Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH

ASMA

Oleh:

HARSITO
NIM:190203123

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih
menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di
negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Indonesia
belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-
8%. Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui
secara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi rendah,
etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing
atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok. 
Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan
ekstrinsik, namun terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal
sebagai asma bronkial atopi dan non atopi berdasarkan adanya tes kulit
yang positif terhadap alergen dan ditemukan adanya peningkatan
imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80% penderita asma bronkial
adalah asma atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes kulit mempunyai
korelasi yang baik dengan parameter-parameter atopi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Asma ?
b. Apa etiologi dari Asma?
c. Bagaimana patofisiologi dari Asma ?
d. Apa saja manifestasi klinis pasien yang mengalami Asma ?
e. Bagaimana Penatalaksanaan Medis pada Asma ?
f. Bagaiman Pemeriksaan Diagnostik pada Asma ?
g. Bagaimana komplikasi pada Asma ?
h. Bagaimana Rencana Keperawatan padaa pasien yang mengalami Asma?

2
C. Tujuan Penulisan
Agar Mahasiswa Mengetahui dan menjelaskan apa itu Asma , cara
menanganinya dan bagaimana Rencana keperawatannya.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Asma
1. Pengertian
Asma adalah penyakit kronis dengan angka kejadian yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Definisi asma sendiri telah mengalami
perubahan dari waktu ke waktu seiring berkembangnya pengetahuan dan
pemahaman mengenai patologi, potofisiologi, immunologi, dan genetik
asma. Menurut pedoman nasional asma anak (PNAA) tahun 2015, asma
adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing,
sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang,
reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya
timbul jika ada pencetus (Rahajoe dkk., 2015).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyimpitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (The American
Thoracis Society, 1962 dalam CDC, 2011).
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi
hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2010).
B. Etiologi
Klasifikasi Asma berdasarkan etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Asma Bronkhial Tipe Atopik ( Ekstrinsik )
a. Hiperreaktivitas bronchus merupakan bronchus yang mudah sekali
mengerut ( konstriksi ) bila terpapar dengan bahan/factor dengan
kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa misalnya aleryen ( inhalan dan
kontaktan), polusi,asap rokok, bau-bauan yang tajam, dan lainnya
baik yang berupa iritan maupun iritan.

4
Saat ini telah diketahui bahwa hiperrektivitas bronchus disebabkan
oleh inflamasi bronchus yang kronis. Sel-sel inflamasi terutama
eosinofil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas yang
kronis. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam
jumlah besar pada cairan bilas bronchus klien dengan asma
bronchial sebagai bronchitis kronis eosinofilik. Hiperreaktivitas
berhubungan dengan beratnya derajat penyakit. Secara klinis,
adanya hiperreaktivitas bronchus dapat dibuktikan dengan
dilakukan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau
histamine.
b. Mukosa dan dinding bronchus pada klien dengan asma akan terjadi
edama. Terjadi infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan
terlepasnya sel silia menyebabkan adanya getaran silia dan mucus
di atasnya. Hal ini membuat salah satu daya pertahanan saluran
pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi. Pada kilen dengan asma
bronchial juga ditemukan adanya penyumbatan saluran pernapasan
oleh mucus terutama pada cabang-cabang bronchus.
c. Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus,
serta hipersekresi mucus menyebabkan terjadinya penyempitan
pada bronchus dan percabangannya, sehingga akan menimbulkan
rasa sesak, napas berbunyi ( wheezing), dan bantu yang produktif.
d. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis.
Akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang
aksis HPA. Aksis HPA yang terangsang akan meningkatkan
adenocorticotropic hormone ( ACTH ) dan kadar kortisol dalam
darah. Penigkatan kortisol dalam darah akan menyupresi
imunoglobin A ( IgA ). Penurunan Ig A menyebabkan kemampuan
untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi tersebut direspos oleh
tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga
menimbulkan asma bronchial.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma

5
secara klinis dianggap sebagai penyaki bronkhospasme yang reversible.
Secara patofisiologi, asma juga dianggap sebagai suatu hiperreaksi
bronchus dan secara patologi sebagai suatu peradangan saluran
pernapasan.
2. Asma Bronkhial Tipe Non-Atoik ( Intrinsik )
Asma nonalergenik ( Asma Intrinsik ) terjadi bukan karena penapasan
alergen tetapi terjadi akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi
saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
dan, tekanan jiwa atau stress psikologis.
Faktor Pencetus Serangan Asma Bronkhil
Factor-faktor yang menimbulkan serangan asma bronchial atau sering
disebut dengan factor pencetus adalah :
a. Alergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dinamakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah,tengau debu
rumah (Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur,bulu
kucing,bulu binatang,beberapa makanan laut,dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernafasan
Inspeksi saluran pernafasan disebabkan oleh virus. Virus Influenza
merupakan salah satu factor pencetus yang paling sering menimbulkan
asma bronchial. Diperkirakan,dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbuklan oleh infeksi saluran pernafasan.
c. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma,karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
penderita asma bronchial, factor ini berperan mencetus serangan asma
terutama pada orang yang agak labil kepribadian. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak-anak.
d. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma
bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari

6
cepat dan bersepeda adalah duan jenis kegiatan paling mudah
menimbulkan serangan asma, Serangan asma kerena kegiatan jasmani
(exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas
fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam
setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisilin,salisilat,beta blocker,kodien, dan
sebagainya.
f. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabri/kendaraan,asap rokok,asap yang mengandung hasil pembakaran
dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronchial.

7
PATOFISOLOGI

Gambar 2.1. Patofisiologi Asma

C. MANIFESTESI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah
batuk,dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari.
Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, wheezing. Ekspirasi selalu lebih
susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorongan pasien untuk
duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan
napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat

8
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara
spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadan terjadi
reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “ Status Asmatikus ”, kondisi
ini mengancam hidup ( Smeltzer & Bare,2011).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
b. Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV,
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90
% dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan
PEFR 10 % atau lebih.
c. Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
d. Laboratorium.
(1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat
hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik.
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel
– sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk
melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik.
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai
1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik,

9
sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm 3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati
akibat hipoksia atau hiperkapnea.
e. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya
proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.
f. Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus,
ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban
jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan
asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara
menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan
cairan yang cukup bagi klien.

10
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
(beclometason dipropinate) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator. (Evelin dan joyce L. kee, 1994 dalam Riyadi
2010).

11
F. KOMPLIKASI
Berbagai kompikasi menurut (Mansjoer, 2008 dalam Riyadi, 2010)
yang mungkin timbul adalah :
1. Pheumothoraks
Phemothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan
kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastimum.
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir
di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec,
kondisi ini dapat disebabkan oleh trauam fisik atau situasi lain yang
mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada.
3. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak
dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
4. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan asangat dangkal.
5. Gagal Napas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil ( bronkhiolis) mengalami

12
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lender
(dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam
upaya mengeluarkan lender yang berlebihan,atau merasa sulit bernapas
karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

13
BAB III
RENCANA KEPERAWATAN ASMA
A. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat
untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan
keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang
meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
2) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di
kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia
dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status
atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya
faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor
pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional
yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji
untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang
perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan
Diagnosa medis. (Antony C, 1997 dalam Riyadi, 2010).
3) Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan
dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,
Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan
kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga
dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

14
4) Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis,
polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-
alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji
tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain
pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit
asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan.
6) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu
pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari
rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja.
Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi
serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan
dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan
peranan seperti semula.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku
hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah
gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan asthma.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali
terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal

15
ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami klien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup
warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan
dalam melaksanakannya.
d. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa
besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing,
sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
e. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah
raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi
faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase
Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)
f. Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk
menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik
dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan
kerja.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya.
Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada
diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang
ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan
kemungkinan serangan asthma yang berulang.

16
h. Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan
memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi
jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan
terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i. Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,
bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
j. Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor
instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji
penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap
kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia
percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan
klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri
pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang
konstruktif
8) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi
istirahat klien.
b. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,

17
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
c. Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,
riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing,
vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
d. Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan
menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit
mata lainya.
e. Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis
alergi dan fungsi olfaktori.
f. Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa
menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak
atau perubahan suara.
g. Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,
pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
h. Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi peranfasan
(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.

18
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
i. Kardiovaskuler
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak,
bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan
darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus
paradoksus.
j. Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-
tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma
frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat
nutrisi.
k. Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan
asthma.
9. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang
meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan
menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan
susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal,
menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil
dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.

19
10 Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses
keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan
atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung
jawabnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus,
sertas ekresi mucus yang kental.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan
peningkatan kerja pernapasan, hipoksemi adan ancaman gagal napas.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan sama
menetap
4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan nafsu makan,
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas )
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

20
Rencana Intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta
sekresi mucus yang kental.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan napas
kembali efektif.
kriteriaevaluasi :
- Dapat mendemontrasikan batuk efektif
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
napas.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji warna,kekental dan jumlah sputum. Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat
ringannya obstruksi
Atur posis semi fowler Meningkatkan ekspansi dada
Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran secret yang melekat di
jalan napas
Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas
dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan
napas besar untuk dikeluarkan.
Pertahankan intake cairan Fibrasi yang adekuat membantu mengencerkan
sedikitnya 2500 ml /hari kecuali secret dan mengefektifkan pembersihan jalan
tidak diindikasikan napas.
Lakukan fisioterapi dada dengan Fisioterapi dada merupakans trategi untuk
teknik postural drainase, perkusi, mengeluarkan secret.
dan fibrasi dada
Kolaborasi pemberian oba Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas
dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi
inflamasi akibat edema mukosa dan dinding
bronkus.
Kortikosteroid Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas
dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi

21
inflamasi akibat edema mukosa dan dinding
bronkus.
Kortikosteroid Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas
dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi
inflamasi akibat edema mukosa dan dinding
bronkus.

BAB IV
Penutup

A. Kesimpulan

22
Asma adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang
mempunyai cirri-ciri Bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran
napas) terutama pada percabangan trakeo bronchial yang dapat diakibatkan
oleh berbagai stimulus seperti oleh factor Beberapa Faktor risiko untuk
timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat
keluarga, tingkat social ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak
geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah,
terpapar asap rokok. 
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca, mahasiswa dan
calon perawat dapat memahami tentang makalah Asuhan Keperawatan Asma.
Karena didalam Keperawatan Asma sangat berguna untuk mengetahui
pengertian,etiologi,patologi,manifestasi klinis,pengobatan,komplikasi, dan
rencana keperawatan dalam melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan.

DAFTAR PUSAKA

23
Muttaqin, Arif.2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Salemba Medika: Jakarta
Kee, Jocye L. dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan.Jakarta : EGC.
Hudak, C. M dan B.M.Gallo.1997.Keperawatan Kiritis : Pendekatan Holistik.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ignatavicius, Donna D. Dan Marylin V. Bayne. 1991. Medical Surgical Nursing:
A Nursing Process Approach. Vol. 2. Philadelphia: B Saunders W.
Company.
Smeltzer, S.C dan B.G. Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 10. Jakarta : EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai