Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

TORCH PADA ANAK

Disusun Oleh
Raihan Alhazmi
1102013242

Pembimbing
Dr. Dani Kurnia, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSTAS YARSI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD ARJAWINANGUN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridho-

 Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “TORCH Pada Anak ” sebagai
salah
satu tugas di kepanitraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Arjawinangun.
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga referat ini selesai tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril
maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
 pembimbing saya dr. Dani Kurnia, Sp.A atas bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan
referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
membantu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
 penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga penyusunan ini
dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan. Akhir kata, dengan mengucapkan
Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhai kita semua.

Arjawinangun, Desember 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo dan Herpes Simplex-virus) pada wanita
hamil sering kali tidak menimbulkan gejala atau asimtomatik, tetapi dampak serius bagi janin
yang dikandungnya. Toxoplasmosis pada wanita hamil dapat menyebabkan berbagai kelainan
 pada fetus. Pada infeksi rubella, penelitian epidemiologi di India, menunjukan bahwa wanita
usia subur rentan untuk terkena infeksi ini. Infeksi pada saat hamil dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada 10-54% kasus. Virus sitomegalo (CMV) pada individu dewasa sering kali
asimtomatik, tetapi pada kehamilan gejala klinis yang timbul menjadi lebih berat. Infeksi oleh
CMV berkaitan dengan keadaan sosioekonomi yang rendah. Sedangkan virus herpes pada
saluran reproduksi wanita hamil menjadi sumber transmisi HSV ke janin pada trimester
 pertama kehamilan berkaitan dengan peningkatan kejadian abortus spontan dan malformasi
kongenital.
Infeksi maternal oleh organisme yang menyebabkan TORCH seringkali sulit didiagnosis
akibat gejala klinis yang seringkali tidak muncul. Oleh karena itu, pemahaman penegakan
diagnosis infeksi akut TORCH pada kehamilan yang didasari pada hasil pemeriksaan serologi
harus dipahami agar tidak terjadi over diagnosis pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan


 penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Parasit ini termasuk golongan
 protozoa yang bersifat parasit obligat intraseluler. Infeksi toksoplasmosis saat hamil dapat
menyebabkan abortus spontan atau anak yang dilahirkan mengalami kelainan kongenital
seperti hidrosefalus, iridosiklisis, dan retardasi mental.

EPIDEMIOLOGI
Toksoplasmosis tersebar hampir di seluruh dunia karena toksoplasma pada hakekatnya mampu
menginfeksi setiap sel pejamu yang berinti. Sekitar 85 persen wanita usia produktif di Amerika
Serikat mengalami infeksi akut parasit Toxoplasma gondii. Insidens toksoplasmosis kongenital
tergantung proporsi wanita hamil yang terinfeksi toksoplasma selama kehamilan. Estimasi
infeksi kongenital di Amerika Serikat berkisar antara 1 per 3000 sampai 1 per 10.000 kelahiran.
Berdasarkan data studi regional, 400 sampai 4.000 kasus toksoplasmosis kongenital terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


T. gondii memiliki 3 fase hidup, yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit, dan
ookista (berisi sporozoit). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan satu ujung runcing
dan ujung lain agak membulat. Takizoit ditemukan pada infeksi akut berbagai organ tubuh,
seperti otot termasuk otot jantung, hati, limpa, limfonodi, dan sistem saraf pusat. Selanjutnya,
kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding.
Kista dapat ditemukan dalam tubuh hospes seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan
otot
 bergaris. Fase hidup ketiga T. gondii adalah sporozoit; pada fase ini ditemukan ookista. Ookista
 berbentuk lonjong, mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua;
selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing
sporokista berisi 4 sporozoit berukuran 8x2 mikron dan sebuah benda residu.
Kucing merupakan hospes definitif T. gondii. Selama infeksi akut, ookista yang keluar bersama
tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah beberapa minggu, tergantung kondisi lingkungan,
ookista akan mengalami sporulasi dan menjadi bentuk infektif. Manusia dan hospes perantara
lain, seperti kambing dan domba, akan terinfeksi jika menelan ookista tersebut. Kondisi cuaca
 panas dan tanah lembap dapat mempertahankan ookista selama sekitar 1 tahun. Ookista tidak
dapat bertahan hidup di tanah gersang dan cuaca dingin.

Setelah terjadi infeksi T. gondii akan terjadi proses parasitemia, di mana parasit menyerang
organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel- sel inang. Pada
toksoplasmosis kongenital, infeksi primer pada janin diawali dengan masuknya darah ibu yang
mengandung parasit ke dalam plasenta, sehingga terjadi plasentitis. Hal ini ditandai dengan
gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal reaksi
 pada vili. Inflamasi tali pusat jarang dijumpai. Parasit akan menimbulkan keadaan patologik
yang manifestasinya tergantung usia kehamilan.

Risiko toksoplasmosis kongenital sekitar 10 – 25% apabila infeksi akut maternal terjadi pada
trimester pertama kehamilan dan meningkat hingga 60  – 90% apabila terjadi pada trimester
ketiga. Namun, manifestasi toksoplasmosis kongenital lebih parah jika infeksi terjadi pada
trimester pertama.

MANIFESTASI KLINIS
Trias klasik toksoplasmosis kongenital meliputi korioretinitis, kalsifikasi intrakranial, dan
hidrosefalus. Tanda dan gejala toksoplasmosis kongenital lainnya meliputi abnormalitas cairan
spinal, anemia, kejang, demam, tuli, gangguan pertumbuhan, hepatomegali,  jaundice,
gangguan pembelajaran, limfadenopati, ruam makulopapular, retardasi mental, mikrosefali,
spastisitas, splenomegali, trombositopenia, dan gangguan penglihatan. Sebagian besar bayi
yang terinfeksi intrauterin lahir dengan gejala tidak khas, lebih dari 80% berkembang menjadi
gangguan penglihatan, pendengaran, perkembangan, dan IQ yang lebih rendah pada masa
anak-anak.

Klasifikasi toksoplasmosis kongenital (Desmonts dan Couvreur):


1. Anak dengan kelainan neurologis, seperti: Hidrosefalus, mikrosefalus, makroftalmus
dengan atau tanpa retinokoroiditis. Gejala mungkin timbul saat dilahirkan atau di
kemudian hari.
2. Anak dengan kelainan berat, penyakit generalisata, seperti: Eksantematus
makulopapular, purpura, pneumonia,  jaundice  berat, hepatosplenomegali; mungkin
 juga uveitis dan pembesaran ventrikuler.
3. Anak dengan kelainan sedang dan tanda infeksi pre-natal, seperti: Hepatosplenomegali
dan jaundice dengan atau tanpa trombositopenia atau gejala non-spesifik
4. Anak dengan infeksi subklinis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa metode diagnosis toksoplasmosis kongenital antara lain deteksi respons imunitas
humoral spesifik Toxoplasma, amplifikasi DNA Toxoplasma, identifikasi antigen spesifik
Toxoplasma pada jaringan, dan isolasi parasit. Selama kehamilan, adanya parasit dalam cairan
immunoblotting dan imunoasai enzim peptide serum yang dikumpulkan selama masa neonatus
untuk mencari adanya penurunan pita protein E1 dan E2.
Secara spesifik, ada 5 tujuan pemeriksaan serologis rubella, yaitu: a) membantu menetapkan
diagnosis rubella  bawaan. Dalam hal ini dilakukan imunoasai IgM terhadap rubella, b)
membantu menetapkan diagnosis rubella akut pada penderita yang dicurigai. Untuk itu perlu
dilakukan imunoasai IgM terhadap penderita, c) memeriksa ibu dengan anamnesis ruam
“rubellaform” di masa lalu, sebelum dan pada awal kehamilan. Sebab ruam kulit semacam ini,
dapat disebabkan oleh berbagai macam virus yang lain, d) memantau ibu hamil yang dicurigai
terinfeksi rubella selama kehamilan sebab seringkali ibu tersebut pada awal kehamilannya
terpajan virus rubella (misalnya di BKIA dan Puskesmas), e) mengetahui derajat imunitas
seseorang pascavaksinasi.
Adanya antibodi IgG rubella dalam serum penderita menunjukkan bahwa penderita tersebut
 pernah terinfeksi virus dan mungkin memiliki kekebalan terhadap virus rubella.Penafsiran
hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella sebagai uji saring untuk kehamilan adalah sebagai
 berikut: sebelum kehamilan, bila positif ada perlindungan (proteksi) dan bila negatif berarti
tidak diberikan, kehamilan muda (trimester pertama).
3. CYTOMEGALOVIRUS KONGENITAL

Virus CMV yang menginfeksi manusia disebut dengan human Cytomegalovirus. CMV
merupakan virus DNA yang termasuk dalam famili herpesviridae. Virus ini disebut
cytomegalovirus karena sel yang terinfeksi akan membesar hingga dua kali lipat dibandingkan
dengan ukuran sel yang tidak terinfeksi. CMV menginvasi sel inang dan kemudian
memperbanyak diri (replikasi). Struktur CMV terdiri dari bagian tegument, capsid, dan
envelope yang kaya akan lipid. CMV menginfeksi sel dengan cara berikatan dengan reseptor
 pada permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel dan masuk ke dalam vakuola di
sitoplasma, lalu selubung virus terlepas dan nucleocapsid dengan cepat menuju nukleus sel
inang.

Gambar Struktur human Cytomegalovirus


Transmisi CMV dapat terjadi secara horizontal (dari satu orang ke orang yang lain) maupun
vertikal (dari ibu ke janin). CMV ditransmisikan secara horizontal terjadi melalui cairan tubuh
dan membutuhkan kontak yang dekat dengan cairan tubuh yang telah terkontaminasi CMV.
CMV dapat ditemukan di dalam darah, urin, cairan semen, sekret serviks, saliva, air susu ibu,
dan organ yang ditransplantasi. Transmisi CMV terjadi secara vertikal melalui cara sebagai
 berikut:
1. In utero: melalui jalur transplasenta dengan viremia CMV dalam sirkulasi maternal
2. Intrapartum: paparan janin terhadap sekret serviks dan vagina yang mengandung CMV
saat proses persalinan
3. Postnatal: ingesti air susu ibu yang mengandung CMV atau melalui transfusi darah
yang terkontaminasi CMV
Epidemiologi infeksi CMV
Infeksi akibat CMV merupakan infeksi kongenital yang terbanyak dan menyebabkan
morbiditas yang cukup tinggi pada bayi baru lahir. Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia,
 baik negara maju maupun negara berkembang. Infeksi CMV terjadi pada 0,2-2,4% dari seluruh
kelahiran hidup di dunia dan terjadi pada 0,6-0,7% dari seluruh kelahiran hidup di negara maju.
Infeksi CMV menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan organ-organ pada janin. CMV
 juga merupakan penyebab terbanyak dari gangguan pendengaran, gangguan perkembangan
saraf, dan retardasi mental pada anak.
Infeksi CMV dapat bersifat simptomatik dan juga asimptomatik. Sebuah penelitian
imunoserologi CMV di Indonesia pada tahun 2004 yang melibatkan 395 orang yang tidak
memiliki keluhan apapun menunjukkan 344 orang memperlihatkan hasil IgG seropositif
dengan 7 orang diantaranya juga memperlihatkan IgM seropositif dan 3 orang memperlihatkan
IgM seropositif saja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya banyak orang
yang telah terinfeksi oleh CMV tanpa ada keluhan yang dibuktikan dengan IgG dan IgM anti
CMV seropositif.

Diagnosis infeksi CMV


Sebagian besar anak yang lahir dengan infeksi CMV kongenital tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik) saat lahir. Asimptomatik dalam hal tersebut didefinisikan sebagai terdeteksinya
CMV di dalam cairan tubuh manapun pada anak dalam 3 minggu pertama kehidupan, namun
tidak menunjukkan kelainan pada klinis, hasil laboratorium, dan hasil pemeriksaan radiologi.
Anak yang menunjukkan gejala infeksi CMV kongenital saat lahir hanya berkisar antara 7-
10%. Jaundice (62%), petechiae (58%), dan hepatosplenomegali (50%) adalah tiga manifestasi
klinis yang sering ditemukan sehingga disebut juga trias infeksi CMV kongenital.
Manifestasi klinis infeksi CMV dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Manifestasi klinis infeksi CMV

Pemeriksaan fisik
 - Hidrops fetalis
 - Prematur

 - Intrauterine growth restriction

 - Jaundice*

 - Hepatosplenomegali*
 - Petechiae*

 - Purpura

 - Blueberry muffin spots

 - Korioretinitis

 - Microcephaly*

 - Lethargy

 - Gangguan intake

 - Hipotoni

 - Kejang

 - Hernia inguinal (laki-laki)

Pemeriksaan laboratorium
 - Anemia*
 - Trombositopenia*

 - Peningkatan enzim hati

 - Hiperbilirubinemia*

 - Peningkatan kadar protein pada cairan serebrospinal (CSS)

Pemeriksaan radiologi
- Foto toraks: pneumonia - Neuroimaging
- Kalsifikasi (periventrikular, thalamus, kortikal)* - Ventrikulomegali
- Displasia kortikal

Gangguan pendengaran*

Keterangan : * manifestasi klinis yang sering ditemukan


BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai