Anda di halaman 1dari 2

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan tujuan perkawinan dalam pasal tersendiri

terpisahkan dengan pengertian perkawinan yaitu pada pasal 3 yang berbunyi: “Perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
Sedangkan pengertian perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam pasal 2
yang berbunyi: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah”.
Sebenarnya menjadi kewajiban suami istri untuk senantiasa menjaga keutuhan rumah tangga.
Selain menjalankan kewajiban masing-masing, suami istri juga harus saling mencintai,
menyayangi, lapang dada dan ikhlas. Dengan demikian bahtera kehidupan rumah tangga akan
mencapai tujuan yang mereka dambakan.

Melihat kasus yang terjadi pada pernikahan siri, masing-masing mempunyai latar belakang
yang secara khusus berbeda, tetapi secara umum sama yaitu ingin memperoleh keabsahan
dalam pernikahan. Disamping itu, nikah siri dianggap sebagai jalan pintas bagi pasangan
yang menginginkan pernikahan tetapi belum siap atau hal lain yang tidak memungkinkan
secara hukum.
Dampak negatif dari pernikahan siri yaitu pernikahan tidak dianggap sah atau cacat secara
hukum. Meski dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara yang
memiliki hukum perkawinan tersebut dianggap tidak sah, sehingga tidak jelasnya status yang
dimiliki antara suami dan istri, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 UU Perkawinan). Artinya anak tidak dapat menuntut hak dari
si ayah. Kelahiran si anak juga tidak tercatat pula, sehingga melanggar Hak asasi anak.
Akhirnya anak berstatus anak di luar perkawinan, dan Baik istri maupun anak yang
dilahirkan, tidak bisa menuntut nafkah/warisan dari ayahnya. Secara garis besar, hal ini
sangat merugikan para pihak yang terlibat terutama perempuan, terlebih kalau sudah ada anak
yang dilahirkan.
Peraturan UU yang mengatur perkawinan di Indonesia yang dilanggar karena pernikahan siri
yakni UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, menurut UU Perkawinan, perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan berbunyi, "perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ayat 2, "tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku".
Iya, kawin kontrak memiliki kemiripan dengan konsep nikah mut'ah pada zaman tasyri'.
Dalam sejarahnya, nikah mut'ah pernah diperbolehkan pada masa awal Islam karena situasi
darurat. DR. Ahmad Nahrawi Abdus Salam dalam buku berjudul "Ensiklopedia Imam
Syafi'i" menyebutkan, bahwa nikah mu'tah kemudian dilarang dan larangan itu sudah menjadi
ijma' ulama. Nikah mut'ah pernah diperbolehkan karena masyarakat Islam saat itu masih
dalam masa transisi dari zaman jahiliyah kepada Islam. Akan tetapi, Rasulullah saw
kemudian melarang praktik nikah mut'ah. Hal ini juga ditegaskan dalam Fathul Bari, Ibnu
hajar Al Asqalani menjelaskan, bahwa pernikahan mut'ah praktiknya seperti nikah kontrak,
yang mana hukum kebolehannya sudah termansukh atau terhapus. Dari Ar-Rabi' bin Sabrah
Al-Juhani berkata, bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah swt
telah mengharamkannya sampai hari kiamat." (HR. Muslim). Oleh karena itu, para ulama
dari seluruh mazhab sepakat bahwa nikah mut’ah tersebut merupakan pernikahan yang haram
serta dalam jenis pernikahan yang dinilai secara bathil. Sehingga, pelaku nikah disamakan
dengan para pezina. Serta pelaku diancam dengan hukum rajam.
Hadist tersebut bermaksut bahwa Allah membenci hal perceraian umatnya dalam hal
pernikahan. Karena dipandang dari sebelah sisi bahwa talak atau perceraian dapat
memutuskan tali hubungan (pernikahan) dan juga dapat memutuskan tali silaturahmi terhadap
sesama umat islam. Sehingga, setan sangat menyukai perceraian dan ini menunjukkan bahwa
Allah membenci apa yang disenangi oleh setan. Jadi, tanggapan saya setelah melakukan
pernikahan maka pasangan suami istri harus dapat merenungkan segala hal tindakan mereka
dengan menggunakan pikiran jernih dalam hal menghadapi masalah di rumah tangga mereka
dilakukan secara bersama-sama. Dengan bergitu, tidak adanya pemikiran untuk melakukan
hal perceraian.

Anda mungkin juga menyukai