Anda di halaman 1dari 21

PERANAN TENAGA KERJA ASING TERHADAP PERTUMBUHAN

INDUSTRI
DI INDONESIA DAN MALAYSIA

SUSILO AMBARWATI
190820201004

PASCA SARJANA ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
I PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional di negara Indonesia, tenaga kerja


mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan
pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan
pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan
peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan
keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat ke- manusiaan sejalan dengan tujuan
tersebut dalam era globalisasi dan meningkatnya pembangunan di segala sektor
kehidupan, maka tentunya diperlukan pula kualitas sumber daya manusia yang handal
dan profesional di bidangnya.
Dampak globalisasi juga meningkatkan interkasi antar negara dalam tatanan
dunia dimana hubungan antar negara untuk dapat berkaitan satu sama lain menjadi
semakin lebih erat, baik kerjasama regional misal antar negara ASEAN atau global
antar benua. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh perkembangan trend teknologi
baik berupa komunikasi maupun transportasi yang diakibatkan oleh paparan globalisasi
sehingga mempermudah akses terhadap berbagai proses perpindahan termasuk di
antaranya adalah tenaga kerja. Dampak perkembangan trend tersebut menyebabkan
proses integrasi internasional semakin terkoneksi satu sama lain dengan lancar karena
efek dari pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek
kebudayaan lainnya.
Setiap negara pada saat terpacu untuk melakukan interaksi satu sama lain dalam
mencapai tujuan masing-masing negara dengan menciptakan sistem era dunia
tanpa batas. Konsep globalisasi terutama dalam sektor ekonomi pada saat ini yang
terjadi adalah menipisnya batas- batas negara dalam beberapa kegiatan seperti
halnya ekonomi atau pasar, secara nasional atau regional. Berbagai dampak dalam
sektor ekonomi yang mendapatkan pengaruh besar terhadap era globalisasi adalah
Foreign Direct Investment (FDI) berupa arus modal internasional di mana perusahaan
dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh
karena itu, tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi
pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri (Krugman, 1994). Dalam
mekanisme FDI akan memberikan dampak secara langsung terhadap akses
perpindahan tenaga kerja asing dari negara penyedia investasi ke negara yang
mendapatkan investasi, sehingga akan memberikan dampak terhadap peningkatan
jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke negara tersebut
Globalisasi memberikan dampak terhadap peningkatan akses perpindahan
tenaga kerja asing disuatu negara dalam hal ini di Indonesia karena adanya
peningkatan FDI dari beberapa negara seperti halnya Cina, sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia di
beberapa daerah tertentu di Indonesia (Setiawan, 2015). Data dari Kompas (2019)
menyatakan bahwa terjadinya peningkatan jumlah tenaga kerja asing sebesar 10,88
persen pada tahun 2018 yang didominasi dari Cina.
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sejak tahun 2015 telah
membuat persaingan tenaga kerja semakin ketat antar negara ASEAN. Keberadaan
MEA telah membuka peluang bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk dapat
menduduki berbagai profesi dan jabatan yang selama ini aksesnya tertutup untuk
tenaga kerja asing. Selanjutnya, terdapat 8 (delapan) profesi yang akan bersaing di
MEA yaitu: insinyur, arsitektur, tenaga pariwisata, akuntan, tenaga survei, dokter
gigi, praktisi medis, dan perawat. Dengan kata lain, MEA dapat memberikan suatu
peluang dalam perluasan kesempatan kerja bagi tenaga kerja ASEAN yang akan
tersebar di seluruh negara ASEAN (International Labour Organization, 2014).
Pemberlakuan MEA memberikan tantangan kepada industri maknufaktur di Indonesia.
Menurut Ridwan dkk (2015), dalam MEA terdapat dua belas sektor yang menjadi
prioritas perdagangan ASEAN yaitu
1. pengolahan argo
2. industri berbasis karet
3. industri berbasis kayu
4. industri penerbangan
5. otomotif
6. elektronikm
7. teknologi komunikasi informasi,
8. perikanan
9. kesehatan
10. logistik
11. tekstil
12. pariwisata.
Kedua belas sektor tersebut sebagian besar di bawah industri manufaktur, yang
menjadi komoditas utama dalam ekspor. Dengan adanya MEA, Indonesia dapat
menstabilkan perekonomian negara menjadi lebih baik. Salah satu contohnya yaitu
dengan adanya pasar bebas, barang Indonesia dapat memperluas jangkauan ekspor dan
impor tanpa ada biaya dan penahanan barang terlalu lama di bea cukai. Para investor
dapat memperluas ruang investasinya tanpa ada batasan ruang antar negara anggota
ASEAN. Para pengusaha akan semakin kreatif karena persaingan yang ketat, para
tenaga kerja akan semakin meningkatakan tingkat profesionalitas dan bakat yang
dimilikinya. Apabila kita mempunyai daya saing yang kuat, persiapan yang matang,
produk-produk dalam negeri akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan kita
mampu memanfaatkan kehadiran MEA untuk menikmati dampak positif bagi
kepentingan bersama dan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Dalam bidang ketenagakerjaan MEA ada sisi positif yang dapat
dikemukakan yaitu terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena tersedia banyak lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan keahlian yang
beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi ke luar negeri dalam rangka mencari
pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.
MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari
pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Para tenaga kerja Indonesia
juga dapat bekerja di negara anggota ASEAN dengan bebas dan sesuai dengan
keterampilan yang dimilikinya. Sedang dampak negatif pada sisi ketenagakerjaan
dapat dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing
dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dengan
adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja
asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan
persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan.
Masuknya tenaga kerja asing tersebut dapat menjadi sebuah ancaman bagi
tenaga kerja domestik Indonesia, apabila tenaga kerja domestik tidak mampu untuk
bersaing dengan tenaga kerja asing (TKA). Sehingga, dibutuhkan adanya upaya untuk
meningkatkan daya saing tenaga kerja domestik/lokal (TKL). Greenwood dan
Mcdowell berpendapat bahwa masuknya TKA dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan permintaan masyarakat terhadap barang-barang dan jasa
yang dihasilkan serta pembentukan modal yang terjadi di negara bersangkutan.
Sedangkan Jodge dan Mancurz berpendapat sebaliknya bahwa masuknya TKA
membawa pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja, dan tingkat upah untuk TKL. Kesempatan kerja dan upah akan
mempengaruhi daya beli masyarakat; apabila daya beli masyarakat menurun akan
mengakibatkan tidak bertumbuhnya perekonomian nasional. Di sisi lain, Orman dan
Meikle percaya bahwa bentuk hubungan saling melengkapi antara TKA dengan TKL
telah memberikan manfaat yang cukup besar dalam mendorong peningkatan laju
pertumbuhan ekonomi negara.
II PEMBAHASAN

2.1 Peraturan Tentang Tenaga Kerja Asing Di Indonesia


Dasar hukum terbaru yang mengatur penggunaan tenaga kerja asing di 2019 di
Indonesia ini adalah Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (“Perpres No,20/2018”). Adapun yang
dimaksud Tenaga Kerja Asing di peraturan ini adalah warga negara asing pemegang
visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (1) Perpres 20/2018).
Definisi ini sejalan dengan Undang-Udang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”).
Dalam proses pelaksanaannya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (“Permenaker No.10/2018”). Aturan terbaru ini sekaligus mencabut aturan
sebelumnya yaitu Permenaker No.16 Tahun 2015 dan Permenaker No.35 Tahun 2015.

2.1.1 Syarat Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing


Dalam Perpres No. 20/2018 maupun Permenaker No. 10/2018, pemberi kerja
kepada TKA adalah badan hukum atau badan lainnya yang mempekerjakan TKA
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Adapun badan pemberi kerja
bisa berbentuk antara lain di bawah ini:
1. instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, dan
organisasi internasional;
2. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, dan
kantor berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
3. perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;
4. badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dalam bentuk
Perseroan Terbatas (PT), atau yayasan, atau badan usaha asing yang terdaftar
di instansi yang berwenang;
5. lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan;
6. usaha jasa impresariat; dan
7. badan usaha sepanjang tidak dilarang Undang-Undang.
Jika melihat pemberi kerja yang tercantum dalam aturan tersebut, mungkin usaha jasa
impresariat yang masih belum familiar di telinga. Dalam Permenaker 10/2018 di atas,
usaha jasa impresariat didefinisikan sebagai kegiatan pengurusan penyelenggaraan
hiburan di Indonesia, baik yang mendatangkan maupun memulangkan pengisi acara di
bidang seni dan olahraga yang bersifat sementara. Agar rencana untuk mendatangkan
tenaga kerja asing di 2019 berjalan lancar, ada beberapa syarat yang wajib dimiliki oleh
pemberi kerja, antara lain:
1. memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
2. membayar Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKP-TKA)
untuk setiap TKA yang dipekerjakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. mengikutsertakan TKA dalam program asuransi di perusahaan asuransi
berbadan hukum Indonesia yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan;
4. mengikutsertakan TKA dalam program Jaminan Sosial Nasional yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan;
5. menunjuk Tenaga Kerja Pendamping dalam rangka alih teknologi dan keahlian
TKA;
6. melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Tenaga Kerja Pendamping; dan
7. memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA yang
dipekerjakannya.
Jika syarat-syarat di atas tidak dipenuhi, jangan harap sebuah perusahaan atau entitas
bisnis bisa memperkerjakan tenaga asing. Jikapun bisa, maka dipastikan status TKA
tersebut ilegal alias melanggar hukum
2.1.2 Syarat TKA Bisa Bekerja di Indonesia
Meski banyak kalangan yang mengatakan bahwa pemerintah cenderung
mempermudah masuknya tenaga kerja asing di 2019, tapi dalam praktiknya aturan
yang berlaku tetap harus dipatuhi dan cenderung ketat. Tidak mudah untuk memenuhi
syarat agar tenaga kerja asing bisa bekerja di Indonesia dengan mudah. Adapun syarat
yang wajib dipenuhi oleh TKA berdasarkan UU No.13/2003 antara lain:
1. memiliki pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan
diduduki oleh TKA;
2. memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja paling sedikit
5 (lima) tahun yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki TKA;
3. mengalihkan keahliannya kepada Tenaga Kerja Pendamping;
4. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6
(enam) bulan; dan
5. memiliki Itas untuk bekerja yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
6. Adapun yang dimaksud Itas alias Izin Tinggal Terbatas adalah izin yang
diberikan kepada orang asing untuk tinggal dan berada di wilayah Indonesia
untuk jangka waktu tertentu untuk bekerja.
Selain syarat di atas, TKA juga tidak bisa sembarangan menduduki posisi pekerjaan di
Indonesia. Sebab, amanah undang-undang mewajibkan bahwa setiap pemberi kerja
tenaga kerja asing di 2019 wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia
pada semua jenis jabatan yang tersedia. Itulah mengapa TKA kemudian dilarang
menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu.

2.1.3 Sanksi Bagi Para Pelanggar


Makin mudahnya pengurusan tenaga kerja asing di 2019 seharusnya membuat
perusahaan yang menggunakan tenaga kerja asing bisa memenuhi aneka persyaratan di
atas. Sebab jika tetap mengabaikannya, maka ada beberapa sanksi yang bisa diterima.
Dalam Permennaker No. 10 Tahun 2018, sanksi yang diterapkan ada 4 jenis yaitu:
1. Penundaan pelayanan yang dilakukan jika pemberi kerja TKA tidak
mengikutsertakan TKA dalam program asuransi, jaminan sosial nasional, tidak
melaporkan penggunaan TKA dan pendidikan pelatihan tenaga kerja
pendamping.
2. Penghentian sementara proses perizinan TKA diberikan jika TKA tidak
memiliki RPTKA yang telah disahkan menteri/pejabat yang ditunjuk, tidak
menunjuk tenaga kerja pendamping, tidak melaksanakan pendidikan dan
pelatihan bagi tenaga kerja pendamping, tidak memfasilitasi pendidikan dan
pelatihan bagi tenaga kerja pendamping.
3. Pencabutan Notifikasi; diberikan apabila mempekerjakan TKA pada jabatan
yang dilarang diisi oleh TKA, tidak membayar DKP-TKA.
4. Sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di mana sanksi
diberikan tergantung seberapa berat pelanggaran yang dilakukan. Semakin fatal
pelanggaran yang dilakukan, semakin berat sanksi yang diterima baik oleh
pemberi kerja maupun TKA. Misalnya saja jika tanpa izin sesuai undang-
undang, maka TKA tersebut bisa dideportasi alias dipulangkan ke negara
asalnya.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran di atas, pemerintah sendiri melakukan
pengawasan. Adapun tahapan pengawasan yang dilakukan pemerintah adalah sebagai
berikut:
1. Preventif Edukatif merupakan upaya pencegahan melalui penyebarluasan
norma, penasihatan teknis dan pendampingan.
2. Represif Non-Yustisia merupakan upaya paksa di luar lembaga pengadilan
untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bentuk nota
pemeriksaan dan/atau surat pernyataan kesanggupan pemenuhan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Represif Yustisia merupakan upaya paksa melalui lembaga pengadilan dengan
melakukan proses penyidikan oleh pengawas ketenagakerjaan selaku penyidik
pegawai negeri sipil.
2.2 Pengaruh Tenaga Kerja Asing Terhadap Perkembangan Industri Di
Indonesia
Fenomena tenaga kerja asing bukanlah sesuatu hal yang baru, kurangnya tenaga
kerja terampil dan professional menjadikan permintaan akan tenaga kerja asing terus
meningkat. Selain itu, pemerintah melalui berbagai kebijakannya juga memperluas
kesempatan bagi masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Dilihat dari segi
perekonomian, dengan adanya tenaga kerja asing maka investasi pada negara tersebut
bisa meningkat. Investasi yang dimaksud salah satunya adalah investasi dalam
bentuk penanaman modal asing (PMA), dimana PMA tersebut akan mendorong
pertumbuhan ekonomi secara makro.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa, masuknya tenaga kerja
asing bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia memberikan berbagai dampak baik
positif maupun negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar (2015), menunjukkan
bahwa masih adanya perbedaan pendapat dari beberapa para ahli, para ahli belum bisa
menyatakan secara pasti, apakah masuknya TKA memberikan lebih banyak pengaruh
positif ataupun negatif. Berdasarkan kesimpulan dari penelitian sebelumnya dan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, pada dasarnya masuknya TKA dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui investasi yang masuk baik
dalam bentuk PMA ataupun multiplier effect yang dihasilkan. Adopsi teknologi akan
terjadi secara lebih cepat dengan masuknya TKA ke Indonesia.
Investasi terutama yang berasal dari asing merupakan dua buah mata pisau
yang harus dipikirkan dengan matang untung ruginya. Di satu sisi,
investasi dapat menggenjot perekonomian suatu negara dan diharapkan dapat
menimbulkan multiplier effect berupa pengurangan pengangguran dan kemiskinan,
sementara di sisi lain, investasi dapat menimbulkan kecemburuan bagi
tenagakerja setempat jika tidak dikelola dengan baik. Terlebih jika itu terjadi di
suatu negara seperti Indonesia, di mana sebagian besar tenaga kerjanya masih
berpendidikan rendah hingga menengah serta berketerampilan rendah.
Sulitnya lapangan pekerjaan telah menjadi isu lama di Indonesia, dengan semakin
besarnya jumlah TKA tentunya juga akan semakin sulit untuk mencari
pekerjaan. Nilai investasi yang besar terutama dari investor asing pada sebuah
perusahaan biasanya diikuti oleh penempatan TKA asing pada posisi dewan
komisaris maupun direksi perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rasa aman
atas investasi yang telah ditanamkan serta agar mendapat akses dalam mengelola
perusahaan.
Indonesia saat ini dihadapkan dengan permasalahan mengenai peningkatan
jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia dari beberapa negara investor
khususnya negara Cina. Beberapa pemberitaan di berbagai media baik media cetak
maupun media online menyebutkan bahwa dalam kurun berapa tahun terakhir terjadi
serbuan tenaga kerja asing ke Indonesia akibat peningkatan investasi pada sektor
tertentu seperti pertambangan ke beberapa daerah di Indonesia. Data dari Kompas
(2019) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan jumlah tenaga kerja asing sebesar
10,88 persen pada tahun 2018 yang didominasi dari Cina.

Jika dilihat dari asal negaranya, TKA didominasi oleh RRC dan Jepang. Kedua
negara selalu menempati posisi dua besar sejak tahun 2012 hingga 2017. Tahun
2012 dan 2013 perbedaan antara kedua negara tidak terlalu signifikan, terutama
pada tahun 2013. Sejak tahun 2014 hingga 2017, jumlah TKA asal RRC mulai jauh
meninggalkan TKA asal Jepang.
Tabel 2 TKA Berdasar Asal Negara Tahun 2012 - 2017

Pertanyaannya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Jika ditinjau dari teori bahwa
investasi asing berdampak pada jumlah tenaga kerja asal negara yang berinvestasi
kemungkinan benar adanya, karena tren investasi RRC baik di Indonesia
maupun di dunia pada umumnya tengah dalam kondisi yang prima. RRC menjadi
salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan sangat
stabil dari tahun ke tahun. Investasi mereka menyebar ke berbagai negara di dunia,
baik itu investasi dalam sektor riil maupun jasa. Di Indonesia, investasi RRC
dapat dilihat dari berbagai proyek pemerintah seperti proyek infrastruktur,
pembangkit tenaga listrik dan lainnya. Hal kedua yang dapat dilihat adalah bahwa
teori mengenai PMA selalu memberikan dampak buruk terhadap
kesempatan kerja yang tercipta terutama bagi tenaga kerja lokal kemungkinan juga
benar adanya. Jumlah tenaga kerja yang terserap cenderung menurun khususnya
dari PMA. Jika dibandingkan dengan nilai investasi yang stagnan dan jumlah
tenaga kerja yang menurun, maka proses modernisasi alat produksi dari
para investor asing tengah tenaga kerjadi satu sisi justru meningkatkan jumlah
TKA khususnya dari RRC pada sisi lain. Dari sini cukup terlihat bahwa tenaga
kerja lokal sudah terdesak.
Jika merujuk pada aturan pemerintah, TKA tidak diperbolehkan menempati
jabatan- jabatan operator ke bawah, maka hal ini sesuai karena jabatan terendah yang
diduduki oleh TKA adalah profesional, dan jumlahnya paling besar diantara jenis-
jenis jabatan lainnya dari tahun ke tahun.

Berdasarkan sektornya, TKA sebagian besar bekerja di sektor perdagangan dan jasa,
diikuti oleh sektor industri dan pertanian. Masuknya sektor pertanian dalam
tiga besar sektor yang mempekerjakan TKA memang cukup mengejutkan.
Karena saat ini modernisasi sektor pertanian belum terlalu masif dilakukan,
dan sebagian besar sektor pertanian masih dilakukan secara tradisional di perdesaan.
.Peningkatan TKA asal RRC ini kemungkinan sebagai akibat dari peningkatan
investasi dari negara yang sama di Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui, saat
ini Indonesia sedang menggenjot pembangunan infrastruktur, salah satu negara
investor terbesarnya adalah RRC. Hal ini sesuai dengan teori dalam perdagangan
internasional di mana investasi asing cenderung membawa TKA dari negara
yang sama. Peningkatan jumlah TKA asal RRC sejauh ini masih dalam koridor
kebijakan yang berlaku di Indonesia, artinya TKA yang bekerja di Indonesia
secara legal menempati jabatan-jabatan tertentu yang memang diperbolehkan
ditempati TKA karena ketidakmampuan tenaga kerja asal Indonesia untuk
dipekerjakan. Jabatan-jabatan mayoritas yang ditempati TKA adalah profesional dan
jumlahnya cenderung stagnan dari tahun ke tahun.
Sektor-sektor yang cukup terkena dampak dengan adanya TKA adalah
sektor industri dan pertanian. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang
berhasil menerapkan alih teknologi dari TKA kepada tenaga kerja asal Indonesia,
sementara itu sektor pertanian masih belum terpengaruh oleh penggunaan TKA,
kemungkinan sektor ini masih terpengaruh oleh permintaan bahan pangan
dunia sehingga antara jumlah TKA dan tenaga kerja Indonesia berjalan dalam satu
pola. Jika disimpulkan dalam satu kesatuan adanya investasi asing berdampak
pada penambahan jumlah TKA, sementara dari investasi dan jumlah TKA
sendiri tidak memiliki pengaruh terhadap penggunaan tenaga kerja asal
Indonesia. Investasi asing baik itu cepat atau lambat akan masuk ke Indonesia
seiring dengan liberalisasi perdagangan internasional. Lebih dari itu, perusahaan yang
berinvestasi dari China ini juga banyak yang membawa paket lengkap langsung dari
negeri China, termasuk peralatan proyek dan pekerja dari level top manager, operator,
hingga pekerja kasar tidak terdidik seperti buruh. Pekerja lokal seolah kurang di-
libatkan dengan alasan keefektifan komunikasi. dan dianggap ada hanya untuk
memenuhi syarat investasi di Indonesia. Dampak lainnya yang ditimbulkan dari tenaga
kerja asing adalah percepatan hingga adopsi teknologi yang akan lebih baik. Hal ini
disebabkan karena tenaga kerja asing melakukan berbagai pekerjaan di Indonesia dan
bisa dicontoh secara langsung oleh pekerja lokal. Selanjutnya, teknologi yang
digunakan bisa secara perlahan diserap dan diaplikasikan oleh pekerja lokal.
PMA yang mempekerjakan TKA diharuskan melakukan transfer teknologi
kepada TKL. Pada awalnya jabatan akan diberikan kepada TKA untuk pendampingan
TKL serta mengadakan pendidikan dan pelatihan dengan tujuan utama melaksanakan
alih teknologi dan ahli keahlian dari TKA ke TKL dengan harapan pekerja Indonesia
memiliki kompetensi yang dapat digunakan untuk mengisi jabatan TKA. Lin (2004)
mengatakan bahwa arus teknologi dan inovasi industri yang kontinyu merupakan
kunci bagi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurutnya negara
berkembang memiliki “advantage of backwardness” ketika mereka meminjam
teknologi dari negara maju. Dalam pasar persaingan sempurna, teknologi optimal
dan struktur industri dari suatu negara secara endogen ditentukan oleh struktur
endowment yang dimiliki suatu negara. Agar supaya memperoleh manfaat dari
backwardness, negara-negara berkembang harus memiliki strategi yang tepat yang
bisa mengarah pada transfer teknologi dan inovasi industri.

2.3 Pengaruh Tenaga Kerja Asing Terhadap Perkembangan Industri Di Malaysia


Perkembangan industri manufaktur Malaysia tidak terlepas dari ketersedian
tenaga kerja yang sangat memadai baik yaitu tenaga kerja domestik dan tenaga kerja
asing. Pada tahun 2015, jumlah pekerja yang bekerja di industri manufaktur Malaysia
berdasarkan klasifikasi waktu yaitu pekerja yang full time dan part time adalah
sebanyak 2.075.446 jumlah pekerja full time dan 12.555 pekerja part time. Berdasarkan
Piawaian Pengkelasan Pekerjaan Malaysia (MASCO) 2013, Malaysia membagi
kategori kemahiran/keahlian pekerjaan berdasarkan tingkat keahlian yaitu pekerja
berkeahlian tinggi, pekerja berkeahlian sedang dan pekerja berkeahlian rendah.
Pada tahun 2015, tiga keahlian ini dibagi menjadi lima kategori pekerjaan yaitu
managers and professionals, technicians and associate professionals, clerical
and related occupations, plant and machine operators and assemblers, elementary
workers, klasifikasi lima kategori tersebut terbagi lagi menjadi 10 jenis sub kategori
pekerjaan (Department of Statistics, 2017). Jumlah pekerja Malaysia baik asing
maupun lokal yang memiliki keahlian semi skilled dan skilled terus bertambah dari
tahun ke tahun. Dengan banyaknya tenaga kerja yang semi skilled dan skilled maka
akan meningkatkan aktivitas produktivitas dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
di Malaysia.
Klasifikasi jenis pekerjaan di industri manufaktur ini membuktikan bahwa
pekerja tidak bisa diasumsikan homogen seperti yang diungkapkan dalam salah satu
asumsi teori fungsi produksi Cobb Douglas yaitu Kapital dan Labor adalah
homogenous. Penelitian Borjas (2013) dan Hamermesh (1986) telah membuktikan
bahwa pekerja bersifat heterogen dengan berbagai klasifikasi menurut jenis kelamin,
usia, etnik, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan. Sementara itu, Bachtiar dkk
(2015) dalam penelitiannya yang berjudul “The demand for foreign workers in the
manufacturing sector in Malaysia” mengklasifikasi pekerja asing dan lokal
berdasarkan kategori keahlian. Dengan mengklasifikasikan pekerja dalam penelitian
tersebut, maka dapat menjelaskan terjadinya hubungan substitusi dan komplemen
antara pekerja asing dan lokal. Selain itu, hubungan substitusi atau komplemen akan
berdampak juga terhadap penggunaan teknologi, tingkat upah, kesempatan kerja serta
Penelitian lain di Malaysia, yang menyatakan dampak buruk tentang
kehadiran tenaga kerja asing adalah Lasimbang dkk (2016) dalam penelitiannya
tentang pekerja migran di Sabah meyatakan bahwa biasanya pekerja migran datang ke
Sabah (Malaysia) dari latar belakang kesulitan ekonomi dan kurangnya ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sumber daya serta umumnya bekerja di pekerjaan yang
memiliki resiko cedera tinggi, sehingga kedatangan migran dianggap memberikan
dampak negatif kepada penduduk setempat. Lasimbang menyatakan bahwa kebijakan
yang ada di Malaysia lebih mengendalikan agar migran tidak memberikan dampak
negatif bagi penduduk setempat, namun belum melindungi migran. Meski membawa
dampak negatif, tenaga kerja asing terus berdatangan ke Malaysia. Fenomena lain
yang menyebabkan kehadiran tenaga kerja asing di Malaysia dijelaskan dalam
penelitian (Kumar Moona Haji Mohamed dkk., 2012) merasa terancam dengan
pembayaran yang rendah, dan perusahaan lebih merekrut pekerja asing sehingga akan
meningkatkan pengangguran dan menurunkan daya beli masyarakat dan akhirnya GDP
akan turun.
Menurut Portes dan Bach dalam penelitian Hasanah (2015), migrasi
internasional bukanlah proses yang homogen. Ini termasuk gerakan pengungsi,
mengalir dari teknisi yang terampil dan profesional dalam mencari peluang yang lebih
baik, dan perpindahan besar-besaran tenaga kerja manual bergerak sementara dan
permanen untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di negara tujuan. Imigran Indonesia
yang terdapat di Malaysia terdiri dari kelompok buruh, pekerja profesional, dan juga
pengusaha. Selain itu, dalam kajian Hasanah menuliskan bahwa tenaga kerja Indonesia
yang datang ke Malaysia memiliki alasan yang berbeda antara masa kolonial, tahun
1980an dengan tahun 2000an. Masa kolonial, Inggris membawa orang-orang Jawa
untuk bekerja di perkebunan Malaysia. Pada tahun 1980an, adanya kebijakan
pemerintah mendorong tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri untuk
meringankan pengangguran nasional. Pada tahun 2000an, Indonesia masih mengalami
era krisis sehingga banyak perusahaan yang tutup. Akibatnya, banyak tenaga
profesional yang mencari lowongan pekerjaan ke luar negeri termasuk Malaysia.
Penelitian Bachtiar N, dkk 2015 menganalisa permintaan tenaga kerja asing
terhadap kesempatan kerja, upah dan output di sektor manufaktur Malaysia. Fungsi
permintaan tenaga kerja asing dan fungsi upah diturunkan melalui fungsi produksi
Cobb Douglas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa permintaan tenaga kerja
asing di industri manufaktur Malaysia dengan menggunakan data klasifikasi industri
berdasarkan 3 digit periode 1994-2005. Hasil penelitian ini menemukan bahwa tenaga
kerja asing dengan kategori mahir dan teknikal penyelia terhadap pertumbuhan output
adalah berpengaruh positif secara siginifikat di industri yang klasfikasi ISIC 31.
Permintaan tenaga kerja asing profesional dan teknikal penyelia memiliki hubungan
yang positif dengan output dan tingkat upah tenaga kerja asing akan tetapi kedua
kategori pekerjaan ini memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan harga
barang-barang modal dan upah pekerja lokal. Dapat disimpulkan kedua kategori
tersebut komplemen antara tenaga kerja asing dan lokal.
Fenomena lain yang masih sedikit menjadi perhatian peneliti sebelumnya
adalah efisiensi total biaya produksi. Menurut Fahmy-Abdullah, dkk, (2018) efisiensi
adalah efektivitas dalam menggunakan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan
output. Mobilitas tenaga kerja yang tinggi dengan pekerja heterogen antara asing dan
lokal pada berbagai tingkat keahlian menyebabkan industri dapat memilih kebutuhan
faktor produksi dengan mempertimbangkan efisiensi biaya produksi. Industri-industri
manufaktur Malaysia membuat keputusan dalam lingkungan pasar tenaga kerja yang
dinamis, memberikan kesempatan industri untuk memilih antara tenaga kerja asing
dengan lokal dan tenaga kerja asing dengan modal dengan mempertimbangkan faktor
efisiensi biaya produksi. Dalam penelitian Fahmy-Abdullah, dkk, (2018) yang
berjudul “Technical Efficiency in Malaysian Textile Manufacturing Industry: A
Stochastic Frontier Analysis (SFA) Approach”. Pendekatan SFA menunjukkan
hasil bahwa ratio modal dan tenaga kerja adalah salah satu faktor yang mengurangi
teknik efisiensi di industri manufaktur tekstil Malaysia.
Fenomena perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Malaysia
menyebabkan adanya permasalahan tradeoff dengan kedatangan pekerja asing.
Pekerja asing hadir akibat adanya permintaan dari industri baik di industri
manufaktur, konstruksi, pertanian dan yang lainnya. Pemerintah Malaysia melakukan
berbagai upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan menandatangani
beberapa MoU dengan beberapa negara khususnya Indonesia. Kekurangan pekerja
disebabkan adanya ekspor tenaga kerja yang memiliki keahlian ke negara lain dan tidak
bersediannya pekerja lokal untuk bekerja di industri manufaktur. Di sisi lain, kehadiran
pekerja asing menyababkan terjadinya pengangguran dan penurunan upah pekerja
lokal. Selain itu, efisiensi biaya produksi yang dilakukan oleh industri manufaktur juga
akan menyebabkn terjadinya tradeoff, dimana industri manufaktur akan
menggunakan faktor-faktor produksi yang lebih efektif dalam menghasilkan output.
KESIMPULAN
Di Indonesia kehadiran tenaga kerja asing (selanjutnya disingkat dengan TKA)
sebagai suatu kebutuhan sekaligus tantangan yang tidak dapat dihindari lagi, karena
negara kita membutuhkan TKA pada berbagai sektor. Pergerakan tenaga kerja antar
negara ini akan mempengaruhi situasi keterampilan dan pengetahu- an tenaga kerja
di Indonesia. Kehadiran TKA dalam perekonomian nasional suatu negara mampu
menciptakan kompetisi yang bermuara pada efisiensi dan mening- katkan daya saing
perekonomian. Sedang- kan secara filosofis dan spirit globalisasi, penggunaan TKA
pada negara berkem- bang dimaksudkan untuk alih pengetahuan (transfer of
knowledge) dan alih teknologi (transfer of technology). Sejalan dengan itu, demi
menjaga kelangsungan usaha dan investasinya. Untuk menghindari terjadinya
permasalahan hukum serta penggunaan tenaga kerja asing yang berlebihan, maka
Pemerintah harus cermat menentukan policy yang akan di ambil guna menjaga
keseimbangan antara tenaga kerja asing (modal asing) dengan tenaga kerja dalam
negeri.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan adanya kecenderungan bahwa jumlah
investasi asing yang masuk ke Indonesia berdampak pada semakin tingginya
jumlah TKA, meskipun menurut data yang ada TKA masih dalam koridor sesuai
dengan peraturan yang ada di Indonesia yaitu pada posisi-posisi jabatan yang
diperbolehkan. Berdasarkan data dari Kemnaker, BKPM dan BPS yang
dianalisis dapat diambil kesimpulan bahwa kecenderungan jumlah TKA di
Indonesia cenderung menurun dalam lima tahun terakhir. Akan tetapi, di sisi lain
jumlah TKA dari RRC justru meningkat. Peningkatan TKA asal RRC ini
kemungkinan sebagai akibat dari peningkatan investasi dari negara yang sama di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Association of Southeast ASIAN Nations (2008). Asean Economic Community
Blueprint. Jakarta: Asean Secretariat.
2. Perpres Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing
3. Katadata. (2019). Jumlah Inilah Jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia
Dibanding Beberapa Negara Tahun
4. 2018. https://databoks.katadata.co.id/ datapublish/2019/04/10/inilah- jumlah-
tenaga-kerja-asing-di- indonesia-dibanding-beberapa-negara-tahun-2018
diakses pada tanggal 06/16/2019.
5. Kompas. (2019). Naik 10,88 Persen, Pekerja Asing Selama 2018
Didominasi dari China. https://ekonomi.kompas.com/read/2
019/01/14/061100626/naik-10-88- persen-pekerja-asing-selama-2018-
didominasi-dari-china diakses pada tanggal 06/16/2019
6. Krugman, P. (1994). Past and prospective causes of high unemployment.
Economic Review.
7. Bachtiar, N. dan Fahmi, R. (2011), “Pengaruh Tenaga Kerja Asing
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja : Suatu Tinjauan
Literatur”, Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. VI No. 1, pp. 63–85.
8. Bachtiar, N., Fahmy, R. dan Ismail, R. (2015), “The Demand for Foreign
Workers in the Manufacturing Sector in Malaysia”, Jurnal Ekonomi Malaysia,
Vol. 49 No.2, pp. 135–147.
9. Fahmy-abdullah, M., Ismail, R. dan Sulaiman, N. (2017), “Technical Efficiency
In Transport Manufacturing Firms : Evidence From Malaysia”, Asian Academy
of Management Journal, Vol. 22 No. 1, pp. 57–77.
10. Fahmy-Abdullah, M., Sieng, L.W. dan Isa, H.M. (2018), “Technical efficiency
in Malaysian textile manufacturing industry: A stochastic frontier analysis
(SFA) approach”, International Journal of Economics and Management, Vol.
12 No. 2,
11. pp. 407–419.
12. Hasanah, T. (2015), “Potential Social Capital of Indonesian Immigrant in
Malaysia: A
13. Preliminary Research”, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Elsevier
B.V., Vol. 211, pp. 383–389.
14. Kumar Moona Haji Mohamed, R., Ramendran SPR, C. dan Yacob, P. (2012),
“The
15. Impact of Employment of Foreign Workers: Local Employability and Trade
Union Roles in Malaysia”, International Journal of Academic Research in
Business and Social Sciences, Vol. 2 No. 10, pp. 2222–6990.
16. Lasimbang, H.B., Tong, W.T. dan Low, W.Y. (2016), “Migrant workers in
Sabah, East Malaysia: The importance of legislation and policy to uphold
equity on sexual and reproductive health and rights”, Best Practice and
Research: Clinical Obstetrics and Gynaecology, Elsevier Ltd, Vol. 32, pp. 113–
123.
17. Borjas, G.J. (2015), “The Slowdown in the Economic Assimilation of
Immigrants : Aging and Cohort Effects Revisited Again”, Journal of Human
Capital, Vol. 9 No. 4, pp. 483–517.

Anda mungkin juga menyukai