Anda di halaman 1dari 16

Tugas DKM Kelompok 5A

Sistem Integumen

1. Elisabeth Sefiona Zein - 1961050024

2. Vania Pangestika - 1961050041

3. I Made Dwitya Agung Maheswara P - 1961050060

4. Karlos Berlusconi S - 1961050081

5. Wanda Ezhara Natalia - 1961050094

6. Nadia Putri - 1961050106

7. Gracesyta Carismawarni - 1961050144


Effloresensi foto 1 : Pada regio ⅓ distal cruris dextra bagian lateral, tampak plak eritema, soliter, bentuk tidak teratur, batas sebagian tegas dan sebagian tidak tegas, ukuran plakat
dan diatasnya terdapat skuama tebal kasar berwarna putih seperti mika, multipel, ukuran lentikuler, berbatas tegas dan diskrit

Psoriasis Vulgaris (psoriasis Morbus Hansen (Leprae) Dermatitis kontak alergi Tinea Korporis
plakat)

Microsporum, Trichophyton, Epidermophyton


Etiologi Autoimun yang dikaitkan dengan Penyakit infeksi kronik manusia yang Paparan terhadap alergen kontak yang berasal (Dermatofita)
faktor genetik dan lingkungan disebabkan Mycobacteria leprae (M.lepra). dari bahan kimia sederhana dengan berat
Predileksi utama di saraf perifer, namun dapat molekul rendah seperti logam berat, produk
timbul juga di kulit dan jaringan lainnya yaitu cat, atau tanaman yang dapat mengatifkan
mata, mukosa saluran nafas bagian atas, otot, hipersensitivitas tipe lambat
tulang dan testis.
Anamnesis KU: KU: KU: KU: Gatal pada kulit berbentuk lingkaran berwarna
merah dengan tepi aktif
Pasien umumnya datang berobat Pasien datang dengan keluhan bercak berwarna Gatal dan muncul kelainan kulit yang bergantung
karena timbul bercak merah merah atau putih yang disertai dengan hilangnya pada tingkat keparahan Penularan dapat melalui kontak langsung antar
bersisik putih tebal berlapis di rasa sensorik dan bisa juga sudah berupa lesi manusia, (antrhropophilic) misal penularan melalui
tengahnya pada kulit pasien. yang menonjol. Faktor resiko: baju, handuk. atau kontak langsung yang sering
dengan penderita. Hewan ke manusia (zoophilic)
Faktor risiko: Faktor Risiko: Berpotensi tersensitasi dengan alergen, dosis per seperti kucing, anjing, kelinci,babi. Lingkungan ke
unit area, luas daerah yang terkena, lama manusia (geophilic) melalui kontak langsung dengan
Frekuensi terkena trauma seperti - Lahir dan tinggal di tempat endemis pajanan, oklusi, suhu, kelembapan tanah, suasana lembab, pakaian yang terlalu ketat.
garukan, aberasi superficial, lepra lingkungan, vehikulum, pH dan faktor
Faktor Resiko:
infeksi bakteri/ virus/ jamur, - Kontak Dekat: Kontak langsung dengan individu (keadaan kulit pada lokasi kontak, 1. Hidup di iklim yang hangat
perubahan iklim, dan riwayat penderita kusta sangat meningkatkan status imun) 2. Memiliki kontak dekat dengan orang atau
anggota keluarga yang terkena kemungkinan terkena penyakit ini hewan yang terinfeksi
penyakit tersebut. Diabetes dibandingkan dengan populasi lainnya. Gejala: 3. Berbagi pakaian, tempat tidur atau handuk
melitus maupun sindrom - Usia: Anggota masyarakat yang lebih tua dengan seseorang yang memiliki infeksi jamur
Pada stadium akut dimulai dengan bercak 4. MEngenakan pakaian ketat
metabolic bisa memperparah lebih rentan terhadap risiko tertular
eritematosa berbatas tega, kemudia diikuti 5. Memiliki daya tahan tubuh yang lemah
kondisi. kusta. Peningkatan risiko menunjukkan
edema, papulovesikel, vesikel, atau bula.
antara 5 hingga 15 dan risiko lanjutan Gejala:
Gejala: setelah 30. 1. Area berbentuk cincin bersisik, biasanya di
Pada DKA kronis terlihat kulit kering berskuama,
- Imunosupresi: Setelah penekanan sistem papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura bokong, badan, lengan, dan kaki
- Bercak merah bersisik 2. Mungkin gatal
kekebalan, ada peningkatan berbatas tidak tegas.
putih tebal berlapis 3. Area bening atau bersisik di dalam ring,
kemungkinan tertular infeksi ini.
ditengahnya terutama mungkin dengan hamburan benjolan merah
Perkembangan kusta biasanya terjadi
pada daerah yang sering 4. Cincin yang sedikit terangkat dan melebar
setelah transplantasi organ padat, 5. Kulit gatal yang bulat dan rata
terkena trauma, seperti
kemoterapi, infeksi HIV, atau setelah 6. Cincin yang tumpang tindih
siku dan lutut. Dapat
pemberian agen untuk gejala rematik.
menyerang kuku, mukosa
dan sendi. Gejala:
- Lesi bisa terlokalisasi di 1
regio/ menyebar di - keluhan lesi pada kulit:
beberapa regio. - bercak merah (eritema) atau putih
- Timbul lesi yang (hipopigmentasi) yang tidak gatal
kecil-kecil atau lesi yang dan mati rasa.
menetap berbulan-bulan - Kulit mengkilap dan bersisik
sampai tahun. - Luka sulit sembuh
- Ada rasa kesemutan, nyeri, atau rasa
ditusuk-tusuk pada anggota gerak.
- Kelemahan anggota gerak dan
kelumpuhan.
- Adanya cacat atau deformitas

Pemeriksaan TTV : Batas normal A.Inspeksi: Inspeksi: Inspeksi


Jasmani
A.Inspeksi 1. Berdasarkan tipe: 1. Warna kulit: sawo matang 1. Kelainan kulit erbatas tegas, terdiri dari
a. Tuberculoid (TT, BT): makula 2. Perubahan warna kulit: tidak ada bermacam-macam eflorosensi (polimorf).
1. Jenis Kulit hipopigmentasi multiple, berbatas 2. Lesi bulat atau lonjong terdiri atas eritema,
tegas, tepi terangkat, ukuran Efloresensi: skuama,kadang tampak vesikel dan papul
a.Warna Kulit :sawo
bervariasi (dari beberapa ditepi. kadang tampak erosi dan krusta akibat
matang Stadium akut: ditemukan patch/makula eritematosa
milimeter hingga lesi yang sangat garukan. kelainan kulit dapat pula terlihat
berbatas tegas diikut dengan edema, papulovesikel,
b.Perubahan warna kulit : besar menutupi seluruh batang sebagai lesi dengan pinggir polisiklik, karena
vesikel atau bula (dapat pecah membentuk erosi dan
normal tubuh). Tepi eritematosa atau beberapa lesi kulit menjadi satu. Bagian tepi
eksudasi)
ungu dan pusat hipopigmentasi. lesi lebih aktif daripada bagian tengah.
2. Lesi pada kuku : Berbatas tegas; meninggi; sering Stadium kronis: kulit kering, terskuama, papul,
a. Permukaan kuku menjadi berbentuk anular; membesar di Palpasi
likenifikasi, dan mungkin juga fissura berbatas tidak
keruh, kekuningan, dan perifer. Daerah pusat menjadi tegas 1. Kelembapan: Kering
terdapat cekungan / atrofi atau tertekan. Lesi lanjut
2. Suhu: Normal
pitting, atau titik -titik bersifat anestesi, tanpa asesoris Palpasi:
3. Tekstur: kasar
punctate kulit (kelenjar keringat atau
b. Permukaan kuku mulai folikel rambut). Dapat teralokasi 1. Kelembapan: kering (stadium kronik)
menebal di situs mana pun termasuk 2. Suhu: normal
c. Terdapat subungual wajah. TT: Lesi dapat sembuh 3. Tekstur: kasar (stadium kronik)
hiperkeratosis sehingga secara spontan, tidak 4. Turgor: normal
kuku terangkat dari berhubungan dengan reaksi kusta. 5. Permukaan: verukosa
dasarnya BT: tidak sembuh spontan, bisa
Scalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten
terjadi reaksi kusta tipe 1.
3. Auspitz sign (+)
Keterlibatan saraf: mungkin saraf
4.Koebner phenomena (+) yang menebal di tepi lesi;
pembesaran saraf perifer yang
5.Terlihat makula
besar sering (ulnaris, auricular
eritematus batas tegas,
posterior, peroneal dan saraf
tertutup skuama tebal dan
tibialis posterior). Keterlibatan
transparan yang lepas
kulit tidak ada pada neural
pada bagian tepi dan lekat
leprosy. Keterlibatan saraf
di bagian tengah yang
dikaitkan dengan hipestesia (
biasanya timbul pertama
kali pada area yang mudah tusukan jarum, suhu, atau
terkena trauma getaran) dan miopati.

6. Karsvlek phenomena b. Borderline BB Leprosi: Lesi


(+) antara tuberculoid dan lepromatus
dan tersusun dari makula, papul
dan plak. Pengurangan keringat
terdapat pada lesi
B.Palpasi
c. Lepromatus Leprosi: Kulit
a. Kelembapan : kering berwarna atau papul eritem
b. Suhu : normal ringan atau nodul. Lesi
c. Tekstur : kasar membesar; lesi baru muncul dan
d. Turgor : normal berkelompok. Secara simetris
e. Permukaan : Verukosa berdistrisbusi nodul, plak dan
infiltrate dermal difus dimana
pada wajah menyebabkan
hilangnya rambut dan leonine
facies. Diffus lepromatosis
penunjukan sebagai difus
infiltrate dermal dan penebalan
dermis. Simetris bilateral meliputi
lubang telinga, muka, wajah,
tangan, bokong, punggung dan
kaki.
2. Berdasarkan status reaksi imunologis:
a. Reaksi Lepra tipe 1: Lesi kulit
menjadi inflamasi akut,
terasosiasi dengan edem dan sakit
mungkin ukuserasi. Enema lebih
parah pada wajah, tangan dan
kaki
b. Reaksi Lepra tipe 2: Munculnya
nodul merah terasa sakit dari
superfisial dan dalam. Sering
terjadi pada wajah dan extremitas
ekstensor
c. Reaksi Lucio: Terjadi pada pasien
dengan difus LL. Berebentuk
plak eritem ireguler. Lesi dapat
nekrosis dengan ulserasi.

B.Palpasi:

1. Kelembapan: Kering
2. Suhu: Panas
3. Tekstur: Kasar
4. Lesi: Datar (makula, patch) dan Elevasi
(papul, nodul, patch)

ÀPemeriksaan 1. Histopatologis: Temuan 1. Pemeriksaan histopatologik: Uji tempel ● Kerokan KOH 10% dan tinta Parker atau
Penunjang histopatologis dari 10 fitur - untuk menunjang diagnostik dan calcoflour white: Hifa panjang bersekat dan
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di bercabang (diambil pada tepi lesi atau pada tepi
representatif psoriasis klasifikasi penyakit kusta.
aktif dengan blade/pisau)
diselidiki pada setiap - Biopsi kulit dapat dilakukan punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan
slide: pemanjangan rete pewarnaan Hematoksilin Eosin antigen. Hal yang perlu diperhatikan pada saat
ridges yang teratur, atau pewarnaan Fite-Faraco. melakukan uji tempel: dermatitis yang terjadi harus
sudah tenang, tes dilakukan min satu minggu setelah ● Kultur Jamur : dengan media Sabouraud’s
pemanjangan papila - Hasil yang diharapkan: biopsi
dextrose agar yang berisi cycloheximide (actidione)
dermal, edema papila kulit diidentifikasi sebagai leprae pemakaian kortikosteroid, uji tempel dibuka pertama
pada suhu 26-28℃ untuk mengidentifikasi spesies
dermal, pembuluh darah tipe tuberculoid. kali setelah 48 jam pembacaan kedua pada hari ke jamur penyebab.
melebar, penipisan 2. Pewarnaan Basil Tahan Asam ( BTA): 3-7, pasien dilarang melakukan aktivitas yang
lempeng suprapapiler, - Hasil yang diharapkan: tampak menyebabkan uji tempe menjadi longgar. Respon
parakeratosis intermiten, kuman berbentuk batang alergi biasanya akan menjadi lebih jelas antara
tidak adanya granular berwarna merah. pembacaan kesatu dan kedua (reaksi tipe
lapisan, infiltrat limfosit - Kesimpulan: ditemukan kuman crescendo), sedangkan respon iritan cender
perivaskular dan dermal, basil tahan asam. menurun (reaksi tipe decresendo). Hasil dicatat
pustula spongiform Kogoj, seperti berikut ini:
dan kadang-kadang
● +1 = reaksi lemah (non vesikuler): eritema,
agregat neutrofil di
infiltrat, papul (+)
stratum korneum
● +2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
(mikroabses Munro).
● +3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau
ulkus
● 土 = meragukan: hanya makula eritematosa
● IR= iritasi: seperti terbakar, pustul atau
purpura
● - = reaksi negatif
● NT= tidak dites
Gambar Referensi

Lepromatous Type
Sumber: Dokumentasi pasien pribadi dr. Syahfori W.
M.Sc., Sp.KK

Tuberculoid Type

Sumber gambar: Rendon A,


Schakel K. Psoriasis
Pathogenesis and Borderline Type
Treatment. International
Journal of Molecular Sumber gambar: Fitzpatrick’ s Color
Sciences. 2019. Atlas, 2017.

Sumber gambar: Fitzpatrick’ s Color Atlas,


2017.

Daftar Pustaka:
1. Hadinata YA, Darmada IGK, Karmila IGAAD. Morbus Hansen Tipe Borderline Lepromatous Pada Anak Dengan Reaksi Reversal. MDVI. 2013; 40 (1): 16-20.
2. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Roh EK. Fitzpatrick’ s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. 8th ed. USA: McGraw-Hill Education; 2017. p. 574-8.
3. Jacoeb T N A. Psoriasis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FK UKI. Jakarta: 2015. hal: 213-21
4. Adhe V, Dongre A, Khopkar U. A retrospective analysis of histopathology of 64 cases of lepra reactions. Indian J Dermatol. 2012;57(2):114-117. doi:10.4103/0019-5154.94278
5. Lastória JC, Abreu MA. Leprosy: review of the epidemiological, clinical, and etiopathogenic aspects - part 1. An Bras Dermatol. 2014;89(2):205-218. doi:10.1590/abd1806-4841.20142450
6. Ely JW, Rosenfeld S, Seabury Stone M. Diagnosis and management of tinea infections. Am Fam Physician. 2014 Nov 15;90(10):702-10. PMID: 25403034.
Effloresensi foto 2 : Pada regio frontalis dan fascialis dextra tampak plak hipopigmentasi, multiple, bentuk tidak teratur, berbatas sebagian tegas dan sebagian tidak tegas, ukuran
bervariasi lentikuler-plakat, tersebar diskrit

Pitiriasis Versikolor Pitiriasis Alba Psoriasis Gutata Morbus Hansen ( Leprae)

Etiologi Jamur superfisial bukan dermatofitosis bernama Disebabkan oleh autoimun yang Autoimun (pengaruh genetik) Penyakit infeksi kronik manusia yang disebabkan
Malassezia furfur (Pitryrosporum furfur) menyebabkan kulit meradang sampai Mycobacteria leprae (M.lepra). Predileksi utama
menimbulkan ruam bersisik dan di saraf perifer, namun dapat timbul juga di kulit
gatal-gatal. dan jaringan lainnya yaitu mata, mukosa saluran
nafas bagian atas, otot, tulang dan testis.
Anamnesis KU: KU: KU : KU:

Pasien pada umumnya datang berobat karena Pasien anak laki laki 1 tahun Pasien umumnya datang berobat karena timbul bercak Pasien datang dengan keluhan bercak berwarna
tampak bercak warna putih, merah atau kecoklatan datang ke klinik dengan keluhan merah bersisik putih tebal berlapis di tengahnya pada merah atau putih yang disertai dengan hilangnya
pada kulitnya. Keluhan gatal ringan muncul adanya bercak putih pada kedua kulit pasien. rasa sensorik dan bisa juga sudah berupa lesi
terutama saat berkeringat, namun sebagian besar pipi yang hilang timbul sejak yang menonjol.
pasien asimptomatik, dan terkadang ada yang tidak Gejala :
sekitar 5 bulan yang lalu. Pada
gatal. Lokasinya dapat ditemukan di bagian dada, Faktor Risiko:
awalnya bercak tersebut berwarna - Bercak merah bersisik putih tebal berlapis dan
lengan, leher, perut, muka, punggung, atau dapat
putih dan bersisik namun sekarang berbentuk seperti tetesan air dengan ukuran - Lahir dan tinggal di tempat endemis lepra
ditemukan juga di tungkai atas atau bawah.
sudah tidak ada lagi sisiknya. lentikuler. Lesi biasa terdapat di badan dan bagian - Kontak Dekat: Kontak langsung dengan
Faktor risiko: Pasien mengaku tidak ada rasa ekstremitas proksimal penderita kusta sangat meningkatkan
gatal, tidak nyeri, dan tidak ada - Timbul lesi yang kecil-kecil atau lesi yang menetap kemungkinan terkena penyakit ini
- Sering dijumpai pada dewasa muda (kelenjar bercak putih di daerah lain selain
berbulan-bulan sampai tahun. dibandingkan dengan populasi lainnya.
sebasea lebih aktif bekerja). - Biasa nya hilang timbul karena merupakan - Usia: Anggota masyarakat yang lebih tua
di kedua pipi.
- Cuaca yang panas dan lembab. Tubuh yang penyakit yang memiliki pengaruh terhadap genetik lebih rentan terhadap risiko tertular kusta.
berkeringat. Pasien sudah pernah mengalami Peningkatan risiko menunjukkan antara 5
- Imunodefisiensi keluhan seperti ini sebelumnya
hingga 15 dan risiko lanjutan setelah 30.
- Imunosupresi: Setelah penekanan sistem
dan telah berobat dan diberi terapi
Gejala: kekebalan, ada peningkatan kemungkinan
topikal oleh dokter. Setelah
tertular infeksi ini. Perkembangan kusta
- Bercak putih pada kulit atau bisa juga bercak pemakaian obat, bercak akan
biasanya terjadi setelah transplantasi
yang berwarna lebih gelap dari kulit dan menghilang namun jika pasien organ padat, kemoterapi, infeksi HIV,
melebar. tidak memakai obat, bercak akan atau setelah pemberian agen untuk gejala
- Muncul bercak berwarna merah muda, merah, timbul kembali. rematik.
kecoklatan, atau cokelat.
- Bercak kulit dapat terjadi pada punggung, Gejala : Gejala:
dada, leher, atau lengan atas.
- Kulit terasa kering atau bersisik dan gatal. - Munculnya bercak-becak merah - keluhan lesi pada kulit:
terang atau merah muda - bercak merah (eritema) atau putih
(pucat) (hipopigmentasi) yang tidak gatal
- Tekstur bercak biasanya kering dan mati rasa.
dan bersisik - Kulit mengkilap dan bersisik
- Cenderung kambuh kala - Luka sulit sembuh
- Ada rasa kesemutan, nyeri, atau rasa
cuaca panas di mana
ditusuk-tusuk pada anggota gerak.
pinggiran bercak bisa - Kelemahan anggota gerak dan
berubah warna menjadi kelumpuhan.
- Adanya cacat atau deformitas
kecoklatan saat terkena
panas.

Faktor resiko :

1. Pityriasis alba umumnya


paling sering terjadi pada
anak-anak dan remaja.
2. Kondisi ini juga sering muncul
pada anak-anak yang sering
mandi air panas atau yang
terpapar sinar matahari tanpa
tabir surya.
3. Pityriasis alba berisiko tinggi
terjadi pada anak yang memiliki
dermatitis atopik atau eksim.

Pemeriksaan TTV : Batas normal TTV : Batas normal TTV : Batas normal A.Inspeksi:
Jasmani
1. Inspeksi 1. Inspeksi A.Inspeksi 1. Berdasarkan tipe:
a. Tuberculoid (TT, BT): makula
A.Terdapat sedikit eritema Perjalanan klinis terdiri dari tiga 1. Jenis Kulit hipopigmentasi multiple, berbatas
fase: tegas, tepi terangkat, ukuran
B. Di bagian wajah terdapatnya plak a.Warna Kulit : b.Perubahan warna kulit : normal
bervariasi (dari beberapa
hipopigmentasi a.Fase pertama yaitu timbul makula
2. Lesi pada kulit milimeter hingga lesi yang sangat
berwarna merah muda dengan tepi
C.Adanya perubahan warna kulit(dari normal besar menutupi seluruh batang
menimbul.
- lebih terang dari yang sebelumnya ) pada regio thorakalis atau vertebralis atau tubuh). Tepi eritematosa atau
b.Fase kedua timbul dalam ekstremitas proksimal terdapat plak ungu dan pusat hipopigmentasi.
D. Terlihat lesi dapat berupa makula atau beberapa minggu berupa makula hipopigmentasi, multiple, diskrit, berbatas tegas, Berbatas tegas; meninggi; sering
patch hipopigmentasi, hiperpigmentasi, hipopigmentasi dengan skuama berukuran lentikuler yang diatas nya terdapat berbentuk anular; membesar di
eritema, warna dan bercak dapat bervariasi skuama berlapis lapis berwarna putih seperti mika perifer. Daerah pusat menjadi
atrofi atau tertekan. Lesi lanjut
E. Kadangkala terdapat skuama halus dan putih halus (powdery white scale) bersifat anestesi, tanpa asesoris
tipis yang dikelilingi kulit normal. pada permukaannya kulit (kelenjar keringat atau
B.Palpasi folikel rambut). Dapat teralokasi
F. Dapat berbentuk bulat atau tidak beraturan c. Fase ketiga berupa makula di situs mana pun termasuk wajah.
hipopigmentasi tanpa skuama yang f. Kelembapan : kering
TT: Lesi dapat sembuh secara
G. Dengan bisa terlihat batas tegas ataupun dapat menetap hingga beberapa g. Suhu : normal
spontan, tidak berhubungan
tidak tegas. bulan/tahun. Ketiga tahap tersebut h. Tekstur : kasar
dengan reaksi kusta. BT: tidak
dapat ditemukan secara bersamaan. i. Turgor : normal
2. Palpasi sembuh spontan, bisa terjadi
Lesi umumnya berukuran 0,5-3 j. Permukaan : Verukosa
A. Dolor (-) reaksi kusta tipe 1.
cm.Dapat berbentuk bulat,
B. Tumor ( - )
oval,atau ireguler.Tempat Keterlibatan saraf: mungkin saraf
C. Kelembapan : kering
predileksi utama yaitu daerah yang menebal di tepi lesi;
D. Suhu: normal
wajah, dapat pula ditemukan di pembesaran saraf perifer yang
E. Tekstur : kasar
leher , batang tubuh, dan besar sering (ulnaris, auricular
F. Turgor : normal
ekstremitas. posterior, peroneal dan saraf
G. Permukaan : datar
tibialis posterior). Keterlibatan
B. Palpasi : kulit tidak ada pada neural
leprosy. Keterlibatan saraf
1. Kelembapan: kering
dikaitkan dengan hipestesia (
2. Suhu: normal
tusukan jarum, suhu, atau getaran)
3. Tekstur : kasar
dan miopati.
4. Turgor : normal
5. Permukaan : datar b. Borderline BB Leprosi: Lesi
antara tuberculoid dan lepromatus
dan tersusun dari makula, papul
dan plak. Pengurangan keringat
terdapat pada lesi.
c. Lepromatus Leprosi: Kulit
berwarna atau papul eritem ringan
atau nodul. Lesi membesar; lesi
baru muncul dan berkelompok.
Secara simetris berdistrisbusi
nodul, plak dan infiltrate dermal
difus dimana pada wajah
menyebabkan hilangnya rambut
dan leonine facies. Diffus
lepromatosis penunjukan sebagai
difus infiltrate dermal dan
penebalan dermis. Simetris
bilateral meliputi lubang telinga,
muka, wajah, tangan, bokong,
punggung dan kaki.
3. Berdasarkan status reaksi imunologis:
a. Reaksi Lepra tipe 1: Lesi kulit
menjadi inflamasi akut, terasosiasi
dengan edem dan sakit mungkin
ukuserasi. Enema lebih parah
pada wajah, tangan dan kaki
b. Reaksi Lepra tipe 2: Munculnya
nodul merah terasa sakit dari
superfisial dan dalam. Sering
terjadi pada wajah dan extremitas
ekstensor
c. Reaksi Lucio: Terjadi pada pasien
dengan difus LL. Berebentuk plak
eritem ireguler. Lesi dapat
nekrosis dengan ulserasi.

B.Palpasi:

1. Kelembapan: Kering
2. Suhu: Panas
3. Tekstur: Kasar
4. Lesi: Datar (makula, patch) dan Elevasi
(papul, nodul, patch)

Pemeriksaan 1. Histopatologi: Gambaran klinis pasien, 1. Untuk penegakan diagnosis tidak 1. Pemeriksaan Histopatologi: 1. Pemeriksaan histopatologi:
Penunjang Melakukan pemeriksaan mikroskopis dengan perlu pemeriksaan penunjang khusus. - untuk menunjang diagnosis dan
spesimen kerokan kulit dapat dijumpai pada Hasil pemeriksaan histopatologi positif pada psoriasis klasifikasi penyakit kusta.
pemeriksaan mikroskopik adalah gambaran 2. Apabila diagnosis meragukan, dapat gutata didapatkan dengan gambaran masa sel epidermis - Biopsi kulit dapat dilakukan
“spaghetti and meat balls”. dilakukan pemeriksaan penunjang yang meningkat 3-5 kali, masih banyak dijumpai mitosis di pewarnaan Hematoksilin Eosin
2. Kultur: Gambaran morfologi koloni pada sesuai diagnosis banding dengan atas lapisan basal dan dengan degenerasi hidrofilik sel atau pewarnaan Fite-Faraco.
media kultur tergantung pada spesies pemeriksaan histopatologi. basal. Tampak hiperkeratosis (penebalan lapisan korneum) - Hasil yang diharapkan: biopsi
Malassezia. dan parakeratosis (penipisan atau menghilangnya stratum kulit diidentifikasi sebagai lepra
3. Pemeriksaan menggunakan lampu granulosum). Pada epidermis juga tampak spongiosis
3. Lampu wood: Fluoresensi lesi pitiriasis tipe tuberculoid.
Wood membantu untuk memperjelas ringan. Pada dermis superfisial tampak edematous disertai
versikolor berwarna kuning terang atau 2. Pewarnaan Basil Tahan Asam ( BTA):
lesi. Pada pemeriksaan lampu Wood, infiltrasi sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel
kuning keemasan pada sinar wood. - Hasil yang diharapkan: tampak
bercak hipopigmentasi tidak bertambah mast terdapat sekitar pembuluh darah. Gambaran spesifik kuman berbentuk batang berwarna
psoriasis adalah mikroabses Munro yaitu bermigrasinya sel merah.
4. Pada uji biokimia, katalase menunjukkan jelas dan tidak mengeluarkan pendar radang granulosit neutrofil ke epidermis (lapisan - Kesimpulan: ditemukan kuman
hasil positif dan pemeriksaan asimilasi glisin kuning kehijauan. parakeratosis stratum korneum). basil tahan asam.
hanya positif pada Malassezia furfur.
2. Pemeriksaan fenomena bercak lilin

Pada pemeriksaan fenomena bercak lilin menghasilkan


hasil positif dengan Skuama psoriasis umumnya tebal,
berlapis, kering, putih bening, transparan serupa mika. Bila
pada lesi tersebut digores dengan benda berujung agak
tajam (ujung kuku, punggung scalpel, atau pensil) maka
bagian yang bening tersebut akan tampak lebih putih
daripada sekitarnya, tidak transparan lagi, dan berbentuk
linier sesuai goresan.

3. Pemeriksaan Auspitz sign

Pada pemeriksaan Auspitz sign menghasilkan hasil positif


dengan membuktikan adanya papilomatosis dan akantosis
yang menjulang sampai di ujung papila dermis dan
menyentuh lapisan bawah stratum komeum. Akibatnya,
bila skuama psoriasis dikerok lembar demi lembar maka
satu saat akan sampai ke bagian papila dermis tersebut,
sehingga secara klinis akan tampak titik-titik perdarahan
pada permukaan kulit yang skuamanya terkelupas.

4. Faktor pencetus

Untuk menentukan faktor pencetus bisa dilakukan


pemeriksaan serologi ASTO (antistreptolysin titer O).
Faktor pencetus terjadinya psoriasis antara lain karena
infeksi streptococcus beta hemolitikus. Hasil ASTO positif
menunjukkan bahwa dugaan adanya hubungan PG dengan
infeksi streptokokus beta hemolitikus, sehingga
kemungkinan faktor pencetus PG pada kasus ini adalah
karena infeksi. Maka hasil positif. Bila terjadi peningkatan
IgE total merupakan pertanda terjadinya reaksi alergi yang
berhubungan dengan hipersensitivitas.
Gambar
referensi

Sumber referensi gambar :

Buku Perhimpunan Dokter


Spesialis Kulit dan Kelamin
Lepromatous Type
Indonesia (PERDOSKI) Tahun
2017

Tuberculoid Type

Borderline Type
Sumber gambar: Fitzpatrick’ s Color
Atlas,

2017.

Daftar Pustaka:
1. Pramono AS, Soleha TU. Pitriasis Versikolor: Diagnosis dan Terapi. J Agromedicine. 2018; 5(1): 449-53.
2. Soebono H, Radiono S, Wirohadidjojo YW, Etnawati K, Waskito F, Pudjiati SR, et al. Clinical Decision Making Series Dermatologi dan Venereologi. 1th ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2020. p. 74-9.
3. Kaplan AP. Pitriasis Alba: Pemeriksaan Fisik. Dalam Fitzpatrick‟s dermatology in general medicine.Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Mc Graw Hill.
Edisi ke 8. 2012;414-27
4. Hadinata YA, Darmada IGK, Karmila IGAAD. Morbus Hansen Tipe Borderline Lepromatous Pada Anak Dengan Reaksi Reversal. MDVI. 2013; 40 (1): 16-20.
5. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Roh EK. Fitzpatrick’ s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. 8th ed. USA: McGraw-Hill Education; 2017. p. 574-8.
6. Sjamsoe E, menaldi S, Wisnu I. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia. Medical Multimedia Indonesia.2005

Anda mungkin juga menyukai