Anda di halaman 1dari 8

Vol. 11 No.

1 Januari 2019 (75 – 82)


DOI: 10.20473/jkl.v11i1.2019.75-82
ISSN: 1829 - 7285
E-ISSN: 2040 - 881X

Analisis Higiene Penjamah Makanan dan Sanitasi Lingkungan pada Industri Rumah
Tangga Tahu Jombang 2018
The assessment of Food Handlers’ Hygiene and Environmental Sanitation in Tofu Home
Industry Jombang 2018
Abstrak
Zamia Floridiana
Kemanan pangan merupakan merupakan aspek penting dimana produsen memiliki
Departemen Kesehatan Lingkungan, peran penting untuk menghasilkan mutu pangan yang layak dan aman dikonsumsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kampus masyarakat. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan pedoman dalam
C UNAIR Jl. Mulyorejo Surabaya - 60115 menjaga kemanan pangan dimana telah meliputi aspek-aspek penting dalam
Correspondencing Author: produksi pangan dimulai dari bahan baku hingga penyimpanan. Tahu merupakan
zamia.floridiana@gmail.com produk pangan yang banyak memiliki konsumen khususnya di Indonesia dan
merupakan produk dengan daya simpan singkat. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis higiene penjamah makanan dan sanitasi lingkungan yang dillakukan
pada Industri Rumah Tangga Tahu di Jombang. Penelitian ini menggunakan
ARTICLE INFO penelitian kualitatif, bersifat observasional dan menggunakan teknik pengumpulan
data yaitu wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan pada penjamah makanan
dan pemilik IRT sedangkan observasi dilakukan dengan menggunakan lembar
Submitted : 02 September 2018 observasi. Sampel yang diambil dan diuji di laboratorium adalah sampel tahu dan air
In reviewed : 10 September 2018 bersih. Hasil yang didapat adalah higiene penjamah makanan dan sanitasi
Accepted : 16 November 2018 lingkungan yang masih kurang. Sedangakan untuk uji laboratorium pada tahu
Available Online : 31 Januari 2019 didapatkan hasil negatif Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus, serta melebihi
batas maksimal dari Total Coliform dan Angka Lempeng Total (ALT). Hasil uji
Kata Kunci : Higiene Penjamah laboratorium untuk kualitas kimia tahu adalah negatif formalin dan boraks. Saran
yang diberikan peneliti kepada IRT adalah peningkatan dan pengawasan higiene
Makanan, Sanitasi Lingkungan, Cara penjamah makanan dan sanitasi lingkungan pada lingkugan produksi.
Produksi Pangan yang Baik (CPPB)

Keywords : Food Handlers’ Hygiene,


Abstract
Environmental Sanitation, Cara Produksi
Pangan yang Baik (CPPB) Food security is an important aspect to produce quality food that is feasible and safe
for consumption by general population. Good Manufacturing Product (CPPB) is a
guideline in assuring food security adhered in food production process starting from
raw materials to storage system. Tofu is highly Indonesia and it is a product with a
Published by Fakultas Kesehatan short storability or shelf life. Among other protein sources in food, tofu had a greater
Masyarakat Universitas Airlangga consumption value of 0.157 kg/ capita/ week in 2017(Badan Pusat Statistik, 2017).
The tofu producers include IRT Jombang. The purpose of this study is to analyze
the hygiene of food handlers and environmental sanitation based on Peraturan
Kepala BPOM RI 2012 about CPPB conducted in IRT Jombang. This research used
qualitative research, observational research, and used data collection techniques such
as interviews and observations. Interviews were conducted on food handlers and IRT
owners while observations were made using an observation sheets. Tofu and clean
water were sampled and tested in the laboratory. The results obtained were lack of
food handlers hygiene and environmental sanitation. While for laboratory tests on
tofu obtained negative results Salmonella sp. and Staphylococcus aureus, and
exceeded the maximum limit of Coliform Total and Total Plate Numbers (ALT).
Laboratory test results for chemical quality of tofu were negative in formalin and
borax. It is recommended to improve monitoring and supervision system of food
handlers’ hygiene and environmental sanitation in the production environment of
tofu home industries

PENDAHULUAN dimana makanan aman untuk dikonsumsi oleh


masyarakat dengan persyaratan yaitu bebas
Kasus keracunan makanan masih menjadi
dari cemaran fisik, kimia, maupun biologis, serta
ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia,
tidak melanggar norma, budaya dan agama
sehingga penting untuk menjaga keamanan
dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012
pangan. Hingga tahun 2011, tercatat ada lebih
(Kemenkes RI, 2012). Cara Produksi Pangan
dari 600 kasus keracunan makanan di
yang Baik (CPPB) merupakan pedoman umum
Indonesia. Keamanan pangan adalah kondisi
yang berisi tentang bagaimana suatu pangan

75
diolah dengan benar dan batasan-batasan yang pada tahun 2002. Produksi awal dari IRT ini
harus dipenuhi dalam pengolahan pangan adalah tahu putih, dan mulai memprodusi tahu
dimulai dari bahan baku hingga penyimpanan, pong pada tahun 2014. IRT Tahu
sehingga menghasilkan pangan yang layak dan mendistribusikan produknya di wilayah
aman dikonsumi (BPOM RI, 2012). Persyaratan Jombang, Lamongan dan Surabaya setiap
CPPB berdasarkan BPOM RI (2012) meliputi harinya. Produksi tahu putih yang lebih banyak
lokasi dan lingkungan produksi, bangunan dan dari tahu pong serta tahu putih yang merupakan
fasilitas produksi, peralatan produksi, suplai air bahan dasar dari pembuatan tahu pong menjadi
atau sarana penyediaan air, fasilitas sanitasi, alasan peneliti melakukan penelitian pada tahu
kesehatan dan higiene penjamah makanan, putihnya. Tujuan dari penelitian ini adalah
penyimpanan dan pelabelan, dan pengendalian menganalisis higiene penjamah makanan dan
proses. Diantara delapan persyaratan tersebut, sanitasi lingkungan berdasarkan Peraturan
yang memiliki risiko lebih besar pada cemaran Kepala BPOM RI 2012 tentang CPPB yang
makanan adalah higiene penjamah makanan dillakukan pada Industri Rumah Tangga Tahu
dan sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan di Jombang.
yang tercantum dalam pedoman CPPB meliputi
lokasi dan lingkungan produksi, bangunan dan
METODE PENELITIAN
fasilitas produksi, penggunaan air bersih, serta
fasilitas sanitasi (BPOM RI, 2012). Penelitian yang dilakukan merupakan
Tahu merupakan salah satu pangan yang penelitian observasional tanpa ada perlakuan
berbahan dasar kedelai yang telah diendapkan pada variabel. Teknik pengumpulan data yaitu
proteinnya dengan tambahan air tanpa bahan melalui wawancara dan observasi. Analisis data
tambahan yang tidak diijinkan (SNI 01-3142- dilakukan secara deskriptif. Populasi penelitian
1998) (BSN, 1998). Selain itu tahu memiliki terdiri penjamah makanan yaitu pekerja bagian
daya simpan yang singkat sehingga memiliki produksi hingga pengemasan sejumlah 20
risiko penambahan bahan tambahan lainnya orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah
yang seharusnya tidak ditambahkan. Tahapan sampel tahu dan sampel air yang digunakan
dalam proses pembuatan tahu dimulai dari pada proses produksi. Sampel air digunakan
perendaman, penggilingan, pemasakan, untuk mengetahui kualitas air yang digunakan
penyaringan, penggumpalan, pencetakan, dalam produksi tahu, sedangkan sampel
pemotongan, dan pengemasan. Cemaran yang makanan digunakan untuk mengetahui kualitas
terkandung dalam produk tahu yang dapat produk tahu. Wawancara dilakukan pada
membahayakan masyarakat diantaranya seluruh penjamah makanan, sedangkan
adalah cemaran mikrobiologi dan kimia. observasi dilakukan pada lingkungan tempat
Cemaran mikrobiologi yang dimaksud meliputi dilakukannya produksi dengan cara memberi
keberadaan Coliform, Staphilococcus aureus, nilai pada lembar observasi. Sampel tahu diuji
dan Salmonella (Peraturan KBPOM RI, 2009). secara mikrobiologi dan kimia, sedangkan
Sedangakn untuk cemaran kimia yaitu tidak sampel air dilakukan pengujian pada cemaran
mengandung boraks maupun formalin mikrobiologisnya saja. Uji pada air bersih
(Permenkes RI, 1988). menggunakan Multiple Tube.
Fomalin merupakan bahan bukan
tambahan pangan yang biasanya digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk pengawet mayat, sehingga dilarang keras
penggunaannya pada produk pangan.
Karakteristik Penjamah Makanan
Kandungan formalin melebihi batas yang
Penjamah makanan yang bekerja di
masuk ke tubuh menyebabkan iritasi lambung,
Industri Rumah Tangga sejumlah 20 orang.
alergi, dan menimbulkan risiko terjadinya
Mayoritas penjamah makanan IRT Tahu
kanker (Cahyadi, 2008). Sedangkan boraks
berjenis kelamin laki-laki dengan total 15 dari
merupakan bahan tambahan yang biasanya
20 penjamah makanan.
digunkan sebagai obat kumur larutan kompres,
pencuci mata, pembuatan kayu, kertas dan Tabel 1.
keramik, sehingga boraks bukan merupakan Distribusi penjamah makanan dari faktor jenis kelamin
bahan tambahan pangan yang diijinkan. Produk Jenis Kelamin Jumlah %
tahu banyak diproduksi di Industri Rumah Laki-laki 15 75
Tangga (IRT) (Kemenkes RI, 2012) . Perempuan 5 25
IRT adalah badan atau usaha yang Total 20 100
melakukan kegiatan produksi di tempat
tinggalnya dengan menggunakan peralatan Pekerjaan yang dilakukan oleh penjamah
berteknologi manual atau semi otomatis. Salah makanan laki-laki yaitu lebih pada pekerjaan
satu IRT Tahu adalah Industri Rumah Tangga fisik dimana membutuhkan tenaga yang lebih.
Tahu Jombang. IRT Tahu Jombang didirikan Pekerjaan yang dimaksud adalah pembakaran

76
kayu untuk bahan bakar, perendaman, yang ditempuh oleh penjamah makanan.
perebusan, dan lainnya hingga tahap Mayoritas penjamah makanan merupakan
percetakan. Sedangkan penjamah makanan lulusan SD dengan jumlah 9 orang dan paling
perempuan melakukan pekerjaan yang lebih sedikit yaitu pada lulusan SMA berjumlah 4
ringan seperti pemotongan dan pengemasan. orang.
Pekerjaan tersebut memerlukan ketelatenan Proses produksi tahu tidak memerlukan
sehingga cocok dilakukan oleh perempuan. keahlian khusus dalam pekerjaannya, sehingga
penjamah makanan dengan tingkat pendidikan
Tabel 2. apapun dapat melakukannya. Tingkat
Distribusi penjamah makanan dari faktor usia pendidikan dapat dikaitkan dengan
Usia Jumlah % pengetahuan, tindakan dan perilaku penjamah
<30 tahun 2 10 makanan akan menjaga lingkungan dan higiene
30-40 tahun 5 25 agar tetap sehat. Agustina (2006) menyatakan
>40 tahun 13 65
bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan higiene penjamah dan
Total 20 100
sanitasi lingkungan. Tingkat pendidikan
berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih
Usia penjamah makanan paling banyak dan Sehat (Hidayatullah, 2015).
yaitu pada usia lebih dari 40 tahun sedangkan
paling sedikit yaitu kurang dari 30 tahun. Usia Higiene Penjamah Makanan IRT Tahu
produktif merupakan usia dimana manusia Jombang
dapat melakukan pekerjaan secara efektif dan Higiene penjamah makanan merupakan
efisien dengan hasil yangg memuaskan. Usia cara penjamah makanan menjaga kebersihan
produktif berdasarkan Peraturan Menteri agar tidak mencemari pangan sehingga pangan
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik aman. Selain wawancara dengan lembar
Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 yaitu 15 tahun wawancara, higiene penjamah makanan juga
atau lebih (Kemenakertrans RI, 2014). dilakukan dengan cara observasi secara
langsung. Hasil observasi dan wawancara pada
Tabel 3.
penjamah makanan dapat dilihat pada tabel 5.
Distribusi penjamah makanan dari faktor lama bekerja
Aspek higiene penjamah makanan yang
Lama bekerja Jumlah % telah memenuhi persyaratan diantaranya
<3 tahun 11 55 adalah penjamah makanan selalu menjaga
3-5 tahun 5 25 kebersihan sebelum bekerja, yaitu dengan
>5 tahun 4 20 mandi dan mencuci tangan sebelum melakukan
Total 20 100
proses produksi. Penjamah makanan juga telah
BAK dan BAB di toilet serta mencuci tangan
dengan sabun setelahnya, serta merawat kuku
Lama bekerja dalam penelitian ini yaitu
dan menjaganya tetap bersih dengan cara
dihitung dari awal penjamah makanan bekerja
memotongnya secara rutin. Higiene penjamah
di IRT Tahu hingga dilakukannya penelitian.
makanan dinilai masih kurang karena beberapa
Lama bekerja penjamah makanan paling
aspek diantaranya adalah kebiasaan merokok,
banyak yatu kurang dari tiga tahun, sedangkan
tidak tersedianya pakaian khusus dan
paling sedikit yaitu lebih dari lima tahun. Lama
kurangnya penggunaan APD. Seluruh
bekerja berhubungan dengan pengalaman
penjamah makanan berjenis kelamin laki-laki
dalam melakukan pekerjaan. Pekerjaan akan
adalah perokok, sehingga dalam hal ini dapat
semakin baik dilakukan bila memiliki
membahayakan kesehatan. Beberapa akibat
pengalaman yang lebih banyak (Faidzin dan
dari kebiasaan merokok diantaranya adalah
Winarsih, 2008).
risiko terjadinya hipertensi, TB Paru, dan
Tabel 4. penyakit mematikan lainnya (Setiarni dkk,
Distribusi penjamah makanan dari faktor tingkat 2011).
pendidikan Penjamah makanan melakukan kegiatan
Tingkat Pendidikan Jumlah % merokok di lokasi produksi, yang dapat
SD 9 45 berakibat ada risiko terkontaminasinya produk
SMP 7 35 tahu oleh bakteri atau kuman di mulut. Selain
SMA 4 20 itu, abu rokok serta asap rokok juga menjadi
Total 20 100 pencemar dari produk tahu. Asap rokok juga
dapat menjadi pencemar udara dan menjadi
Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam pengganggu pekerja lainnya (Kementerian
penelitian ini adalah pendidikan formal terakhir Kesehatan RI, 2011).

77
Tabel 5.
Hasil observasi dan wawancara penjamah makanan pada aspek higiene penjamah makanan
Aspek Higiene Penjamah Makanan Nilai Nilai Maksimal
Menjaga kebersihan sebelum bekerja 6 6
Mencuci tangan dengan sabun 6 6
BAK dan BAB di Toilet 6 6
Melakukan kegiatan merokok 2 6
Menjaga kuku tetap bersih dan terawat 6 6
Menggunakan pakaian khusus 0 6
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) 1 6
Total Nilai 27 42
untuk produksi tahu meliputi sepatu boots,
Pakaian kerja merupakan suatu hal masker, dan sarung tangan. Sepatu boots
penting dalam proses produksi. Pakaian kerja digunakan agar penjamah makanan tidak
harus bersih dan tertutup agar tidak mencemari tergelincir saat proses produksi, khususnya
produk makanan. Seluruh penjamah makanan pada lokasi produksi yang memiliki kondisi
di IRT tidak memiliki pakaian kerja khusus, lantai yang tergenang air.
dimana mereka menggunakan pakaian yang Penggunaan sepatu boots ini penting
mereka pakai dari rumah. Pakaian tersebut karena kondisi lantai yang tergenang air
dapat dimungkinkan tercemar oleh debu, sehingga dapat menyebabkan risiko terkena
bakteri dan kuman yang menempel saat penyakit kutu air (Komala dkk, 2013). Penyakit
perjalanan ke lokasi produksi (Prianto, 2017). kutu air merupakan infeksi kulit yang biasanya
Bahkan tidak sedikit penjamah makanan terjadi pada sela jari kaki dan telapak kaki.
berjenis kelamin laki-laki yang tidak Penyakit ini paling seing terjadi, dimana pada
menggunakan pakaian atas, hanya umumnya sering terjadi akibat fakor lingkungan
menggunakan celana pendek saja. yang lembab. Masker berfungsi agar produk
Berdasarkan hasil wawancara, mereka tidak makanan tidak tercemar oleh kotoran dari
menggunakan pakaian atas karena suhu yang hidung maupun air liur penjamah makanan
tinggi. Namun hal ini dapat menyebabkan (Prianto, 2017). Selain itu, masker juga memiliki
tercemarnya produk tahu oleh keringat dan fungsi sebagai pellindung dari cemaran udara
lainnya. yang timbul dari proses produksi. Sarung
APD digunakan oleh pekerja untuk tangan melindungi penjamah makanan agar
melindungi diri saat melakukan kerja. Pada tidak tergores saat melakukan pemotongan
penjamah makanan, selain melindungi diri dari tahu, dan melindungi penjamah makanan saat
ancaman keselamatan, APD juga digunakan pengangkatan panci dan lainnya yang memiliki
agar produk makanan tidak terkontaminasi oleh suhu panas. Sarung tangan dapat melindungi
penjamah makanan. Penjamah makanan IRT penjamah makanan dari peralatan yang telah
tidak seluruhnya menggunakan APD. Dari hasil berkarat, yang dapat berpotensi menyebabkan
observasi yang dilakukan, APD digunakan oleh kontaminasi logam berat pada produk tahu dari
beberapa orang saja, diantaranya yaitu cemaran kotoran dan bakteri yang ada di
penggunaan sepatu boots dan sarung tangan. tangan penjamah makanan (Rudiyanto, 2004).
Sepatu boots digunakan pada proses
Sanitasi Lingkungan IRT Tahu Jombang
penyaringan bubur kedelai. Peneliti hanya
menemukan satu saja penjamah makanan yang Sanitasi lingkungan penting untuk dijaga
menggunakannya. Disamping itu, penjamah agar tidak terjadi kontaminasi silang serta
makanan yang menggunakan sepatu boots kebersihan selalu terjaga (Rudiyanto, 2014).
tersebut tidak menggunakan pakaian atas. Elemen sanitasi lingkungan pada penelitian ini
Untuk penggunaan sarung tangan yaitu diantaranya meliputi lokasi dan lingkungan
digunakan pada proses pengemasan dan tidak produksi, bangunan dan fasilitas produksi,
seluruhnya menggunakannya. penggunaan air bersih, serta fasilitas sanitasi.
Proses pengemasan dilakukan oleh Secara keseluruhan, kondisi lingkungan umum
penjamah makanan berjenis kelamin wanita. sudah cukup bersih dari sampah dan semak-
Dalam hal ini, seharusnya pemilik usaha semak, serta jaga dari tempat pembuangan
menyediakan APD dan semua penjamah sementara (TPS). Namun, masih berdebu serta
makanan menggunakannya sesuai anjuran dari terdapat asap.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia (2010). APD yang cocok

78
Tabel 6.
Hasil observasi dan wawancara pada aspek lokasi dan lingkungan produksi
Aspek Lokasi dan Lingkungan Produksi Nilai Nilai Maksimal
Kondisi lingkungan umum 3 5
Menjaga kebersihan lokasi produksi 5 5
Keberadaan dan kondisi tempat sampah 2 5
Memelihara jalan dari debu dan genangan air 0 5
Total Nilai 10 25

Tabel 7.
Hasil observasi dan wawancara pada aspek bangunan dan fasilitas produksi
Aspek Bangunan dan Fasilitas Produksi Nilai Nilai Maksimal
Lantai 2 5
Dinding 3 5
Langit-langit 4 5
Pintu 0 5
Ventilasi 5 5
Jendela 0 5
Penerangan 5 5
Total Nilai 19 35

Jalan di lokasi produksi dalam keadaan tanah. Kondisi lantai berdasarkan hasil
berdebu dan masih terdapat genangan air, observasi masih kurang bersih dan terdapat
dimana dapat memungkinkan tergelincirnya genangan air pada beberapa titik. Kondisi lantai
siapapun yang lewat disana. yang berair ini dapat menyebabkan orang
Bau asap berasal dari proses pembakaran tergelincir, sehingga tidak aman. Selain itu,
kayu sebagai bahan bakar pemasakan kedelai, kondisi yang tergenang air dapat menyebabkan
dimana lokasi pembakaran yaitu masih berada gangguan kulit kaki akibat air genangan yang
di tempat yang sama dengan lokasi produksi. kotor. Hal ini berlaku di IRT karena masih
Hal ini dapat menyebabkan penjamah makanan banyak dari penjamah makanan yang tidak
terganggu serta produk tahu berisiko tercemar menggunakan alas kaki atau hanya beralaskan
oleh asap. sandal saja.
Hasil wawancara yang dilakukan pada Dinding sudah terbuat dari bahan yang
pemilik IRT dan penjamah makanan kuat dan kedap air, namun warna dinding
menyatakan bahwa lokasi produksi dibersihkan sudah memudar dan dinding juga kurang
secara rutin sebelum ataupun setelah bersih. Langit-langit kuat dan tidak bocor
dilakukannya proses produksi. Lokasi produksi namun masih berdebu sehingga menjadi risiko
telah dilengkapi tempat sampah, namun tempat pencemar pada produk tahu. Pada aspek pintu
sampah tersebut tidak memiliki penutup. Hal ini dan jendela tidak mendapatkan nilai karena
dapat menyebabkan risiko menyebarnya vektor tidak terdapat pintu maupun jendela di IRT
dan rodent ke lokasi produksi serta ke produk Tahu. Lokasi produksi langsung mengarah ke
makanan. jalanan sehingga dapat menjadi sumber risiko
Bangunan produksi sudah luas dan hanya pajanan debu jalanan menjadi pencemar udara
digunakan untuk produksi tahu saja yang sudah pada produk tahu.
sesuai dengan Peraturan BPOM RI 2012. Sampel air diambil dari tiga titik yang
Aspek bangunan dan fasilitas produksi yaitu berbeda. Hasil yang diperoleh yaitu ketiga
meliputi lantai, dinding, langit-langit, pintu, sampel telah memenuhi persyaratan Fecal
ventilasi, jendela dan penerangan. Dari aspek Coliform, namun belum memenuhi parameter
tersebut hanya ventilasi dan penerangan saja total Coliform berdasarkan baku mutu air bersih
yang telah memenuhi persyaratan pada pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Peraturan BPOM RI 2012. Ventilasi berfungsi Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang
sebagai tempat pertukaran udara dimana pada standar baku butu kesehatan lingkungan dan
produksi tahu sangat dibutuhkan karena persyaratan kesehatan air untuk keperluan
terdapatnya asap pada prosesnya. higiene dan sanitasi, kolam renang, Solus per
Pencahayaan didapat langsung dari sinar Aqua, dan pemandian Umum. Perbedaan hasil
matahari tanpa bantuan cahaya buatan. uji pada sampel dimungkinkan karena wadah
Pencahayaan yang kurang ataupun berlebihan pengambilan sampel, dimana wadah
dapat menyebabkan gangguan penglihatan penampungan mungkin kurang bersih, selang
pada penjamah makanan (BPOM RI, 2012). penghubung ataupun pipa yang kurang bersih,
Lantai pada lokasi produksi terbuat dari atau bahkan bisa dari kondisi lingkungan itu
beton, dan juga masih ada yang berlantaikan sendiri.

79
Tabel 8.
Hasil Uji Laboratorium Air Bersih pada Produksi Tahu secara Mikrobiologi
Total Coliform Fecal Coliform
(MPN/100 ml) (E. coli) (MPN/100 ml)
Lokasi Pengambilan Sampel
Batas
Hasil Batas Maksimum Hasil
Maksimum
Sumber Air untuk Perendaman kedelai 170 10 0 0
Wadah Air untuk Penyaringan 1 >1600 10 0 0
Wadah Air untuk Penyaringan 2 <1,80 10 0 0

Tabel 9.
Hasil observasi dan wawancara pada aspek fasilitas sanitasi
Aspek Fasilitas Sanitasi Nilai Nilai Maksimal
Sarana cuci tangan 1 5
Sarana jamban/toilet 3 5
Sarana pembuangan air/limbah 5 5
Total Nilai 9 15

Parameter mikrobiologi dilakukan pada uji dan pengering. Pemakaian sabun penting agar
air bersih karena gangguan kesehatan yang tangan tidak terkontaminasi oleh bakteri atau
timbul akibat dari cemaran mikrobiologi lebih kuman yang terdapat di toilet (Rauf, 2013).
cepat terjadi dalam waktu yang relatif seingkat Pembuangan air limbah dibuang di saluran
dibanding dengan cemaran lainnya (Kemenkes pembuangan, sedangkan untuk limbah padat
RI, 2017). dijual ke penduduk sekitar guna dimanfaatkan
Kontaminasi air bersih untuk parameter untuk keperluan lalinnya.
mikrobiologi dapat mencemari produk sehingga
Kualitas Tahu secara Mikrobiologi dan Kimia
produk tidak aman. Keberadaan Coliform yang
melebihi persyaratan pada air bersih tersebut Kualitas tahu secara mikrobiologi dilihat
dapat diartikan bahwa air bersih telah tercemar dari uji yang dilakukan di laboratorium
oleh tinja manusia ataupun hewan karena didapatkan hasil sesuai pada Tabel 10. Hasil
bakteri Coliform merupakan bakteri yang laboratorium pada produk tahu IRT secara
terdapat pada tinja manusia maupun tinja mikrobiologi tidak terdapat Salmonella sp. dan
hewan. Kontaminasi oleh bakteri ini juga dapat Staphylococcus aureus. Sedangkan ALT dan
diakibatkan oleh pelaksanaan higiene Coliform masih melebihi standar mutu pada
penjamah makanan yang kurang sesuai dari Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.
standar. Gangguan kesehatan yang muncul 00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Batas
akibat tercemarnya air bersih yang biasa Maksimum Crmaran Mikroba dan Kimia dalam
disebut dengan waterborne disease adalah Makanan (Pangan Olahan Lainnya). Coliform
kolera, disentri, thypus, dan lainnya seringkali digunakan sebagai tanda bahwa
(Kusumawardani, 2011). makanan atau bahan makanan telah tercemar
Fasilitas sanitasi dalam penelitian ini oleh tinja manusia maupun hewan. Bakteri ini
meliputi sarana cuci tangan, jamban/toilet dan terdapat pada tinja manusia maupun hewan
pembuangan air/limbah sesuai pada Tabel 9. (Entjang, 2003).
Sarana cuci tangan pada IRT yaitu berupa Bakteri Coliform dapat menyebabkan
wadah seperti gentong yang besar dengan gangguan kesehatan pada manusia, yaitu pada
kondisi kotor, serta dilengkapi dengan sabun. saluran pencernaan (Yunita dan Ni, 2012).
Air yang terdapat dalam gentong tidak mengalir, Salah satu gangguan kesehatan yang dapat
serta juga ikut tercemar akibat wadahnya yang terjadi diantaranya adalah diare akut, sintitis
kurang bersih. Selain itu, pada sarana cuci dan lainnya (Melliawati, 2009). Kualitas tahu
tangan tersebut belum dilengkapi dengan yang kurang memenuhi baku mutu ini dapat
pengering. Dalam hal ini masih belum diakibatkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor
memenuhi persyaratan pada Peraturan BPOM yang dimaksud yaitu aspek-aspek yang
RI 2012. terdapat pada CPPB mulai dari bahan baku
Jamban/toilet di IRT sudah menyediakan hingga penyimpanan produk hasil. Penelitian
air cukup yang mengalir. Kondisi jamban/toilet yang dilakukan Yunita dan Ni (2012)
juga sudah dalam keadaan bersih sehingga menyatakan bahwa faktor-fakor penyebab
tidak terjadi kontaminasi pada pangan oleh buruknya kualitas makanan adalah higiene
penjamah makanan (BPOM RI, 2012). Namun penjamah makanan, peralatan memasak,
jamban/toilet belum dilengkapi dengan sabun serangga serta cara penyimpanan.

80
Tabel 10.
Hasil Uji Laboratorium Tahu secara Mikrobiologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Standard
Angka Lempeng Total (ALT) 32.103 1.104
MPN Koliform > 2400 <3
Salmonella sp. negatif negatif
Staphylococcus aureus negatif negatif

Perilaku penjamah makanan yang dapat lingkungan berdasarkan Peraturan Kepala


menyebabkan tidak baiknya kualitas makanan BPOM RI 2012 tentang cara produksi pangan
antara lain kebiasaan merawat kuku tangan, yang baik juga dinilai masih kurang sesuai.
mencuci tangan, serta kebiasaan merokok Sehingga hasil dari produk tahu yang didapat
(Susanna dan Budi, 2003). Parameter kimia masih kurang baik pada parameter mikrobiologi.
tahu yang diuji laboratorium pada penelitian ini Pendampingan dan pengawasan yang
adalah keberadaan kandungan boraks dan lebih ketat dari instansi terkait seperti dinas
formalin. Hasil yang diperoleh adalah produk kesehatan sangat dibutuhkan sehingga pemilik
tahu IRT tidak mengandung boraks maupun IRT tahu diharapkan lebih meningkatkan
formalin. kepedulian terhadap penjamah makanan
Formalin merupakan bahan tambahan diantaranya adalah dengan cara penyuluhan,
yang berbentuk larutan dimana memiliki bau pelatihan dan lainnya mengenai higiene individu
yang menyengatPenggunaan formalin biasanya dan sanitasi lingkungan. Selain itu, dianjurkan
adalah untuk perekat kayu lapis, disinfektan juga dilakukan pemeriksaan laboratorium
peralatan medis, serta pengawetan mayat secara rutin pada produk tahu serta air yang
(Ningrum, 2015). Formalin bila masuk ke digunakan.
saluran pencernaan dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan diantaranya adalah sakit
DAFTAR PUSTAKA
kepala, gangguan kerja hati, otak, syaraf, ginjal
dan jantung (Widmer dan Heinz, 2007).
Agustina, E. (2006). Faktor-Faktor yang Berhubungan
Sehingga dalam Peraturan Menteri Kesehatan dengan Praktik Higiene Sanitasi Tenaga Penjamah
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Makanan di Instalasi Gizi RSUD Unit Swadana
tentang Bahan Tambahan Pangan, formalin Kudus. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
bukan termasuk bahan yang diijinkan Universitas Diponegoro.
ditambahkan pada makanan. Salah satu Badan Pusat Statistik. (2017). Rata-rata Konsumsi
makanan yang memiliki kadar konsentrasi Beberapa Macam Bahan Makanan Penting, 2007-
formalin yang tinggi adalah tahu (Widmer dan 2017. Diakses dari
Heinz, 2007). https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/95
Boraks merupakan bahan berbentuk 0/rata-rata-konsumsi-per-kapita-seminggu-
kristak lunak yang sifatnya antiseptic. beberapa-macam-bahan-makanan-penting-2007-
Penggunaan boraks biasanya pada industri 2017.html.
farmasi yang diantaranya adalah ramuan obat Cahyadi, W. (2008). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
seperti salep dan bedak. Selain industri farmasi, PT Bumi Aksara.
boraks juga biasa digunakan sebgai pembuat Entjang, I. (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi.
gelas, kertas dan keramik, serta pengawet pada Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
kayu (Ningrum, 2015). Gangguan kesehatan Faidzin dan Winarsih. (2008). “Hubungan Tingkat
yang timbul akibat boraks diantaranya adalah Pendidikan dan Lama Kerja Perawat dengan Kinerja
muntah, diare, kram perut. (Suprayitno, 2017). Perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali”.
Selain itu, boraks juga dapat mengganggu kerja Jurnal Berita Ilmu Keperawatan. 1(3), 137-142.
syaraf, ginjal, hati dan kulit (Ningrum, 2015). Hidayatullah, I. (2015). “Hubungan Tingkat Pendidikan
Pada dosis yang berlebihan ataupun kumulatif dan Sikap Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup
dalam jangka panjang, boraks bahkan dapat Bersih dan Sehat di RT 3 RW 07 Kelurahan
menyebabkan kematian. Pakuncen Wirobrajan Yogyakarta. Tesis.
STIKES'Aisyiyah Yogyakarta.
Komala, I. S., Laksmi, W., & Diana, R. (2017). “Cara
Kesimpulan Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rmah
Tangga (CPPB-IRT) Perusahaan Tahu Putih “SL”
Pelaksanaan standar higiene penjamah
Kabupaten Semarang Tahun 2017” Jurnal
makanan berdasarkan Peraturan Kepala BPOM
Kesehatan Masyarakat. 4(4), 690-697.
RI 2012 tentang cara produksi pangan yang
Kusumawardani, D. (2011). Valuasi Ekonomi Air Bersih di
baik masih kurang sesuai antara lain kebiasaan
Kota Surabaya. Majalah Ekonomi XXI No. 3.
merokok di tempat produksi, penggunaan APD
Melliawati, R. (2009). Escherichia coli dalam Kehidupan
serta pakaian kerja. Implementasi sanitasi Manusia. Jurnal Bio Trends. 4 (1), 10-14.

81
Ningrum, A. K. (2015). Pengetahuan Label Kemasan Prianto, M. D. (2017). “Hubungan Hygiene Penjamah
Pangan. Jakarta : Penerbit Gunung Samudera. Makanan dengan Kualitas Biologi Brem pada Home
BPOM RI. 2009. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Industry Brem Desa Kaliabu”. Jurnal Perawat
dan Makanan Republik Indonesia No. STIKES Pemkab Jombang. 3(1).
HK.00.06.1.52.4011 tanggal 28 Oktober 2009 Rauf, R. (2013). Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta :
tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Graha Ilmu.
Mikroba dan Kima dalam Makanan. Jakarta : BPOM Rudiyanto, H. (2014). Produksi Wingko Ditinjau dari
RI. Perspektif Good Manufacturing Practices (GMPP)
BPOM RI. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Kualitas Mutu berdasarkan SNI 01-4311-1996
dan Makanan Republik Indonesia Nomor (Studi pada Industri Rumah Tangga Wingko UD.
HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara Bintang Jjaya Desa Sawo Kecamatan Bababt
Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Tangga. Jakarta : BPOM RI. Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.
Kemenkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Setiarni, Adi, & Widodo. (2011). “Hubungan antara
Republik Indonesia No. 1096 Tahun 2011 tentang Tingkat Pengetahuan, Status Ekonomi dan
Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta : Kementerian Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Tuberkulosis
Kesehatan Republik Indonesia. Paru pada Orang Dewasa di Wilayah Kerja
Kemenkes, RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Puskesmas Tuan-Tuan Kabupaten Ketapang
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Kalimantan Barat”. Jurnal KESMAS UAD. 5(3), 162-
Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Kementerian 232.
Kesehatan Republik Indonesia. BSN. 1998. SNI 01-3142-1998 Tahu. Jakarta : Badan
Kemenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Standardisasi Nasional.
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Suprayitno, E. (2017). Dasar Pengawetan. Malang : UB
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Press.
Persayaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Susanna, D & Budi, H. (2003). “Pemantauan Kualitas
Higiene dan Sanitasi, Kolam Renang, Solus per Makanan Ketoprak dan Gado-Gado di Lingkungan
Aqua, dan Pemandian Umum. Jakarta : Kementerian Kampus UI Depok, melalui Pemeriksaan
Kesehatan Republik Indonesia. Bakteriologis”. Jurnal Makara Seri Kesehatan. 7(1),
Kemenakertrans RI. 2010. Peraturan Menteri Tenaga 21-28.
Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 Pemerintah RI. 2012. Undang-Undang No.18 Tahun 2012
tentang Alat Pelindung Diri (APD). Jakarta : tentang Pangan. Jakarta : Pemerintah Republik
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Indonesia.
Kemenakertrans RI. 2014. Peraturan Menteri Tenaga Widmer dan Heinz. (2007). Hak Konsumen dan
Kerja dan transmigrasi RI Nomor 1 Tahun 2014 Ekolabel.Yogyakarta : Kanisius.
tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Tenaga Yunita & Ni. (2012). “Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo
Kerja dan Transmigrasi Nomor berdasarkan Angka Lempeng Total, Coliform Total
Kep.250/MEN/XII/2008 tentang Klasifikasi dan dan Kandungan Escherichia coli”. Jurnal Biologi.
Karakteristik Data dari Jenis Informasi 14(1), 15-19.
Ketenagakerjaan. Jakarta : Kementerian
Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

82

Anda mungkin juga menyukai