan. Kemampuan soft
skill  ditumbuhkan bukan sekadar belajar, namun juga harus dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari.
 
Apakah perguruan asing swasta bisa menjawab tantangan di atas? Memang perlu pengawasan
yang ketat dari pemerintah jika memang pendidikan karakter Indonesia harus masuk dalam
kurikulum mereka. Kita tentu tidak ingin justru sekadar karakter asing yang tidak cocok
dengan karakter bangsa masuk ke negeri ini. Jika ini terjadi, Indonesia semakin akan terpuruk
dalam pendidikan karakter. Keindonesiaan SDM bangsa ini harus benar-benar diperhatikan
karena tentu kita tidak mau justru perguruan tinggi-perguruan tinggi asing swasta tersebut
memasukkan karakter bangsa asal mereka.
 
Selain masih belum maksimalnya pendidikan karakter bangsa ini, kita juga tentu telah
melihat pendidikan dengan kurikulum internasional yang justru menghilangkan jati diri
bangsa. Saat ini telah banyak sekolah dasar hingga menengah atas asing swasta yang hadir di
Indonesia. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya untuk para ekspatriat, namun sekarang juga
membuka untuk anak-anak Indonesia. Berbekal kurikulum internasional, banyak masyarakat
Indonesia yang tergiur memasukkan anaknya ke sekolah tersebut meskipun dengan biaya
yang sangat besar.
 
Namun, apa hasilnya, beberapa sekolah dasar justru lebih mengenalkan bahasa asing
dibandingkan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa daerah. Akibat itu, anak-anak Indonesia
lebih fasih menggunakan bahasa asing daripada bahasa ibu. Ketika di tempat-tempat umum
mereka bahkan lebih memilih menggunakan bahasa asing ketika berbicara dengan anak
bangsa sendiri. Nilai bahasa Indonesia mereka lebih rendah dibandingkan pelajaran bahasa
asing. Tentu ini sangat memprihatinkan. Karena tidak semua yang berbau asing bisa menjadi
maju. Dan, bukan jaminan bahwa sekadar menguasai bahasa asing di pendidikan dasar akan
membuat sebuah negara maju dan ini banyak contohnya.
Pendidikan karakter masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini. Masuknya perguruan
tinggi asing swasta semestinya tidak menambah persoalan pendidikan karakter bangsa ini.
Jika ini terjadi, kebijakan ini bukan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, tapi malah
menurunkan kualitas.
Pendidikan Karakter

Pemerintah memberi lampu hijau bagi perguruan tinggi (PT) asing swasta untuk
beroperasi di Tanah Air. Pada pertengahan 2018 ini bahkan diperkirakan 5-10 kampus asing
akan beroperasi di Indonesia melalui kemitraan dengan kampus lokal. Beberapa kampus
tersebut antara lain Central Queensland University, University of Cambridge, dan kampus
dari Taiwan. Pemerintah beralasan kebijakan ini diambil bukan hanya untuk meningkatkan
layanan pendidikan tinggi, tapi juga menyangkut era revolusi industri 4.0. Pemerintah juga
akan membatasi jumlah perguruan tinggi asing yang masuk Indonesia.
  Seleksi bagi perguruan asing pun akan dilakukan dengan ketat agar tidak berdampak
buruk bagi bangsa. Kementerian akan memastikan hanya perguruan asing unggul yang
beroperasi di Indonesia. Tentu, semua berharap masuknya perguruan tinggi asing swasta ke
Indonesia bukan sekadar meningkatkan kualitas pendidikan Tanah Air, tapi juga
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya. Bukan sekadar hard skill, 
melainkan soft skill  juga harus meningkat. Apalagi, pada 2018 ini pemerintah tengah fokus
meningkatkan kualitas SDM yang dianggap kurang kompetitif atau kurang fit dengan
kebutuhan industri. Dengan demikian, serapan tenaga kerja ke dunia industri masih belum
maksimal. Pembangunan infrastruktur dan membaiknya iklim investasi Tanah Air akan
berdampak pada kebutuhan tenaga kerja yang mumpuni.
  Terkait dengan soft skill  atau pendidikan karakter di mana Indonesia masih sangat
lemah tentu harus menjadi fokus. Memang SDM Indonesia banyak, namun hanya pada
tataran hard skill , sedangkan kemampuan soft skill  masih menjadi pekerjaan rumah. Soft
skill  yang merupakan bagian pendidikan karakter juga menjadi fokus program pemerintah,
yaitu Revolusi Mental. Pintar otak saja tidak cukup, namun pintar hati juga lebih dibutuhkan.
Dalam dunia usaha ternyata kemampuan soft skill  lebih dikedepankan. Kemampuan soft
skill  ditumbuhkan bukan sekadar belajar, namun juga harus dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari.
  Apakah perguruan asing swasta bisa menjawab tantangan di atas? Memang perlu
pengawasan yang ketat dari pemerintah jika memang pendidikan karakter Indonesia harus
masuk dalam kurikulum mereka. Kita tentu tidak ingin justru sekadar karakter asing yang
tidak cocok dengan karakter bangsa masuk ke negeri ini. Jika ini terjadi, Indonesia semakin
akan terpuruk dalam pendidikan karakter. Keindonesiaan SDM bangsa ini harus benar-benar
diperhatikan karena tentu kita tidak mau justru perguruan tinggi-perguruan tinggi asing
swasta tersebut memasukkan karakter bangsa asal mereka.
  Selain masih belum maksimalnya pendidikan karakter bangsa ini, kita juga tentu telah
melihat pendidikan dengan kurikulum internasional yang justru menghilangkan jati diri
bangsa. Saat ini telah banyak sekolah dasar hingga menengah atas asing swasta yang hadir di
Indonesia. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya untuk para ekspatriat, namun sekarang juga
membuka untuk anak-anak Indonesia. Berbekal kurikulum internasional, banyak masyarakat
Indonesia yang tergiur memasukkan anaknya ke sekolah tersebut meskipun dengan biaya
yang sangat besar.
  Namun, apa hasilnya, beberapa sekolah dasar justru lebih mengenalkan bahasa asing
dibandingkan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa daerah. Akibat itu, anak-anak Indonesia
lebih fasih menggunakan bahasa asing daripada bahasa ibu. Ketika di tempat-tempat umum
mereka bahkan lebih memilih menggunakan bahasa asing ketika berbicara dengan anak
bangsa sendiri. Nilai bahasa Indonesia mereka lebih rendah dibandingkan pelajaran bahasa
asing. Tentu ini sangat memprihatinkan. Karena tidak semua yang berbau asing bisa menjadi
maju. Dan, bukan jaminan bahwa sekadar menguasai bahasa asing di pendidikan dasar akan
membuat sebuah negara maju dan ini banyak contohnya.
Pendidikan karakter masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini. Masuknya
perguruan tinggi asing swasta semestinya tidak menambah persoalan pendidikan karakter
bangsa ini. Jika ini terjadi, kebijakan ini bukan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,
tapi malah menurunkan kualitas.

Anda mungkin juga menyukai